BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perencanaan kota dapat diartikan sebagai perencanaan yang berkaitan dengan pengalokasian lahan dalam berbagai macam fungsi dan kegiatan (Hariyono 2010). Salah satu bentuknya adalah perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Dalam tata ruang dan perencanaan daerah biasanya memiliki jangka waktu dan diperbaharui setiap 20 tahun sekali, dimana dalam jangka waktu tersebut perlu dilakukan review-review dan penyesuaian kembali terutama daerah yang mengalami perkembangan pesat. Review ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana penyimpangannya dimana dalam hal ini adalah penyimpangan penggunaan lahan yang telah ditetapkan pada rencana tata ruang, apakah penggunaan lahan saat ini sudah selaras dengan penggunaan lahan yang ada pada rencana tata ruang kota. Proses perubahan penggunaan lahan akan berlangsung terus menerus sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin meningkatnya aktivitas masyarakat setempat. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan ruang, baik itu sebagai tempat tinggal maupun untuk fungsi lain, sehingga penggunaan lahan yang tidak terencana akan menimbulkan dampak kerusakan dimasa mendatang. Perencanaan merupakan sebuah proses yang berkelanjutan yang menghasilkan keputusan-keputusan, atau pilihan-pilihan, tentang alternatif cara penggunaan sumberdaya yang memungkinkan, dengan tujuan untuk mencapai suatu bagian dari tujuan dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang (Conyers dan Hill 1984:3) dalam (Hariyono 2010). Oleh karena itu, sangat diperlukan suatu kegiatan perencanaan dan pengawasan yang baik dan efisien agar pertumbuhan dan pembanguan suatu wilayah dapat terarah sesuai dengan yang direncanakan sehingga mencapai hasil yang optimal dan kelestarian lingkungan tetap terjaga. 1
Wilayah Kota Magelang secara regional terletak di posisi yang sangat strategis. Kota Magelang berada di tengah (pusat) wilayah Jawa Tengah. Lokasi kota berada di jalur arteri yang menghubungkan kota Propinsi yaitu YogyakartaSemarang. Kota Magelang tumbuh dan berkembang dengan pesat baik fungsi maupun aktivitas kota, migrasi sirkuler/perpindahan penduduk secara lokal dari daerah-daerah lain diluar Kota Magelang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan Kota Magelang. Seiring pertumbuhan penduduk, Kota Magelang mengalami berbagai masalah tata ruang dan penggunaan lahan perkotaan. Masalah utama Kota Magelang yaitu pada penataan fisik ruang kota berupa perubahan penggunaan lahan dan fungsinya, serta masalah transportasi kota, seperti kemacetan dan penempatan lokasi terminal yang tidak optimal dan fungsioanal secara tata ruang kota (Bagus.A, 2008). Mengingat pentingnya perencanaan kota diperlukan data yang mempunyai keakuratan, kemudahan untuk diakses dan kemutakhiran untuk pengolahan. Salah satu teknologi yang mampu menyediakan data/informasi yang handal, mempunyai kemampuan yang tinggi dalam pengumpulan data/informasi secara cepat, akurat, rinci dan mutakhir adalah teknik penginderaan jauh. Teknologi penginderaan jauh yang semakin berkembang telah menghasilkan berbagai data penginderaan jauh yang memiliki kualifikasi baik untuk identifikasi penggunaan lahan kota, salah satunya adalah citra Quickbird. Quickbird adalah citra dengan resolusi tinggi yang dioperasikan oleh Digital Globe. Citra Quickbird memiliki resolusi spasial 61 centimeter untuk pankromatik dan 2,44 meter untuk multispektral. Pada resolusi seperti ini , bngunan, jalan, jembatan, dan detail infrastruktur lainnya akan tampak dengan jelas. Aplikasi citra Quickbird ini meliputi pemetaan kota dan pedesaan serta sumber daya alam dan bencana, pemetaan objek pajak, pertanian dan analisis hutan, pertambangan, teknik sipil, konstruksi, dan deteksi perubahan. Ditinjau dari kemampuan resolusi yang dimiliki, data citra resolusi ini dapat digunakan sebagai sumber data utama untuk melakukan penyadapan informasi penggunaan lahan. Pemanfaatan citra Quickbird ini digunakan untuk mengidentifikasi penggunaan lahan. Proses identifikasi dilakukan secara onscreen dengan memanfaatkan 2
perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG). Dengan data ini obyek yang luas dapat diteliti tanpa harus mengadakan penjelajahan seluruh areal, sehingga akan efisien dalam waktu. Namun hasil penyadapan data membutuhkan data lapangan yang memadai untuk memperoleh hasil analisis yang baik.
