BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data sekunder terkait dengan sanitasi di kabupaten Cilacap umumnya berada di tingkat kabupatan dan tidak mampu dipecah ke dalam tingkat Desa/ Kelurahan. Selain itu, data terkait dengan sanitasi berada dalam database yang berbeda-beda, di setiap instansi dan tersebar di berbagai sektor. Oleh karena keterbatasan data sekunder yang ada tersebut, maka untuk
melengkapi data
sanitasi digunakan data primer tentang potret kondisi sanitasi dan perilaku masyarakat. Data primer tersebut didapatkan dari Survei Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment – EHRA).
Studi
EHRA
dilakukan
untuk
mendapatkan
data
representatif tentang diskripsi kondisi sanitasi tingkat kota dan kecamatan,
sekaligus
dapat
dijadikan
panduan
dasar
bagi
pemahaman kondisi tingkat kelurahan, sekaligus untuk memecah persoalan keterbatasan data. Studi EHRA merupakan studi untuk mendalami kondisi sanitasi dan perilaku yang berhubungan dengan sanitasi di tingkat rumah tangga. Hasil studi EHRA diharapkan dapat memberikan deskripsi kondisi sanitasi dari aspek fisik/ bangunan mapun pengetahuan, sikap dan perilaku, yang berisiko terhadap kondisi kesehatan rumah tangga atau warga lainnya. Kondisi sanitasi atau sarana sanitasi tersebut antara lain: sumber air minum, saluran pembuangan
dan grey water (tinja manusia dan dapur/ mandi),
penanganan sampah rumah tangga, perilaku higinitas, serta bahasan mengenai risiko sanitasi.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
1
1.2. Perumusan Masalah Data sanitasi yang tersedia masih dalam skala Kabupaten atau belum sampai tingkat kelurahan/desa dan pengelolaan data tidak terintegrasi secara baik. 1.3. Tujuan Tujuan utama studi EHRA adalah untuk mendapatkan data primer tentang kondisi sanitasi Kabupaten Cilacap, khususnya yang memiliki konsekuensi pada resiko kesehatan lingkungan. 1.4. Manfaat Studi EHRA Manfaat studi EHRA antara lain: 1. Sebagai salah satu bahan urun rembug dan pengambilan keputusan dan sekaligus sebagai tolok ukur keberhasilan program sanitasi di tingkat desa/kelurahan di Kabupaten Cilacap. 2. Sebagai salah satu bahan penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten,
perencanaan
program-program
pengembangan
sanitasi di Kabupaten dan tolok ukur keberhasilan program sanitasi di Kabupaten Cilacap. 3. EHRA menjadi salah satu bahan pengambilan keputusan di tingkat nasional.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
2
BAB I I METODOLOGI 2.1. Metode penelitian yang digunakan dalam studi EHRA Studi EHRA merupakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan gabungan kuantitatif-kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan karena metode yang digunakan dalam studi EHRA adalah metode survei, menggunakan teknik sampling probability dan instrumen pengambilan data kuesioner. Pendekatan kualitatif merupakan
suatu
proses
penelitian
dan
pemahaman
yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Studi EHRA memberikan informasi kualitatif tentang kondisi sarana sanitasi yang ada, serta masyarakat pengguna sanitasi tersebut. 2.2. Teknik Sampling Sampel atau contoh adalah wakil dari populasi yang ciri-cirinya akan diungkapkan dan akan digunakan untuk menaksir ciri-ciri populasi. Oleh karena itu, jika kita menggunakan sampel sebagai sumber data, maka data yang diperoleh adalah ciri-ciri sampel bukan ciri-ciri populasi, tetapi ciri-ciri sampel itu harus dapat digunakan untuk menaksir populasi. Data yang diperoleh dari sampel harus dapat digunakan untuk menaksir populasi, maka dalam mengambil sampel dari populasi tertentu kita harus benar-benar bisa mengambil sampel yang dapat mewakili populasinya atau disebut sampel representatif. Sampel representatif adalah sampel yang memiliki ciri karakteristik yang
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
3
sama atau relatif sama dengan ciri karakteristik populasinya. Tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari populasi tertentu sangat tergantung pada jenis sampel yang digunakan, ukuran sampel yang diambil, dan cara pengambilannya. Cara atau prosedur yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi tertentu disebut teknik sampling. Pemilihan teknik pengambilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mengambil. Teknik sampling sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1. Probability Sampling (Random Sample) 2. Non Probability Sampling (Non Random Sample) Teknik Sampling yang digunakan dalam studi EHRA adalah Random Sample dengan menggabungkan antara teknik random multistage (bertingkat) dan random systematic. Sampel studi EHRA diambil dari 78 Desa/Kelurahan dari 24 Kecamatan di Kabupaten Cilacap. 2.3. Pengumpulan Data 2.3.1 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan sumbernya, data dibagi menjadi: a. Data Primer: Data yang diusahakan/didapat oleh peneliti b. Data Sekunder: Data yang didapat dari orang/instansi lain Data Sekunder studi EHRA didapatkan dari studi literatur dan data dari instansi penyedia data yang dibutuhkan. Data primer studi EHRA didapatkan dari kuesioner dan observasi lapangan.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
