BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi informasi (TI) menyumbang karbon dioksida sebanyak 2% terhadap
global warming, sehingga sektor TI sebaiknya “menghijaukan”
sistemnya dengan cara menerapkan Green Information Technology (Green IT) [1]. Green IT saat ini telah menjadi issue yang cukup hangat di kalangan bisnis. Terkait dengan issue kesinambungan dengan produk, layanan dan sistem manajemen yang eco-friendly dalam sektor teknologi informasi dan komunikasi. Green IT menjadi penting untuk pelaku bisnis karena tidak hanya dalam rangka memenuhi kewajiban moral, tetapi juga dalam rangka meningkatkan image dari brand dan corporate. Keterkaitan TI dalam kontek perubahan iklim adalah karena TI menggunakan ilustrasi
energi
energi
yang
listrik
cukup yang
besar dalam digunakan
opersionalnya.
oleh
sebuah
Sebagai perangkat
komputer desktop (PC) menghabiskan 868 KW per tahun. Jika satu perusahaan menggunakan 20.000 PC, energi yang digunakan setara dengan 12,467 metrik ton gas karbon dioksida (C02). Gas karbon dioksida tersebut setara dengan emisi gas dari 2.384 kendaraan, atau komsumsi bahan bakar 28.994 barel, atau pengunaan listrik 1.619 rumah tangga selama setahun. Contoh perhitungan tersebut hanya dari satu perusahaan dan hanya perangkat PC, belum termasuk perangkat tambahan, misalnya pendingin ruangan (AC) dan lainnya. Semakin berkembangnya kesadaran terhadap pentingnya kelestarian lingkungan dalam kehidupan sosial masyarakat telah menyebabkan organisasi berada dalam tekanan untuk mengimplementasikan praktik bisnis yang ramah lingkungan yang disertai dengan adanya tekanan dari konsumen, legislator serta naiknya harga bahan bakar merupakan faktor pendorong penerapan Green IT. Menyeimbangkan performa aktivitas ramah lingkungan dan bisnis merupakan
1
permasalahan penting yang harus dipertimbangkan perusahaan dalam menerapkan teknologi yang baik untuk manusia, alam dan lingkungan. Green IT atau dikenal sebagai green computing adalah studi dan praktik merancang, manufacturing, dan menggunakan komputer, server, monitor, printer, storage device, sistem efisiensi dan efektifitas komunikasi dan jaringan, dengan dampak nol atau minimal terhadap lingkungan. Green IT juga tentang penggunaan TI untuk mendukung, membantu, menaikkan level inisiatif lingkungan dan membantu menciptakan green awareness. Green IT meliputi perangkat keras (hardware), piranti lunak (software), alat, strategi, dan praktik untuk meningkatkan dan memelihara keberlanjutan lingkungan [2]. Pelaksanaan Green IT Indonesia telah diatur dalam undang-undang yang terkait dengan perubahan iklim yaitu UU No. 6 Tahun 1994 tentang pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) [3] dan UU No. 17 Tahun 2004 tentang pengesahan Kyoto Protocol to The Unites Nation Framework Convention On climate Change (Protokol Kyoto Atas Kerangka Kerja Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim) [4] .UU No. 17 tersebut merupakan wujud komitmen bersama untuk menjaga kestabilan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Selain dua hal sebelumnya, pada Konfrensi G-20 dan Konferensi Perubahan Iklim PBB di Copenhagen COP15 Tahun 2009, Indonesia berjanji untuk mengurangi emisi karbon tanpa bantuan luar negri sebesar 26% pada tahun 2020, atau sebesar 41% dengan bantuan luar negri. Komitmen pemerintah Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi sampai tahun 2020 sebesar 70%, namun disaat yang sama Indonesia juga mengurangi emisi karbon sebesar 41% [5]. Berdasarkan surat edaran Menkominfo No. 01/SE/M.KOMINFO/4/2012 tanggal 9 April 2012 tentang pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ramah lingkungan
(Green ICT) di lingkungan instansi penyelanggara
Negara bertujuan untuk untuk meningkatkan kesadaran dan perubahan perilaku karyawan khususnya di instansi pemerintah agar berperilaku ramah lingkungan 2
dalam menggunakan TIK. Hal tersebut dimaksudkan untuk menekan emisi karbon dari penggunaan TIK sehingga komitmen pemerintah dalam mengurangi emisi karbon tercapai. Langkah ini perlu didukung seluruh instansi pemerintah dan unsur masyarakat dalam upaya untuk menyelamatkan bumi [6]. Menindak lanjuti dari surat edaran KOMINFO tersebut, PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Perak Surabaya yang merupakan Badan usaha milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang jasa kepelabuhanan turut berkontribusi di dalamnya. PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Perak Surabaya mulai melakukan persiapan implementasi Green IT sejak pertengahan tahun 2012. Hal ini juga didukung dengan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Perak Surabaya yang telah bersertifikasi Green Port and Cleaning Sea serta sertifikasi Ecoport sehingga dapat lebih fokus pada pengembangan pelabuhan yang ramah lingkungan [7]. Evaluasi kesiapan sangat penting bagi seorang pemimpin untuk mengetahui dimana posisi organisasi yang dipimpinnya saat ini sehingga dapat menyusun kebijakan dan strategi yang diperlukan [8]. Evaluasi kesiapan bermanfaat untuk memahami dan