1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Negara-negara berkembang secara umum keadaannya sangat berbeda dengan negara maju. Standar kualitas kehidupan masih rendah, pangan masih belum mencukupi kebutuhan penduduknya, kelaparan mengancam. Dalam memecahkan masalah pada kondisi demikian, maka negara-negara berkembang harus melaksanakan pembangunan. Negara-negara berkembang kesejahteraannya akan semakin merosot dan akan membawa kehancuran tanpa adanya pembangunan. Salah satu strategi dari pembangunan tersebut adalah melalui industrialisasi dengan memanfaatkan teknologi tinggi seperti industri-industri yang mengolah sumberdaya alam yang tidak dapat menolak penggunaan teknologi tinggi (Kristanto 2004). Indonesia menganut kebijakan pembangunan sektor pertanian melalui peningkatan nilai tambah produk pertanian melalui agroindustri. Kebijakan ini merupakan prasyarat bagi pembangunan industrialisasi lebih lanjut di sektor pertanian dan sektor terkait lainnya. Para ahli ekonomi mengemukakan bahwa keberhasilan suatu pembangunan industrialisasi tergantung dari pembanguan pertanian yang dapat menciptakan landasan bagi pertumbuhan ekonomi. Mayoritas masyarakat di negara-negara berkembang seperti Indonesia adalah masyarakat petani, sedangkan barang-barang hasil industri memerlukan dukungan daya beli dari masyarakat, sehingga pendapatan masyarakat harus diperbaiki terlebih dulu. Kenyataannya pembangunan pertanian di pedesaan mengandung dilemma. Produktivitas pertanian harus ditingkatkan guna meningkatkan pendapatan masyarakat agar daya belinya tinggi tetapi, dalam rangka meningkatkan
produktivitas
pertanian,
pemerintah
menganjurkan
untuk
menggunakan teknologi modern. Teknologi modern ini digunakan baik dalam proses penanaman maupun pengolahan pertanian. Secara keseluruhan justru anjuran dari pemerintah untuk menggunakan teknologi modern berdampak pada penghematan tenaga kerja sehingga menimbulkan pengangguran dan keadaan setengah
menganggur.
Anjuran
menggunakan
teknologi
modern
justru
2
menyebabkan penurunan pada pendapatan sebagian penduduk pedesaan. Mengatasi dilemma dalam menjalankan kebijakan pembangunan pertanian, pemerintah mengadakan kebijakan lain yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah. Kebijakan lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah menciptakan industri pengolahan pertanian di pedesaan, baik skala kecil dan rumahtangga ataupun skala besar. Adanya industri pengolahan pertanian di pedesaan ini dapat membantu menyerap sebagian tenaga kerja yang menganggur dan membantu menambah penghasilan pada tenaga kerja yang setengah mengaggur. Industri pengolahan di pedesaan ini tidak hanya terbatas pada pengolahan hasil pertanian, tapi juga dapat mengolah barang-barang atau bahan-bahan input pertanian, seperti industri pembibitan, pupuk, obat-obatan, alat-alat pertanian dan sebagainya (Raharjo 1986). Esje (1997) mengemukakan bahwa kebijakan yang dilakukan pemerintah selama ini tidak lain adalah keinginan untuk menyeimbangkan antara sektor pertanian dan sektor industri. Tahun 80-an pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai strategi pembangunan pertanian baru yaitu agroindustri, bahkan pemerintah membuat kebijakan-kebijakan lain untuk mensukseskan agroindustri. Agroindustri berasal dari dua kata yaitu agricultural dan industry yang berarti merupakan suatu industri yang menggunakan hasil-hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya. Sebagaimana Soekartawi (2005) mendefinisikan bahwa agroindustri merupakan industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Kehadiran
agroindustri
mampu
meningkatkan
pendapatan
para
pelaku
