BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin canggih telah mempermudah
kehidupan manusia hampir disegala bidang. Tanpa disadari perkembangan tersebut telah membuat kita semakin jarang bergerak. Menurut dr. Michael Triangto dari Klinik Slim and Health, pola hidup manusia dengan kurang aktif bergerak jelas dapat merugikan kesehatan manusia. Menurut American College of Sports Medicine (ACSM), gaya hidup kurang gerak meningkatkan risiko obesitas, diabetes, dan penyakit jantung sehingga berpotensi mengurangi usia hidup sebanyak dua tahun. Menurut Prof. Purba, kesehatan merupakan sebuah kondisi yang stabil atau umum dalam sistem koordinasi badan dan jiwa raga manusia atau makhluk hidup lainnya pada rata-rata normal. Seseorang dikatakan sehat jika koordinasi organ-organ dalam keadaan yang stabil atau normal. Pada dasarnya kesehatan harus selalu dijaga agar tubuh selalu dalam keadaan normal. Setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan disebut sebagai upaya kesehatan. Era kontemporer saat ini semua serba mudah dan instant, muncul istilah sindrom kursi atau chair syndrom. Syndrom ini banyak ditemukan pada pekerja kantoran yang sebagian besar melakukan kegiatan di meja kerja mereka, tanpa melakukan pergerakan yang banyak atau aktif. Karena cenderung telah sibuk dengan tumpukan deadline, membuat para pekerja kantoran ini cenderung malas untuk bergerak pergi dari meja kerjanya. Chair syndrom ini adalah sebuah istilah penyakit baru pada pekerja kantoran yang banyak menghabiskan waktunya di meja kantor, di depan komputer, dan melakukan sebagian besar kegiatan di meja kantor tersebut selama berjam-jam, yang mengakibatkan kurangnya aktivitas gerak yang dilakukan (Dr. Nasir, 2013). Tanpa disadari chair syndrome ini menimbulkan berbagai penyakit berbahaya yang dapat menyerang kesehatan para pekerja kantor tersebut, seperti nyeri otot, pegal-pegal, hingga kepikunan, jantung, kanker yang dapat menyebabkan
kematian. Oleh sebab itu banyak dokter yang menganjurkan setiap orang untuk berolahraga. Salah satu cara menghindari syndrome tersebut dengan mengikuti fitness di berbagai tempat gym untuk menjaga stamina tubuh, dan menjaga kesehatan adalah beberapa cara masyarakat urban untuk berolahraga. Padatnya jadwal, waktu, dan biaya yang dibutuhkan untuk pergi ke tempat gym, terkadang menjadi hambatan terbesar yang membuat olahraga semakin sulit untuk dilakukan. Kini muncul jenis olahraga baru yang dapat dilakukan oleh siapa saja, di mana saja dan kapan saja yaitu freeletics. Freeletics adalah olahraga fisik tanpa menggunakan alat bantu, jenis olahraga yang fleksibel (gerakan, waktu, dan tempat), hanya mengandalkan beban tubuh, dan dapat dilakukan oleh setiap orang (Aditama, 2014). Inti latihan freeletics adalah melatih kekuatan (strength) dan pengkondisian (conditioning) tubuh. Setiap sesi latihan freeletics terdiri dari kombinasi gerakan yang terbilang umum seperti burpees (mengubah posisi dari berdiri-membungkuk-menelungkup), squats (menekuk lutut hingga menyerupai posisi duduk), sit-up (mengubah posisi dari berbaring menjadi duduk), dan lain-lain, yang dilakukan sesuai urutan. Sifat gerakan yang intens dan bervariasi ini membuat tubuh mampu membakar banyak kalori, meningkatkan metabolisme tubuh, dan melatih hampir semua otot sesuai kebutuhan. Freeletics dapat menjadi salah satu alternatif olahraga untuk mencegah penyakit yang timbul diakibatkan oleh kurangnya aktifitas gerak, serta dapat menjaga stamina tubuh pada orang yang tidak memiliki banyak waktu untuk berolahraga. Tetapi masyarakat Indonesia belum terlalu mengetahui olahraga freeletics, karena olahraga ini masih terbilang baru. Olahraga ini mudah dilakukan dan membawa manfaat yang sangat baik untuk kesehatan tubuh kita, terutama oleh masyarakat urban yang disibukan oleh berbagai aktivitas. Untuk mempermudah masyarakat, freeletics telah memiliki aplikasi mobile, namun di Indonesia aplikasi ini kurang terpakai. Menurut Aditama salah satu pelatih komunitas freeletics di kota Bandung, kebanyakan anggota tidak memakai aplikasi tersebut karena sulit untuk dilakukan oleh pemula, seperti repetisi yang terlalu ekstrim, banyak hal yang tidak terlalu
terpakai, aplikasi yang berbasis mencari keuntungan. Dibutuhkan sebuah kampanye sosial untuk mencapai aspek pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap olahraga freeletics yang relatif baru demi keterbukaan cara hidup sehat di kalangan masyarakat urban. 1.2.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang terjadi dapat disimpulkan identifikasi
masalah yaitu: 1.
