BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam dan elemen penting untuk menunjang keberlanjutan kehidupan di muka bumi. Manusia memanfaatkan sumberdaya air untuk memenuhi berbagai kepentingan seperti untuk kebutuhan domestik, pertanian, perikanan dan industri. Jumlah potensi air tawar yang terdapat di bumi hanya dapat digunakan kurang dari 1% atau 0,01% dari total air yang ada di bumi. Rata-rata air di dunia digunakan 70% untuk kebutuhan pertanian, 8 % untuk kebutuhan domestik dan 22% untuk kebutuhan industri. Penggunaan air ini sangat bervariasi antara negara satu dengan negara lain, Afganistan dan India lebih dari 95% air digunakan untuk pertanian, Kanada dan Inggris lebih dari 70% penggunaan air untuk industri. Jepang, Indonesia dan Brasil termasuk negara yang 60% penggunaan air masih pada bidang pertanian (Walhi, 2008). Ketersediaan air di muka bumi tidak tersebar secara merata baik secara ruang maupun waktu. Pada suatu wilayah air dengan mudah diperoleh dan memiliki kuantitas yang cukup, namun di wilayah lain sulit diperoleh dan kuantitasnya terbatas. Perbedaan musim yang terjadi membuat ketersediaan dan persebaran air tidak merata sepanjang tahun di berbagai wilayah. Pada musim hujan ketersediaan air melimpah sedangkan pada musim kemarau ketersediaan air menurun yang menyebabkan terjadinya kekurangan air pada tanaman sehingga tidak dapat tumbuh dengan baik. Kekurangan air pada tanaman pertanian akan mengakibatkan menurunnya produktivitas lahan pertanian. Pertanian merupakan sektor yang sangat penting untuk menunjang persediaan pangan masyarakat. Adanya persebaran potensi sumberdaya air yang tidak merata mengakibatkan lahan pertanian tidak mendapatkan pengairan dengan baik
sehingga
produktivitas
tanaman
menjadi
tidak
maksimal.
Untuk
mendapatkan hasil pertanian yang baik maka perlu dibuat sistem pemenuhan kebutuhan air untuk tanaman pada lahan pertanian yaitu dengan membuat sarana 1
irigasi. Irigasi adalah suatu usaha untuk pemanfaatan air yang tersedia di sungaisungai atau sumber air lainnya dengan jalan menggunakan jaringan irigasi sebagai prasarana pengairan dan pembagi air tersebut untuk pemenuhan kebutuhan air pertanian (Partowiyoto 1977 dalam Prihandono, 2005). Sarana irigasi dibangun dengan mempertimbangkan faktor lokasi sumber air, macam sumber air, kuantitas dan kualitas air, produktivitas lahan serta keadaan topografi. Pemanfaatan air sungai untuk kebutuhan irigasi telah banyak dilakukan di Indonesia, yaitu dengan pembuatan bendung dan waduk. Ketersediaan air permukaan yang relatif besar, kondisi topografi yang mendukung serta biaya operasional yang relatif lebih murah menjadi beberapa faktor pertimbangan digunakannya air permukaan untuk memenuhi kebutuhan pertanian. Selain pemanfaatan air permukaan, penggunaan airtanah untuk pemenuhan kebutuhan pertanian juga dilakukan namun jumlahnya lebih kecil dari penggunaan air permukaan. Pemanfaatkan air sungai untuk pemenuhan kebutuhan irigasi menyebabkan jumlah ketersediaan air irigasi sangat tergantung pada kondisi debit sungai. Pada saat musim kemarau debit air sungai turun menyebabkan ketersediaan air menjadi terbatas sehingga tidak mampu untuk memenuhi seluruh kebutuhan air pertanian. Kebutuhan air untuk pertanian terus mengalami peningkatan seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka perlu diimbangi dengan peningkatan kebutuhan akan bahan pangan. Untuk meningkatkan produksi pangan maka dilakukan peningkatan produktifitas lahan pertanian, baik dengan cara intensifikasi, ekstensifikasi maupun diversifikasi. Penggunaan cara-cara tersebut tentunya akan meningkatkan jumlah kebutuhan air yang diperlukan untuk pertanian. Dengan kebutuhan air yang terus mengalami peningkatan maka diperlukan pengelolaan sumberdaya air yang efektif dan efisien agar kebutuhan air pertanian dapat terpenuhi. Lokasi penelitian berada di Daerah Irigasi Boro yang masuk dalam wilayah Kabupaten Purworejo. Kabupaten Purworejo sekitar 30% wilayahnya digunakan untuk lahan pertanian yang sebagian besar berupa sawah irigasi. Lahan pertanian ini mendapatkan suplai air dari sungai-sungai yang mengalir di wilayah
2
Kabupaten Purworejo dan sumber air irigasi Daerah Irigasi Boro berasal dari Sungai Bogowonto. Daerah Irigasi Boro merupakan salah satu daerah irigasi yang cukup produktif di Kabupaten Purworejo dengan hasil utama padi. Keberhasilan dalam bidang pertanian turut dipengaruhi oleh ketersediaan air dan pengelolaan pengairan pada lahan. Oleh karena itu diperlukan perencanaan dalam pengelolaan irigasi dengan pengolahan data klimatologi dan hidrologi yang bertujuan untuk memperkirakan besarnya ketersediaan air dan kebutuhan air pada lahan sehingga didapatkan kesesuaian antara potensi air irigasi yang ada dengan pola penggunaan air. Selain itu pengalokasian pemakaian air secara tepat dapat meningkatkan efisiensi irigasi sehingga luas daerah pengairan dapat meningkat dan lahan dapat terairi secara maksimal.