1.2 Perumusan Masalah Kota pada dasarnya sebagai lokasi pusat kegiatan ekonomi perlu dikelola secatra optimal melalui suatu perencanaan dan pengawasan atau pemantauan untuk mewujudkan efesiensi pemanfaatan ruang. Evaluasi terhadap tata ruang wilayah perkotaan perlu dilakukan mengingat banyak factor-faktor yang memungkinkan terjadinya penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan. Pertambahan jumlah penduduk yang terjadi terus menerus dan meningkatnya pelaksanaan pembangunan disegala bidang menyebabkan lahan yang tersedia akan terus berkurang. Lahan yang seharusnya diprioritas sebagai jalur hijau dialihfungsikan sebagai area permukiman atau fungsi lain. Hal ini menyebabkan kota keliatan kurang tertata dengan baik. Banyaknya penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan potensinya akan menyebabkan lahan menjadi kritis. Penelitian ini dilakukan di Kota Magelang. Kota Magelang dapat dikatakan sebagai kota transit dengan adanya jalur jalan penghubung antar kota. Hal ini menjadikan kota Magelang mengalami perkembangan yang sangat pesat pada sektor kependudukan maupun jenis kegiatan yang makin beragam. Kota Magelang merupakan wilayah Kota Madya yang berada di Provinsi Jawa Tengah, dengan luas mencapai 1.812,00 Ha, secara administratif Kota Magelang terbagi menjadi 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Magelang Utara, Magelang Tengah dan Magelang Selatan serta memiliki 17 Kelurahan yang tersebar di tiga kecamatan tersebut. Pada tahun 2004 jumlah penduduk di Kota magelang adalah 116.839 jiwa kemudian pada tahun 2008 meningkat menjadi 124.627 jiwa. Peningkatan ini tentunya nanti berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan akan lahan dan pemanfataan lahan yang terdesak tanpa mempertimbangkan kebijakan yang ada dalam tata ruang kawasan perkotaan, untuk itu sangat perlu dilakukan
3
pengawasan dan pemantauan kembali penggunaan lahannya terhadap penggunaan lahan yang sudah direncanakan agar tetap terjadi keselarasannya. Peran masyarakat sangat penting dalam mensukseskan hasil rencana tata ruang wilayah. Masyarakat berhak dan berkewajiban dalam penyusunan dan pelaksanaan tara ruang wilayah. Masyarakat sudah seharusnya mematuhi aturan dari hasil rencana tata ruang kawasan perkotaan demi terwujudnya kelestarian lingkungan di masa yang akan datang. Akan tetapi itu semua tidak bisa menjadi jaminan, banyak masyarakat yang melakukan pelanggaran pemanfataan lahan semata-mata untuk tujuan tertentu mereka tanpa mempertimbangkan aturan rencana tata ruang. Mengenai hal ini, diharapkan pihak-pihak yang memiliki tugas dan wewenang dalam hal ijin mendirikan usaha dan bangunan harus benarbenar bekerja secara tegas dan professional. Untuk mengetahui keselarasan penggunaan lahan Kota Magelang terhadap penggunaan lahan yang ada pada rencana tata ruang wilayah kota dibutuhkan penggunaan lahan Kota Magelang saat ini. Penggunaan lahan aktual didapatkan dari identifikasi citra penginderaan jauh yaitu Quickbird. Proses identifikasi dilakukan secara visual dengan bantuan softwer SIG yaitu ArcGis. Citra Quickbird diharapkan mampu mengidentifikasi penggunaan lahan Kota Magelang dengan kedetailan yang sangat tinggi. Hasil pemantauan keselarasan ini dapat dijadikan input sebagai bahan refrensi dalam pengambilan kebijakan-kebijakan dalam penyusunan rencana tata ruang berikutnya.
1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengetahui penggunaan
lahan tahun aktual Kota magelang dan
mengetahui penggunaan lahan Kota Magelang dalam rencana penggunaan lahan pada RTRW Kota Magelang tahun 2001-2011 2. Mengkaji keselarasan penggunaan lahan Kota Magelang terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang
4
1.4 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Pemanfaatan citra penginderaan jauh dan sistem informasi geografi bagi studi evaluasi rencana tata ruang kota 2. Dapat digunakan sebagai salah satu rujukan dan informasi bagi pihakpihak yang berkepentingan dalam masalah tata ruang kota, khususnya di Kota Magelang.
1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1
Konsep Mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Penataan ruang merupakan salah satu aspek yang semakin penting dalam
kegiatan pembangunan daerah sebagai alat pengendali pembangunan fisik kota (lewat perijinan lokasi dan ijin mendirikan bangunan). Hal ini terjadi karena berbagai permasalahan yang timbul di daerah dan menuntut penyelesaian dari segi penataan ruang. Pengertian ruang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.26 Tahun 2007 bab 1 pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Rencana Tata Ruang Kota merupakan arahan bagi pemanfaatan ruang untuk tiap wilayah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat yang sangat rinci seperti yang dicerminkan dari tata ruang tingkat Nasional, propinsi, kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, dan lain sebagainya. Rencana tata ruang wilayah kota salah satunya memuat tentang rencana pola ruang. Sebagaimana yang diuraikan dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 bahwa rencana pola ruang wilayah kota yang meliputi kawasan lindung kota dan kawasan budi daya kota.