Banyaknya masalah kesehatan akibat kurang berolahraga.
2.
Freeletics sebuah program olahraga baru yang dikira dapat menjadi salah satu solusi permasalahan masyarakat dalam berolahraga, namun masih kurang diketahui keberadaannya.
3.
Freeletics telah memiliki aplikasi mobile, namun aplikasi tersebut kurang terpakai oleh para pemula seperti di Indonesia khususnya di kota Bandung.
1.3.
Rumusan masalah Dengan mengindentifikasi masalah tersebut maka rumusan masalah terletak
pada: 1.
Bagaimana merancang strategi kampanye yang dapat menginformasikan olahraga freeletics sebagai olahraga baru yang dapat menjadi alternatif solusi keterbatasan waktu dalam berolahraga kepada masyarakat?
2.
Media apa yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang keberadaan dan manfaat olahraga freeletics pada masyarakat di kota Bandung?
1.4.
Ruang Lingkup Masalah Dalam pengerjaan Tugas Akhir ini, ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Apa (What) Masalah kesehatan akibat kurang berolahraga (chair syndrome)
2. Siapa (Who) Pria dan wanita karir berumur 23-27 tahun (dewasa dini) yang kurang melakukan aktifitas gerak dalam kesehariannya, tidak memiliki banyak waktu atau waktu khusus untuk berolahraga. 3. Dimana (Where) Di perkotaan terutama di perkantoran saat target yang disasar kurang aktif bergerak akibat akitifitas kantor. Pengambilan sampel secara acak dilakukan di tempat-tempat olahraga, tempat makan, dan perkantoran. 4. Kapan (When) Pengumpulan data dilakukan sejak bulan Desember 2014. 5. Bagaimana (How) Perancangan kampanye ini difokuskan untuk mendukung gaya hidup sehat pada masyarakat urban khususnya di kota Bandung, dengan memperkenalkan dan menginformasikan sebuah olahraga fisik yang fleksibel dilakukan dan memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan yaitu freeletics. 1.5.
Tujuan Perancangan Tujuan perancangan kampanye ini adalah:
1.
Merancang strategi kampanye untuk memperkenalkan, menginformasikan, serta mengajak masyarakat untuk melakukan gaya hidup sehat melalui olahraga freeletics sebagai solusi permasalahan masyarakat dalam berolaharaga.
2.
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang keberadaan dan manfaat olahraga freeletics pada masyarakat khususnya di kota Bandung melalui media yang tepat.
1.6.
Metodologi Penelitian Dalam perancangan tugas akhir ini, penulis menggunakan metode kualitatif.