agroindustri, mampu menyerap tenaga kerja, mampu meningkatkan perolehan devisa negara dan mampu mendorong munculnya industri-industri lain. Agroindustri yang berada di desa biasanya merupakan industri pengolahan pertanian dalam skala kecil atau industri dalam skala rumahtangga yang dibangun oleh masyarakat di desa sebagai pelaku agroindustri. Industri pengolahan pertanian skala kecil merupakan industri pengolahan yang berbahan baku hasil pertanian dan diharapkan dapat membantu membuka peluang kesempatan bekerja, membuka peluang terhadap sumber pendapatan, serta dapat memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat di desa. Strategi pengembangan industrialisasi pertanian di Indonesia tidak bisa lepas dari adanya realitas, skala industri usaha besar,
3
menengah dan kecil hadir secara bersamaan. Hadirnya masing-masing skala usaha pada industrialisasi pertanian ini disebabkan karena dalam kenyataannya terdapat industri hulu dan hilir yang saling berkaitan satu dan lainnya. Namun dalam banyak kasus yang terjadi bahwa industri pertanian skala kecil seringkali menjadi tumpuan bagi pengembangan industri pertanian. Industri pertanian skala kecil menggunakan teknologi sederhana, modal yang tidak begitu besar, banyak menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal, bahan bakunya fleksibel dan padat karya. Seperti halnya agroindustri dalam skala kecil atau skala rumahtangga lebih banyak hadir di desa sebagai industri pertanian skala kecil. Masyarakat lebih menyukai industri pertanian skala kecil karena tidak membutuhkan modal yang banyak tetapi mampu menyerap tenaga kerja di desa. Industri pertanian skala kecil yang hanya menggunakan teknologi sederhana belum memiliki cara yang tepat dalam pengolahan limbah yang mengakibatkan masalah terhadap penurunan kualitas lingkungan yang sehat. Limbah yang dihasilkan oleh industri-industri pertanian skala kecil dapat dikatakan merugikan lingkungan sekitarnya. Pembangunan industri pengolahan hasil pertanian di pedesaan seperti agroindustri dapat dikatakan memiliki andil terhadap aspek sosial-ekonomi dan sosio-ekologi masyarakat di desa.
1.2 Rumusan Masalah Desa sejak lama dijadikan sebagai objek kebijakan ekonomi pembangunan dan pengaturan kehidupan sosial di berbagai sektor. Salah satu kebijakan yang intensif dilakukan oleh pemerintah selama ini adalah kebijakan pembangunan pertanian. Menurut Rahardjo (1984) pembangunan pertanian dan pedesaan selama ini mengalami dilemma. Satu pihak produksi pertanian harus ditingkatkan karena merupakan landasan dan prasyarat bagi proses industrialisasi. Akan tetapi kenyataannya, peningkatan produktivitas yang dilakukan dengan menggunakan teknologi efisien, menimbulkan penghematan tenaga kerja di sektor pertanian. Penghematan tenaga kerja di sektor pertanian cenderung menimbulkan proses marginalisasi masyarakat di wilayah pedesaan. Industri pengolahan pertanian menjadi solusi dari penghematan tenaga kerja di sektor pertanian yang terjadi selama ini. Industri pengolahan pertanian skala
4
usaha kecil biasanya berada di desa dan memiliki keterbatasan modal dan menggunakan teknologi sederhana dalam kegiatannya. Indusri pengolahan pertanian yang berada di desa dapat dikategorikan sebagai industri pedesaan. Produsen dan tenaga kerja industri pengolahan pertanian yang berdiri di desa terutama industri pengolahan pertanian skala usaha kecil biasanya merupakan masyarakat lokal. Beberapa penelitian yang telah dilakukan, di beberapa daerah di Indonesia. Sunarjan (1991), mengemukakan penelitiannya bahwa industri rokok kretek sebagai industri pedesaan memiliki dampak terhadap aspek sosio-ekonomi masyarakat lokal. Pada industri rokok kretek di pedesaan menyebabkan perubahan kepemilikan lahan dan pemanfaatan lahan. Lahan yang awalnya dimanfaatkan untuk pertanian sawah kini berubah menjadi perumahan dan kepentingan agroindustri rokok kretek. Perubahan kepemilikan lahan sawah disertai dengan perubahan mata pencaharian. Masyarakat yang tadinya bekerja di sawah, kini bekerja pada industri rokok kretek. Penelitian yang diungkapkan Suhandi et.al (1989-1990), bahwa pembangunan industri di pedesaan mengakibatkan dampak sosial-ekonomi yakni menyebabkan areal lahan pertanian