5
Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas: a. keterpaduan; b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; c. keberlanjutan; d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; e. keterbukaan; f. kebersamaan dan kemitraan; g. pelindungan kepentingan umum; h. kepastian hukum dan keadilan; dan i. akuntabilitas. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam lingkungan buatan; b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
1.5.2
RTRW Kota Magelang Wilayah Kota adalah pusat kegiatan ekonomi dan kegiatan lainnya untuk
mewujudkan efektifitas dan efisiensi pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tidak hanya menggambarkan tata letak dan keterkaitan hierarkhis ruang, tetapi juga kualitas komponen-komponen yang menjadi penyusun ruang. RTRW disusun berdasarkan pendekatan wilayah administrasi dengan muatan substansi yang mencakup rencana struktur dan pola ruang untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, sehat, dan serasi. Tujuan pembangunan Kota Magelang adalah untuk kesejahteraan rakyat. Pencapaian tujuan dilaksanakan melalui langkah-langkah kebijakan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan
6
Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) yang merupakan hierarkhis lingkup waktu perencanaan di Kota Magelang. Agar kebijakan menjadi implementatif, efektif, efisien, maka penyusunan kebijakan dan strategi pembangunan harus berlandaskan kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Magelang. RTRW merupakan perencanaan dalam bentuk rencana pola dan struktur ruang yang perwujudannya dilakukan melalui pelaksanaan indikasi program. Didukung dengan kenyataan bahwa ruang adalah wadah interaksi sosial, ekonomi, dan budaya antarmanusia, ekosistem, dan sumberdaya buatan, maka RTRW juga merupakan perencanaan kota sebagai kerangka kerja untuk mendorong perwujudan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan perubahan pemanfaatan ruang yang dapat berdampak pada kesejahteraan rakyat. RTRW juga bermanfaat menjaga keserasian pembangunan wilayah dan sektor dalam pelaksanaan program-program pembangunan. RTRW menjadi acuan instansi pemerintah dan masyarakat untuk mengarahkan lokasi dan memanfaatkan ruang dalam menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang. Sebagai arahan pelakasanaan pembangunan wilayah kota dan solusi penanganan permasalahan kota dalam wilayah pada waktu yang akan datang, penyusunan RTRW harus memperhatikan : a. Isu-isu permasalahan tata ruang, sosial budaya, ekonomi, dan sarana prasarana lingkungan b. Potensi dan karakteristik wilayah c. Tuntutan kebutuhan yang akan datang d. Kelestarian
lingkungan
sebagai
aspek
penting
dalam
pembangunan
berkelanjutan Sehubungan dengan fungsi dan peran RTRW dalam pembangunan dan pengembangan
wilayah
kota,
maka
penyusunan
RTRW
harus
pula
memperhatikan aturan-aturan atau pedoman-pedoman yang terkait dengan penyusunan RTRW. Aturan tersebut antara lain adalah : a. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
7
b. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Penataan Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) c. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Tengah d. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten di wilayah perbatasan (RTRW Kabupaten Magelang) e. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Kota Magelang Tahun 2005-2025 Penyusunan RTRW memerlukan persamaan persepsi sebagai pemahaman kepentingan dalam kebutuhan pemanfaatan ruang serta implementasinya, sehingga partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan dengan tujuan: a. Mengembangkan rasa memiliki terhadap tujuan pembangunan yang ingin dicapai b. Menumbuhkan arti penting perencanaan c. Menjaring isu-isu permasalahan serta memancing aspirasi tentang kondisi wilayah yang akan datang melalui alternatif pengembangan pola pikir yang obyektif Jaring aspirasi masyarakat yang dilaksanakan secara obyektif dalam bentuk dengar pendapat umum (public hearing) sangat mendorong kualitas substansi rencana tata ruang sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan berubahnya UU No. 24 Tahun 1992 menjadi Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka produk penataan ruang di daerah juga harus mengikuti pedoman baru tersebut. Dari sisi spasial kewilayahan, secara internal Kota Magelang juga mengalami pengembangan terutama di kawasan strategis yang diharapkan dapat menjadi pusat pertumbuhan baru di masa mendatang. Pengembangan kawasan strategis tersebut tercantum dalam RPJP Kota Magelang Tahun 2005-2025.
8
Selain dari sisi kebijakan, Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang juga tidak terlepas dari berbagai macam latar belakang masalah internal Kota Magelamg itu sendiri. Adapun masalah tersebut seperti masalah tata ruang, masalah sosial budaya, masalah ekonomi dan berbagai masalah penyediaan sarana prasarana lingkungan yang harus segera dicari solusi pemecahannya (problem solving). Secara garis besar latar belakang penyusunan RTRW Kota Magelang dapat digambarkan seperti diagram gambar berikut : Perubahan UU No. 24 Tahun 1992 menjadi UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
RTRWN
RTRW Provinsi Jawa Tengah Kebijakan Eksternal Kota Magelang: RTR Kawasan GELANGMANTE N Kawasan PROGOOPAK –SERANG Kawasan BOROBUDUR RIP Pariwisata Jawa Tengah Rencana Tata
Penyusunan RTRW Kota Magelang
Perlunya memperhatikan Arah dan Kebijakan RTRW Kabupaten Magelang untuk sinkronisasi serta melihat potensi dan tantangan dalam perencanaan RTRW Kota Magelang Berbagai Permasalahan yang terjadi di Kota Magelang (Eksternal maupun Internal)
Produk tata ruang menyesuaikan dengan pedoman penataan ruang terbaru
Kebijakan Internal Kota Magelang: RPJP Kota Magelang RPJM Kota Magelang RKPD Kota Magelang