4
2.3.2 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam penelitian. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data erat kaitannya dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan. Pemilihan teknik dan alat pengumpulan data perlu mendapat perhatian yang cermat. Alat/instrumen pengumpulan data yang baik, menghasilkan data yang berkualitas. Kualitas data menentukan kualitas penelitian. Teknik pengumpulan data sebagai bahan pembuatan laporan studi EHRA yaitu: wawancara (dengan instrumen kuesioner) dan observasi. Wawancara, menurut Afriani (2009) merupakan alat recheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan
observasi
adalah
untuk
menyajikan
gambaran
realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Bungin
(2007:
115)
mengemukakan
beberapa
bentuk
observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur. Observasi yang dilakukan dalam studi EHRA adalah Observasi tidak berstruktur, yaitu observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi. Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
5
2.4. Tahap Pelaksanaan 2.4.1 Persiapan desain dan instrumen EHRA Instrumen adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa angket atau kuestioner (Kountur, 2004, 113). Pengumpulan data studi EHRA menggunakan kuesioner, sehingga desain kuesioner perlu untuk dibuat agar jawaban pertanyaan dalam kuesioner dapat menggambarkan kondisi sanitasi. 2.4.2 Pemilihan dan penentuan enumerator dan supervisor Enumerator sudi EHRA berasal dari kader Pos Yandu/PKK dari 78 Desa/Kelurahan di Kabupaten Cilacap yang menjadi lokasi studi EHRA. Supervisor berasal dari anggota petugas Sanitarian Puskesmas kecamatan setempat. 2.4.3 Pelatihan enumerator dan supervisor Pelatihan
dilakukan
agar
enumerator
dan
supervisor
mengetahui dan memahami studi EHRA. Pelatihan tersebut berisi sejumlah topik, antara lain: 1) pemahaman tentang konseptual kerangka kerja isu air, sanitasi dan higiene, 2) Teknik wawancara dan pengamatan/observasi, 3) pemahaman tentang kuesioner EHRA yang mencakup penjelasan dan pembacaan kuesiner, serta praktiknnya. 2.4.4 Pelaksanaan pengumpulan data oleh enumerator Pengumpulan data dilakukan oleh enumerator kepada responden dengan melakukan wawancara dan pengamatan sesuai pertanyaan dan petunjuk yang ada pada kuesioner. Wawancara dilakukan kurang lebih selama 30 menit/responden.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
6
2.4.5 Monitoring dan cross check lapangan oleh supervisor Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal, antara lain subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif. Alat penelitian kualitatif adalah wawancara dan observasi. Alat penelitian ini mengandung banyak kelemahan, karena dilakukan secara terbuka dan tanpa kontrol. Sumber data kualitatif dari hasil wawancara yang kurang credible akan berpengaruh terhadap hasil akurasi penelitian. Oleh karena itu dilakukan spot check yang dilakukan secara acak oleh supervisor tingkat kecamatan,pada masingmasing desa/kelurahan dengan mengambil sample secara acak dari kuesioner yang telah dikumpulkan. 2.4.6 Koordinasi hasil pendataan dan cross check Koordinasi dan cross check dilakukan untuk menghindari kesalahan sistimatis. Pokja melakukan Spot check sebagai quality control dengan membentuk tim untuk mendatangi 5% rumah yang telah di survei untuk melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan. Hasil spot check dapat digunakan untuk menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi sesuai standar yang ditentukan. Hasil Spot Check digunakan juga sebagai quality control pada tahap entri data, apakah hasil entri data dan spot check menunjukkan hasil yang sama. 2.4.7 Entri data Entri data dilakukan untuk memindahkan data dari kuesioner ke dalam bentuk file. Entri data dilakukan oleh tenaga entry, rata-rata satu kuesioner memerlukan waktu 10-15 menit.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
