BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk,
peningkatan perekonomian serta keberhasilan pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan suplai energi dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energi. Selama ini pemenuhan energi masih tertumpu pada bahan bakar fosil, khususnya yang berkaitan dengan minyak bumi. Menipisnya cadangan minyak bumi mengakibatkan munculnya ancaman terhadap kemampuan manusia untuk menyediakan energi. Ancaman tersebut menjelma dalam bentuk krisis energi yang telah menjadi isu nasional dan isu global dewasa ini. Upaya
mengatasi
krisis
energi,
perlu
dilakukan
pengembangan
pemanfaatan energi non-minyak bumi. Hal ini perlu dikembangkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan seperti biofuel (biodiesel dan bioetanol), panas bumi, Coal Bed Methane (CBM), biogas, energi air, energi matahari, energi angin, energi nuklir (Hasjim dan Toha 2013). Bioetanol merupakan salah satu energi baru yang saat ini mulai digalakkan oleh pemerintah. Sumberdaya hayati laut yang bisa digunakan untuk bioetanol adalah rumput laut. Rumput laut memiliki potensi sebagai penghasil bioenergi. Bioenergi berasal dari makhluk hidup yang dibudidayakan oleh manusia dan selanjutnya dipanen dan diolah menjadi bahan bakar secara berkesinambungan (Prihandana dkk., 2007). Sebelum menjadi bioetanol diperlukan proses pemecahan atau hidrolisis selulosa. Hidrolisis selulosa menjadi gula-gula sederhana dapat dilakukan menggunakan enzim-enzim kelompok hidrolase (Duff and Murray 1996). Hidrolisis selulosa secara enzimatis menghasilkan gula pereduksi (glukosa). Selanjutnya glukosa digunakan sebagai substrat dalam produksi etanol melalui proses fermentasi. Enzim selulase menghidrolisis selulosa menjadi glukosa. Tiga enzim utama yang terdapat dalam selulase kompleks yaitu endoglukanase, eksoglukanase, dan selobiase (β-glukosidase) (Syamsudin et.al 2008).
1
2
Pada penelitian ini akan dilakukan penelusuran gen pengkode enzim endoglukanase yang dihasilkan dari bakteri yang bersimbiosis dengan rumput laut. Endoglukanase menghidrolisis ikatan 1,4-β-glikosidik secara acak pada daerah amorf selulosa menghasilkan glukosa, selubiosa dan selodekstrin (Syamsudin et.al 2008). Enzim endoglukanase berfungsi memotong rantai glukosa yang panjang menjadi rantai yang lebih pendek secara acak (Mursini dkk., 2010). Aktivitas enzim endoglukanase pada umumnya dapat diuji dengan substrat CMC (Carboxymethyl Cellulose) sehingga enzim endoglukanase disebut dengan istilah CMCase (Zhang et.al 2006). Ramadhan (2012) telah berhasil mengisolasi bakteri Bacillus subtilis dan Bacillus thuringiensis dari rumput laut Eucheuma sp dan Sargassum sp yang secara kualitatif mempunyai aktivitas selulolitik. Penelusuran lebih lanjut aktivitas selulolitik dari ke dua bakteri tersebut perlu dilakukan dalam upaya untuk mengetahui lebih jauh karakter produksi enzim selulase yang dihasilkan. Salah satu upaya yang akan dilakukan melalui penelitian ini adalah melakukan isolasi spesifik gen pengkode enzim endoglukanase.
1.2.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian, masalah yang dapat diidentifikasi
adalah sejauh mana perbedaan karakteristik sekuen gen pengkode endoglukanase dari bakteri Bacillus subtilis dan Bacillus thuringiensis sebagai alternatif sumber penghasil enzim endoglukanase dalam upaya optimalisasi produksi bioetanol berbahan dasar selulosa.
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi gen
pengkode endoglukanase dari isolat bakteri Bacillus subtilis dan Bacillus thuringiensis.
3
1.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pada upaya
optimalisasi produksi enzim endoglukanase yang dimanfaatkan dalam produksi bioetanol secara enzimatis melalui tersedianya isolat gen pengkode endoglukanase dan terkarakterisasinya sekuen gen tersebut.
1.5.
