BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Wilayah pantai adalah suatu wilayah yang mengalami kontak langsung dengan aktivitas manusia dan kontak dengan fenomena alam terutama yang berasal dari laut. Fenomena alam yang dimaksud antara lain angin, gelombang, badai, hujan, serta imbas dari faktor-faktor alamiah seperti pasang surut dan pemanasan global (Global Warming). Hal ini dapat dikatakan bahwa wilayah pantai merupakan wilayah yang sangat dinamis. Interaksi dari aktivitas manusia dan aktivitas alam ini akan memberikan tekanan terhadap lingkungan pantai. Seiring perkembangan waktu, tekanan terhadap lingkungan pantai akan terus meningkat sehingga menimbulkan berbagai persoaalan, salah satunya adalah masalah perubahan garis pantai (Shoreline Change). Perubahan garis pantai umumnya terjadi sebagai imbas dari peristiwa erosi dan akresi yang terjadi di daerah pantai. Akibat peristiwa ini akan mengakibatkan terganggunya aktivitas-aktivitas potensial yang berada di kawasan pantai. Selain itu perubahan garis pantai mengakibatkan maju atau mundurnya garis pantai itu sendiri sehingga memungkinkan adanya lahan pantai yang terkikis (erosi) dan adanya penambahan lahan pantai (akresi). Peristiwa erosi dan akresi pantai ini terjadi akibat adanya transpor sedimen pantai akibat adanya peristiwa-peristiwa alamiah di wilayah perairan, sungai, atau material-material pantai (batu, tebing dan sebagainya). Transpor sedimen ini akan berlangsung terus menerus dalam waktu tertentu hingga mengakibatkan adanya daerah yang mengalami erosi dan akresi tersebut. Dari pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa penyebab utama terjadinya perubahan garis pantai (Shoreline Change) adalah peristiwa transpor sedimen yang terjadi di pantai tersebut. Peristiwa perubahan garis pantai, akan memberikan dampak terhadap lingkungan pantai itu sendiri. Akibat garis pantai yang berubah, daerah-daerah yang mengalami erosi akan semakin kehilangan daratan di pantai atau dengan kata
1
lain pantai tersebut akan mengalami penyempitan lahan. Sebaliknya akibat terjadinya akresi akan terjadinya pengendapaan atau sedimentasi pada daerah tertentu sehingga menyebabkan bertambahnya area pantai tersebut. Hal ini juga tidak baik jika terjadi berlebihan karena sedimentasi tersebut biasanya hasil dari erosi di tempat lain dan bisa menyebabkan tertutupnya muara sungai sehingga aliran sungai akan terbendung yang berpotensial terjadinya banjir di daerah aliran sungai (DAS) tersebut. Dampak yang mungkin dapat dirasakan akibat mundurnya suatu garis pantai adalah pantai akan menjadi lebih dekat dengan daratan sehingga sangat berpotensi terjadinya beberapa masalah di pemukiman antara lain banjir akibat air pasang atau seringnya terjadi genangan air laut akibat perilaku ombak atau gelombang di bibir pantai. Selain itu kerusakan infrastruktur seperti rusaknya bangunan-bangunan, putusnya jalan yang dilalui kendaraan atau hilangnya areal persawahan, tambak hingga areal rekreasi pantai juga sangat berpotensi besar terjadi akibat erosi pantai. Jika keadaan ini dibiarkan terus menerus, maka efek jangka panjang yang terjadi mulai dari seluruh aktivitas masyarakat akan terganggu hingga berkurangnya luas daratan akibat erosi pantai. Dari uraian tersebut, maka fenomena perubahan garis pantai (Shoreline Change) ini perlu di antisipasi sedemikian rupa untuk meminimalisasi dampak negatif yang mungkin akan terjadi. Sebenarnya penanganan masalah perubahan garis pantai erosi dan akresi ini umumnya dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti mulai dari pengembangan hutan bakau, pengisian pasir pantai hingga perencanaan bangunan pengaman (Odeline Nieuwenhuis, 2009). Akan tetapi sebelum perencanaan pengamanan pantai, khususnya bangunan pantai, perlu adanya studi mengenai prediksi perubahan garis pantai yang mungkin terjadi. Hasil studi perubahan garis pantai dapat digunakan untuk memilih alternatif tipe bangunan pengaman pantai yang akan digunakan berikut jumlah bangunan, bentuk dan dimensinya. Prediksi perubahan garis pantai dapat dikatakan sebagai studi awal dalam penanggulangan masalah abrasi yang terjadi di suatu pantai. Dalam perkembangannya, telah banyak dilakukan studi perubahan garis pantai di beberapa pantai di Indonesia antara lain oleh Sujatmiko (2009) di Pantai Kalianda (Lampung) dengan model GENESIS, Pranoto (2007) di Pantai
2