1.2. Perumusan Masalah Daerah penelitian berada di Daerah Irigasi Boro yang merupakan salah satu daerah irigasi penyokong sektor pertanian di Kabupaten Purworejo. Wilayah Kabupaten Purworejo memiliki lahan seluas 103.4812 ha dimana sebagian lahan tersebut dipergunakan untuk pertanian seperti sawah irigasi 27.678 ha (26,75%), sawah tadah hujan 2.950 ha (2,85%), selebihnya dipergunakan untuk lahan bukan sawah 72.855 ha (70,40%) dan pada tahun 2008 mampu memproduksi padi sejumlah 296.022 ton atau senilai 3,3% dari total produksi padi Jawa Tengah (BPS, 2009). Luas potensial Daerah Irigasi Boro adalah 5126 ha (UPT Pengairan Wilayah Purwodadi, 2010) yang merupakan daerah irigasi terbesar di Kabupaten Purworejo. Sebagai wilayah pertanian yang produktif maka pemenuhan kebutuhan air pada lahan merupakan faktor yang harus diperhatikan. Daerah Irigasi Boro sebagai daerah irigasi terbesar di Kabupaten Purworejo memerlukan pengaturan pemberian air pada lahan pertanian agar produktivitas lahan dapat terjaga. Lahan pertanian di Daerah Irigasi Boro memperoleh suplai air dari curah hujan dan Sungai Bogowonto melalui bendung Boro. Jumlah curah hujan yang ada di Daerah Irigasi Boro tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air pada lahan pertanian, hal ini ditunjukkan dengan masih dialirkannya air dari bendung Boro ke lahan pertanian melalui saluan irigasi
3
selama musim hujan berlangsung. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa keberadaan potensi air Sungai Bogowonto sangat penting terhadap pemenuhan kebutuhan air pertanian di Daerah Irigasi Boro. Permasalahan yang dihadapi adalah lahan pertanian di Daerah Irigasi Boro tidak dapat terairi dengan baik terutama pada musim kemarau. Keterbatasan ketersediaan air dikarenakan berkurangnya ketersediaan air irigasi yang disebabkan oleh jumlah curah hujan yang rendah, debit sungai yang turun dan adanya kehilangan air pada saluran sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan air untuk seluruh lahan pertanian. Kehilangan air pada saluran irigasi akibat adanya bocoran, rembesan dan evaporasi akan memperkecil jumlah air yang sampai pada lahan pertanian. Kerusakan pada saluran irigasi Boro yang mencapai 40% juga membuat semakin kecilnya efisiensi saluran yang menyebabkan kehilangan air semakin tinggi (www.krjogja.com, 2011). Pengelolaan pengairan pada lahan pertanian perlu untuk dilakukan agar produktivitas pertanian menjadi tinggi. Dengan adanya keterbatasan air maka perlu dilakukan pemanfaatan air irigasi secara optimal dengan mengefisienkan penyaluran dan penggunaan air irigasi sehingga lahan pertanian yang ada dapat diairi secara maksimal. Untuk mengefisienkan penggunaan air irigasi perlu dilakukan penyesuaian jumlah kebutuhan air dengan daya dukung saluran yaitu dengan pengaturan pola tanam sesuai dengan ketersediaan air. Berdasarkan permasalahan yang ada dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian, yaitu:
1. Berapa jumlah ketersediaan air yang terdapat di Bendung Boro? 2. Berapa jumlah kebutuhan air pertanian di Daerah Irigasi Boro? 3. Bagaimana imbangan air antara ketersediaan dan kebutuhan air untuk pertanian yang ada di Daerah Irigasi Boro?
4
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada maka penulis tertarik
untuk
melakukan
KETERSEDIAAN
DAN
penelitian
dengan
KEBUTUHAN
AIR
judul
“
UNTUK
EVALUASI PERTANIAN
DAERAH IRIGASI BORO KABUPATEN PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH “
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan
rumusan
masalah yang telah diuraikan, penelitian ini
bertujuan untuk : 1.
Mengetahui jumlah ketersediaan air yang ada di Bendung Boro.
2.
