BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu sebab rendahnya kualitas manusia adalah karena minimnya tradisi belajar. Cara paling efektif untuk meningkatkan kualitas diri adalah dengan cara belajar (Naim, 2011:91). Belajar secara rajin dan tekun akan menjadikan kualitas diri tumbuh dan berkembang. Tanpa belajar sulit untuk mengharapkan terjadinya peningkatan kualitas. Belajar bisa dilakukan dengan banyak cara. Cara paling konvensional, efektif, dan banyak dilakukan adalah dengan sekolah. Kebutuhan pendidikan lewat jalur sekolah tersedia sejak tingkat paling rendah (sekolah dasar) hingga tingkat paling tinggi (doktor). Setiap orang dapat memilih tempat belajar yang sesuai dengan bakat, minat, dan kondisi keuangannya. Tetapi kondisi keuangan ini terkadang menjadi faktor penghalang bagi mereka kalangan menengah kebawah. Kondisi keuangaan ini menjadi faktor utama bagi mereka untuk tidak mengikuti pendidikan. Biaya untuk perjalanan ke sekolah, membeli buku, seragam, dan peralatan sekolah lainnya menjadi tambahan beban pikiran bagi mereka, padahal masih banyak biaya lain yang lebih mahal dan harus dipikirkan demi keberlangsungan hidup mereka. Hal tersebut yang menyebabkan bagi seorang anak yang berasal dari keluarga kurang mampu tidak menyentuh dunia pendidikan, karena anak tersebut harus bekerja membantu ekonomi keluarga. Menurut UUD No. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa “setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya” (Aqib, 2008:72). Dengan kata lain, setiap anak kelak akan membangun bangsa dan Negara menjadi lebih maju, maka perlu bagi setiap anak mendapatkan kesempatan yang seluas1
luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan akhlak mulia, tidak terkecuali bagi anak jalanan. Keberadaan anak jalanan menjadi fenomena sosial yang memerlukan perhatian dan perlindungan dari semua elemen Negara, sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 yang sudah diamandemenkan keempat, “fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Negara dalam hal ini bukan hanya unsur pemerintahan tapi seluruh unsur masyarakat, tidak terkecuali individu yang peduli terhadap mereka. Hidup menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu (Anugrawati, 2012:2). Keterlibatan anak turun ke jalanan untuk mencari rezeki merupakan hal yang wajar bagi kehidupan mereka. Namun tanpa mereka sadari, keberadaan mereka di jalanan dapat membahayakan dirinya dari segala macam ancaman yang dapat terjadi di jalanan, seperti eksploitasi, diskriminasi, kekerasan seksual, dan kekerasan lainnya yang dapat mengganggu tumbuh kembang mereka. Berikut ini akan dipaparkan mengenai ancaman bagi anak jalanan yang mencari rezeki di jalanan. Gambar 1.1 Ancaman Hidup Bagi Anak Jalanan
Eksploitasi
Diskriminasi
Kekerasan Seksual
Kejahatan lain yang merugikan
Sumber: http://www.suarakarya-online/ dalam Simanullang (2013:5) Pada gambar 1.1 memaparkan bahwa ancaman hidup bagi anak jalanan yang terus dibiarkan hidup dijalanan dan tidak diberikan kesempatan untuk mendapatkan sebuah perubahan hidup, membuat mereka akan mengalami: 2
Pertama, eksploitasi anak, yaitu pemanfaatan untuk keuntungan seseorang dengan menggunakan anak dibawah umur sebagai media untuk mencari uang. Kedua, Diskriminasi, artinya membedakan yang satu dengan yang lainnya. Hal ini umumnya memberikan efek buruk, yaitu akan menyebabkan anak jalanan menjadi semakin tidak peduli terhadap lingkungan sosialnya. Ketiga, kekerasan seksual yang berupa persentuhan antar bagian tubuh ataupun kontak seksual yang mencakup kegiatan tidak bersentuhan tubuh, misalnya percakapan atau pertukaran gambar yang berbau seks. Kedua