BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan kota yang dipicu oleh kegiatan ekonomi menimbulkan berbagai efek. Salah satu efek tersebut adalah peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk tersebut juga dialami oleh DKI Jakarta.DKI Jakarta yang merupakan ibukota Indonesia memiliki magnet bagi penduduk di luar Jakarta untuk melakukan migrasi.
Kebutuhan penduduk yang tinggi menyebabkan
permintaan akan lahan pemukiman semakin meningkat pula. Sementara itu, lahan di DKI Jakarta sudah tidak mungkin menampung semua . salah satu cara untuk menampung para pendatang dari luar Jakarta adalah dengan memindahkan penduduk ke kota-kota penunjang DKI Jakarta seperti Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi. Namun, tidak sedikit pula yang membuat perumahan padat di tengah kota. Pemukiman yang padat tersebut menimbulkan berbagai masalah salah satunya adalah timbulnya pemukiman kumuh di tengah kota. Pemukiman kumuh tersebut dapat menimbulkan berbagai kerugian seperti kebersihan dan bencana seperti banjir dan kebakaran. Selain banjir, bencana yang banyak terjadi di DKI Jakarta adalah bencana kebakaran pemukiman. Salah satu faktor yang menyebabkan rentannya bahaya kebakaran di DKI Jakarta adalah kepadatan penduduk yang tinggi. Jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2013 adalah sebesar 9.969 ribu jiwa (Data BPS DKI Jakarta), sedangkan luas wilayah Jakarta hanya seluas 661.52 km2 dengan kepadatan sebesar itu, penduduk-penduduk yang bermukim di DKI Jakarta tidak dapat leluasa membuat pemukiman yang aman dari ancaman bahaya kebakaran. Karena banyaknya
pemukiman yang padat dan rentan bahaya kebakaran, kerugian akibat kebakaran tersebut semakin banyak pula. Perlu adanya tindakan preventif atau pencegahan dalam penanggulangan kebakaran tersebut. Tingginya kepadatan penduduk di pemukiman tengah kota menyebabakan aktivitas pemukiman semakin padat pula. Tingginya aktivitas penduduk tersebut membuat peluang terjadinya kebakaran pemukiman semakin besar pula (Syahbana,2005). Bencana menurut UU no.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana kebakaran pemukiman tergolong dalam bencana non alam karena bencana tersebut disebabkan oleh aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Menurut data Research Institute of Human Settlement (RIHS), tentang kejadian kebakaran yang terjadi sejak tahun 1984 hingga 1989 di 24 kota di Indonesia, menunjukan bahwa terdapat 5600 kebakaran yang terjadi dalam jangka waktu tersebut dengan kerugian yang diderita ± Rp 246,5 milyar dan merenggut korban jiwa sebesar 1060 orang. Bila dirata-ratakan, data RIHS tersebut mengindikasikan bahwa pertahun terjadi 933 insiden kebakaran (2,5 kejadian/perhari) dengan kerugian materi sekitar Rp 200 juta/hari serta korban jiwa tiap dua hari sekali. Bencana kebakaran di DKI Jakarta adalah salah satu bencana yang sering melanda di daerah tersebut. Sepanjang tahun 2013, DKI Jakarta mengalami kebakaran sebanyak 1002 kejadian (Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta,2014). kejadian kebakaran pada tahun 2013 tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2011, ada 953 kebakaran yang terjadi di Jakarta. Sementara pada 2012, jumlahnya meningkat menjadi 1013 kasus kebakaran. Kejadian kebakaran merata di setiap Kotamadya Jakarta dengan kejadian paling banyak di Kotamadya Jakarta Barat dengan kejadian sebanyak 262 kejadian. Penyebab dari kebakaran di
DKI Jakarta didominasi oleh korsleting listrik (70%). Faktor-faktor lain yang mendukung adalah penataan ruang yang kurang baik dan pembangunan bangunan liar semi permanen di lingkungan pemukiman. Hal tersebut membuat kebakaran menjadi cepat menyebar dan kerugian yang dialami semakin besar. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta memiliki Dinas Pemadaman Kebakaran & Penanggulangan Bencana (Damkar) dalam menanggulangi bencana kebakaran dan melindungi warga DKI Jakarta dalam kebakaran. dinas-dinas tersebut memiliki suku dinas yang tersebar dalam tiap-tiap Kotamadya. Dalam upaya menanggulangi kebakaran di DKI Jakarta, Damkar Jakarta juga bekerja sama dengan masyarakat