Mengetahui jumlah kebutuhan air pertanian di Daerah Irigasi Boro.
3.
Mengetahui evaluasi imbangan air antara kebutuhan air pertanian dengan ketersediaan air di Daerah Irigasi Boro.
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hidrologi terapan yang diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi upaya pengembangan ilmu geografi kaitannya dengan aspek hidrologi. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan untuk pemerintah daerah maupun masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan lahan pertanian di Daerah Irigasi Boro dengan mempertimbangkan kondisi ketersediaan air, kebutuhan air dan pola tanam sehingga dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian.
1.5 Kajian Pustaka dan Penelitian Sebelumnya 1.5.1 Kajian Pustaka 1.5.1.1. Siklus Hidrologi Siklus hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer : evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di dalam tanah maupun dalam tubuh air, dan evaporasi kembali (Seyhan, 1993). Selama berlangsungnya siklus hidrologi tersebut air akan
5
tertahan sementara di sungai, waduk/danau, dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dalam siklus hidrologi energi panas matahari mempunyai peranan yang sangat penting, energi tersebut menyebabkan terjadinya proses evaporasi di laut, badan-badan air dan permukaan bumi lainnya. Uap air tersebut akan terbawa oleh pergerakan udara melintasi daratan yang bergunung maupun datar. Di tempattempat tertentu, umumnya di atas dataran yang tingi terjadi proses pendinginan dan uap air akan terkondensasi menjadi butir-butir air yang akan turun ke bumi (presipitasi) sebagai air hujan, hujan es atau salju. Air hujan tersebut ada yang jatuh di atas vegetasi, batuan, permukaan tanah, permukaan air dan saluran air. Air yang jatuh pada vegetasi sebagian akan tersimpan di permukaan tajuk/daun dan sebagian lainnya akan jatuh ke permukaan tanah melalui sela-sela daun (throughfall) atau mengalir ke bawah melalui permukaan batang (steamflow). Sebagian kecil presipitasi tidak akan pernah sampai ke permukaan tanah, melainkan terevaporasi kembali ke atmosfer selama dan setelah berlangsungnya hujan. Sebagian air hujan berevaporasi selama perjalanan dari atmosfer dan sebagian pada permukaan tanah.
Gambar 1.1. Daur Hidrologi (Asdak, 2002)
Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian akan meresap (infiltrasi) ke dalam tanah dan akan mencapai muka air tanah, sebagian lainnya akan diuapkan kembali dan sebagian lagi akan mengalir di permukaan sebagai
6
aliran permukaan (run off). Air yang meresap ke dalam tanah akan bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam mintakat jenuh di bawah muka air tanah. Air ini secara perlahan berpindah melalui akifer ke saluran sungai. Sebagian air berinfiltrasi bergerak menuju dasar sungai tanpa mencapai muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan. Air yang berinfiltrasi juga memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas tanah. Beberapa dari lengas tanah ini diambil oleh vegetasi dan transpirasi berlangsung dari stomata daun. Setelah bagian presipitasi yang pertama membasahi permukaan tanah dan berinfiltrasi, suatu selaput air yang tipis dibentuk pada permukaan tanah (detensi permukaan). Selanjutnya detensi permukaan menjadi tebal dan aliran air mulai dalam bentuk laminer. Dengan bertambahnya kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen. Air yang mengalir ini disebut aliran permukaan. Selama perjalanannya menuju dasar sungai, bagian dari limpasan permukaan disimpan pada depresi permukaan (cadangan depresi). Akhirnya limpasan permukaan mencapai saluran sungai dan menambah debit air.
1.5.1.2. Presipitasi Presipitasi adalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang (Asdak, 2002). Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) yang akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow) maupun sebagai aliran air tanah. Faktor yang mengendalikan keragaman ruang presipitasi disamping sirkulasi uap air adalah garis lintang, ketinggian tempat, jarak dari sumber-sumber air, posisi di dalam dan ukuran massa tanah benua atau daratan, arah angin yang umum terhadap sumber sir, hubungan dengan deretan gunung, serta suhu nisbi tanah dan samudra yang berbatasan (Seyhan, 1993). Besarnya presipitasi diukur dengan menggunakan alat penakar curah hujan yang umumnya terdiri atas dua jenis yaitu alat penakar hujan biasa dan alat
7
penakar hujan otomatis. Pengukuran yang dihasilkan dari alat penakar hujan menghasilkan ketebalan hujan pada titik tersebut. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan potensi ketersediaan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, disebut dengan curah hujan wilayah. Untuk menghitung besarnya curah hujan wilayah digunakan beberapa cara yaitu rata-rata aljabar, polygon thiessen dan isohyet (Sri Harto, 1993)
1.5.1.3. Evapotranspirasi Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi (Asdak, 2002). Sesuai dengan namanya evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses-proses evaporasi, intersepsi dan transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air atau gas dari semua bentuk permukaan kecuali vegetasi. Sedangkan transpirasi adalah perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke permukaan daun dan akhirnya menguap ke atmosfer. Intersepsi adalah penguapan air dari permukaan vegetasi ketika berlangsung hujan. Faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi yaitu faktor meteorologi meliputi radiasi matahari, suhu udara dan permukaan, kelembaban, angin, tekanan barometer serta faktor geografi meliputi kualitas air, jeluk tubuh air, ukuran dan bentuk permukaan air, serta faktor-faktor lainny meliputi kandungan lengas tanah, karakteristik kapiler tanah, jeluk muka air tanah, warna tanah, tipe kerapatan vegetasi, ketersediaan air (Seyhan, 1993) Evapotranspirasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual. Evapotranspirasi potensial adalah jumlah air yang diuapkan dalam jangka waktu tertentu oleh tumbuhan yang menutup permukaan tanah dalam keadaan persediaan air dalamm tanah cukup banyak. Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi pada keadaan tanah tidak terlalu jenuh air dan permukaan tanah tidak tertutup rapat.