menyempit dan mengakibatkan hilangnya mata pencaharian bagi petani, sehingga sebagian masyarakat petani akan beralih pekerjaan menjadi buruh industri atau pedagang. Kristanto (2004) mengungkapkan bahwa pembangunan industri dapat menyebabkan perubahan lingkungan terhadap aspek sosial-ekonomi, budaya maupun pencemaran. Industri telah meningkatkan permintaan akan sumberdaya alam sebagai bahan baku utama proses pengolahan dan memaksa sistem alam untuk menyerap hasil sampingan yaitu limbah. Salim (1986) mengungkapkan bahwa industri mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan. Hal ini karena industri adalah kegiatan mengubah sumber alam menjadi produk baru dan industri menghasilkan limbah atau ampas dari kegiatannya yang mencemarkan lingkungan. Limbah merupakan buangan berupa cairan, padat maupun gas yang berasal dari suatu lingkungan masyarakat, yang dihasilkan oleh aktivitas industrial atau rumahtangga di sektor domestik maupun publik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi setelah revolusi industri merupakan gejala dari kebijakan pembangunan yang kurang menyadari pentingnya lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup ini mengakibatkan terganggunya
5
keselarasan hubungan manusia dengan lingkungan. Seperti pembangunan pertanian yang selama ini dijalankan dengan tujuan peningkatan produktivitas. Pada dasarnya peningkatan produktivitas dalam pembangunan pertanian justru menggunakan bahan-bahan kimia dalam proses produksinya dan kurang memperhatikan dampak terhadap kerusakan lingkungan hidup. Beberapa penelitian yang telah membahas dan menganalisis agroindustri sebagai industri pengolahan di pedesaan masih sedikit yang menyinggung isu mengenai limbah yang dihasilkan oleh kegiatan agroindustri terhadap lingkungan hidup masyarakat di pedesaan. Jika ditelusuri lebih lanjut terdapat hubungan sirkuler antara manusia dan lingkungan hidupnya. Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya sangat kompleks, karena dalam lingkungan hidup ada terdapat banyak unsur. Manusia melakukan kegiatan yang pada dasarnya mempengaruhi lingkungan hidupnya, begitupun sebaliknya (Soemarwoto 2004). Seperti dalam penelitian Rachmat (1993) mengungkapkan terdapat dampak pencemaran air limbah dari industri kecil penyamakan kulit di Sukaregang, terhadap kualitas air Sungai Ciwalen, dan Sungai Cigulampeng. Kedua sungai tersebut merupakan sumber aliran irigasi untuk sawah-sawah sekitar. Pencemaran kedua air sungai tersebut menyebabkan terhambatnya pertumbuhan padi dan terganggunya produktivitas pada hasil panen. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. maka terdapat beberapa hal yang dapat diangkat sebagai bahan pertimbangan untuk dikaji dalam studi agroindustri: 1. Apa dan bagaimana respon masyarakat lokal terhadap dampak sosioekonomi atas hadirnya industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret? 2. Apa dan bagaimana respon masyarakat lokal terhadap dampak sosioekologi atas hadirnya industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pemaparan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk: 1. Menjelaskan respon masyarakat lokal terhadap dampak sosio-ekonomi atas hadirnya industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret.
6
2. Menjelaskan respon masyarakat lokal terhadap dampak sosio-ekologi atas hadirnya industri pengolahan tahu di Kampung Cikaret.
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini dapat berguna bagi berbagai pihak yang terkait, 1. Bagi akademisi dan perguruan tinggi. Penelitian ini dapat menambah wawasan serta ilmu pengetahuan dalam mengkaji secara ilmiah mengenai respon masyarakat terhadap aspek sosio-ekonomi dan sosio-ekologi atas hadirnya agroindustri khusunya industri pengolahan tahu. 2. Memberikan sumbangan pengetahuan bagi masyarakat, pemerintah dan swasta dalam melakukan kebijakan terhadap kegiatan agroindustri khususnya industri pengolahan tahu di pedesaan.