Pengembangan kawasan strategis dan pusat pertumbuhan baru Kota Magelang RPJP Kota Magelang Tahun 2005-2025: Kawasan Sidotopo Kawasan Wisata dan Pengembangan Wisata Bangunan Kuno/Heritage Kawasan Terminal Sukarno Hatta Kawasan Kebonpolo Kawasan Alun-alun dan sekitarnya (Losmenan dan lain sebagainya) Kawasan GOR Samapta Kawasan Lembah Gunung Tidar Kawasan Gunung Tidar (kawasan konservasi)
Sumber : Bappeda Kota Magelang Gambar 1.1 Diagram Latar Belakang Penyusunan RTRW Kota Magelang 1.5.2
Penginderaan Jauh Sebelum melakukan analisis, data terlebih dahulu diperoleh dari suatu alat
dengan tidak mengalami kontak langsung dengan obyek, area atau kejadian tersebut. Dengan menggunakan berbagai sensor kita mengumpulkan data dari jarak jauh yang dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang obyek,
9
daerah atau fenomena yang diteliti. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat dilaku5kan dengan berbagai bentuk, termasuk variasi agihan daya, agihan gelombang bunyi, atau agihan energi elektromagnetik (Lillesand, Kiefer & Chipman, 2004). Alat utama untuk dapat mengenali dan memahami berbagai kenampakan atau obyek dipermukaan bumi melalui penginderaan jauh adalah citra. Citra dihasilkan melaui proses perekaman dengan bantuan sensor. Secara garis besar sensor dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu sensor fotografik (kamera) dan sensor non fotografik. Masing-masing jenis sensor ini bekerja dengan cara yang berbeda, sehingga menghasilkan karakteristik citra yang berbeda. Perbedaan antara citra foto dan citra non foto dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1. Perbedaan antara citra foto dan citra non foto Variabel Pembeda
Citra Foto
Citra Non Foto
Sensor
Kamera
Detektor
Film
Proses perekaman Mekanisme perekaman
Fotografi/kimiawi
Non kamera, mendasarkan atas penyiaman. Kamera yang detektornya bukan film. Pita magnetik, termistor, foto kondusif, foto voltaik, dsb Elektronik
Serentak
Parsial
Spektrum elektromagtik
Spektrum tampak dan perluasannya
Spektra tampak dan perluasannya, termal, dan gelombang mikro
Sumber : Sutanto, 1987 1.5.3
Citra Quickbird Quickbird adalah citra resolusi tinggi yang dioperasikan oleh Digital Globe. Quickbird mempunyai resolusi spasial 0,61 m atau 61 cm. citra Quickbird sangat bagus untuk sumber-sumber data lingkungan untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan, pertanian, dan iklim hutan. Citra Quickbird dapat diterapkan pada bidang industry-industri, termasuk produksi dan eksplorasi minyak dan gas, infrastruktur dan konstruksi, dan
10
studi lingkungan. Adapun karakteristik sensor citra quickbird adalah sebgai berikut : Tabel 1.2. Karekteristik Citra Quickbird Launch Date
October 18, 2001
Launch Vehicle
Boeing Delta II
Launch location
Vandenberg
Air
Force
Base
California, USA Orbit Altitude
450 km
Orbit Inclination
97,2˚, sun-syncrhonous
Speed
7,1 km/second – 25,560 km/hour
Equator Crossing Time
10:30 a.m (descending node)
Orbit Time
93,5 minutes
Revisit time
1-3,5 daus depending on Latitude (30˚ off – nadir)
Swath Width
16,5 km x 16,5 Km at nadir
Metric Accuracy
23 meter horizontal (CE90%)
Digitization
11 bits
Resolution
Pancromatic : 61 cm (nadir) to 72 cm (25˚ off-nadir) Multispectral : 2,44 m 9nadir) to 2,88 m (25˚ off nadir)
Image Bands
Pan : 450 – 900 nm Blue : 450 – 520 nm Green : 520 – 600 nm
Image Bands
Red : 630 – 690 nm Near IR : 760 – 900 nm
http://www.satimagingcorp.com/satellite-sensors/quickbird.html
˚
11
1.5.4
Interpretasi Citra Interpretasi adalah proses mengkaji citra dengan maksud untuk
mengidentifikasi obyek yang tergambar dalam citra (Sutanto, 1986)
1.5.4.1 Interpretasi Manual Interpretasi secara manual dilakukan dengan cara mengenali karakteristik obyek berdasarkan 8 unsur interpretasi, yaitu : rona atau warna, bentuk, ukuran, pola, tekstudr, bayangan, situs, asosiasi ( Sutanto, 1986). a. Rona (tone) Rona mengacu pada kecerahan relatif obyek pada citra. Rona biasanya dinyatakan dalam derajat keabuan (Grey Scala), misalnya sangat gelap, agak gelap, cerah, sangat cerah. Apabila citra yang digunakan itu adalah berwarna, maka unsur interpretasi yang digunakan adalah warna (colour), meskipun penyebutnya masih terkombinasi dengan rona. Misalnya merah, hijau, biru, coklat kekuningan, biru kehijauan agak gelap dan sebagainya. b. Bentuk (shape) Bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka dari suatu obyek. Bentuk beberapa obyek kadang-kadang begitu mencirikan sehingga obyek tersebut dapat langsung dikenali hanya berdasarkan kriteria ini. c. Ukuran (size) Ukuran merupakan atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume. Ukuran obyek pada foto udara atau citra harus dipertimbangkan dalam konteks skala yang ada. Penyebutan ukuran juga tidak selalu dapat dilakukan untuk semua jenis obyek d. Pola (pattern) Pola adalah hubungan susunan spasial obyek. Pola biasanya terkait pula dengan adanya pengulangan bentuk umum suatu atau sekelompok obyek dalam ruang. Istilah-istilah yang digunakan untuk menyatakan pola misalnya adalah teratur, tidak teratur, kurang teratur, namun kadang-
12
kadang juga digunakan istilah yang lebih ekspresif , misalnya melingkar, memanjang, terputus-putus, konsentris dan sebagainya. e. Bayangan (shadow) Bayangan sangat penting bagi penafsir karena dapat memberikan dua macam efek
yang berlawanan. Pertama, bayangan mampu
