BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai jenis badan usaha berbadan hukum, salah satu diantaranya adalah koperasi.1 Koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebebasan masuk dan keluar sebagai anggota yang ada.2 Adanya koperasi membantu perkembangan di sektor perekonomian Indonesia sehingga lalu lintas ekonomi Indonesia berdampak positif dengan adanya koperasi. Jika diartikan secara terminologi, koperasi berasal dari kata “Co-operation” (co = bersama, operation = usaha) artinya usaha bersama. Secara sederhana koperasi dapat diartikan “Usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya”. Dari pengertian sederhana tersebut yang perlu diperhatikan adalah asas dan tujuan usaha bersama. Koperasi berasaskan kekeluargaan, tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.3 Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang selanjutanya disebut (“UU Perkoperasian”) bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasar atas asas kekeluargaan. Walaupun hanya didasari atas asas kekeluargaan, akan tetapi koperasi ini memiliki daya saing yang cukup tinggi di bidang perekonomian. Koperasi dalam menjalankan kegiatan usaha harus sesuai dengan jenis koperasi yang didasarkan atas adanya kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya.4 Dalam kegiatan-kegiatan usaha tidak jarang koperasi harus berhadapan dan dapat bersaing dengan badan-badan usaha lain berbadan hukum maupun tidak
1
Indonesia (a), Undang-undang Perkoperasian, UU No. 25 Tahun 1992, LN No. 116 Tahun 1992, No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian 2 R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), hlm. 1 3 Ibid., hlm. 3 4 Indonesia (a), Op.cit., Pasal 19
1
2 berbadan hukum seperti perusahaan perseorangan, firma, cv, dan berbadan hukum seperti yayasan, perseroan terbatas maupun sesama koperasi. Alasan mengapa koperasi dapat bersaing dengan badan usaha – badan usaha yang lain adalah sebagai berikut: 1. Koperasi pada dasarnya juga merupakan suatu organisasi atau lembaga ekonomi; 2. Koperasi mempunyai landasan mental yakni rasa setia kawan dan kesadaran berpribadi antar para anggota; 3. Koperasi dapat memperoleh modal usaha yang berasal dari simpanan-simpanan anggotanya; 4. Koperasi dibina dilindungi dan diatur oleh undang-undang; 5. Selain itu pemerintah ikut serta membantu dan mengembangkannya.5 Koperasi dapat memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah.6 Dengan statusnya sebagai badan hukum maka status hukum antara koperasi sebagai suatu organisasi dan status hukum beserta harta kekayaan para pendirinya sudah secara tegas terpisah. Dengan demikian, pendiri dan anggotanya terdapat perbedaan dalam operasional sehari-hari. Pemisahan status hukum ini termasuk juga pemisahan secara tegas harta kekayaan keduanya. Dapat kita ketahui, suatu koperasi sudah merupakan badan hukum maka koperasi tersebut juga seperti subjek hukum karena hukum telah mengaturnya demikian. Koperasi yang berbadan hukum dapat bertindak dan berwenang untuk melakukan perikatan atau tindakan hukum lainnya sebagaimana layaknya orang pribadi atau badan hukum pribadi dan dapat dituntut atau dikenakan sanksi dan hukuman.7 Sanksi dan hukuman yang diberikan merupakan bentuk dari tanggung jawab yang harus ditanggung pengurus. Segala bentuk pengelolaan dan kegiatan usaha yang dilakukan koperasi apabila menimbulkan kesalahan yang mengakibatkan dampak negatif harus dipertanggungjawabkan. Hal ini sesuai dengan Pasal 31 UU Perkoperasian yang menyebutkan bahwa pengurus bertanggungjawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada rapat anggota atau rapat angota luar biasa.