8
1.5.1.4. Irigasi Irigasi secara umum didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman (Hansen, 1986). Menurut Sosrodarsono (1977) irigasi adalah menyalurkan air yang
perlu
untuk
pertumbuhan
tanaman
ke
tanah
yang
diolah
dan
mendistribusikannya secara sistematis. Tujuan irigasi menurut Sosrodarsono (1977) meliputi : 1. Penambahan air pada tanah untuk menjaga kelembaban yang sangat diperlukan selama pertumbuhan tanaman. 2. Melengkapi jaminan terhadap tanaman pada periode waktu yang pendek. 3. Mendinginkan tanah dan udara dalam tanah sehingga membuat kenyamanan lingkungan selama tanaman tumbuh. 4. Mencuci air atau melarutkan garam-garam dalam tanah. 5. Mengurangi bahaya pengerasan pada tanah pada rongga-rongga antar pertikel tanah. 6. Melunakkan
tanah
yang
mengeras
waktu
pembalakan
dan
pembentukan padas. Pemberian air irigasi dapat dilakukan dengan 5 cara, yaitu : (a) dengan penggenangan, (b) merembeskan air, (c) dengan pengaliran, (d) dengan pembasahan tanah, dan (e) dengan menyiram atu menyemprot (Gandakoesoemah, 1969). Jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman dalam satu masa tanam mempengaruhi perhitungan waktu pemberian air irigasi. Soenarto (1959) membagi sistem irigasi menjadi tiga, yaitu : 1. Irigasi Teknis Irigasi teknis adalah sistem irigasi yang sudah memiliki saluran permanen dan sudah memiliki bangunan pembagi yang baik, sehingga air yang masuk dalm saluran (input) dan air yang masuk pada petak sawah (output) dapat diukur. 2. Irigasi Setengah Teknis
9
Irigasi setengah teknis adalah sistem irigasi yang sudah memiliki saluran permanen tetapi belum terdapat bangunan pembagi air sehingga air yang masuk petak sawah belum terukur. 3. Irigasi Sederhana Irigasi sederhana atau irigasi belum teknis adalah sistem irigasi yang belum memiliki saluran permanen dan belum terdapat bangunan pembagi, sehingga air yang lewat saluran ini banyak yang hilang. Sistem irigasi yang baik mencakup ketersediaan air yang mencukupi, manajemen distribusi air yang baik dan irigasi teknis bersifat permanen. Permanen yang dimaksud meliputi bangunan yang dilewati air dari waduk/bendung ke saluran maupun ke petak sawah. Dengan bangunan yang permanen maka akan meningkatkan efisiensi saluran irigasi dan mengurangi kehilangan air. Air yang diambil dari sumber air atau sungai yang di alirkan ke areal irigasi tidak semuanya dimanfaatkan oleh tanaman. Dalam penyaluran air irigasi dari sumber ke areal pertanian terjadi kehilangan air. Kehilangan air tersebut dapat berupa penguapan di saluran irigasi, rembesan dari saluran atau untuk keperluan lain (rumah tangga). Kehilangan air ini variasinya sangat besar tergantung dari permeabilitas tanah dan manajemen dari sistem pengairan. Kehilangan ini akan semakin besar ketika air terbuang pada saluran dengan jarak yang panjang (Kung, 1971). Hansen
(1986)
mengemukakan
tiga
pertimbangan
utama
yang
mempengaruhi waktu pemberian air irigasi dan berapa besarnya air yang harus diberikan, yaitu : (a) air yang dibutuhkan tanaman, (b) ketersediaan air untuk irigasi dan (c) kapasitas tanah daerah akar untuk menampung air.