dalam
melakukan
pembinaan
Sistem
Keselamatan
Kebakaran
Lingkungan (SKKL) tingkat kelurahan. Pembinaan SKKL tersebut, berisi tentang pencegahan kebakaran dengan melakukan penyuluhan tentang pemadaman kebakaran, memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang faktor-faktor yang dapat memicu kebakaran, dan melatih masyarakat dalam penanggulangan kebakarann kecil di lingkungan perumahan. Salah satu program Pemerintah Daerah Jakarta untuk mengurangi pemukiman kumuh adalah dengan Program Penataan Pemukiman yang salah satunya adalah dengan mengubah fisik kampung kumuh menjadi kampung deret. Program perbaikan kampug adalah program yang cukup lama dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta, yaitu pada tahun 1969 sampai 1979. Proyek yang dinamakan Kampung Improvement Program M. Husni Thamrin (KIP/MHT) adalah proyek untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan inbfrastuktur di perkampungan DKI Jakarta. seperti pada tahun 1969, proyek perbaikan kampung juga dilakukan pada pemerintah DKI Jakarta saat ini dengan membangun kampung deret. Perubahan fisik pada kampung deret memiliki tujuan untuk memperbaiki rumah-rumah di perkampungan kumuh menjadi lebih sehat dan layak huni. Program tersebut dilakukan di berbagai kampung Jakarta. salah satu tempat pembangunan kempung deret yang telah dilakukan adalah Kampung Deret di Kecamatan Petogogan, Jakarta Selatan. Kampung deret ini telah diresmikan
oleh Gubernur Jakarta pada tahun 2013 dan menjadi kampung deret percontohan di DKI Jakarta. kriteria kampung yang akan dibuat kampung deret adalah kampung yang memiliki kepadatan penduduk tinggi, tata letak bangunan yang tidak teratur, kontruksi bangunan yang tidak standar, ventilasi kurang, kurangnya saluran drainase, dan wc yang tidak standar. Dari berbagai kriteria tersebut, kriteria yang akan dibuat sebagai kampung deret adalah kampung yang memiliki masalah kebersihan lingkungan. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama pernah mengatakan bahwa pembangunan kampung deret dapat mengurangi risiko kebakaran di DKI Jakarta (Artikel Tribunnews.com, 1 Maret 2014). Penyataan bahwa kampung deret dapat mengurangi risiko bencana kebakaran perlu adanya penelitian lebih lanjut karena penyebab bencana kebakaran tidak hanya dilihat dari fisiknya saja, tetapi juga kondisi sosial dan ekonomi para warga disana pula. Untuk mengetahui apakah kampung deret dapat mengurangi risiko kebakaran adalah dengan membandingkan kampung sebelahnya yang belum dideretkan. Dengan membandingkan kampung yang memiliki kondisi geografis yang sama dan luas lahan yang sama, maka perbandingan bahwa kampung deret memiliki risiko kebakaran lebih rendah dibandingkan kampung yang belum dideretkan akan lebih terbukti dan valid. 1.2 Pertanyaan Penelitian Bencana Kebakaran adalah bencana yang sering terjadi di Perkotaan. Faktor penyebab kebakaran yang seringkali terjadi adalah karena kesalahan pemakaian listrik. Pemakaian atau pemasangan listrik yang tidak sesuai dengan Standar menyebabkan korsleting listrik dan menimbulkan api. Faktor lainnya adalah dikarenakan kompor meledak dan membuang punting rokok sembarangan. Selain faktor sumber kebakaran, faktor penyebab kebakaran cepat meluas dan sulit ditangani adalah kondisi fisik bangunan di kawasan tersebut seperti bagaimana jenis bahan bangunan yang dipakai, apakah bangunan tersebut permanen atau semi permanen. Selain itu, kondisi infrastuktur kawasan tersebut juga dapat mendukung penyebaran