5
R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Op cit., hlm. 61 Indonesia (a), Op.cit., Pasal 3 dan Pasal 9 lihat juga Indonesia (b), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Peraturan Pemerintah Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, PP No. 4 Tahun 1994, LN No. 8, TLN 3540, Pasal 4 7 Andjar Pachta W., et al., Hukum Koperasi Indonesia (Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha), (Jakarta:Kencana, 2005), hlm. 94 6
3 Dalam menunjang adanya kegiatan usaha koperasi, telah diatur tentang sumber dana (modal) yang didapat oleh koperasi. Menurut pasal 41 dan 42 UU Perkoperasian menyebutkan bahwa modal koperasi terdiri atas modal sendiri, modal pinjaman dan modal penyertaan. Koperasi melaksanakan kegiatan usaha dan harus tersedia sejumlah modal baik untuk investasi maupun modal kerja. Anggota koperasi adalah pemilik koperasi maka anggota oleh koperasi berkewajiban menyediakan modal tersebut untuk digunakan koperasi. Maka dari itu, anggota diwajibkan menyetor simpanan pokok dan simpanan wajib, ditambah dengan dana cadangan yang disisihkan dari Sisa Hasil Usaha (“SHU”) dan hibah (jika ada) maka terbentuklah modal sendiri yang dikuasai koperasi.8 Jumlah modal sendiri terasa cukup untuk membiayai semua kebutuhan modal koperasi maka akan semakin sehat kondisi permodalan koperasi tersebut. Kegiatan usaha investasi dapat dilakukan oleh koperasi sebagai badan hukum. Ini sesuai dengan pasal 5 ayat (1) Undang-undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditentukan bentuk badan usaha yang dapat melakukan penanaman modal dalam negeri. Salah satu dari koperasi yang melakukan investasi adalah Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (“KCKGP”). KCKGP sejak 2002 telah dikenal sebagai Icon Bisnis Berbasis Ekonomi Kerakyatan terbesar di Jawa Barat, bahkan mungkin hampir di seluruh Indonesia. Posisi strategis menjadikan KCKGP mampu menarik sekitar 8000 mitra usaha yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia dan diperkirakan lebih dari 50 % merupakan pensiunan BUMN & PNS. Mereka secara sadar dan bermodalkan trust yang sangat tinggi telah sepakat untuk bermitra dengan KCKGP melalui mekanisme penyertaan modal usaha dengan nilai modal minimum Rp. 1.000.000.000,-. Sebagai bentuk timbal balik, KCKGP menjanjikan profit/bagi hasil di kisaran 1,5 – 2% setiap bulannya. Kegiatan usaha yang dilakukan KCKGP salah satunya adalah investasi saham kepada PT Cipaganti Citra Graha Tbk (“CCG”)9 Pada brosur-brosur dan marketing kit-nya, pihak KCKGP melakukan pengumpulan dana dari masyarakat untuk kerjasama pembiayaan investasi alat-alat 8
Soemarmo Atmosoedarmo., et al., Koperasi Sebagai Badan Usaha Kajian Aspek Hukum dan Ekonomi, (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi dan Pengusaha Kecil, 1996), hlm. 63 9 Relawan, “Kronologis Kasus Koperasi Cipaganti,”
, diakses tanggal 28 November 2014
4 berat, usaha rental alat berat di sektor pertambangan, kegiatan perumahan, SPBU, perhotelan dan kegiatan usaha yang dijalankan oleh PT Cipaganti Global Transporindo. KCKGP melakukan kegiatan koperasi yang bekerja sama sekitar 8.700 mitra usaha yang ingin menanamkan modalnya dan telah terkumpul dana sekitar 3,2 triliun rupiah. Dana mitra tersebut digunakan kepada PT. CCG sebesar Rp 200 miliar, PT CGT Rp 500 miliar, PT CGP Rp 885 juta.10 Pada awal tahun 2012, KCKGP mulai mengalami berbagai kendala usaha yang telah mengganggu stabilitas kinerjanya. Permasalahan timbul ketika dana dari masyarakat tidak dapat diputar pada bisnis, karena bisnis yang digeluti KCKGP sedang mengalami penurunan.11 Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan KCKGP mengalami kesulitan likuiditas dan berdampak pada pembayaran bagi hasil profit bulanan kepada mitra menjadi terlambat bahkan tertunda. Pengurus dari KCKGP hampir seluruhnya dari CCG. Berikut di bawah ini adalah tabel komposisi pengurus KCKGP: Tabel 1.1: Komposisi pengurus KCKGP
NO.
