BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia dikategorikan sebagai salah satu negara dengan tingkat kematian bayi yang tinggi (Grant, 1985., Soemantri dkk, 1987). Kondisi Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia tidak hanya tinggi namun juga bervariasi. Data Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa kematian bayi untuk periode lima tahun sebelum survei (2008-2012) adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Artinya, setiap satu dari 31 anak yang lahir di Indonesia meninggal sebelum mencapai umur 1 tahun. Angka tersebut masih tergolong tinggi mengingat target MDGs adalah menurunkan angka kematian bayi menjadi 23 kematian per 1.000 kelahiran pada tahun 2015 (SDKI, 2012). Selain itu, jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, Indonesia memiliki AKB yang tinggi, yaitu 4,2 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Filipina, dan 2,2 kali lebih tinggi dari Thailand (Kementerian-Kesehatan, 2013). Salah satu daerah yang dianggap sukses dalam menurunkan AKB dari tahun 2000 hingga 2005 adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) (BPS,2010). Jika dibandingkan dengan keadaan angka kematian bayi nasional tahun 2012, DIY memiliki angka kematian bayi yang jauh lebih rendah yaitu sebesar 25 per 1000 bayi. Namun fakta lain menunjukkan bahwa DIY termasuk dalam 9 provinsi yang menunjukkan peningkatan kematian bayi dari tahun 2007-2012 selain Aceh, Jateng, Kalteng, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua (SDKI,2007; SDKI,2012). Secara teoritis, banyak variabel yang terkait atau mempengaruhi angka kematian bayi . Penelitian UNICEF dan WHO menunjukkan bahwa berat badan bayi saat dilahirkan merupakan faktor penting untuk kelangsungan hidup si bayi (UNICEF
dan WHO, 2004). Menurut Kementerian Kesehatan ( tahun ) salah satu faktor penyebab bayi memiliki resiko tinggi untuk mengalami kematian sebelum usia 1 tahun adalah kejadian BBLR . Berat badan bayi lahir rendah (BBLR) akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan kognitif, dan memiliki resiko lebih besar untuk terkena penyakit-penyakit kronis di kemudian hari. BBLR memiliki resiko kematian neonatal 40 kali lebih besar dibandingkan berat bayi lahir normal, penurunan durasi menyusui dan resiko untuk tubuh pendek (stunted) ketika masa kanak-kanak (Fikawati S, et al, 2012). BBLR sendiri merupakan salah satu penyebab kematian bayi terbanyak di Indonesia yaitu sebesar 24 % tahun 2012 (Kusumaningrum, 2012), dan meningkat menjadi 45 % pada tahun 2013 (Kementrian Kesehatan,2013) . Penelitian lain menyebutkan bahwa bayi yang lahir dengan BBLR mempunyai resiko meninggal dunia sebelum satu tahun ,17 kali lebih besar dari bayi yang lahir dengan berat badan normal (Saraswati, 2006). Sehingga, kenaikan AKB di DIY tahun 2007-2012 mungkin disebabkan oleh kenaikan BBLR pada peride tersebut. Faktor internal maupun eksternal berpengaruh terhadap berat bayi lahir. Faktor internal mencakup Usia Ibu hamil, Jarak Kehamilan/Kelahiran, Paritas, Kadar Hemoglobin (Hb), Status Gizi Ibu Hamil, dan Penyakit Saat Kehamilan. Faktor eksternal mencakup kebersihan dan kesehatan lingkungan saat kehamilan serta kondisi ekonomi dan sosial yang meliputi jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu hamil (Sitorus, 1999). Persentase Bayi dengan BBLR di DIY mengalami kenaikan dari tahun 2011 hingga 2012. Pada tahun 2011 presentase BBLR mencapai 3,38% dan naik menjadi 4,48% pada tahun 2012 (Kementrian Kesehatan RI, 2011 ; Kementerian Kesehatan RI, 2012). Kenaikan presentase BBLR tersebut disebabkan oleh banyak factor, terutama faktor ibu yang sangat mempengaruhi kejadiaan BBLR di Indonesia termasuk di DIY (Kusumaningrum, 2012). Margono (2012) juga menjelaskan bahwa antropometri atau