bentuk ini dapat mengganggu kondisi fisik dan kondisi psikis (mental) anak. Keempat, kejahatan lain dapat berupa ancaman dan pemaksaan dalam penyerahan uang. Menurut Soetarso (dalam Simanullang, 2013:3-4), keberadaan anak jalanan ini tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal, diantaranya: Pertama, berlangsungnya kemiskinan struktural dalam masyarakat. Kedua, semakin terbatasnya tempat bermain anak karena pembangunan yang semakin tidak mempertimbangkan kepentingan dan perlindungan anak. Ketiga, semakin meningkatnya segala ekonomi upah dan terbukanya peluang bagi anak untuk mencari uang dari jalanan. Kota Depok sebagai salah satu kota besar di Jawa Barat memiliki jumlah penduduk tertinggi ke tiga dari Kota Bogor, Tasikmalaya, Cimahi, Sukabumi, Cirebon, dan Banjar, yaitu sebesar 1.783.113 jiwa (jabarprov.go.id/ diakses 05 April 2015, pukul 12.42 WIB). Di Kota Depok sendiri jumlah anak jalanan pada tahun 2008 sebanyak 160 anak. Tahun 2009 sampai dengan 2010 meningkat menjadi 270 anak, dan tahun 2011 berjumlah 733 anak jalanan (Disnakersos Depok, dalam kitabisa.com diakses 12 Januari 2015, pukul 07.30 WIB). Sebagai kota yang mendapat penghargaan Kota Layak Anak (KLA) kategori pertama tahun 2013 dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPP-PA RI). Keberadaan anak jalanan ini menjadi tugas besar bagi Pemerintah dan masyarakat Kota Depok untuk tanggap terhadap permasalahan anak di Kota Depok, khususnya masalah pendidikan bagi mereka. (www.depok.go.id diakses 12 Januari, pukul 08.00 WIB). 3
Diakui atau tidak, selama ini jumlah anak yang terancam putus sekolah akan terus meningkat, khususnya anak pada jenjang pendidikan dasar sembilan tahun. Salah satu tempat di Kota Depok yang menaungi anak-anak jalanan, anak terlantar, dan masyarakat tidak mampu lainnya untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan, yakni Sekolah Masjid Terminal (Master). Sekolah ini berdiri pada tanggal 28 Oktober 2000 bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda. Sekolah Master atau yang bernama resmi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Depok merupakan sekolah gratis yang diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga dhu’afa. Sekolah Master berada dibawah naungan Yayasan Bina Insan Mandiri (Yabim) yang diketuai oleh Nur Rochim. Berdirinya PKBM Yabim berawal dari pengalaman Nur Rochim kecil yang tinggal di lingkungan terminal. Dia lebih beruntung dibanding teman-temannya karena berhasil lulus dari
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jakarta,
sedangkan teman-temannya hanya untuk makan saja harus bekerja keras. Karena hal inilah, dia mengaku merasa prihatin melihat anak-anak usia sekolah berkerliaran di jalanan. Tahun 1998, lokasi PKBM Yabim yang sekarang ini dulunya dijadikan tempat tongkrongan, karena letaknya berada di belakang masjid, agak menyempit, dan gelap. Bahkan, lokasi tersebut sering digunakan tempat minum-minum keras, bermain bilyar, tempat para preman dan copet berkumpul untuk berbagi barang hasil kejahatan. Sampai suatu saat Pak Nur Rochim datang ke Depok pada awal tahun 1999 bersama istrinya berjualan nasi rames dan mengumpulkan barang rongsokan. Dia melihat kondisi lokasi di belakang masjid sangat memprihatinkan dan melihat banyaknya anak-anak yang mengamen tidak terurus oleh keluarganya dan tidak bersekolah. Melalui interaksinya dengan anak-anak jalanan, Pak Nur Rochim melihat kemauan yang besar untuk belajar. Melihat kemauan dan potensi mereka yang masih terpendam maka pada tahun 2000 Pak Nur Rochim bersama seorang temannya, Pak Purwandiono bertekad untuk membeli tanah di belakang terminal tersebut dan mendirikan sebuah saung yang digunakan untuk tempat belajar bagi anak-anak jalanan. 4