api. Seperti jalan kawasan tersebut apakah cukup untuk dilewati truk pemadaman kebakaran dan ada tidaknya sarana penunjang dalam menanggulangi kebakaran secara mandiri dari masyarakat seperti fire extinguisher atau keran hidran. Kondisi sosial masyarakat di kawasan rawan kebakaran juga dipertimbangkan. Apakah masyarakat memiliki pengetahuan dalam menanggapi bencana kebakaran tersebut atau tidak. Pembangunan kampung deret adalah pembangunan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup di perkampungan kumuh di Jakarta. Dalam program ini, pembangunan fisik menjadi hal yang utama dalam pembangunan seperti pembangunan kembali rumah-rumah agar menjadi teratur, jalan menjadi teratur, dan penambahan
ruang
perumahan.Namun,
terbuka apakah
untuk program
meningkatkan perbaikan
fungsi
kampung
sosial
sebuah
deret
tersebut
mempertimbangakan risiko bencana kebakaran atau tidak. Dengan membuat kampung deret, apakah komponen risiko kebakaran di Kampung Deret akan lebih kecil dibandingkan risiko kebakaran di kampung di kampung yang tidak dideretkan seperti ancaman dan kerentanan masih ada atau tidak, dan bagaimana kesiapan penduduk di Kampung Deret Petogogan dibandingkan penduduk di kampung yang belum dideretkan dalam menghadapi bencana kebakaran permukiman Maka, pertayaan dari penelitian ini adalah 1.
Apa sajakah variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat risiko kebakaran di kawasan kampung deret Petogogan dan kampung yang belum dideretkan?
2.
Bagaimana tingkat risiko kebakaran di kawasan kampung deret Petogogan dan kampung yang belum dideretkan?
3.
Variabel risiko kebakaran apakah yang memiliki perbedaan risiko kebakaran di kawasan kampung deret Petogogan dan kampung yang belum dideretkan?
1.3 Tujuan dan Sasaran Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui risiko bencana kebakaran di kampung deret Petogogan dibandingkan ndengan kampung yang belum dideretkan. Untuk mengetahui hal tersebut, perlu adanya penguraian tujuan dari penelitian. Tujuan yang ingin dicapai untuk mengetahui risiko kebakaran di Kampung Deret Petogogan dengan kampung yang belum dideretkan adalah: 1.
Mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat risiko kebakaran di kawasan kampung deret Petogogan dan kampung yang belum dideretkan
2.
Mengklasifikasikan tingkat risiko kebakaran di kawasan kampung deret Petogogan dan kampung yang belum dideretkan
3.
Mengidentifikasi variabel risiko kebakaran yang paling memiliki perbedaan antara kawasan kampung deret Petogogan dan kampung yang belum dideretkan
1.4 Manfaat Penelitian Pihak-pihak yang mendapatkan manfaat dari penelitian ini adalah: a) Pemerintah Manfaat bagi pemerintah dalam penelitian ini adalah agar pemerintah khususnya Pemprov Jakarta, Dinas Perumahan Jakarta, BPBD Jakarta, dan Dinas Pemadam Kebakaran & Penanggulangan Bencana untuk mempertimbangkan aspek kebencanaan dalam penyusunan program perbaikan kampung Jakarta sehingga dalam penyusnan program dapat melihat seluruh aspek dan tidak merugikan untuk semua pihak. b) Masyarakat
Manfaat penelitian bagi masyarakat kampung deret Petogogan, Jakarta adalah masyarakat dapat mengetahui apakah kampung yang ditinggalinya masih rawan kebakaran atau tidak. Hal tersebut bertujuan untuk masyarakat mendapatkan edukasi yang cukup terhadap bencana kebakaran di kampungnya dan sebagai peringatan dini terhadap masyarakat akan bencana yang akan dihadapi sehingga masyarakat dapat menyiapkan tindakan pencegahan sebelum bencana kebakaran melanda kampung mereka. c) Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota Manfaat bagi Perencaan Wilayah dan Kota adalah untuk memberikan pengetahuan dalam merencanakan sesuatu harus menimbang juga bencana yang didapat, baik itu natural disaster maupun man made disaster. Perencana yang ingin menata kampung perkotaan