PENGURUS
KCKGP
CCG
Pengawas
Direktur Utama
1
Andianto Setiabudi
2
H. Rochman Sunarya Saleh, SH, S.P.Not.
3
Djulia Sri Redjeki
Wakil Ketua
4
Susanto Hadi
Bendahara I
5
Yulinda Tjendrawati
Bendahara II
Komisaris
6
Cece Kadarsiman
Sekertaris
Wakil Direktur
Ketua Komisaris Utama
Utama Diolah: Januari 2015
Rochman sebagai ketua dari KCKGP, mengakui bahwa dirinya hanya dijadikan boneka. Tanda tangan perihal keluar masuknya uang koperasi yang seharusnya itu menjadi otoritasnya sebagai ketua koperasi namun kebijakan sepenuhnya dipegang
10
Okan Firdaus,” Penipuan Cipaganti Group, Polisi: Bisa Ada Tersangka Baru,” http://news.liputan6.com/read/2071761/penipuan-cipaganti-group-polisi-bisa-ada-tersangka-baru, diakses tanggal 11 November 2015 11 Finansialku,”Awas Investasi Bodong”,”, diakses tanggal 11 Februari 2015
5 oleh keempat orang petinggi sebelumnya.12 Posisi seperti ini pun membuat rochman tidak mengetahui aliran dana dari KCKGP itu sendiri. CCG sudah melakukan penawaran umum (go public) dan telah tercatat (listed) di bursa efek sejak 9 Juli 2013 dan masih diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia sampai tanggal 26 Juni 2014. Harga sahamnya sempat mencapai harga penutupan tertinggi yaitu Rp.410 per saham pada 28 Oktober 2013 dan CCG akhirnya ditutup di harga Rp.54 pada 25 Juni 2014, atau -86,83% dari harga tertingginya. Selaku emiten telah melakukan klarifikasi atas kepemilikan saham KCKGP yang ada di CCG yaitu sebesar 4,4% saham atau 160.000.000 lembar saham dan menyatakan bahwa jumlah saham tersebut tidak signifikan maka menurut Robertus Setiawan (Direktur Keuangan) tidak akan membawa dampak terhadap Perseroan.13 Hingga Maret 2014, KCKGP gagal bayar atas bagi hasil maupun modal penyertaan kepada mitra usahanya. Mitra usaha sudah tidak menerima bagi hasil dari yang disebutkan dalam mekanisme penyertaan modal.14 Sampai saat ini upaya hukum terus dilakukan oleh para mitra usaha untuk mendapatkan modal penyertaan yang diberikan kepada pihak KCKGP. Secara umum, jika digambarkan berikut ini adalah komparasi antara UU Perkoperasian dengan yang terjadi pada KCKGP atas tanggung jawab yang dilakukan oleh pengurus:
12
Eries M. Rizal, “Ketua Koperasi Cipaganti Mengaku hanya Boneka,” , diakses tanggal 27 November 2014 13 Putu Djuanta, “Investasi Ala Koperasi Cipaganti,” , diakses tanggal 28 November 2014 14 Ibid.
6 Tabel 1.2: Komparasi organ koperasi menurut UU Perkoperasian dengan KCKGP Struktur Organisasi
Pengurus
Pengelola
Pengawas
Anggota
Komparasi Koperasi UU No. 25 Tahun 1992 KCKGP Pengurus dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam rapat anggota. Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota. Pengurus koperasi untuk mengangkat pengelola, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada Rapat Anggota untuk mendapat persetujuan.
Sesuai
Pengawas dipilih dari dan oleh anggota koperasi dan Rapat Anggota. Pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi.
Anggota koperasi dan Mitra usaha.
Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan Koperasi dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa (Pasal 31) Rapat anggota sesuai dengan wewenangnya.