Beberapa bulan berlalu, berdirilah Yayasan Bina Insan Mandiri (Yabim) yang pendiriannya didasari oleh pandangan perlunya satu wadah yang menanungi kegiatan yang sedang berjalan, yang salah satunya adalah kegiatan belajar. Sekolah yang kemudian lebih dikenal dengan Sekolah Master, karena pusat kegiatan belajarnya berada di lingkungan Masjid Terminal ini semakin lama semakin berkembang. Meskipun demikian, pada awalnya proses belajar mengajar yang diterima anak-anak jalanan tersebut secara formal belum diakui karena belum ada ijazah atau tanda lulus lainnya. Karena itu, kemudian pengurus Yabim melakukan pendekatan kepada Pemerintah Kota Depok dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota Depok dan mengusulkan agar anak-anak yang belajar di PKBM Yabim diakreditasi dan diberikan kesempatan yang sama untuk medapatkan ijazah. Hingga pada akhir tahun 2004, yayasan ini baru mendapat pengakuan eksternal dan secara formal Yabim disahkan oleh Dinas Pendidikan Kota Depok sebagai Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang berkompeten menyelenggarakan program-program PAUD, Paket A, Paket B, Paket C, serta Sekolah Terbuka tingkat SMP dan SMA yang merupakan sekolah terbuka negeri satu-satunya yang ada di Provinsi Jawa Barat (Tamba, 2012:7). Untuk kategori sekolah terbuka, PKBM Yabim saat ini mendapatkan sokongan dana sebesar Rp 2-3 juta perbulan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang diberikan melalui sekolah induknya, yaitu SMPN 10 Depok dan SMAN 5 Depok. Sedangkan untuk kategori sekolah kesetaraan sebagaian besar pendanaannya diperoleh dari donator (Tamba, 2012:7). Minimnya fasilitas PKBM Yabim tidak menghalangi siswa-siswanya untuk mencetak prestasi gemilang. Menurut Nur Rochim selaku ketua Yayasan Bina Insan Mandiri (dalam Koran Warta Depok, 03 November 2012), Pada tahun 2005 dan 2006, siswa PKBM menjadi juara I (satu) lomba Menulis Surat Untuk Presiden dan juara harapan I dan II Olimpiade Matematika SD. Tahun 2008, tiga orang siswa berhasil lolos Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) diterima di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI). 5
Tahun 2009, dua siswa Master diterima di Universitas Indonesia, tahun 2010 meningkat menjadi tiga siswa, tahun 2011 meningkat menjadi lima siswa, dan tahun 2012 meningkat menjadi delapa siswa. Berbagai prestasi yang diraih tersebut membuktikan keberhasilan PKBM Yabim dan membuktikan bahwa pendidikan tidak harus digapai dengan biaya yang mahal. Pendidikan bermutu dapat juga dinikmati oleh masyarakat dari golongan ekonomi lemah melalui program pendidikan nonformal, yaitu pendidikan kesetaraan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 1 menyatakan bahwa: Pendidikan nonformal adalah bagian dari sistem pendidikan nasional yang merupakan jalur di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanajang hayat (www.dpr.go.id diakses 21 Juli 2015, pukul 08.00 WIB). Selanjutnya dalam ayat 2 dinyatakan “pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional”. Ayat 3 menyatakan bahwa “pendidikan nonfromal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik” (www.dpr.go.id diakses 21 Juli 2015, pukul 08.00 WIB). Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003, pendidikan nonformal merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang memiliki tugas sama dengan pendidikan formal, yaitu memberikan pelayanan terbaik terhadap pendidikan masyarakat. Sekolah sebagai program formal tidak lagi menjadi satu-satunya wadah tunggal yang dapat dirasakan oleh masyarakat mampu saja. Melalui
6