7
2.4.8 Data Cleaning Pembersihan/data
cleaning
dilakukan
sebelum
data
dianalisis, pembersihan data mencakup pembersihan terhadap tidak ada data (missing value), pilihan diluar opsi, dan salah pilih. Secara
sederhana
pembersihan
dilakukan
dengan
analisis
frekuensi dan tabel silang. 2.4.9 Pengolahan data dan analisis data Setelah
data
diperoleh
peneliti
menganalisais
secara
kualitatif melalui tiga tahapan: a. Klasifikasi data b. Interpretasi data c. Analisis data Teknik analisis yang diterapkan adalah teknik statistik deskriptif sederhana seperti persentase dan frekuensi. Analisis statistik yang diterapkan berdasarkan pada satuan rumah tangga. Hasil analisis data EHRAmerupakan analisis diskriptif kondisi santasi Kabupaten Cilacap yang disajikan dalam bentuk diagram dan narasi. 2.4.10 Penyusunan laporan awal Penyusunan dan penulisan laporan dilakukan setelah analisis data selesai. Setelah penyusunan laporan selesai, maka publikasi buku
putih
dilakukan
untuk
mendapatkan
masukan
dari
stakeholders dan masyarakat. Revisi dalam penyusunan laporan dilakukan setelah mendapatkan koreksi dari pokja dan masukan dari hasil publikasi studi EHRA. 2.5. Waktu Pelaksanaan
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
8
Studi EHRA dilaksanakan mulai dari bulan September sampai dengan bulan November 2014, dimulai dari tahap persiapan, pelatihan EHRA, pelaksanaan survey , entri data, analisis, sampai dengan penulisan laporan.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
9
BAB III KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN Studi EHRA menggunakan responden yang berasal dari kelompok ibu-ibu rumah tangga. Kelompok ibu-ibu rumah tangga dipilih menjadi responden dengan asumsi ibu lebih mengetahui kondisi sanitasi dan dapat mewakili anggota keluarga lain. Variabel sosio-demografis yang digunakan dalam studi EHRA yang terkait dengan karakteristik rumah tangga/responden antara lain: jumlah anggota rumah tangga, usia anak yang termuda (balita), status kepemilikan rumah, dan lahannya, serta ketersediaan kamar untuk disewakan. Jumlah anggota rumah tangga berhubungan dengan kebutuhan kapasitas sanitasi, semakin banyak jumlah anggota rumah tangga, makin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Usia anak termuda dapat menggambarkan besaran populasi dengan resiko paling tinggi atau yang kerap dikenal dengan istilah population at risk. Balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (waterbome diseases), kebersihan diri dan lingkungan. Rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi di bandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita. 3.1. Usia Responden Responden difokuskan pada ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia 18-55 tahun. Pembatasan usia ini diberlakukan secara fleksibel, terutama pada pelaksanaan studi yang dilakukan pada masyarakat. Hal ini tergantung pada penilaian Karang Taruna sebagai enumerator yang banyak menentukan respondennya. Terkait dengan usia responden, bilamana ditemukan usia responden melebihi batas atas 55 tahun
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
10
dan responden tersebut masih terlihat cukup merespon pertanyaanpertanyaan dari enumerator, maka calon responden tersebut dipertimbangkan
dapat
masuk
dalam
prioritas
responden.
Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 55 tahun, apabila performa komunikasinya kurang memadai maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden. Salah satu contoh wawancara yang dilakukan oleh enumerator kepada responden, seperti terlihat dalam Gambar 3.1. Gambar 3.1. Wawancara Enumerator dengan Responden
Foto wawancara
Sumber: Foto lapangan, September 2014
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
11
Gambar 3.2. Diagram Usia Ibu/Responden ΣResponden= 3.900, bobot, Filter- wawancara, jawaban tunggal; A4 Usia responden USIA RESPONDEN
2.98%
12.69%
21.54%
30.48% 32.31%
18-25
26-35
36-45
46-55
>56
Sumber: analisis data EHRA Tahun 2014 Berdasarkan Gambar 3.2, sebagian besar responden berusia antara 36-45 tahun, yaitu sebesar 32,31% dari total responden. Urutan kedua usia ibu yang menjadi responden berusia 46–55 tahun, sekitar 30,48% dari total responden. Sementara ibu dengan usia 26–35, yaitu sebesar 21,54%. Usia ibu lebih dari 55 tahun namun dapat diprioritaskan sebagai responden sebesar 12,69%. Proporsi terkecil usia ibu sebagai responden adalah ibu dengan rentangan umur termuda 18–25 tahun sebesar 2,98% dari total responden.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
12
