BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Di Indonesia, bisnis ritel merupakan salah satu sektor yang sangat prospektif. Menurut survey Master Card, Indonesia merupakan Negara dengan pertumbuhan penjualan ritel tertinggi setelah China. Indonesia berada di posisi kedua bersama Hong Kong (www.tempointeraktif.com: 07 Agustus 2008). Dari catatan Business Watch Indonesia (BWI) perkembangan ritel modern di Indonesia sejak tahun 2000 semakin pesat yakni sebesar 20% dan pada tahun 2007 naik menjadi 40%. Perkembangan ritel modern yang begitu pesat secara tidak sadar telah membentuk kekuatan besar dalam industry ritel di Indonesia. Di kota Bandung, berdasarkan data dari Aprindo penjualan ritel modern di kota Bandung meningkat sebesar 18-22% (www.Tribunjabar.co.id: 29 Januari 2009). Ritel modern ini menyediakan berbagai barang kebutuhan sehari-hari seperti makanan, minuman, sayuran, buah-buahan, produk perawatan tubuh dan lainnya. Ritel modern hadir dengan konsep one stop shopping dan menawarkan banyak kelebihan dibandingkan dengan ritel tradisional, seperti harga pasti, suasana nyaman, lingkungan bersih, relative aman dari tindakan kriminalitas, variasi barang lengkap, kualitas barang terjamin, pelayanan yang baik, kemudahan dalam bertransaksi, serta program promosi yang gencar dilakukan oleh peritel melalui media elektronik maupun media cetak. Menurut Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), bisnis ritel di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu Ritel Tradisional dan Ritel Modern. Ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional. Format ritel ini muncul dan berkembang seiring perkembangan perekonomian, teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang membuat masyarakat menuntut kenyamanan yang lebih dalam berbelanja. Ritel tradisional merupakan ritel sederhana dengan tempat yang tidak terlalu luas, barang yang dijual terbatas jenisnya. Sistem manajemen yang sederhana memungkinkan adanya proses tawar menawar harga. Bentuknya bisa berupa warung, toko dan pasar. Berbeda dengan
ritel modern yang menawarkan tempat lebih luas, banyak jenis barang yang dijual, manajemen lebih terkelola, harga pun sudah menjadi harga tetap. Ritel modern ini menggunakan konsep melayani sendiri atau biasa disebut swalayan. Dalam ritel modern dikenal bentuk-bentuk seperti hypermarket, department store, dan supermarket. Dengan pesatnya perkembangan sektor ritel khususnya dengan konsep modern, ternyata tidak saja membawa dampak positif bagi konsumen dengan kemudahan dan kenyamanan berbelanja. Namun juga memberi dampak negative bagi keberlangsungan peritel tradisional. Bagi sebagian konsumen, ritel modern memang memberikan alternative belanja yang menarik, selain menawarkan kenyamanan dan kualitas produk, harga yang ditetapkan pun cukup bersaing ketat dengan ritel tradisional. Di sisi lain, ritel tradisional masih harus berurusan dengan permasalahan klasik seputar pengelolaan yang kurang professional dan ketidaknyamanan berbelanja. Semua kelebihan yang ditawarkan ritel modern tersebut menjadi pendorong utama beralihnya konsumen dari ritel tradisional ke modern. Dari data Aprindo, dalam setahun terakhir jumlah supermarket di Bandung berkurang dari 70 unit menjadi 49 unit. Namun, pertumbuhan minimarket sangat pesat, dari 350 unit pada awal 2009 menjadi 500 unit hingga Maret 2010 (www.kompas.com: 30 Maret 2010). Sedangkan jumlah pasar tradisional di Jawa Barat (Jabar) terus berkurang setiap tahun, pada tahun 2005 lalu, di Jabar masih ada sekitar 700 pasar, tetapi seiring mulai