ukuran tubuh pada bayi baru lahir dipengaruhi oleh kondisi ibu sebelum kehamilan. Termasuk status gizi ibu yang buruk akan beresiko tinggi melahirkan bayi dengan BBLR. Penelitian tentang BBLR ini penting untuk dilakukan karena BBLR dapat digunakan untuk memperkirakan resiko terjadinya kematian bayi di suatu wilayah. Sementara itu, angka kematian bayi dan berat bayi lahir menjadi dua diantara empat indikator derajat kesehatan masyarakat yang penting (Wahit, 2005Hal ini yang kemudian menyebabkan program peningkatan derajat kesehatan di Indonesia juga fokus pada usaha untuk menurunkan kematian khususnya angka kematian bayi dan ibu dengan cara mengurangi presentase BBLR (Mantra,2003). . Secara Internasional, Millennium Development Goals (MDGs) memasukkan tujuan penurunan angka kematian bayi dan penurunan BBLR dalam tujuan ke 4 dan 5 (BKKBN, 2013). Untuk itu penelitian tentang BBLR penting dilakukan salah satunya untuk mendukung tujuan peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Informasi yang tepat mengenai angka kematian dapat digunakan sebagai landasan untuk mengkaji program kesehatan masyarakat atau program yang berhubungan dengan kesehatan lainnya (Barclay 1983; Sukamdi 1993). Hal itu karena , banyak kasus yang menghubungkan angka kematian dengan kondisi sosial ekonomi. Sukamdi (1993) menyatakan bahwa Angka Kematian Bayi (IMR) digunakan sebagai indikator kondisi soisal ekonomi penduduk. Secara lebih luas Sukamdi (1990) menjelaskan bahwa data mortalitas (kematian) sangat diperlukan dalam berbagai evaluasi dan perencanaan pembangunan. Ketepatan informasi tentang data kematian terutama kematian bayi juga dipengaruhi oleh ketepatan informasi tentang BBLR. Dalam dekade akhir ini, diketahui bahwa negara yang mengalami perbaikan perkembangan sosial dan ekonomi menunjukkan peningkatan berat bayi lahir rata-rata dan penurunan BBLR (Alisjahbana, A. 1982). Akan tetapi angka representatif khusus untuk negara berkembang sangat sedikit. Termasuk di Indonesia kebanyakan data berasal dari rumah sakit, bila kelahiran di luar rumah sakit maka data tidak akan
tercatat. Padahal, informasi tentang kelahiran bayi terkait dengan data berat bayi lahir sangat penting untuk analisis kependudukan mencakup fertilitas dan mortalitas. Masalah umum yang dihadapi Indonesia untuk mewujudkan analisis mortalitas yang baik adalah terkait ketersediaan dan kualitas data. Hal tersebut tidak lepas dari masalah sumberdata (Sukamdi, 1990). Analisa mortalitas yang mengemukakan perkembangan dan perbandingan antar daerah sampai saat ini masih menggunakan sumberdata survei atau sensus penduduk dan mengandalkan pendekatan tidak langsung (Adioetomo & Gour L, 1986; Kasto, 1984; Soemantri, 1983). Banyak penelitian tentang kematian bayi mengandalkan data survei dan sensus. Data survei yang sering digunakan adalah data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia dan data Sensus Penduduk. Alasannya karena sumber data registrasi sebagai sumberdata ideal untuk mendapatkan Angka Kematian Bayi belum tersedia dan belum dapat dipercaya (Soemantri, Bachroen, & Ristrini, 1987). Padahal Undang-undang Nomor 24 tahun 2013 menyatakan bahwa data Atministrasi kependudukan (registrasi penduduk) merupakan data yang digunakan untuk perencanaan pembangunan. Data yang diperoleh dari registrasi penduduk (kelahiran, kematian dan migrasi) dapat menunjukkan arah dan laju pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun. Selain itu registrasi penduduk juga memberikan informasi baru dan berkesinambungan, dengan analsis waktu relatif pendek antara pelaporan dan terjadinya peristiwa. Data registrasi memungkinkan pembuatan analisis jangka panjang yang murah dan efektif daripada sensus atau survey (Tukiran, dkk.1989). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman, yang merupakan salah satu daerah yang sudah melakukan perbaikan data registrasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Walaupun program
perbaikan data registrasi penduduk memang
diprogramkan oleh Kementrian Dalam Negeri untuk semua daerah di Indonesia, namun tidak semua daerah sudah melakukan program tersebut. Pertimbangan lain adalah melihat bahwa Kabupaten Sleman juga beresiko untuk memiliki kasus BBLR yang tinggi sama seperti DIY.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini memiliki dua kepentingan yaitu untuk memperkaya penelitian tentang BBLR dan
mencoba memanfaatkan hasil
registrasi penduduk formulir pelaporan kelahiran di Kabupaten Sleman tahun 2013 untuk mengemukakan gambaran terbaru dari keadaan BBLR di Kabupaten Sleman. Analisis dilakukan dengan statistik deskriptif dan inferensial untuk mengetahui profil bayi yang lahir di Kabupaten Sleman dan hubungan antara faktor demografi ibu dengan kejadian BBLR .Selain itu analisis spasial dengan peta juga digunakan sebagai informasi tambahan untuk melihat pola persebaran BBLR berdasarkan kecamatan di Kabupaten Sleman.