.Tidak terjadi rapat anggota
Modal penyertaan diatur dalan PP 33 Tahun 1998 Penyerta modal juga bertanggung jawab atas modal yang ditanamkan dalam koperasi
Ditanggung oleh pengurus
Hak & Pengurus Kewajiban
Diolah: Januari 2015
7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan di atas, maka disusunlah rumusan masalah di bawah ini: 1. Bagaimana mekanisme pertanggungjawaban pengurus koperasi menurut UU Perkoperasian? 2. Apakah mekanisme pertanggungjawaban pengurus KCKGP sudah sesuai dengan UU Perkoperasian?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Memperoleh pengalaman serta mencoba menerapkan atau membandingkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh semasa kuliah dengan kenyataan di masyarakat merupakan bukti dari kemampuan penulis. Penulis mampu menganalisis, mengembangkan dan mengimplementasikan ilmu, pengetahuan dan keterampilan padasaat dilakukan penelitian suatu masalah ataupun sesuai dengan bidang ilmu terkait. 1.3.1 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum a. Untuk
mengetahui
hukum
positif
yang
mengatur
tentang
pertanggungjawaban badan hukum koperasi di Indonesia. b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pengurus KCKGP telah sesuai atau tidak sesuai dengan UU Perkoperasian. 2. Tujuan Khusus Di samping tujuan di atas, ada tujuan individual yang dimiliki yaitu penulis melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi. Skripsi ini sebagai bahan studi bagi mahasiswa hukum dan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana.
1.3.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat menjadi gambaran oleh masyarakat sebagai calon anggota atau calon pengurus koperasi terhadap tindakan yang ingin menjadikan koperasi sebagai mitra usaha serta evaluasi bagi pemerintah tentang koperasi sebagai suatu badan hukum yang melakukan kegiatan usaha sehingga tidak akan terjadi kesalahan
8 dalam memilih mitra usaha. Diharapkan penelitian ini sebagai pedoman bagi peminat hukum koperasi maupun masyarakat luas yang akan meneliti hal-hal tentang kegiatan usaha pada koperasi. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas tentang pembaharuan hukum dalam kegiatan usaha khususnya investasi pada suatu badan hukum dan informasi pertanggungjawaban pengurus koperasi. 1.4 Metode Penelitian Membuat suatu penelitian ilmiah jelas harus menggunakan metode, karena ciri khas ilmu adalah dengan menggunakan metode. Metode berarti penyelidikan yang berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Menempuh suatu jalan untuk mencapai tujuan, dengan ini berarti peneliti tidak bekerja acak-acakan. Langkah-langkah yang diambil harus jelas ada pembatasan tertentu untuk menghindari jalan yang menyesatkan dan tidak terkendalikan.15 Oleh karena itu, metode ilmiah lahir dari adanya pembatasan secara tegas bahasa yang dipakai oleh ilmu tertentu.16 Sarana pokok dalam membantu pengembangan ilmu pengetahuan juga dapat melalui penelitian. Hal ini di karenakan, penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran sistematis, metodologis dan konsisten. Di dalam presos penelitian terdapat data-data yang diolah dan dianalisa terhadap data tersebut yang menghasilkan karya ilmiah.17 Dikarenakan penelitian merupakan suatu sarana bagi pengembangan ilmu pengetahuan , maka harus terdapat uraian tentang tata cara (teknik) penelitian yang harus dipergunakan sesuai dengan ilmu pengetahuan yang menjadi objek penelitian. Hukum merupakan objek dari penelitian ini, maka metode yang sesuai untuk menjadi teknik penelitian adalah metode penelitian hukum. Dengan metodologi akan terlihat jelas bagaimana suatu penelitian dilakukan. Dalam garis besarnya uraian metodologi pada setiap usulan penelitian berisi mengenai metode pendekatan, tipe penelitian, lokasi penelitian, tata cara sampling, alat pengumpulan data, analisis data dan tahaptahap penilitian.18
15
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayumedia, 2005) hlm. 294 16 C.A van Peursen, De Opbouw van de Wetenschap, een inleiding in de Wetenschapsleer, Boom Mapel Amsterdam, 1980 di Indonesiakan oleh J. Drost, Susunan Ilmu Pengetahuan, Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu, cetakan ketiga, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 16 17 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta: Raja Grafindo, 1985), hlm. 1 18 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1991), hlm. 32