menegaskan bentuk obyek pada citra, karena outline obyek menjadi lebih tajam atau jelas, begitu pula kesan ketinggiannya. Kedua, bayangan justru kurang memberikan pantulan obyek ke sensor sehingga obyek yang diamati menjadi tidak jelas. f. Tekstur (texture) Tekstur merupakan ukuran frekuansi perubahan rona pada gambar obyek. Tekstur dapat dihasilkan oleh agregasi atau pengelompokan satuan kenampakan yang terlalu kecil untuk dapat dibedakan secara individual. Kesan tekstur juga bersifat relatif, tergantung pada skala dan resolusi citra yang digunakan. g. Situs (site) Situs atau letak merupakan penjelasan tentang lokasi obyek relatif terhadap obyek atau kenampakan lain yang lebih mudah untuk dikenali dan dipandang dapat dijadikan dasar untuk identifikasi obyek yang dikaji. h. Asosiasi (association) Asosiasi merupakan unsur yang memperhatikan keterkaitan antar suatu obyek atau fenomena dengan obyek atau fenomena lain yang digunakan sebagai dasar untuk mengenali obyek yang dikaji.
Dalam mengenali obyek, tidak semua unsur interpretasi digunakan secara bersama-sama. Ada beberapa jenis fenomena atau obyek yang langsung dapat dikenali hanya berdasarkan satu jenis unsur interpretasi saja. Ada kecenderungan pengenalan obyek penutup atau penggunaan lahan pada skala besar untuk wilayah perkotaan membutuhkan lebih banyak unsur interpretasi dibandingkan pengenalan penggunaan lahan pada citra skala sedang hingga kecil pada liputan wilayah yang luas.
13
1.5.5
Sistem Informasi Geografi (SIG)
1.5.5.1 Pengertian Sistem Informasi Geografi (SIG) Sistem Informasi Geografi adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi : (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data, (d) keluaran (Arronof, 1989). Dari pengertian tersebut diketahui bahwa SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan utama untuk menangani data bereferensi geografis. Keempat kemampuan tersebut adalah pemasukan, pengelolaan atau manajemen, manipulasi dan analisis data, serta keluaran. SIG digunakan untuk membantu manusia dalam memahami “dunia nyata” dengan melakukan prosesproses manipulasi dan presentasi data yang direalisasikan dengan lokasi-lokasi geografis di permukaan bumi, seperti terlihat pada gambar berikut yaitu:
Unsur Lokasi Pelanggan
Unsur Bagunan
Unsur Jalan-jalam
Realitas di Permukaan Bumi
Gambar 1.2. model Dunia Nyata Diredyuksi Menjadi Peta (Prahasta, 2001)
14
Menurut Prahasta, 2001 SIG dibagi menjadi empat sub sistem yaitu : 1. Data masukan Sub sistem ini bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber. Sub sistem ini pula yang bertanggung jawab dalam mengkonversi atau mentransformasikan formatformat data aslinya kedalam format yang dapat digunakan oleh SIG. Data masukan dalam SIG sangat bervariasi, yaitu berupa data spasial maupun data non spasial. Data spasial merupakan data yang menayangkan kenampakan-kenampakan lokasi geografis. Data spasial umumnya berupa kenampakan titik, garis, ataupu area, sedangkan data non spasial merupakan informasi deskriptif baik dalam bentuk tabel maupun laporan. Kumpulan informasi spasial dan nonspasial saling terkait satu dengan yang lain dinamakan basis data (database). Pemasukan data dalam SIG dapat dilakukan dengan cara digitasi. Digitasi adalah pengubahan data grafis analog menjadi data grafis digital dalam struktur vektor. 2. Data keluaran Sub sistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk softcopy maupun bentuk hardcopy. Softcopy merupakan data yang ditayangkan berupa tampilan gambar pada layar monitor komputer dan dalam bentuk data digital berupa file yang dapat dibaca oleh komputer, sedangkan hardcopy merupakan bentuk cetakan berupa peta maupun tabel yang dicetak dengan media kertas. 3. Data manajemen Sub sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-update, dan di-edit. Pengelolaan data memerlukan adanya data yang telah tersusun kedalam database. Dalam pengelolaan data ini diperlukan suatu sistem yang dapat melakukan beberapa aplikasi program sekaligus. Kumpulan program terpadu yang menangani data dinamakan Database Management System (DBMS). Keuntungan adanya DBMS ini adalah
15
kualitas, kerahasiaan dan keutuhan data dapat dijamin dan dipelihara serta efisien dalam aplikasinya. 4. Data Manipulasi dan Analisis Subsistem ini menentukan informasi-informasi
yang dapat
dihasilkan oleh Sistem Informasi Geografi (SIG). Selain itu sub sistem ini juga melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Raper J., dan Green N. (1984, dalam Prahasta 2001) mengemukakan bahwa Sistem Informasi Geografi terdiri dari beberapa komponen, diantaranya : 1. Perangkat keras Pada saat ini SIG tersedia untuk berbagai platform perangkat keras mulai dari PC desktop, workstations, hingga multi user host yang dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan dalam jaringan komputer yang luas, berkemampuan tinggi, memiliki ruang penyimpanan (hard disk) yang besar, dan mempunyai kapasitas memori (RAM) yang besar. Walaupun demikian, fungsionalitas SIG tidak terikat secara ketat terhadap karakteristik-karakteristik fisik perangkat keras ini sehingga keterbatasan memori pada PC pun dapat diatasi. Adapun perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG adalah komputer (PC), mouse, digitizer, printer, plotter, dan scanner. 2. Perangkat Lunak Bila dipandang dari sisi lain, SIG juga merupakan sisitem perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basis data memegang peranan kunci. Setiap sub sistem diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak yang terdiri dari beberapa modul, hingga tidak mengherankan jika ada perangkat SIG yang terdiri dari ratusan modul program (*.exe) yang masing-masing dapat dieksekusi sendiri. 3. Data dan Informasi Geografi SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara melakukan import dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung dengan
16
cara melakukan digitasi pada data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel-tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard. 4. Manajemen Suatu proyek SIG akan berhasil dengan baik jika di manage dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian yang tepat pada semua tingkatan.