1.5.1.5. Kebutuhan Air Pertanian Kebutuhan air untuk pertanian atau kebutuhan irigasi adalah besarnya kebutuhan air pada suatu daerah agar tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang memuaskan (Gandakoesoemah, 1969). Menurut Hadihardjaja (1997) kebutuhan air irigasi adalah jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan evapontranspirasi, kehilangan air,
10
kebutuhan air untuk tanaman dengan memperhatikan jumlah air yang diberikan oleh alam melalui hujan dan kontribusi air tanah. Gandakoesoemah (1969) menyatakan bahwa kebutuhan air untuk tanaman dipengaruhi oleh : 1. Jenis tanaman Kebutuhan air untuk beberap jenis tanaman berbeda-beda, kebutuhan air untuk tanaman padi lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan air untuk tanaman palawija. 2. Umur tanaman Umur tanaman menentukan jumlah kebutuhan air yang diperlukan untuk tanaman. Secara umum semakin meningkat umur tanaman maka semakin banyak air yang dibutuhkan. 3. Jenis tanah Jenis tanah berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kemampuan tanah untuk menyerap atau meloloskan air. Keperluan air untuk membasahi tanah untuk jenis tanah yang satu akan berbeda dengan jenis tanah yang lain. 4. Kehilangan air Keadaan saluran dan bangunan-bangunan, keadaan iklim, musim dan angin mempengaruhi banyaknya keperluan air 5. Pemakaian air yang ekonomis Adanya anggapan pemakaian air untuk tanaman sebanyak-banyaknya dengan harapan akan mendapatkan hasil yang maksimal akan mempengaruhi satuan kebutuhan air Air irigasi bagi tanaman pertanian digunakan untuk memenuhi proses evaporasi, transpirasi, infiltrasi dan sebagian ada yang hilang dalam saluran irigasi. Laju evaporasi dipengaruhi oleh faktor lama penyinaran matahari, kecepatan angin, kelembaban udara, suhu udara, tekanan udara dan lain-lain. Sedangkan perkolasi adalah pergerakan air ke bawah karena gaya gravitasi dalam profil tanah jenuh atau hampir jenuh, proses ini dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah, permeabilitas tanah, tebal lapisan atas dan letak permukaan
11
airtanah. Nilai perkolasi setara dengan nilai infiltrasi ketika kondisi jenuh atau hampir jenuh (Michael, 1978). Tekstur tanah akan mempengaruhi proses kehilangan air karena perkolasi serta mempengaruhi kemampuan tanah untuk menahan air.
1.5.2. Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai evaluasi ketersediaan dan kebutuhan air untuk irigasi lahan pertanian telah banyak dilakukan di beberapa daerah dengan menggunakan berbagai metode. Didik Prihandono (2005) melakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi Ketersediaan Air Permukaan Untuk Irigasi Pertanian Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian tersebut bertujuan untuk menghitung ketersediaan air permukaan, kebutuhan air untuk pengairan dan menghitung imbangan air antara air permukaan dan kebutuhan air irigasi. Metode yang digunakan adalah observasi dan sampling. Perhitungan ketersediaan air permukaan di dapat dari data debit bendung selama kurun waktu 14 tahun. Perhitungan kebutuhan air untuk pertanian menggunakan rumus empiris yaitu dengan formula Abdurachim. Evaporasi dihitung menggunakan metode Penman dan efisiensi penyaluran dilakukan dengan pengukuran langsung. Metode yang digunakan untuk evaluasi ketersediaan dan kebutuhan air yaitu dengan membandingkan besarnya debit bendung dengan kebutuhan air pertanian berdasarkan pola tanam padi-padi-palawija dan padi-palawija-palawija dengan nilai probabilitas 50% dan 80%. Hasil perhitungan imbangan air antara kebutuhan air seluruh areal pertanian dengan ketersediaan air permukaan yaitu seluruh daerah oncoran bendungan dengan pola tanam padi-padi-palawija memiliki jumlah bulan kering yang lebih banyak dibandingkan dengan pola tanam padipalawija-palawija. Koko Priyo Utomo (2006) melakukan penelitian yang berjudul “Studi Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi dan Palawija di Daerah Irigasi Pesucen Kabupaten Kebumen”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah kebutuhan air tanaman di Daerah Irigasi Pesucen, mengetahui besarnya kelebihan dan kekurangan air irigasi berdasarkan pola tanam dan mengetahui probabilitas
12
