BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dewasa ini komputer semakin mudah ditemui dan digunakan oleh beragam
pengguna. Penelitian di bidang HCI (Human Computer Interaction) berperan penting dalam membuat desain sistem yang dapat digunakan oleh pengguna yang beragam secara intuitif. Pada umumnya, pengukuran penelitian di bidang HCI dilakukan dengan menggunakan kuesioner [1]. Penggunaan kuesioner tersebut dianggap tidak obyektif sehingga mendorong peneliti menggunakan metode yang obyektif, yaitu dengan pengukuran pergerakan mata atau eye tracking [2]–[4] . Selain digunakan di bidang HCI, pergerakan mata manusia juga berguna di di bidang berbagai bidang, seperti kesehatan, sistem keamanan, dan desain antarmuka. Dalam bidang kesehatan, pergerakan mata digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit vertigo, yang ditandai dengan adanya pergerakan mata secara tak sadar atau dikenal sebagai nystagmus [5]. Pada bidang transportasi cerdas, pergerakan mata juga berguna untuk mendeteksi tingkat perhatian dari pengemudi yang mengindikasikan tingkat kantuk pengemudi [6]. Pada bidang sistem keamanan, posisi mata dapat membantu proses rekognisi ekspresi wajah dan jenis kelamin [7]. Di bidang desain antarmuka, pergerakan mata dapat digunakan untuk mengembangkan sistem interaktif yang dapat memberikan tanggapan atau dapat berinteraksi dengan pengguna berdasarkan pergerakan mata [8]. Informasi pergerakan mata tersebut dapat diperoleh dengan mendeteksi posisi spasial dari pupil Pupil tracking juga berperan penting dalam proses rekognisi pola iris yang pada umumnya digunakan untuk autentikasi biometrika. Dalam hal ini, pupil tracking berguna untuk memisahkan bagian pupil dengan bagian iris [9]. Informasi pupil juga diperlukan sebagai data tambahan saat proses pencocokan iris [10].
1
2
Saat ini, terdapat beberapa metode pengukuran pergerakan mata, antara lain electro-oculography (EOG), sclera search coil (SSC), photographic, dan videooculography (VOG). Pada EOG, pengukuran dilakukan dengan menempelkan elektrode di sekitar mata untuk mengukur potensial listrik di sekitar mata. Medan listrik akan tercipta di jaringan di sekitar mata, dan pergerakan mata akan mengubah medan listrik tersebut. Dengan menempatkan elektrode pada posisi yang tepat, maka pergerakan mata dapat diukur. Metode SSC menggunakan lilitan/coil yang ditempelkan pada lensa kontak. Metode SSC ini dianggap memiliki hasil yang paling presisi dibandingkan metode pengukuran lain, karena hasilnya diperoleh secara fisik dari mata [11]. Namun SSC memiliki beberapa kekurangan, misalnya lilitan terlepas dan iritasi mata. Dengan berbagai kekurangan tersebut, serta meningkatnya teknologi perekaman video dan peningkatan performa pemrosesan data, peneliti cenderung memilih dan mengembangkan sistem VOG untuk mengukur gerakan mata dengan menggunakan algoritme pemrosesan citra. Metode yang dianggap paling presisi adalah SSC, karena hasilnya diperoleh secara fisik dari mata [11]. Namun SSC memiliki beberapa kekurangan, misalnya lilitan terlepas dan iritasi mata. Dengan berbagai kekurangan tersebut, serta meningkatnya teknologi perekaman video dan peningkatan performa pemrosesan data, mendorong peneliti untuk mengembangkan sistem VOG untuk mengukur gerakan mata menggunakan algoritme pemrosesan citra. Salah satu proses dasar dalam sistem VOG adalah deteksi pupil. Informasi posisi pupil dapat digunakan untuk memperkirakan pergerakan mata pada sumbu vertikal dan horizontal. Posisi dan diameter pupil juga diperlukan untuk mengukur pergerakan mata dalam sumbu Z atau pergerakan memutar (torsional movement) [12]. Salah satu metode untuk deteksi posisi pupil dari citra mata adalah dengan metode center of gravity (COG) [11]. Dengan metode ini, posisi mata dapat diukur dengan cepat. Namun, kesalahan berpotensi muncul dalam kondisi high occlusion, yaitu saat citra mata terkena gangguan, seperti saat kelopak mata sedikit tertutup,