Indramayu (Jawa Barat) dengan model GENESIS, Salam Tarigan (2005) di pesisir Tanjung Pasir-Rawa Saban (Banten) dengan model SIG, Sakka dkk (2011) di Delta Sungai Jeneberang (Makassar) dengan One-Line Model dan lain sebagainya. Dari hasil prediksi perubahan garis pantai dapat diketahui posisi terjadinya erosi dan akresi pada pantai yang ditinjau. Studi-studi tersebut juga dilakukan dengan metode dan model yang berbeda-beda, namun tujuannya adalah sama yaitu memprediksi bentuk garis pantai pada periode waktu tertentu akibat transpor sedimen yang terjadi. Secara umum terdapat beberapa metode dalam memprediksi perubahan garis pantai mulai dari metode yang paling sederhana yaitu dengan menggunakan model matematika (model numerik) hingga metode yang berbasis SIG dan penginderaan jauh. Adapun jenis-jenis model numerik yang dapat digunakan adalah model EOF (Empirical Orthogonal Function), EPR (End Point Rate) dan model garis tunggal (One-Line Model). Akan tetapi, model yang paling sering digunakan adalah model garis tunggal (One-Line Model). One-Line Model merupakan salah satu pemodelan numerik dalam memprediksi perubahan garis pantai. One-Line Model menghitung perubahan garis pantai dengan cara mengamati pergerakan posisi garis pantai dengan berasumsi bahwa profil pantai tidak berubah selama proses erosi atau akresi terjadi. One-Line Model ini adalah pemodelan numerik yang cukup sederhana jika dibandingkan dengan metode lain seperti metode citra penginderaan jauh atau metode SIG sehingga proses perhitungan lebih cepat dan menggunakan(beberapa) persamaan-persamaan empiris. Selain sebagai studi awal dalam penanganan abrasi pantai, prediksi perubahan garis pantai juga perlu dilakukan untuk mengevaluasi perubahan garis pantai akibat bangunan pantai yang ada setelah dilakukan suatu penanganan. Salah satu pantai yang mengalami masalah abrasi dan telah dilakukan penanganan adalah pantai Nusa Dua. Sekitar tahun 2002-2004 dilakukan penanganan terhadap pantai Nusa Dua dengan pembuatan groin dan pengisian pasir. Pasca penanganan, dinas dan instansi terkait telah melakukan monitoring terhadap garis pantai, namun berdasarkan informasi yang didapat bahwa terjadi pemunduran garis pantai di pantai tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu prediksi mengenai
3
perubahan garis pantai di pantai Nusa Dua. Prediksi dilakukan untuk memberikan gambaran bentuk garis pantai Nusa Dua sampai kurun waktu tertentu setelah dilakukan pengamanan pantai. Prediksi ini dilakukan dengan asumsi sampai kurun waktu tertentu tidak dilakukan lagi upaya penanganan masalah pantai di pantai Nusa Dua. Selain itu juga, prediksi ini juga berdasarkan faktor angin, gelombang, fluktuasi muka air laut yang terjadi di pantai Nusa Dua itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas, dilakukan studi analisis berupa prediksi perubahan garis pantai (Shoreline Change) yang mungkin terjadi dengan menggunakan metode One-Line Model dengan mengambil objek penelitian di pantai Nusa Dua Bali. Diharapkan dari hasil studi nanti, bisa diprediksi titik-titik atau lokasi yang mungkin akan mengalami erosi dan akresi sehingga dapat memberikan sedikit gambaran mengenai penanganan yang dapat dilakukan. Selain itu, melalui studi ini ingin diukur kinerja metode One-Line Model dalam memprediksi perubahan garis pantai. Studi ini juga dilakukan dengan harapan dapat memberikan sedikit sumbangsih ide mengenai tipe bangunan pengaman pantai yang kira-kira akan ditambah kelak (jika diperlukan) sehingga pantai Nusa Dua yang notabene sebagai pantai pariwisata di pulau Bali tetap terjaga dan aktivitas lingkungan di sekitar pantai tetap berjalan dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu: a. Bagaimanakah prediksi perubahan garis pantai yang mungkin terjadi di pantai Nusa Dua Bali sampai kurun waktu tertentu? b. Dari prediksi yang dilakukan, pada kurun waktu tahun berapakah terjadi erosi dan akresi yang cukup besar pada pantai Nusa Dua Bali? c. Bagaimanakah kinerja metode garis tunggal (One-Line Model) dalam memprediksi perubahan garis pantai?
4
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain: a. Untuk dapat mengetahui model perubahan garis pantai yang mungkin terjadi di pantai Nusa Dua Bali sampai kurun waktu tertentu. b. Untuk dapat memprediksi pada tahun berapakah terjadi erosi dan akresi yang cukup besar di pantai Nusa Dua Bali dengan asumsi keadaan pantai selama kurun waktu tertentu tidak berubah. c. Untuk dapat memberikan sedikit gambaran mengenai kinerja pemodelan numerik dengan metode One-Line Model dalam memprediksi perubahan garis pantai .
1.4 Manfaat Penelitian Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai pedoman singkat dalam menangani permasalahan erosi yang terjadi di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Selain itu dalam penelitian ini, manfaat yang diperoleh yaitu memperkaya pengetahuan dalam pengembangan ilmu teknik sipil pada umumnya dan ilmu teknik hidro pada khususnya sebagai tolak ukur atau dasar dalam proses pengembangan pengetahuan pada jenjang berikutnya.
1.5 Batasan Penelitian Batasan penelitian dalam penulisan ini antara lain: a. Diasumsikan tidak adanya penanganan kembali terhadap pantai Nusa Dua sampai kurun waktu tertentu (keadaan yang digunakan adalah keadaan saat ini dan tidak dilakukan perubahan). b. Perilaku manusia di sekitar pantai tidak dijadikan objek penelitian. c. Tidak dilakukan pengampilan sampel sedimen pantai. d. Garis pantai yang dilakukan studi adalah garis pantai mulai dari Novotel sampai Nusa Besar. e. Rentang waktu pengukuran prediksi perubahan garis pantai adalah sampai tahun 2030.
5