1.5.5.2 ArcGIS ArcGIS merupakan suatu software yang diciptakan oleh ESRI yang digunakan dalam Sistem Informasi Geografi. ArcGIS merupakan Software pengolah data spasial yang mampu mendukung berbagai format data gabungan dari tiga software yaitu ArcInfo, ArcView dan ArcEdit yang mempunyai kemampuan lengkap dalam geoprocessing, modelling dan scripting serta mudah diaplikasikan dalam berbagai tipe data. Dekstop ArcGIS terdiri dari 4 modul yaitu Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe, Arc Toolbox dan model builder.
Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses, analisis peta, proses editing peta, dan juga dapat digunakan untuk mendesain secara kartografis.
Arc Catalog digunakan untuk management data atau mengatur data-data, jika dalam Windows fungsinya sama dengan explor.
Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang universal, untuk tampilan tiga dimensi, dan juga dapat digunkan untuk menampilkan geogle earth.
Model Builder digunakan untuk membuat model builder / diagram alur.
Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tools – tools tambahan.
Modul spatial adjusment merupakan suatu modul tambahan yang digunakan untuk menggabungkan peta – peta yang memiliki cakupan wilayah yang sama tetapi hasil digitasinya beda. Dalam spasial adjusment terdapat tiga modul yang digunakan yaitu transformasi koordinat,
17
rubbersheting, dan edge match. Transformasi koordinat merupakan suatu cara untuk merubah / meminahkan suatu koordinat peta dari asal koordinat ke koordinat tujuan. Rubber sheeting digunakan untuk mengoreksi kesalahan koordinat dengan geometrik adjustment. Sama seperti transformasi koordinat, displacement link yang digunakan dalam rubber sheeting ini digunakan untuk menggambarkan feature yang dipindah. Edge match merupakan suatu proses untuk mengatur feature sepanjang edge dari suatu layer ke feature dari feature addjoint. Layer yang kurang akurat di-adjust, dan layer lainnya sebagai kontrol. Tipe layer dalam ArcGIS : Point Misalnya bangunan, tempat wisata. Layer point tidak mempunyai dimensi. Line atau arc Misalnya jalan, sungai, jalan kereta api. Layer line mempunyai satu dimensi. Polygon Misalnya batas administrasi, lereng, kerawanan bencana. Layer polygon mempunyai dua dimensi. Raster images Misalnya citra, peta hasil scan.
18
Tabel 1.3. Spesifikasi Software ArcGIS No 1
2 3
4
5
6
7
8
Spesifikasi Nama Software
Uraian
Keterangan
ArcGIS
Merupakan paket software yang digunakan oleh masyarakat geographic imaging (pencitraan mengenai ilmu bumi), dirancang untuk pengolahan citra dan GIS. Versi/Release 9.2 Merupakan versi yang terbaru dari seri ArcGIS 9.X Diluncurkan tahun 2006 Software ini mulai dipasarkan dan dipakai oleh banyak pengguna mulai tahun 2006. Pembuat Environment Perusahaan pembuat software System Research Sistem Informasi Geografi yang Institute (ESRI) berasal dari USA. Produk terkenal lainnya adalah Arc/Info dan ArcView GIS Minimum Hardware Pentium X 800 Software ini menggunakan MHz minimum spesifikasi hardware yang besar - Processor 512 MB karena data yang dapat diolah 800 X 600 @256 merupakan data yang kompleks - RAM color resolution baik data raster maupun vektor. - VGA Card 207 MB hard disk Semakin tinggi kapasitas hardware yang ada maka akan - Free space lebih mempercepat proses pada saat analisis data. Operating System Windows server Software ini dapat beroperasi di 2003, NT 4.0, 2000, berbagai macam sistem XP, Linux windows, minimal windows 2000. Kategori Software GIS Software GIS ini termasuk - Profesional profesional karena memiliki berbagai fasilitas input data hingga output data yang lengkap. IP Image processing software ini - Viewer termasuk hanya viewer saja karena kurang memiliki fasilitas format data yang lengkap. Struktur Data/File Raster dan vektor Mampu menampilkan data baik dari format raster maupun vektor. Sangat banyak mendukung format data raster seperti *.tiff 19
9
Format Data/File
10
Fasilitas pada Software Inti (core) Input + editing
11
*.shp *.shx *.dbf *.sbn *.sbx *.prj
dan lain-lain. Format data vektor yang didukung antara lain format data ErMapper yaitu *.ers. *.shp format file yang menjelaskan feature geometri *.shx format file yang menjelaskan index pada feature geometri *.dbf format dBase yang menjelaskan tentang atribut feature *.prj format file hasil output
On screen digitizing dan register and transform tools Editing : edit theme dan atributnya.