9 UU Perkoperasian sebagai dasar dari penelitian ini, maka metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan normatif empiris.19 Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja hukum itu sendiri.20 Seyogyanya metode pendekatan normatif empiris hanya melakukan penelitian berdasarkan kepustakaan, akan tetapi di dalam penelitian ini dibutuhkan juga data primer guna mendukung data sekunder yang ada. Hal ini dikarenakan adanya studi terkait kasus KCKGP. Metode pendekatan normatif empiris sebagai metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskripif analisis.21Penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulan data primer dan sekunder hukum, data primer hanya sebagai data pendukung yang dibutuhkan terhadap data sekunder, sehingga teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara atau angket dan studi dokumen atau kepustakaan. Deskriptif dan analisis disini memiliki arti yaitu cara memecahkan rumusan masalah penelitian dengan cara menjelaskan keadaan objek yang diteliti atas dasar fakta-fakta yang terjadi saat ini. Seperti yang saya jelaskan diatas, objek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kasus KCKGP. Kasus KCKGP di analisis dengan teori-teori yang ada dan UU Perkoperasian yang berlaku. Untuk mempermudah penelitian yang dilakukan, penulis membutuhkan tabel metode penelitian. Tabel metode penelitian adalah sebagai berikut:
19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hlm. 53 20 Johnny Ibrahim, Op.cit., hlm. 57 21 Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm. 50
10 Tabel 1.3: Metode Penelitian NAMA
BENTUK
DATA
DATA
SUMBER
TEKNIK PENGUMPULAN
INFORMAN
Forum Sejarah dan
Primer
Silaturahmi
Profil
Mitra Usaha
KCKGP
KCKGP Sekunder
Kementrian
Primer
UKM dan Koperasi
Sekunder
Koperasi
Sekunder
Internet Pegawai Kementrian PP No. 9 Tahun 1995 UU No. 25 Tahun 1992
Wawancara
Mitra Koperasi
Kajian Dokumen Wawancara
Asdep I
Kajian Dokumen
Kajian Pustaka
Peraturan Kementrian
-
Dewan Perlindungan
Primer
Koperasi
Koperasi Indonesia
Direktur
Wawancara
Perencanaan
(Dekopin) Diolah: Desember 2014
1.4.1. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui 4 tahap, di setiap tahap penulis melakukan cara yang berbeda. Berikut adalah skema tahapan penelitian:
Tahap I Pengumpulan Data Primer
Tahap II Wawancara Pencarian Literatur
Tahap III Analisis Data
Tahap IV Hasil Penelitian Penutup
Pengumpulan Data Sekunder Diolah: Desember 2014
Gambar 1.1 : Tahap-tahap penelitian
11 A. Tahap I Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan studi lapangan pada tempat objek penelitian. Sehingga akurasi data primer ini tidak diragukan lagi kualitas datanya. Data primer dapat dilakukan dengan cara kuesioner atau angket, metode angket yaitu pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang diketahui.22 Tidak hanya dengan data primer, penulis juga menggunakan data sekunder untuk mendukung skripsi ini. Data sekunder adalah data yang di dapat melalui perantara atau bahan-bahan pustaka.23 Data sekunder menurut Soerjono Soekanto mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.24 Bahan hukum primer yang dipakai dalam penelitian ini adalah
Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (Burgerlijk Wetboek), UU Perkoperasian, Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, PP No. 4 Tahun 1994, PP No. 9 Tahun 1995, PP No. 33 Tahun 1998, pengumpulan data yang dilakukan berasal dari bahan kepustakaan yang berfungsi mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer. Terlepas dari bahan hukum primer, penelitian ini juga menggunakan bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan dengan topik atau permasalah yang sama, serta makalah-makalah, majalah, koran, atikel ilmiah, hasil karya dari kalangan hukum yang mempunyai hubungan dengan judul dan pokok permasalahan yang kemudian hasilnya nanti dibandingkan dengan kenyataan yang ada dalam praktik. Selain kedua bahan hukum tersebut, yang terakhir digunakan adalah bahan hukum tertier, guna memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya.