Pendekatan Masalah Energi alternatif yang relatif murah dan ramah lingkungan ditinjau dari
aspek produksinya adalah bioetanol. Pengembangan teknologi bioproses dengan menggunakan enzim pada proses hidrolisis diyakini sebagai suatu proses yang lebih ramah lingkungan. Pemanfaatan
enzim
sebagai
zat
penghidrolisis
tergantung pada substrat yang menjadi prioritas, beberapa penelitian telah dilakukan untuk menggantikan asam yaitu menggunakan jamur pelapuk putih untuk perlakuan awal untuk mendegradasi hemiselulosa, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa menjadi glukosa (Samsuri dkk., 2007). Selulosa merupakan salah satu polisakarida penyusun karbohidrat yang memiliki karakteristik amorf, sebagian besar tidak larut dalam air, tidak berasa dan mempunyai rumus kimia (C6 H10O5)n.H2O, dengan n sangat besar (Sastrohamidjojo 2005). Pada kenyataannya, selulosa seringkali berikatan dengan hemiselulosa. Selulosa dan hemiselulosa adalah polisakarida yang dibangun oleh ikatan β-1,4 glikosidik dan sangat melimpah pada limbah berlignoselulosa (Howard et.al 2003). Hemiselulosa merupakan polisakarida yang dapat dihidrolisis oleh enzim xylanase (Samsuri dkk., 2007), sedangkan selulosa dihidrolisis menggunakan enzim selulase. Enzim selulase merupakan enzim ekstraseluler yang terdiri atas kompleks endo-β-1,4-glukonase (CMCase, Cx selulase endoselulase, atau carboxymethyl cellulase), kompleks ekso-β-1,4glukonase (aviselase, selobiohidrolase, C1 selulase), dan β-1,4-glukosidase atau selobiase (Meryandini dkk., 2009). Endoglukanase merupakan salah satu anggota kelompok enzim selulase yang berperan penting dalam aktivitas selulolitik.
4
Mikroorganisme mensekresikan enzim selulase untuk mendegradasi selulosa, kemampuan degradasi tersebut dipengaruhi nutrient (Ambriyanto 2010). Untuk mengoptimalkan metabolisme bakteri pendegradasi selulosa, bergantung pada nutrient atau substrat. Hal ini disebabkan karena setiap bakteri mempunyai strategi atau cara yang berbeda-beda tergantung pada karakteristik bakteri tersebut (Jeschu 1995 dalam Ambriyanto 2010). Pada makroalga, limbah yang dihasilkan memiliki kandungan selulosa tinggi berkisar antara 27,38 - 39,45 % (Fithriani dkk., 2006). Dari kandungan selulosa yang tinggi tersebut memungkinkan terdapat bakteri selulolitik makroalga. Dengan menggunakan bakteri selulolitik yang diisolasi dari substrat asalnya, diharapkan akan lebih mampu dalam menguraikan selulosa. Hal tersebut dikarenakan bakteri yang mensekresikan enzim selulase telah teradaptasi pada substratnya, sehingga dapat memproduksi enzim lebih optimal. Pengujian aktivitas selulolitik dari isolat bakteri Bacillus subtilis dan Bacillus thuringiensis dapat diketahui dengan menggunakan medium Nutrient Agar (NA) + air laut yang ditambahkan dengan CMC 1% untuk melihat zona hambat yang dihasilkan. Penelitian Ramadhan (2012) memberikan hasil bahwa isolat bakteri Bacillus subtilis dan Bacillus thuringiensis merupakan dua isolat yang memiliki aktivitas selulolitik terbesar dibandingkan isolat yang lainnya. Bakteri Bacillus subtilis memiliki nilai indeks selulolitik 2,477 mm sedangkan nilai indeks selulolitik bakteri Bacillus thuringiensis yaitu 6,102 mm. Dari hasil penelitian tersebut, kemudian akan dilakukan karakterisasi molekuler terhadap sekuen gen pengkode endoglukanase dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Primer gen endoglukanase untuk bakteri Bacillus subtilis didesain secara spesifik menggunakan program Primer3® NCBI, sedangkan primer gen endoglukanase untuk bakteri Bacillus thuringiensis didesain secara degenerate menggunakan program CODEHOP®. Pada bakteri Bacillus subtilis digunakan program Primer3® karena urutan nukleotida gen endoglukanase pada GenBank telah banyak diketahui. Hal ini berbeda dengan bakteri Bacillus thuringiensis, urutan nukleotida gen endoglukanasenya belum banyak diketahui di dalam GenBank sehingga perlu menggunakan primer degenerate untuk
5
mengamplifikasikan fragmen DNAnya
Desain primer gen dilakukan untuk
membuat untaian basa nukleotida yang akan menempel dan mengapit daerah untaian DNA tertentu dari total genom yang ada pada kromosom (Muladno dan Arifin 2007).