mengidentifikasi peluang yang paling penting terkait dengan Green IT, sehingga digunakan sebagai dasar untuk menentukan visi, strategi dan prioritas [9]. Pengukuran kesiapan Green IT pada penelitian ini dengan pendekatan Framework Green IT Readiness atau G-Readiness. Framework G-Readiness mengevaluasi kesiapan berdasarkan lima komponen Attitude, Policy, Practice, Technology, Governance [10]. Framework GReadiness merupakan kombinasi unik untuk diterapkan dalam setiap organisasi, sehingga menghasilkan pengembangan TI yang ramah lingkungan, akuntabel dan terukur. Kesiapan Green IT pada PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Perak Surabaya pada saat ini belum terukur, sehingga belum memiliki strategi dan arahan yang jelas. Melihat permasalahan ini maka perlu dilakukan evaluasi kesiapan pada PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Perak Surabaya untuk mengimplementasikan Green IT. 3
1.2 Perumusan masalah Kesiapan Green IT pada PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Perak Surabaya belum pernah dilakukan pengukuran, sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesiapan yang telah dilakukan oleh PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Perak Surabaya. 1.3 Keaslian penelitian Penelitian mengenai Green IT secara umum telah banyak dilakukan sebelumnya oleh individu, lembaga, maupun pemerintah dari berbagai Negara dengan fokus dan target pencapaian penelitian yang berbeda-beda. Berikut ini adalah penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, antara lain : Penelitian [11] bertujuan untuk mengembangkan model Green IT Readiness, mengidentifikasi kunci masalah dan mengembangkan instrument yang valid dan terpercaya. Pengukuran terhadap lima item G-Readiness yaitu attitude (sikap), policy (kebijakan), practice (praktik), technology (teknologi) dan governance (tata kelola). Survei dilakukan pada Chief Information Officer (CIO) di perusahaan besar di Australia, New Zealand dan Amerika melalui tes validitas dan realibilitas pengembangan model dan instrumen. Survei dilakukan pada 143 responden. Terdiri dari 32 item dan 10 subkomponen dengan skala likert 1-7. Nilai maksimum dari lima komponen tersebut 35. Dalam study ini dari 143 responden menghasilkan nilai G-Readiness 19,3 dari nilai maksimal 35. Penelitian [12] mengenai konsep dan pengukuran Green IT Readiness pada perusahaan di Finlandia. Green IT Readiness di Finlandia adopsi dari GReadiness yang dikembangkan oleh Molla et al. G-readiness di Finlandia terdiri dari empat komponen yaitu Attitude, Management, Paperless office dan Virtualization. Modikfikasi G-Readiness disesuaikan dengan pasar Finlandia berdasarkan studi khusus negara sebelumnya. Tujuannya untuk menentukan tingkat kesiapan Green IT Readiness pada bisnis di Finlandia. Pada Framework G-Readiness juga menguji peran eco-sustainbility dalam mengadopsi e-invoicing
4
dan meneliti peran IT dalam mengurangi limbah karbon dari faktur-faktur kertas menjadi format elektronik. Hasil survei di finlandia dari 143 responden, Nilai Attitude memperoleh skor 5.1, Paperles office 4.7, Virtualization 4.2 dan Management memperoleh skor terendah yaitu dibawah angka empat, hal ini menunjukkan bahwa Green IT tidak dikelola dengan baik dan terstruktur. Penelitian [13] mengenai studi awal Green IT Readiness pada organisasi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kesiapan Green IT pada dua puluh
organisasi di Indonesia, sebagai indikator awal untuk memahami
pelaksanaan inisitif Green IT di Indonesia. Hasil penelitian kemudian dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Molla et al. Secara keseluruhan, hasilnya menunjukkan organisasi yang disurvei tidak memiliki tingkat kesiapan implementasi Green IT. Hasil penelitian direkomendasikan untuk membantu organisasi dalam mengimplementasikan inisiatif Green IT. Penelitian [14] mengenai model Green ICT Readiness untuk perkembangan ekonomi di Kenya. Model ini merupakan adopsi dari model yang dikembangkan oleh Molla et al. dengan menambahkan satu instrument baru yaitu ICT Personnel. Hal ini dikarenakan penerapan Green ICT Readiness yang dikembangkan oleh Molla et al. dirasa kurang tepat dilaksanakan di Kenya, hal ini dapat terlihat dari Green IT Readiness di Kenya lebih rendah dibandingkan dengan Negara berkembang lainnya. Hal ini juga yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel ICT personnel dengan Green IT Readiness. Penelitian [1] mengenai pengukuran tingkat implementasi Green Computing pada Departemen Network dan Departemen Facilities Management (FM) PT XL Axiata, Tbk. Cabang Bandung. Penelitian ini membahas tentang tingkat implementasi Green IT di kedua departemen tersebut dan bagaimana meningkatkan pelaksanaan Green IT di perusahaan. alat ukur dibentuk dalam tiga domain, yaitu Power saving, hardware, dan penggunaan kertas. Pertanyaan diberikan kepada manajer dan staf di setiap departemen. Hasil instrumen pengukuran dikombinasikan dengan hasil wawancara dan observasi untuk mendapatkan
Gambaran
yang
lebih 5
komprehensif.