22
Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:Rineka Cipta, 2006), hlm. 151 23 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Op.cit., hlm. 12 24 Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm. 52
12 B. Tahap II Pada tahap ini, alat pengumpulan data yang dipergunakan tetap penelitian kepustakaan dilengkapi dengan wawancara. Pencarian literatur atau kajian pustaka dimulai dari UU Perkoperasian, Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akte Pendirian Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi. Didalam wawancara akan dipergunakan daftar pertanyaan yang terbuka dan tertutup, yang pelaksanaannya akan dilakukan oleh petugas lapangan (interviewer) secara sepenuhnya (daftar pertanyaan tidak boleh ditinggalkan, untuk diisi sendiri oleh responden). Wawancara ini dilakukan kepada 4 responden yaitu Pertama, Bapak Trias Sujatmiko selaku Asisten Deputi I Bidang Kelembagaan dan Badan Hukum Kementrian UKM dan Koperasi, wawancara dengan beliau dilakukan selama bulan Juni 2015 melalui surat elektronik (email) kepada beliau. Kedua, kepada Bapak Abdul Wahab selaku Direktur Perencanaan Dewan Koperasi Indonesia, wawancara ini dilakukan secara langsung di kantornya pada bulan Mei 2015. Ketiga, kepada Bapak Johan selaku Wakil Ketua
Perwakilan Forum Silaturahmi Mitra Usaha
Cipaganti yang selanjutanya disebut (“Forum Silaturahmi”) wilayah Bandung, wawancara dilakukan secara accidental dikarenakan bertemu dengan beliau secara tidak sengaja di kantor Komite Investasi Mitra Usaha (“KIMU”) yang bersebelahan dengan kantor Forum Silaturahmi tersebut. Keempat, kepada Ibu Eva Marbun, selaku Wakil Ketua Perwakilan Forum Silaturahmi wilayah Jakarta, wawancara dengan beliau dilakukan dengan wawancara struktural yang telah dipersiapkan pertanyaan-pertanyaan dari penulis yang nantinya akan dijawab oleh beliau. C. Tahap III Data-data yang telah tealah dimiliki setelah mengalami proses pengumpulan, selanjutnya di analisis sesuai dengan klasifikasi dari masingmasing data. Wawancara, kajian pustaka dan kajian dokumen dilakukan dengan cara kualitatif, berbeda dengan angket atau kuesioner yang dilakukan dengan cara kuantitatif.
13 D. Tahap IV Hasil penelitian adalah tahap akhir dalam penulisan skripsi. Berdasarkan atas data-data yang diperoleh dan analisis data, penulis dapat memberikan simpulan dari hubungan fakta dengan konsep. Korelasi antar keduanya dituangkan pada bagian analisis antara fakta dengan konsep. 1.5 Sitematika Penulisan Suatu syarat makalah dapat dikategorikan sebagai makalah yang baik, yaitu dengan cara penulisan yang tersistematis. Adapun susunan makalah sebagai berikut: o BAB I yang berjudul pendahuluan yang terdiri atas latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. o BAB II yang berjudul studi kepustakaan yang berisi mengenai teori dan konsep yang didalamnya menyangkut teori koperasi, teori organ koperasi, dan teori tanggung jawab. Konsep yang ada yaitu konsep koperasi, konsep organ koperasi, konsep koperasi sebagai badan hukum dan konsep kegiatan koperasi. o BAB III yang berjudul hasil penilitian yang berisi tentang hasil-hasil dari wawancara kepada narasumber, kajian pustaka dan kajian dokumen yang ada.
Hasil-hasil tersebut merupakan proses pengesahan badan hukum,
anggaran dasar dan komparasi dari koperasi, yayasan dan perseroan terbatas (PT). o BAB IV yang berjudul analisis yang berisi berisi tentang kronologis KCKGP, pertanggungjawaban pengurus koperasi menurut UU dan hubungan antar keduanya. Dari hubungan kedua tersebut timbul beberapa temuan hukum. o BAB V yang berjudul penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari penulis terhadap pertanggungjawaban pengurus koperasi terhadap kegiatan usaha yang dilakukannya. Kesimpulan ini merupakan uraian terakhir dari penulis berdasarkan pembahasan yang telah ditulis pada bab sebelumnya. Adapun saran hanya sebagai usulan penulis yang sifatnya rekomendasi.
14