Input (Digitasi on screen), yaitu proses pengubahan data grafis menjadi data grafis digital, dalam struktur data vektor yang disimpan dalam bentuk titik, garis dan area dengan mengguna kan mouse langsung pada komputer. Kesalahan hasil input dapat dikoreksi atau diedit dengan menggunakan fasilitas yang ada. Processing merupakan fasilitas untuk menganalisis data yang ada seperti overlay peta, buffering dan sebagainya.
Processing
Overlay, buffering, 3D scene dan manipulasi analisis data lainnya.
Output (layout)
Peta data grafis dan Fasilitas layout merupakan atribut fungsi untuk membuat komposisi peta untuk dicetak dalam bentuk hardcopy. Database Manager Database manager meng gunakan query builder dan fasilitas tabel (*dbf).
Fasilitas paket program yang terintegrasi dengan software inti
Avenue
Avenue merupakan fasilitas paket program yang berupa bahasa pemrograman untuk costumize data.
20
12
13
Format I/O data
Data Raster : *.tiff *.prj *.bmp *.hdr Data Vektor : *.arc *.pnt *.shp *.mif *.dxf *.sdl *.xyz - 3D analyst - Image analyst - Spasial analyst - Edit tools - X-tools - dan sebagainya
Fasilitas khusus/fasilitas lainnya
Format input data yang mendukung software ArcGIS sangat banyak berupa format raster dan format vektor.
Fasilitas-fasilitas khusus lainnya dapat digunakan dengan terlebih dahulu membuka extentions yang ada.
Sumber : (www.esri.com)
1.6 Penelitian Sebelumnya Suryo
Bagus
(2008)
melakukan
penelitian
tentang
Keselarasan
Penggunaan lahan Aktual Kota Yogyakarta terhadap Rencana Pemanfataan Lahan Pada rencana Umum Tata Ruang Kota Yogyakarta Tahun 1994-2004. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui penggunaan lahan actual Kota Yogyakarta, mengetahui pemanfataan lahan dalam rencana pemanfaatan lahan pada RUTRK Yogyakarta tahun 1994-2004, dan mengkaji keselarasan penggunaan lahan actual Kota Yogyakarta terhadap rencana pemanfaatan lahan pada RUTRK Yogyakarta tahun 1994-2004. Metode yang digunakan adalah overlay (tumpang susun) dan pendekatan analisis keruangan (spatial analysis). Data yang digunakan adalah peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) lembar 1408-224 daerah Timoho dan lembar 1408-223 daerah Yogyakarta skala 1 : 25.000, citra Quickbird wilaah Kota Yogyakarta perekaman tahun 2003, peta administrasi Kota Yogyakarta skala 1 : 50.000, peta Rencana Pemanfaatan lahan Kota Yogyakarta skala 1 : 50.000 tahun 1994-2004, dan dokumen Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Yogyakarta tahun 1994-2004. Hasil yang diperoeh dari penelitian tersebut adalah
21
peta penggunaan lahan tahun 2003 dan peta keselarasan penggunaan lahan actual Kota Yogyakarta terhadap rencana pemanfaatan lahan pada
(RUTRK)
Yogyakarta tahun 1994-2004. Hendarjono (2003) melakukan penelitian berjudul Keselarasan Bentuk Penggunaan Lahan Dengan Rencana Detail Tata Ruang Kota Kecamatan Cibinong Tahun 2003 Menggunakan Foto Udara Dan Sistem Sistem Informasi Geografi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk pemetaan bentuk penggunaan lahan tahun 2003 dan mengevaluasi peruntukan ruang berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang Kota kecamatan Cibinong. Metode yang digunakan adalah digitasi on screen dan analisisnya dengan metode tumpang susun (overlay). Datadata yang digunakan adalah foto udara pankromatik hitam putih skala 1 : 15.000 tahun 1994, peta administrasi Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor skala 1: 10.000, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 25.000 tahun 1993 lembar 1209-421 dan 1209-143, peta penggunaan lahan kota Cibinong skala 1 : 10.000 tahun 1995, dan peta Rencana Detail Tata Ruang Kota Kecamatan Cibinong tahun 1998-2008 skala 1 : 5.000.