Menurut Prof. Dr. Sugiyono (2012:9), metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah
instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara tringulasi (gabungan), hasil penelitiannya lebih menekankan pada data yang sebenarnya. Metode tersebut dilakukan untuk menarik kesimpulan dari data-data yang didapat berupa kalimat dan argumen dari kalangan yang berbeda. Tujuan dari metode ini adalah untuk pengolahan data yang di dapatkan dengan cara sebagai berikut : 1. Observasi Menurut Sutrisno Hadi (1986:145) yang dikuti oleh Sugiyono bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis, yang menggunakan pengamatan dan ingatan. Observasi yang digunakan adalah observasi berperan serta (participant observation), yaitu melakukan pengamatan dengan ikut melakukan kegiatan yang dilakukan oleh sumber data. Pengamatan dilakukan secara langsung pada komunitas freeletics di Lapangan Saparua, dan peneliti ikut serta mencoba gerakan yang dilakukan untuk mempelajari olahraga freeletics lebih lanjut. Dalam penelitian ini, observasi bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh olahraga freeletics terhadap kehidupan sehari-hari, studi gerak atau metode yang dilakukan, ketertarikan masyarakat terhadap olahraga freeletics, dan juga mengamati aktifitas, minat, dan opini khalayak sasaran selama dua minggu pada bulan Desember 2014.
Gambar 1.1 Beberapa foto saat melakukan observasi pada komunitas Sumber : Dokumen Pribadi
Gambar 1.2 Beberapa foto saat melakukan observasi pada komunitas Sumber : Dokumen Pribadi 2. Wawancara dan Kuesioner A.
Wawancara adalah mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan metode wawancara dan kuisioner adalah subjek adalah ahli, terpercaya, dan mengerti hal yang dimaksudkan oleh peneliti (Sutrisno Hadi, 1986:138). Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terstrukstur, dimana pedoman pertanyaan merupakan garis besar permasalahan, dan menggunakan alat bantu rekam yang kemudian dituliskan untuk ditarik kesimpulan informasinya (Sugiyono,2012:138). Metode wawancara dilakukan kepada : a. Pendiri komunitas freeletics kota Bandung, Aditama Dwi Putra dan Billy Bramanda b. Dokter ahli kesehatan olahraga, Prof. Dr. dr. Purba M.Sc, AIFO
B.
Pengambilan data dengan kuesioner kepada 150 orang target audiens, dengan menggunakan metode Sampling Insidental dan Purposive Sampling untuk menentukan sasaran sesuai dengan kriteria audiens yang dibutuhkan. Sampling Insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dan dipandang cocok sebagai sumber data (Sugiyono,2012:85) sebanyak 100 orang dengan kriteria sebagai berikut, a. Pria dan wanita b. Usia 23-27 tahun
c. Pekerja d. Tinggal di kota Bandung Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang ahli atau yang telah berpengalaman sebagai data sumbernya (Sugiyono,2012:85), sebanyak 50 orang yang telah melakukan olahraga freeletics dan dipilih sesuai dengan kriteria yaitu, a. Pria dan Wanita b. Pekerja c. Telah melakukan olahraga freeletics d. Usia 23-27 tahun e. Tinggal di kota Bandung Kuisioner digunakan sebagai pelengkap data yang diperlukan untuk memperkuat perancangan kampanye ini. Menurut Sugiyono (2012:142), kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab.
1.7.
Kerangka Perancangan
Skema 1.1 Kerangka Perancangan Sumber: Dokumen Pribadi
1.8.
Pembabakan Dalam penulisan, dibutuhkan gambaran singkat tiap bab agar perancangan
identitas yang ditulis lebih terperinci dan memudahkan dalam menguraikan masingmasing bab. Bab – bab tersebut adalah : 1.
Bab I Pendahuluan Berisikan latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan perancangan, cara pengumpulan data dan analisis, dan kerangka perancangan.
2.
Bab II Dasar Pemikiran Bab ini menjelaskan dasar pemikiran dari teori-teori yang relevan untuk digunakan sebagai pijakan untuk merancang kampanye olahraga freeletics yang benar.
3.
Bab III Data dan Analisis Berisikan data narasumber, data perancangan, data khalayak sasaran, data hasil wawancara, observasi.
4.
Bab IV Konsep dan Hasil Perancangan Berisikan konsep pesan (ide besar), konsep kreatif (pendekatan), konsep media, konsep visual, proses perancangan, dan hasil perancangan dari sketsa hingga penerapan visual pada media.
5.
Bab V Penutup Berisikan kesimpulan dan saran.