3
gangguan dari bulu mata, dan pantulan dari sumber cahaya [13]. Gangguan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan karakteristik kurva dari pupil. Namun metode tersebut membutuhkan waktu pemrosesan yang cukup tinggi, sehingga tidak cocok digunakan pada sistem waktu nyata [12]. Oleh karena itu, penelitian ini mengembangkan algoritme untuk mendeteksi pupil secara akurat dan waktu nyata dalam kondisi high occlusion (yaitu saat kondisi citra mata terkena gangguan). Untuk mempercepat waktu pemrosesan, digunakanlah metode ellipse fitting yang diterapkan pada titik-titik yang dianggap sebagai batas pupil. Dalam kondisi high occlusion, titik-titik yang terdeteksi tersebut tidak berbentuk elips atau lingkaran, sehingga saat dilakukan fitting, akan terjadi kesalahan deteksi. Validasi dilakukan dengan membandingkan posisi pupil dalam kondisi low occlusion (saat kondisi mata tidak terkena gangguan) sebagai acuan dengan posisi dalam kondisi high occlusion (saat kondisi mata terkena gangguan). Kecepatan pemrosesan diukur dengan menghitung waktu yang dibutuhkan untuk pemrosesan citra dalam satu frame. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya [14]. 1.2
Rumusan Masalah Penelitian sebelumnya mengenai deteksi pupil dalam kondisi high occlusion
secara akurat membutuhkan waktu pemrosesan yang cukup lama dan tidak dapat di terapkan dalam sistem waktu nyata. Sedangkan penelitian mengenai deteksi pupil secara waktu nyata belum mampu mendeteksi pupil dalam kondisi high occlusion secara akurat. Oleh karena itu, perlu dikembangkan algoritme yang dapat melakukan deteksi pupil dalam kondisi high occlusion secara akurat dan secara waktu nyata. 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan akurasi dari algoritme pupil
tracking dalam kondisi high occlusion yang dapat digunakan dalam sistem secara
4
waktu nyata. Algoritme ini kemudian diimplementasikan ke dalam sebuah program yang mempunyai antarmuka pengguna grafis (graphical user interface / GUI). 1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pada masa yang akan datang, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk meningkatkan akurasi sistem VOG (video-oculography) komersial yang beredar di pasaran, sehingga mampu melakukan pengukuran gerakan mata dengan lebih baik. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti-peneliti yang mendalami keilmuan deteksi gerakan mata berbasis pengolahan citra.
1.5
Batasan Masalah Agar penelitian berjalan sesuai tujuan dan tidak meluas, maka diberikan
batasan masalah sebagai berikut: 1. Citra mata yang digunakan merupakan citra diam (still images) dan video yang diperoleh dari dataset yang telah tersedia. 2. Citra dan video mata tersebut merupakan citra abu-abu (grayscale), dan memiliki kontras yang telah diatur sedemikian rupa sehingga pupil mata ditampilkan secara jelas. 3. Simulasi kondisi high occlusion dilakukan dengan menutup sebagian citra dengan citra warna putih menggunakan aplikasi pengolah citra secara manual, sebagaimana dilakukan pada penelitian sebelumnya [11], [14] 1.6
Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah serta sistematika penulisan hasil penelitian secara ringkas.
5
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Bab ini menjelaskan mengenai berbagai tinjauan penelitian terdahulu serta teori-teori yang dijadikan sebagai dasar acuan dan parameter dalam pengerjaan penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai metode yang digunakan dalam penelitian berupa langkah kerja, alat dan bahan serta alur penelitian.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi mengenai pemaparan dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran dari penelitian.