pendidikan nonfromal, masyarakat tidak mampu juga dapat mersakan pendidikan sepanjang hayat. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada SMP Master Depok. Menurut Yusuf dalam “Psikologi Pendidikan” (2004:26-27) masa usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertepatan dengan masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan perannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa. Masa ini dapat diperinci lagi menjadi beberapa masa, yaitu: Pertama, masa praremaja (remaja awal). Masa ini biasanya ditandai oleh munculnya sifatsifat negatif pada si remaja dengan gejalanya, seperti tidak tenang, kurang suka bekerja, dan lain sebagainya. Kedua, masa remaja (remaja madya). Pada masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya. Gejala remaja pada masa ini ditandai dengan masa mencari sesuatu yang dapat dipandang bernilai dan dipujapuja. Pada anak laki-laki sering aktif meniru, sedangkan pada anak perempuan kebanyakan pasif, mengagumi, dan memuja dalam khayalan. Ketiga, masa remaja akhir. Setelah dapat menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapailah masa remaja akhir dan telah terpenuhilah tugas-tugas perkembangan masa remaja, yaitu menemukan pendirian hidup dan masuklah individu ke dalam masa dewasa. Hal tersebut yang mendasari penulis memfokuskan penelitian pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan siswa yang harus mendapatkan banyak bimbingan, perhatian, dan arahan yang lebih dari orang dewasa, seperti orang tua dan guru di sekolah, agar siswa memiliki pendirian hidup yang kuat. Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki usia yang merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia remaja. Perilaku yang disebabkan oleh masa peralihan ini menimbulkan berbagai keadaan siswa yang labil dalam pengendalian emosi dan penentuan keputusan siswa (Yusuf, 2004:28). 7
Dalam keadaan siswa yang labil ini, siswa mudah untuk terpengaruh dengan orang lain sehingga terkadang setiap keputusan yang diambil mudah untuk berubah-ubah. Hal inilah yang terjadi pada siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Master Depok. Pada tahun 2014 sampai dengan tahun 2015, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Master mengalami perbedaan jumlah siswa antara jumlah siswa yang mendaftar dengan jumlah siswa yang mengikuti kegiatan belajar di kelas. Berikut akan dipaparkan rekapitulasi jumlah siswa yang terdaftar dengan jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan belajar. Tabel 1.1 Rekapitulasi Siswa Periode Januari Tahun 2015 No 1. 2. 3.
Nama Kelompok Cerdas 1 Cerdas 2 Cerdas 3
Terdaftar Paket Putra Putri 29 18 22 25 31 10
Total Keseluruhan
Jumlah 47 47 41 135
Keaktifan Paket Putra Putri 18 16 15 13 22 7 Total Keseluruhan
Jumlah 34 28 29 91
Sumber: Kesekretariatan SMP Master Depok (Observasi, 07 Januari 2015) Berdasarkan tabel 1.1, terlihat bahwa jumlah setiap siswa di masing-masing kelas mengalami penurunan yang pesat jika dilihat dari perbandingan antara siswa yang terdaftar dengan siswa yang aktif mengikuti kegiatan belajar di tahun 2014 sampai dengan tahun 2015. Jumlah siswa yang banyak mengalami penurunan terlihat pada siswa yang berjenis kelamin, laki-laki. Sebagai aktivitas yang berlangsung melalui proses, sudah barang tentu keaktifan belajar siswa tidak lepas dari pengaruh, baik pengaruh dari dalam maupun dari luar. Agar seorang siswa memahami proses belajar sesuai dengan tujuan yang harus dicapainya, maka perlu memerhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keaktifan belajar tersebut. Semua itu bisa dimulai dari komunikasi yang baik antara guru dan siswa (Naim, 2011:92).