ketersediaan air di Daerah Irigasi Pesucen. Penelitian ini menggunakan metode perhitungan langsung untuk perhitungan efisiensi irigasi dan perkolasi. Perhitungan ketersediaan air untuk irigasi didapatkan dari data debit harian saluran irigasi Pesucen selama 10 tahun. Untuk mengetahui besarnya evaporasi digunakan metode Penman. Perhitungan kebutuhan air irigasi dilakukan menggunakan persamaan Abdurrachim berdasarkan pola tanam padi-padipalawija. Ketersediaan air saluran irigasi Pesucen berkisar antara 59 ltr/dtk hingga 1171 ltr/dtk. Kebutuhan air untuk areal pertanian terbesar terjadi pada tanaman padi dengan luas lahan 1657 Ha pada bulan Januari setengah bulan pertama sebesar 317 liter/detik dan kebutuhan air areal pertanian terkecil terjadi pada tanaman palawija dengan luas lahan 54 Ha pada bulan September setengah bulan kedua sebesar 0,5 liter/detik. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa kuantitas air saluran irigasi Pesucen belum mampu untuk mencukupi kebutuhan air pertanian dengan pola pergiliran tanaman padi-padi-palawija, dimana terjadi kekurangan air pada musim tanam padi bulan Oktober setengah bulan pertama sebesar 169 liter/detik, bulan Februari setengah bulan kedua hingga Maret setengah bulan kedua sebesar 22 hingga 224 liter/detik. Suci Kusmiyanti (2007) melakukan penelitian di Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen. Penelitiannya berjudul “Evaluasi Kebutuhan Air Waduk Sempor untuk Irigasi di Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung bersarnya potensi air permukaan, menghitung jumlah kebutuhan air irigasi dan mengevaluasi imbangan air antara potensi air permukaan dengan kebutuhan air irigasi. Ketersediaan air permukaan didapat dari pengolahan data debit bendung selama 12 tahun. Perhitungan kebutuhan air irigasi dengan menggunakan formula Abdurachim, yaitu dengan menghitung kebutuhan air konsumtif (CWR), kebutuhan air unit petak sawah (FWR) dan kebutuhan air seluruh areal pertanian (PWR). Perhitungan besarnya nilai evaporasi menggunakan metode Penman, sedangkan nilai perkolasi didapatkan dari data sekunder. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah jumlah kebutuhan air tertinggi untuk probabilitas 80% terdapat di Bendung Bojong untuk golongan A, yaitu sebesar 425,89 lt/ha dan kebutuhan air terendah
13
terdapat di Bendung Rowokawuk untuk golongan A, yaitu sebesar 0,92 lt/ha. Hasil perhitungan imbangan antara kebutuhan dan ketersediaan air menunjukkan sebagian besar bendung yang ada di Kecamatan Sempor tidak mengalami kekurangan air sepanjang tahun. Untuk wilayah yang mengalami kekurangan air terjadi pada bendung Watubarut, kekurangan air terjadi mulai dari bulan April hingga bulan September untuk golongan A, B dan C. Perbandingan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1.1. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Prihandono (2005), Kusmiyanti (2007) dan Utomo (2006) yaitu yang pertama lokasi penelitian berbeda dari ketiga peneliti yang lain, lokasi penelitian berada di Daerah Irigasi Boro Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah. Perbedaan yang kedua yaitu luas daerah penelitian, Utomo (2006) dengan luas daerah penelitian 1657 Ha, Prihandono (2005) dengan luas daerah penelitian 874 Ha, Kusmiyanti (2007) dengan luas daerah penelitian sebesar 463 Ha, sedangkan luas daerah penelitian ini adalah 5126 Ha. Perbedaan yang ketiga dari data yang digunakan untuk menghitung ketersediaan air, Prihandono (2005) menggunakan data debit bendung selama 14 tahun dan Kusmiyanti (2007) menggunakan data debit saluran irigasi selama 12 tahun, sedangkan penelitian ini menggunakan data debit sungai selama 10 tahun. Perbedaan yang keempat yaitu karakteristik daerah irigasi pada daerah penelitian, Prihandono (2005) meneliti 7 daerah irigasi dengan 7 bendung sebagai sumber air saluran irigasi dimana sumber air beberapa bendung berasal dari sungai yang berbeda, Kusmiyanti (2007) meneliti 6 daerah irigasi dengan 6 bendung sebagai sumber air saluran irigasi dimana sumber air beberapa bendung berasal dari sungai yang berbeda namun memiliki aliran suplesi dari waduk Sempor, sedangkan pada penelitian ini terdapat satu daerah irigasi dengan satu bendung sebagai sumber air saluran irigasi.
14
Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian Sebelumnya No 1.
Peneliti Didik Prihandono (2005)
Judul
Tujuan Penelitian
Evaluasi Ketersediaan Air Permukaan untuk Irigasi Pertanian Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta
- Menghitung ketersediaan air permukaan untuk irigasi - Menghitung besarnya kebutuhan air untuk memenuhi kebutuhan pengairan sesuai dengan pola tanam - Menghitung imbangan antara air permukaan dengan kebutuhan irigasi
2.
Suci Kusmiyanti (2007)
Evaluasi Kebutuhan Air Waduk Sempor untuk Irigasi di Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen
Metode - Perhitungan ketersediaan air permukaan menggunakan data debit bendungan selama 14 tahun dengan probabilitas 50% dan 80%, sedangkan efisiensi saluran menggunakan metode inflow-outflow. - Perhitungan kebutuhan air untuk pertanian menggunakan formula Abdurrachim yaitu menghitung kebutuhan air konsumtif (CWR), kebutuhan petak sawah (FWR) dan kebutuhan seluruh areal pertanian (PWR) dengan probabilitas 50% dan 80%. - Imbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air dihitung dengan probabilitas 50% dan 80% dengan pola tanam padi-padi-palawija dan padi-palawija-palawija.