1.2 Perumusan Masalah Angka kematian bayi dan berat lahir menjadi pertimbangan yang penting dalam suatu perencanaan maupun evaluasi pembangunan, terutama yang berhubungan dengan keluarga berencana. Kematian bayi tahun 2012 di Kabupaten Sleman sebanyak 69 bayi terdiri dari kematian bayi laki-laki sebanyak 42 bayi, kematian bayi perempuan sebanyak 27 bayi. Kematian tertinggi di Puskesmas Sleman sebanyak 10 bayi, kemudian Puskesmas Minggir sebanyak 6 bayi, Puskesmas Mlati 2 sebanyak 7 bayi, dan Puskesmas Prambanan sebanyak 6 bayi, Puskesmas Gamping 1 sebanyak 6 bayi dan Puskesmas Mlati 1 sebanyak 6 bayi. (Dinkes Sleman, 2012). Penyebab kematian bayi adalah karena asfiksia, hipotermia dan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Kunjungan bayi di pelayanan kesehatan tahun 2012, terdata sebanyak 13.697 bayi. Dari bayi yang ditimbang sebanyak 12.750 bayi (93,1%) dan ditemukan bayi dengan BBLR sebanyak 498 bayi (3,9%). Presentase BBLR Kabupaten Sleman sendiri menduduki peringkat pertama di DIY dengan presentase 13 % pada tahun 2013. Penyebab BBLR paling banyak adalah faktor ibu. Selain BBLR, masalah dalam pendataan yang menyebabkan pencapaian penimbangan yang rendah di puskesmas menjadi masalah lain yang muncul dan berakibat pada hasil pelaporan. Belum
tersedianya data registrasi yang dapat mendukung data kelahiran juga sangat mempengaruhi pemilihan data. Masalah BBLR di Sleman tersebut memunculkan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana distribusi bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Sleman? 2. Bagaimana distribusi bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah berdasarkan jenis kelahiran di Kabupaten Sleman? 3. Bagaimana distribusi bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Sleman? 4. Bagaimana pengaruh karakteristik demografi ibu terhadap bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini berdasarkan latar belakang yang dikemukakan adalah: 1.Mengetahui profil
dan distribusi
bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) menurut kecamatan di Kabupaten Sleman 2.Menganalisis pengaruh karakteristik demografi ibu dan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Ibu di Kabupaten Sleman
1.4 Kegunaan Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian antara lain untuk: 1.4.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat sebagai pengembangan ilmu tentang bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) terutama di Kabupaten Sleman. Selain itu penelitian ini mencoba kualitas data registrasi untuk melakukan analisis kependudukan dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya
1.4.2. Manfaat Praktis : a. Bagi Pemerintah Memberikan gambaran kondisi bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Kabupaten Sleman dan dapat digunakan sebagai acuan evaluasi dan perencanaan khususnya dibidang keluarga berencana
b. Bagi Masyarakat Memberikan motivasi kepada masyarakat khususnya ibu yang memiliki anak untuk melaporkan kelahirannya dan membuatkan akta lahir untuk anaknya. Secara umum kepada masyarakat luas untuk melaporkan tentang kelahiran, kematian dan perpindahannya.