8
Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana komunikasi yang dilakukan oleh guru kepada siswa saat proses belajar di SMP Master. Karena pada dasarnya kegiatan pembelajaran di sekolah merupakan kegiatan komunikasi. Guru dengan siswa terlibat dalam proses penyampaian pesan, penggunaan media, dan penerimaan pesan. Komunikasi dalam pembelajaran di sekolah menentukan hasil pembelajaran. Proses Komunikasi yang berjalan secara lancar antara guru dan siswa akan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan dapat membawa hasil pelajaran yang baik (Naim, 2011:53). Sebaliknya, komunikasi yang terhambat bisa karena guru tidak membuka ruangan komunikasi, guru kurang mampu menggali kemauan bertanya siswa, siswa takut bertanya, dan sebagainya. Sehingga dapat berimplikasi kurang bagus terhadap komunikasi antara guru dan siswa, suasana belajar, dan hasil belajar siswa. Tujuan pembelajaran di sekolah adalah agar siswa menerima secara baik apa yang disampaikan guru, menguasai pelajaran secara komprehensif, dan siswa dapat mengembangkannya baik melalui bimbingan guru maupun mandiri. Penerimaan siswa dan pengembangannya sangat dipengaruhi oleh metode dan model komunikasi yang dilakukan oleh guru kepada para siswanya. Karena kunci utama komunikasi di kelas terletak di tangan guru (Naim, 2011:54). Komunikasi yang dilakukan dengan benar oleh seorang guru mampu membangkitkan minat belajar pada anak (Naim, 2011:93). Komunikasi yang terjalin antara guru dan siswa dapat menimbulkan komunikasi interpersonal yang merupakan kondisi yang memungkinkan untuk berlangsungnya komunikasi persuasif dan proses belajar mengajar yang efektif, karena setiap orang diberi kesempatan untuk terlibat dalam pembelajaran (Istanto, 2012:2). Komunikasi persuasif yang dilakukan guru dapat menumbuhkan minat dan semangat belajar pada siswa sehingga belajar menjadi sebuah hobi. Menumbuhkan minat dan semangat belajar penting artinya demi kesuksesan belajar. Minat belajar akan menjadi daya dorong yang kukuh untuk melakukan belajar tanpa adanya anjuran apalagi paksaan (Naim, 2011:93). 9
Oleh karena itu, karakteristik siswa SMP Master yang berbeda dengan karakteristik siswa sekolah formal merupakan salah satu hal yang menjadi faktor utama dalam penerapan komunikasi persuasif di SMP Master Depok. Karakteristik siswa SMP Master merupakan siswa yang sudah mampu bekerja dan memiliki penghasilan. Hal ini membuat siswa susah untuk meninggalkan kebiasaan mereka dan melupakan hak siswa untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Sehingga
diperlukannya
strategi
komunikasi
persuasif
dalam
menumbuhkan minat dan semangat belajar siswa. Karakteristik siswa pada SMP Master apabila menggunakan teknik kekerasan, paksaan, dan hukuman tidak akan membuat siswa-siswa berubah dari segi perilaku, sikap, dan opini. Justru siswa akan kembali lagi ke jalanan dan berusaha melakukan perlawanan sesuai dengan cara-cara yang mereka pelajari (Bajari, 2012:298). Komunikasi persuasif guru sudah seharusnya dilakukan dengan berbagai cara secara sistematis dan tepat dalam membangkitkan minat dan semangat belajar siswa. Salah satunya dapat dengan memandang siswa dengan prespektif yang tepat dan juga didukung dengan komunikasi persuasif dari seorang guru saat proses
pembelajaran.