1.7 Kerangka Pemikiran Penggunaan lahan merupakan hasil aktivitas manusia dengan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu jumlah penduduk dan aktivitasnya semakin meningkat atau bertambah jumlahnya, menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan kota. Perubahan penggunaan lahan apabila dibiarkan tidak terkendali tentu akan membawa akibat menurunnya kualitas lingkungan dan kehidupan penduduk kota. Untuk itu rencana penggunaan lahan kota ditetapkan oleh pemerintah kota sebagai usaha untuk mengatur perkembangan dan pembangunan fisik kota. Rencana penggunaan lahan yang merupakan suatu materi dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) ditetapkan dalam suatu ketetapan pemerintah sehingga berkekuatan hukum yang tetap dan dilaksanakan dalam lingkup perencanaan harus mengacu pada rencana tersebut. RTRWK ini kemudian dijadikan sebagai alat untuk membantu membuat keputusan dalam
22
menggunakan lahan, sehingga diharapkan dapat mengurangi masalah penggunaan lahan dan mewujudkan tujuan pembangunan social, ekonomi, dan lingkungan. Dalam memanfaatkan lahan, fungsi pemanfaatan ruang tersebut harus mengacu pada kebijakan penataan ruang kawasan. Akan tetapi, dalam kenyataannya ada yang
tidak mengacu
pada kebijaksanaan pemanfaatan ruang sehingga
pemanfaatan ruangnya tidak selaras dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK). Sejauh mana lahan kota telah diarahkan selaras dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) diwujudkan dalam persentase keselarasan penggunaan lahan aktual dengan RTRWKnya. Penggunaan
lahan
aktual
terhadap
RTRWK
Penentuan Keselarasan dapat
dilakukan
dengan
menggunakan bantuan Sistem informasi Geografi (SIG). Kelebihan SIG terletak pada kemudahan, kecepatan dan cara analisis sehingga penggunaan SIG dalam pengelolaan data penginderaan jauh atau data keruangan lainnya menjadi sangat penting terutama dalam hal efisiensi pengolahan data. Analisis SIG yang digunakan adalah menggunakan tumpang susun (overlay) penggunaan lahan saat ini dengan penggunaan lahan pada RTRWK. Penggunaan lahan aktual didapatatkan dari interpretasi citra Quickbird tahun 2009 dan penggunaan lahan pada RTRWK dan didapatkan dengan proses digitasi peta penggunaan lahan pada RTRWK tahun 2001-2011.
1.8 Batasan Istilah Citra adalah gambar yang diperoleh dari satelit atau pesawat terbang melalui bantuan scanner, disimpan, dimanipulasi dan ditampilkan dalam bentuk basis logika binner (Danoedoro, 1996) Penginderaan jauh adalah suatu ilmu dan seni untuk memperoleh informasi mengenai obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand, Kiefer & Chipman, 2004).
23
Sistem Informasi Geografi adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi (Prahasta, 2001) Penggunaan Lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumber daya daya alam dan sumber daya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik material maupun spiritual taupun kedua-duanya (Malingreau, 1978 dalam Bagus 2008) Klasifikasi penggunaan lahan adalah pengelompokan data penggunaan lahan atas kelas atau kategori tertentu (Sutanto, 1981) Interpretasi citra adalah proses mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek yang tergambar dalam citra (Sutanto, 1986) Lahan adalah suatu wilayah diprmukaan bumi yang mempunyai sifat-sifat agak tetap atau pengulangan sifat-sifat dari biosfer secara vertikal diatas maupun dibawah wilayah tersebut termasuk atmosfer, tanah, geologi, geomorfologi, hidrologi, vegetasi, dan binatang yang merupakan hasil aktifitas manusia dimasa lampau maupun masa sekarang, dan perluasan sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia disaat sekarang maupun dimasa yang akan datang (FAO, 1976 dalam Hendarjono 2003). Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya (UU No. 26/2007 ) Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang (UU No. 26/2007) Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang (UU No. 26/2007) Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsure terkait yang batas dan system nya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional (UU No. 26/2007) Kota adalah sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alamai dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup
24
besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogin dan materialistic dibandingkan dengan daerah belakangnya (Bintarto, 1977) Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (UU No. 26/2007) Perencanaan tata ruang Kawasan Perkotaan, secara sederhana dapat diartikan sebagai kegiatan merencanakan pemanfaatan potensi dan ruang perkotaan serta pengembangan infrastruktur pendukung yang dibutuhkan untuk mengakomodasikan kegiatan sosial ekonomi yang diinginkan (UU No. 26/2007) Rencana Tata Ruang Wilayah Kota merupakan penjabaran arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional dan provinsi ke dalam struktur wilayah Daerah dan pola pemanfaatan ruang dearah yang menjadi pedoamn bagi pengembangan dan pemanfaatan ruang daerah (Peraturan Daerah Kota Magelang No 4 Tahun 2012) Selaras yaitu penggunaan lahan aktual yang mendominasi dalam suatu blok peruntukan lahan sesuai dengan penggunaan lahan yang direncanakan dalam blok peruntukan tersebut. Tidak Selaras yaitu penggunaan lahan aktual yang mendominasi dalam suatu blok peruntukan lahan tidak sesuai dengan pemanfaatan lahan yang direncanakan dalam blok peruntukan tersebut. Belum Selaras yaitu penggunaan lahan aktual yang mendominasi dalam suatu blok peruntukan lahan belum sesuai dengan penggunaan lahan yang direncakan dalam blok peruntukan tersebut, artinya penggunaan lahan yang direncanakan belum terlaksana atau masih berfungsi lain tetapi merupakan tahap perkembangan kebentuk lahan yang direncanakan.
25