maraknya pasar modern, jumlah pasar tradisional itu pun berkurang, dan dalam kurun lima tahun, lebih dari 100 pasar tradisional di Jabar yang ditutup (www.prakarsa-rakyat.org: 18 Maret 2010). Melihat hasil studi pendahuluan dan data-data yang telah didapat, penulis melihat bahwa ada kecenderungan konsumen yang mulai beralih dalam memilih tempat berbelanja, yakni dari ritel tradisional ke ritel modern. Hal tersebut disebankan oleh beberapa faktor, seperti ritel modern dapat menjual lebih banyak produk yang lebih berkualitas dengan harga yang lebih murah, informasi daftar harga setiap barang tersedia dan dengan mudah diakses publik, ritel modern menyediakan lingkungan berbelanja yang lebih nyaman dan bersih, dengan jam
buka yang lebih panjang, dan menawarkan aneka pilihan pembayaran seperti kartu kredit dan kartu debit dan menyediakan layanan kredit untuk peralatan rumahtangga berukuran besar, dan produk yang dijual di ritel modern, seperti bahan pangan, telah melalui pengawasan mutu dan tidak akan dijual bila telah kedaluwarsa (www.sumbawanews.com: 24 April 2009). Dari hasil wawancara pendahuluan ditemukan bahwa konsumen tidak bermasalah dengan harga yang sedikit mahal, dengan pengecualian bahwa konsumen bisa mendapatkan pelayanan dan kenyamanan yang baik dan memuaskan dalam berbelanja. Selain itu, masih ada faktor-faktor lain seperti lokasi, pelayanan product assortment yang harus menjadi perhatian bagi peritel tradisional agar konsumen tetap menjadikan ritel tradisonal sebagai tempat utama dalam memilih tempat berbelanja produk kebutuhan rumah tangga. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan retail mix dengan preferensi konsumen pada tempat berbelanja barang kebutuhan rumah tangga di pasar tradisional dan pasar modern di Kota Bandung”.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perbandingan persepsi konsumen mengenai retail mix pada retail tradisional dan retail modern. 2. Bagaimana preferensi konsumen terhadap retail tradisional dan retail modern sebagai tempat berbelanja barang kebutuhan rumah tangga. 3. Bagaimana hubungan antara persepsi konsumen dan prefensi konsumen terhadap retail tradisional dan retail modern sebagai tempat berbelanja barang kebutuhan rumah tangga.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian siding sarjana pada Fakultas Bisnis & Manajemen, jurusan Manajemen S-1 Universitas Manajemen. Sedangkan tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perbandingan persepsi konsumen mengenai retail mix pada retail tradisional dan retail modern. 2. Untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap retail tradisional dan retail modern sebagai tempat berbelanja barang kebutuhan rumah tangga. 3. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi konsumen dan preferensi konsumen terhadap retail tradisional dan retail modern sebagai tempat berbelanja barang kebutuhan rumah tangga.
1.4 Kegunaan Penelitian Melalui penelitian ini, penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat berguna bagi : 1. Penulis, yaitu untuk membandingkan antara teori-teori yang telah didapat selama bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan sehingga dapat mengimplementasikan teori tersebut dengan benar. 2. Perusahaan, yaitu sebagai bahan masukan maupun pertimbangan yang dapat membantu perusahaan untuk menjalankan strategi pemasaran dengan baik, khususnya bauran manajemen ritel. 3. Pihak lain yang membutuhkan, semoga hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan dapat menjadi referensi penulisan khususnya mengenai persepsi konsumen.