- Menghitung jumlah ketersediaan air permukaan
- Ketersediaan air permukaan didapat dari data debit bendung selama 12 tahun dengan perhitungan debit aliran menggunakan probabilitas 50% dan 80%.
- Memperkirakan besar kebutuhan air untuk lahan pertanian
- Metode perhitungan kebutuhan air untuk irigasi menggunakan persamaan Abdurrachim, yaitu dengan menghitung kebutuhan air konsumtif (CWR), kebutuhan petak sawah (FWR) dan kebutuhan seluruh areal pertanian (PWR) dengan probabilitas 50% dan 80%
- Menganalisa imbangan air irigasi
- Perhitungan kebutuhan air irigasi mengacu pada pola tanam padi-padi palawija yang dibagi menjadi golongan A,B dan C.
15
Hasil - Besarnya kebutuhan air probabilitas 50% untuk pola tanam padi-padi-palawija kebutuhan tertinggi pada bulan Mei II dan untuk probabilitas 80% terjadi pada bulan Desember II. - Imbangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air probabilitas 50% dan 80% untuk pola tanam padi-padi-palawija cenderung memiliki jumlah bulan kekurangan air lebih banyak daripada pola tanam padi-palawija-palawija - Kekurangan air banyak terjadi pada awal musim hujan dan beberapa bulan pada musim kemarau untuk probabilitas 50% pada kedua pola tanam - Jumlah ketersediaan air masih mencukupi untuk debit probabilitas 80%, namun untuk debit probabilias 50% tidak mampu mencukupi kebutuhan air irigasi - Untuk probabilitas 80%, kebutuhan air tertinggi terdapat di bendung Bojong untuk golongan A, yaitu sebesar 425,89 ltr/ha dan kebutuhan air terendah terdapat di bendung Rowokawuk untuk golongan A, yaitu sebesar 0,92 ltr/ha. - Kebutuhan air terendah umumnya terjadi pada akhir bulan September untuk tanaman palawija dan pada bulan Januari untuk tanaman padi.
3.
Koko Priyo Utomo (2006)
4
Akhmad Faishal (2013)
Studi Kebutuhan Air untuk Tanaman Padi dan Palawija di Daerah Irigasi Pesucen Kabupaten Kebumen
Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air untuk Pertanian Daerah Irigasi Boro Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah
- Mengetahui besarnya kebutuhan air untuk tanaman padi dan palawija di daerah irigasi
- Perhitungan ketersediaan air untuk irigasi diketahui dari data debit harian saluran irigasi primer Pesucen selama 10 tahun dengan probabilitas 50% dan 80%
- Ketersediaan air pada saluran irigasi berkisar antara 59 ltr/dtk hingga 1171 ltr/dtk.
- Mengetahui besarnya kelebihan dan kekurangan untuk kebutuhan irigasi berdasarkan pola tanam
- Kebutuhan air irigasi diketahui dengan menggunakan rumus empiris, yaitu dengan menghitung besarnya kebutuhan air konsumtif (CWR), kebutuhan air petak sawah (FWR) dan kebutuhan air seluruh areal irigasi (PWR).
- Kebutuhan air saat musim tanam padi masa tanam pertama sebesar 314 ltr/dtk hingga 371 ltr/dtk.sedangkan pada masa tanam kedua sebesar 299 ltr/dtk hingga 366 ltr/dtk.
- Mengetahui probabilitas ketersediaan air di daerah irigasi
- Kelebihan dan kekurangan air irigasi diketahui dari perhitungan imbangan ketersediaan air di saluran irigasi dengan kebutuhan air irigasi
- Mengetahui besarnya ketersediaan air permukaan.
- Perhitungan ketersediaan air permukaan berdasarkan data debit harian pada bendung Boro selama 10 tahun dengan probabilitas 80%.
-
Menghitung besar kebutuhan air untuk pertanian
- Mengetahui evaluasi imbangan air antara kebutuhan air pertanian dengan ketersediaan air permukaan
- Perhitungan kebutuhan air untuk pertanian digunakan persamaan Abdurrachim, yaitu dengan menghitung kebutuhan air konsumtif (CWR), kebutuhan petak sawah (FWR) dan kebutuhan air seluruh pertanian (PWR) berdasarkan pola tanam padi-padi-palawija. - Imbangan air dihitung dari besarnya ketersediaan air di bendung dan kebutuhan air pertanian berdasarkan pola tanam padi-padi-palawija.