harus tau terlebih dahulu potensi-potensi bencana yang akan terjadi di kampung tersebut. Hal tersebut juga dilakukan seorang perencana dalam membangun perumahan bahwa bencana harus dipertimbangkan agar tidak seorang pun yang mendapatkan kerugian yang besar 1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini memiliki batasan-batasan dalam wilayah dan substansinya. Wilayah yang dipakai dalam penelitian ini adalah kawasan Kampung Deret dan kampung yang belum dideretkan terletak di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Gambar 1.1: Lokasi Penelitian Sumber: Analisis Penulis, 2015 Lokasi penelitian ini terdiri dari 6 RT dan 1 RW.. Kawasan kampung deret Petogogan diambil karena kampung ini adalah salah satu kampung kumuh yang telah berhasil dijadikan kampung deret pada tahun 2013 sehingga implementasi pembangunan fisik di kampung ini telah dilaksanakan dan dapat dilihat perubahan fisik dari sebelum kampung deret menjadi kampung deret. Fokus dari penelitian ini adalah menilai tingkat risiko kebakaran kampung deret Petogogan dan membandingkan dengan kampung yang belum dideretkan sehingga terlihat bagaimana perbedaan tingkat risikonya. Dalam menilai risiko kebakaran di kedua kawasan tersebut, peneliti memakai studi literature dan peraturanperaturan terkait risiko kebakarn permukiman dan
standar permukiman bebas
kebakaran.
1.6 Keaslian Penelitian Dalam peneltian, keaslian penelitian penting karena untuk menghindari tindakan plagiasi dalam penelitian. Tabel di bawah ini adalah tabel untuk mengetahui
penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para peneliti lain dalam kaitannya dengan kebakaran. Penelitian-penelitian tersebut adalah Tabel 1.1: Penelitian dengan Tema Kebakaran Nama Peneliti Dessy Erisina Pinem (2008)
Judul Penelitian
Lokasi Penelitian Arahan Penataan Kawasan Kawasan Konservasi Ketandan, Ketandan agar Jogjakarta Antisipatif Menghadapi Kebakaran
Rr. Ukkhi Tingkat Risiko Kelurahan Permanasari Kebakaran di Terban (2012) Pemukiman Padat Kelurahan Terban, Kota Yogyakarta Aryasa Bijak Utama (2014)
Metode
Hasil
Deduktif, kualitatif. Arahan penataan kawasan dengan melihat komponenkomponen kawasan Deduktif kualitatif dengan konsep bahaya yaitu kerentanan dan kapasitas Deduktif kualitatif, metode skoring
Penataan kawasan Ketandan
Analisis Kerentanan Kecamatan Pemukiman Pontianak Terhadap Terjadinya Selatan Bahaya Kebakaran di Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Kalimantan Barat Sumber: Studi Literatur, 2015
Deskripsi tingkat bahaya kebakaran di Kelurahan Terban Peta kerentanan bahaya kebakaran
Walaupun memiliki persamaan dalam membahas tema tentang kebakaran kota, penelitian ini memiliki perbedan dari penelitian sebelumnya dilihat dari fokus, lokus, dan metode yang digunakan. Dalam penelitian Pinem (2008) lokus dan fokus yang diambil berbeda dengan lokus dan fokus yang diambil dari penelitian ini. Lokus dari penelitian Pinem (2008) berada di Kampung Ketandan dan fokusnya adalah penataan kampung agar meminimalkan bahaya kebakaran di lokasi tersebut.
Sedangkan penelitian ini adalah untuk menilai dan mengevaluasi kampung yang telah ditata menjadi kampung deret dan dilihat risiko kebakarannya. Dalam penelitian Permanasari (2012) fokus yang diambil adalah menganalisis tingkat kerentanan suatu kampung di Terban, Yogyakarta, sedangkan penelitian Utama (2014), hampir sama dengan Permanasari namun lokusnya berada di Pontianak Selatan. Dari kedua penelitian tersebut, penelitian dilakukan pada perumahan atau perkampungan yang belum ditata dan tidak berbasis pada suatu program. Sedangkan dalam penelitian ini, tingkat kerentanan kebakaran di suatu kampung dilihat dari program perbaikan kampung sehingga output yang dihasilkan adalah berupa rekomendasi agar program tersebut dapat berjalan lebih baik lagi.