Pesan
komunikasi
persuasif
disampaikan
melalui
pendekatan pribadi yang bersifat ajakan dan tidak memaksa, sehingga mampu menghasilkan minat dan semangat belajar bagi komunikan atau penerima pesan (Naim, 2011:94). Maka dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada komunikasi persuasif guru. Dengan guru atau pengajar di SMP Master menerapkan komunikasi persuasif saat pembelajaran, diharapkan dapat mengubah pola pikir anak jalanan mengenai pendidikan. Oleh karena itu, peneliti hendak mengangkat penelitian dengan judul: “Penerapan Komunikasi Persuasif Di SMP Master Depok (Studi Kasus Pada Guru Di SMP Master Depok)”
10
1.2 Fokus Penelitian Menyoroti pelaksanaan komunikasi persuasif di lembaga pendidikan nonformal, seperti pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Master Depok. 1.3 Rumusan Masalah Bagaimana Penerapan Komunikasi Persuasif Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Master Depok yang berdasarkan tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pada rational persuasion, consultation tactics, ingratiation tactics, personal appeals tactics, exchange Tactics, serta hambatan komunikasi persuasif? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai berdasarkan rumusan masalah diatas adalah: Untuk mengetahui penerapan komunikasi persuasif pada lembaga pendidikan nonformal yang memiliki keterbatasan biaya dan perbedaan karakteristik siswa dalam proses belajar mengajar. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Aspek Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu komunikasi, khususnya mengenai komunikasi persuasif guru terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan pengetahuan mengenai komunikasi persuasif terhadap pendidikan anak jalanan dan anak kurang mampu, sehingga hasil penelitian dapat memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat dijadikan bahan refrensi untuk penelitian selanjutnya.
11
1.5.2
Aspek Praktisi Penelitian ini tentunya memberikan wawasan bagi penulis, pengajar dan
Sekolah Master Depok dalam kajian komunikasi persuasif. Bagi penulis, dapat memperoleh pengalaman langsung dalam menerapkan ilmu yang di dapat selama berada di bangku kuliah. Bagi pengajar dan Sekolah Master, dapat membantu dalam menerapkan komunikasi persuasif yang benar dan tepat untuk memotivasi anak jalanan dan anak kurang mampu untuk terus belajar. Sehingga diharapkan pengajar dan Sekolah Master dapat menemukan solusi yang tepat dalam menangani karakteristik siswa yang berbeda dengan siswa pada umumnya di sekolah formal lainnya. Selain itu, dapat digunakan sebagai bahan pengayaan khususnya bagi dosen ilmu komunikasi tentang pembelajaran komunikasi persuasif. 1.6 Tahapan Penelitian Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, penelitian harus lebih sistematis agar diperoleh hasil penelitian yang sistematis pula. Berikut adalah alur tahapan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
12
Gambar 1.2 Tahapan Penelitian Tahap Pra Penelitian
Penentuan Subyek atau Objek Penelitian
Tahap Pengumpulan Data
Data Primer, Observasi dan Wawancara Guru dan Siswa SMP Master Depok
Data Sekunder, melalui Studi Pustaka; Buku, Skripsi & Jurnal Terdahulu dan Internet; Website, Berita Online
Proses Pendekatan
Pelaksanaan Wawancara
Tahap Analisis & Representasi Data Hasil Wawancara
Mengolah Data
Penulisan Laporan Penarikan Kesimpulan dan Hasil Penelitian Sumber: Olahan Peneliti, 2015
13
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.7.1
Lokasi Penelitian Sekolah Menengah Pertama (SMP) Master yang berkolasi di Jalan
Margonda Raya No. 58 Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas, Terminal Terpadu Kota Depok Kode Pos 16431, Jawa Barat. 1.7.2
Waktu Penelitian Waktu penelitian di lapangan dilaksanakan mulai awal Januari 2015.
Riciannya dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut: Tabel 1.2 Waktu Penelitian Bulan Kegiatan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pra Penelitian Penelitian Lapangan Wawancara Informan Pengumpulan & Pengolahan Data Menyusun Proposal Seminar Proposal Menyusun Skripsi Sumber: Olahan Peneliti, 2015
14
1.8 Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Berisi mengenai latar belakang penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tahapan penelitian, lokasi dan waktu penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Berisi mengenai penelitian terdahulu dan teori-teori pendukung yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dan kerangka pemikiran.
BAB III METODE PENELITIAN Berisi
mengenai
paradigma
penelitian,
metode
penelitian,
pendekatan penelitian, subjek dan objek penelitian, definisi konsep, unit analisis, teknik pengumpulan data, teknik keabsahan data, dan teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan secara kornologis dan sistematis sesuai dengan masalah serta tujuan penelitian. BAB V
SIMPULAN DAN SARAN Berisi mengenai kesimpulan dari hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
15