16
- Terjadi kekurangan air pada musim tanam padi bulan Oktober setengah bulan pertama sebesar 169 liter/detik, bulan Februari setengah bulan kedua hingga Maret setengah bulan kedua sebesar 22 hingga 224 liter/detik. - Ketersediaan air di bendung Boro berdasarkan analisis probabilitas 80% nilai tertinggi sebesar 26517,71 ltr/dtk dan nilai terkecil sebesar 355,12 ltr/dtk. - Kebutuhan air pertanian Daerah Irigasi Boro dengan pola tanam padi-padi-palawija tertinggi terjadi pada bulan Mei I sebesar 5804,24 liter/detik dan terendah terjadi pada bulan September II sebesar 67,68 liter/detik. - Hasil perhitungan imbangan ketersediaan dan kebutuhan air terjadi kekurangan air pada bulan Oktober I sebesar 1372,59 ltr/dtk, bulan Oktober II 1044,12 ltr/dtk, bulan Mei II 969,27 ltr/dtk, bulan Juni I 2215,11 ltr/dtk dan bulan Juni II 465,95 ltr/dtk.
1.6. Kerangka Pemikiran Potensi sumberdaya air yang ada di bumi diantaranya adalah air permukaan dan airtanah. Air permukaan banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, salah satunya adalah untuk pemenuhan kebutuhan pertanian. Kegiatan pertanian sangat diperlukan oleh manusia guna mencukupi kebutuhan pangan. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat perlu diimbangi dengan peningkatan produksi bahan pangan yang salah satunya berasal dari hasil tanaman pertanian. Untuk mendapatkan hasil pertanian yang maksimal maka diperlukan penyediaan air yang cukup, salah satunya dengan pembuatan saluran irigasi sebagai penyedia air bagi kebutuhan tanaman. Secara umum pemenuhan kebutuhan air bagi tanaman pertanian berasal dari curah hujan. Jumlah curah hujan yang turun di lahan pertanian tidak sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan air tanaman sehingga dibangun sarana irigasi. Irigasi merupakan suatu usaha mendatangkan atau menyalurkan air dengan cara membuat suatu saluran-saluran dan bangunan dari sumber air ke daerah pertanian, mendistribusikannya secara sistematis pada lahan sawah untuk mencukupi kebutuhan air yang diperlukan dalam fase-fase pertumbuhan tanaman dan menyalurkan pembuangan air yang tidak terpakai. Sumber air irigasi dapat berasal dari air permukaan dan air tanah. Sumber air irigasi didaerah penelitian sebagian besar berasal dari air permukaan yang berupa curah hujan dan air sungai. Kondisi iklim terutama curah hujan dan karakteristik fisik daerah tangkapan hujan mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam menentukan jumlah ketersediaan air permukaan. Untuk mengetahui jumlah ketersediaan air permukaan dilakukan dengan menghitung jumlah curah hujan dan debit sungai. Air irigasi bagi tanaman pertanian digunakan untuk memenuhi proses evaporasi, transpirasi, perkolasi dan sebagian ada yang hilang dalam saluran irigasi. Jumlah kebutuhan air pertanian dapat diketahui dari jumlah kebutuhan air untuk persiapan lahan, kebutuhan air untuk tanaman (CWR), kebutuhan air petak sawah (FWR), dan kebutuhan air untuk seluruh pertanian (PWR). Kebutuhan air untuk setiap daerah irigasi berbeda-beda, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : curah hujan, evaporasi, iklim, jenis dan kondisi tanah,
17
jenis dan umur tanaman, pola pergiliran tanaman, jenis saluran irigasi dan luas area yang diairi. Pola pergiliran tanaman menjadi faktor yang perlu diperhitungkan, karena hal tersebut menggambarkan pola perubahan jenis tanaman yang ditanaman dalam setahun dan menentukan besarnya air yang dibutuhkan dalam setiap masa tanam. Penggunaan ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air pertanian perlu memperhatikan jumlah ketersediaan dan kebutuhan. Evaluasi imbangan ketersediaan dan kebutuhan air diperlukan agar pemanfaatannya dapat dilakukan secara efisien dan mempunyai hasil yang maksimal. Berdasarkan evaluasi imbangan air tersebut dapat diketahui apakah ketersediaan air permukaan/debit air sungai mampu untuk mencukupi kebutuhan air bagi tanaman di daerah irigasi. Selain itu dengan adanya perhitungan imbangan air dapat diketahui periode terjadinya kelebihan dan kekurangan air dalam satu tahun masa tanam sehingga dapat dijadikan pedoman dalam pendayagunaan air yang tersedia untuk keperluan pertanian. Skema kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.2. Pertanian
Sawah Irigasi
Pola Tanam, Evapotranspirasi, Perkolasi, Efisiensi, Luas Lahan
Curah Hujan dan Debit Aliran Sungai
Ketersediaan Air Irigasi
Kebutuhan Air Pertanian
Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Pertanian
Gambar 1.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
18