Penelitian
tersebut
menyimpulkan bahwa Implementasi Green IT pada Departemen Network dan Departemen Facilities Management PT XL Axiata Tbk. cabang Bandung sudah berada pada tingkat tinggi tetapi belum memiliki peraturan tertulis tentang Green IT sehingga pada penelitian ini diusulkan dua jenis dokumen berupa kebijakan (policy) dan prosedur (procedure) tentang Green IT. Penelitian [15] mengenai Strategi dan kebijakan pada Green IT dari persepktif islam. Penelitian ini menjelaskan masalah lingkungan sekitar yang berhubungan dengan Green IT dan usaha–usaha untuk menyelesaikannya serta memberikan panduan kepada para pembuat keputusan dan para profesional TI untuk meningkatkan Green IT dan penyelesaian masalah lingkungan. Penelitian ini juga merancang kerangka kerja strategis dan kebijakan untuk Green IT berdasarkan perspektif Islam untuk menghormati dunia, terutama di negaranegara Islam. Penelitian [16] mengenai kerangka kerja Green IT dari empat perspektif. Penelitian ini mengajukan suatu kerangka kerja (Framework) Green IT yang memandang Green IT dari empat perspektif, yaitu dimensi kerja, tataran area kerja, metode, dan aktor. Setiap tindakan praktis Green IT dapat bekerja di berbagai tataran kerja dengan metode yang berbeda-beda untuk mempengaruhi nilai dari beragam dimensi kerja. Kerangka kerja dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai panduan dalam mewujudkan Green IT yang utuh. Penelitian [17] mengenai identifikasi konsep sustainability dalam islam dengan konsep sustainability dalam tinjauan Green IT dan memberikan usulan model penerapan Green IT di Perguruan Tinggi Islam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengusulkan sebuah model penerapan Green IT di perguruan tinggi Islam dengan berdasarkan pada latar belakang adanya konsep sustainability menurut konsep Islam dan sustainability dalam konsep Green IT. Metode yang digunakan adalah kajian pustaka dengan langkah-langkah melakukan kajian literatur, analisis Framework dan model rujukan. Framework dan model rujukan yang digunakan adalah Framework Connection Research – RMIT Green ICT dan model interaksi Triple Helix. Hasil analisis Framework kemudian diadopsi 6
sehingga terbentuk sebuah model penerapan Green IT khususnya untuk perguruan tinggi Islam. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini fokus pada penggunaan framework G-Readiness di PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Perak sebagai objek penelitian. Pada penelitian ini indikator framework GReadiness disesuaikan dengan kondisi pada PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Perak. Framework G-Readiness terdapat lima variabel dan 65 indikator, namun setelah dilakukan adopsi yang digunakan menjadi 44 indikator. Penentuan tingkat kesiapan G-Readiness pada penelitian ini menggunakan skala 1-5, yaitu skala 1 (sangat tidak siap), skala 2 (tidak siap), skala 3 (cukup siap), skala 4 (siap), skala 5 (sangat siap). 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : 1. Menganalisis tingkat kesiapan Green IT pada PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Perak. 2. Memberikan rekomendasi kesiapan Green IT PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung Perak. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapakan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung perak, dapat mengetahui gambaran secara utuh tingkat kesiapan Green IT. 2. Memberikan rekomendasi kepada PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Cabang Tanjung perak untuk meningkatkan kesiapan Green IT. 3. Bagi perusahaan lain, dapat dijadikan sebagai contoh dalam melakukan kesiapan untuk implementasi Green IT. 4. Bagi dunia akademik, dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang Framework G-Readiness untuk kesiapan implementasi Green IT.
7