1.5 Kerangka Pemikiran Untuk mendapatkan barang dan jasa yang mereka butuhkan, konsumen harus berhubungan dengan perusahaan penyedia kebutuhan tersebut. Retail adalah salah satu jenis perusahaan penyedia kebutuhan yang berhubungan langsung menjual produk dan jasa yang dibuat kepada konsumen akhir. Pengertian retail menurut Kotler (2003: 535) yaitu “Retailers or retail store is any business enterprise whose sales volume comes primarily from retailing”. Sedangkan menurut Tjiptono (2008) menyatakan bahwa ritel merupakan semua kegiatan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga, buka untuk keperluan bisnis. Terdapat empat fungsi utama ritel masih menurut Tjiptono, yaitu: 1. Membeli dan menyimpan barang 2. Memindahkan hak milik barang tersebut kepada konsumen akhir 3. Memberikan informasi mengenai sifat dasar dan pemakaian barang tersebut 4. Memberikan kredit kepada konsumen (dalam kasus tertentu) Berdasarkan bentuknya secara garis besar ritel terbagi menjadi dua macam yaitu ritel modern dan ritel tradisional. Secara umum pengertian pasar adalah kegiatan
penjual
dan
pembeli
yang
melayani
transaksi
jual-beli
(www.id.wikipedia.org). Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Sedangkan Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No 112 tahun 2007 tentang Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan toko Modern Bab 1 pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi:
“Pasar trasisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil/menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.” Pengertian Pasar Modern menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No 112 tahun 2007 tentang Penataan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan toko Modern Bab 1 pasal 1 Ayat 5 yang berbunyi: “Toko Modern adalah toko dengan system pelayanan mandiri, menjual, berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk perkulakan”. Setiap peritel bertahan dan berkembang dengan cara memuaskan kebutuhan konsumennya dengan cara yang lebih efektif dibandingkan dengan para pesaingnya. Seiring dengan perkembangan kebutuhan dan selera konsumen terhadap barang dan jasa, perusahaan yang ingin berhasil harus mempunyai konsep pemasaran yang tepat. Dalam bidang pemasaran terdapat strategi yang juga disebut sebagai marketing mix, retail pun memiliki strategi pemasarannya yang dikenal sebagai retail mix. Pengertian retail mix menurut Levy & Weitz (2004: 23) “The combination of factors retailers use to satisfy customer nedds and influence their purchase decision.” Retail mix merupakan kombinasi berbagai factor yang digunakan pengecer untuk memuaskan konsumen dan untuk mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Elemen-elemen dari retail mix menurut Kotler (2003: 540) yaitu: 1.
Product Assortment and Procurement
2.
Service and Store Atmosphere
3.
Price Decision
4.
Promotion Decision
5.
Place Decision Product assortment adalah kumpulan semua produk yang ditawarkan
untuk dijual oleh retailer kepada konsumen. Indicator dari product assortment meliputi: a. Variety/variasi produk yang ditawarkan b. Assortment yang dalam, artinya untuk tiap variasi produk yang ada tersedia berbagai macam produk. c. Availability dari product assortment, artinya ada/tidaknya produk yang dicari oleh konsumen. d. Featuring the newest merchandise, artinya produk yang tersedia up-to-date dan terbaru. Beberapa jenis strategi pelayanan (service) yang dapat dilakukan: a. Pre-purchase service pelayanan yang disediakan sebelum proses pembelian b. Post-purchase service pelayanan yang disediakan sesudah proses pembelian c. Ancillary service pelayanan tambahan yang disediakan Image dari retailer sangat ditentukan oleh atmosphere/suasana yang terdapat pada toko tersebut. Sopiah dan Syihabudhin (2008) berpendapat bahwa atmosphere harus dapat membuat konsumen merasa nyaman saat memilih barang belanjaan, dan mengingatkan konsumen akan produk yang perlu dimiliki, baik untuk keperluan probadi maupun untuk keperluan rumah tangga. Terdapat 4 (empat) unsure-unsur dari terciptanya atmosfer, yaitu desain toko, perencanaan toko, komunikasi visual, dan penyajian merchandise. Menurut Levy dan Weitz (2004: 477), beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan kebijakan harga (price decision), yaitu: a. Biaya, karena retailer ingin mendapatkan laba b. Permintaan, karena ini akan mempengaruhi tingkat penjualan c. Kompetisi, karena konsumen sering membandingkan harga dengan produk pesaing. Levy dan Weitz (2004: 519) mengklasifikasikan metode komunikasi promosi menjadi:
a. Paid impersonal communications, advertising, promosi penjualan, atmosfer gerai dan website b. Paid personal communication: personal selling c. Unpaid impersonal communication: publicity pada saat surat kabar, majalah, dan liputan televisi d. Unpaid personal communication: word-of-mouth Lokasi seringkali menjadi keputusan terpenting bagi peritel serta menjadi pertimbangan bagi konsumen untuk memilih tempat berbelanja. Pemilihan lokasi yang tepat akan memberikan keuntungan bagi pihak peritel. Kebutuhan rumah tangga termasuk dalam kategori shopping goods. Dalam hal ini peritel penyedia barang shopping goods harus memperhatikan beberapa factor dalam mementukan lokasi. Menurut Fernie dan Moore (2003: 85) dalam menentukan pemilihan tempat berbelanja pada kategori shopping goods konsumen akan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang diantaranya adalah distance to travel, cumulative attractiveness of the town or shopping center in term of the total retail and entertainment offer, access, availability and cost of car parking and other ancillary facilities. Untuk mengetahui pandangan konsumen terhadap strategi pemasaran yang dilakukan oleh ritel tradisional dan ritel modern, dalam hal ini mengenai retail mix digunakan persepsi konsumen. Pengertian persepsi konsumen menurut Kotler (2003: 197) “The process by which an individual selects, organizes, and interprets information inputs to create a meaningful picture of the world.” Mengenai hubungan antara persepsi dan retail mix, Schiffman dan Kanuk (2004: 194) menjelaskan: “retail store have images of their own that serve to influence the perceived quality of products they carry and the decision of consumers as to where to shop. These images stern from their design and physical environment, their pricing strategies and product assortment.” Menurut Mowen & Minor (2002: 82), konsumen dalam memutuskan tempat berbelanja dipengaruhi oleh persepsinya akan informasi yang ia peroleh tentang usaha-usaha bauran pemasaran yang dilakukan oleh para peritel. Persepsi
terhadap suatu produk melalui proses itu sendiri terkait dengan beberapa komponen, seperti komponen pada ritel mix serta komunikasi yang ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku konsumen. Informasi yang diperoleh dan diproses konsumen akan membentuk preferensi (pilihan) seseorang terhadap suatu objek. Preferensi akan membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek, yang pada gilirannya akan sikap ini seringkali secara langsung akan mempengaruhi apakah konsumen akan memilih untuk berbelanja di ritel tersebut.
1.6 Hipotesisi Penelitian Berdasarkan pada hasil penelitian pendahuluan dan kerangka pemikiran yang telah di uraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: “Terdapat Hubungan Positif Antara Persepsi Konsumen Atas Retail Mix dengan Preferensi Konsumen Terhadap Tempat Berbelanja Barang Kebutuhan Rumah Tangga.” Gambar 1.6 Skema Model Pemikiran
Persepsi Konsumen terhadap Retail Mix pada Ritel Modern dibandingkan dengan Ritel Tradisional (X) \\\\
Preferensi Konsumen Terhadap Tempat Berbelanja Barang Kebutuhan Rumah Tangga (Y)
1.7 Metode Penelitian Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif dan metode korelasional. Sedangkan untuk menganalisis hubungan antara variabel digunakan metode verifikatif. Menurut Nazir dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian (2005;74) menyatakan bahwa penelitian verifikatif adalah “Suatu penelitian untuk menguji kebenaran dari suatu hipotesis yang juga berarti menguji kebenaran teori”.
Sifat penelitian verifikatif pada dasarnya ingin menguji kebenaran dari suatu hipotesis yang ada di lapangan. Penelitian verifikatif digunakan untuk meneliti hubungan variabel independen dan variabel dependen yaitu hubungan antara persepsi konsumen terhadap retail mix dengan preferensi konsumen terhadap retail tradisional dan retail modern. Setelah itu, dianalisis dengan menggunakan analisa statistic untuk akhirnya diambil kesimpulan. Data yang berhasil dikumpulkan selama penelitian kemudian dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan dasar-dasar teori yang ada, sehingga dapat memperjelas gambaran objek yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Penulis mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti untuk memperoleh data primer dilakukan melalui : a. Wawancara Yaitu melakukan tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang terkait dalam perusahaan dan mempunyai wewenang untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. b. Kuesioner Yaitu menyebarkan beberapa pertanyaan kepada responden yang telah ditetapkan sebagai sampel. c. Observasi Yaitu melakukan penelitian dan pengamatan secara langsung mengenai objek yang diteliti, melihat, mengamati, dan mencatat data yang di perlukan. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dengan membaca berbagai literatur dan bahan-bahan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas untuk mencari teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam rangka pengumpulan data untuk penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian di beberapa perusahaan retail modern dan tradisional di sekitaran kota Bandung. Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret 2010 sampai skripsi ini selesai.