3.2. Jumlah Anggota Rumah Tangga Gambar 3.3 menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam rumah persentasenya hampir sama antara yang jumlahnya kurang dari 4 orang dan yang jumlahnya 4 orang, yaitu 30 %. Sedangkan yang jumlah anggota keluarganya di atas 4 orang persentasenya lebih besar yaitu 40 %. Jumlah keluarga yang tinggal dalam sebuah rumah berkaitan dengan kebutuhan fasilitas sanitasi dalam rumah tersebut. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka semakin besar pula kapasitas kebutuhan fasilitas sanitasi. Berdasarkan gambar 3.3 jumlah anggota keluarga diatas empat orang di Kabupaten Cilacap persentasenya paling besar, hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga tersebut memiliki kebutuhan fasilitas sanitasi dalam ukuran kapasitas yang lebih besar. Gambar 3. 3. Diagram Jumlah Anggota Rumah Tangga ΣResponden= 3.900, bobot, Filter- wawancara, jawaban tunggal; A9 Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah ini? Jumlah Anggota Keluarga 30.38% 39.90%
29.71%
diatas 4 orang
4 orang
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
kurang dari 4 orang
13
Sumber: analisis data EHRA Tahun 2014 3.3. Keberadaan Balita Keberadaan
balita
pada
suatu
wilayah
sangat
penting
dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, karena balita sangat rentan terserang penyakit yang terkait dengan sanitasi yang buruk. Beberapa penyakit yang ditimbulkan oleh sanitasi yang kurang baik serta pembuangan sampah dan air limbah yang kurang baik diantaranya: diare, demam berdarah, disentri, kolera, tiphus, cacingan, dan malaria. Semakin banyak balita yang terserang sakit maka wilayah tersebut semakin rentan. Berdasarkan hasil survei EHRA di Kabupaten Cilacap, gambar 3.4 menunjukkan bahwa 38 % rumah tangga memiliki balita dan sisanya 62 % memiliki anak yang lebih tua atau sudah tidak ada anak yang tinggal dirumah. Gambar 3.4. Diagram Keberadaan Balita ΣResponden= 3.900, bobot, Filter- wawancara, jawaban tunggal A10 Berapa tahun usia anak termuda yang tinggal dirumah ini? Keberadaan Balita
37.69%
62.31%
anak balita anak usia diatas 5 th
Sumber: analisis data EHRA Tahun 2014
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
14
3.4. Status Rumah Kondisi kesehatan perumahan dapat berperan sebagai media penularan penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya. Hal ini dikarenakan bagi sebagian besar masyarakat rumah merupakan tempat berkumpul dengan semua anggota keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya dengan beraktifitas di dalam rumah. Dalam studi EHRA ini variabel yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan dan ketersediaan kamar yang disewakan sangat diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam mengembangkan program sanitasi. Responden yang menempati rumah atau lahan yang bukan milik pribadi diduga kuat memiliki rasa memiliki (sense of ownership) yang rendah dan cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi ataupun kebersihan lingkungan. Sebaliknya responden yang menempati rumah atau lahan yang milik pribadi akan cenderung mempunyai rasa memiliki yang lebih tinggi. Hasil kajian ini secara
mendasar akan
memberikan solusi pendekatan program yang berbeda pada setiap karakteristik yang berbeda pula.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
15
Gambar 3.5 Diagram Status / Rumah ΣResponden= 3.900, bobot, besar populasi kelurahan/desa, Filterwawancara, jawaban tunggal A5 Apa status kepemilikan rumah di rumah yang saat ini ibu tempati?
STATUS KEPEMILIKAN RUMAH 0.48%
8.46%
2.02% 0.48%
0.67%
87.88% Milik sendiri
Milik orang tua/ keluarga
Kontrak/sewa: bulanan
Kontrak/sewa: tahunan
Dinas/ Instansi/ Jabatan
Lainnya (tuliskan)
Sumber: analisis data EHRA Tahun 2014 Gambar 3.5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa rumah yang mereka tempati adalah rumah milik sendiri (sebesar 87.88%) dan yang masih menempati rumah milik orang tua atau keluarga adalah sebesar 8.46%. Sedangkan yang menempati rumah sewa atau kontrakan, rumah dinas dan lainnya persentasenya sangat kecil. 3.5. Status Kepemilikan Lahan Gambar 3.6 cenderung sama dengan gambar 3.5 (status kepemilikan rumah), yakni sebagian besar responden menyatakan lahan yang mereka tempati adalah milik sendiri (sebesar 72.12%) dan yang masih menempati lahan milik orang tua sebesar 18.17%.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
16
Sedangkan yang lainnya masih sewa/kontrak, menempati lahan milik instansi dan lainnya (persentasenya sangat kecil). Gambar 3.6. Diagram Status Lahan ΣResponden=3.900, bobot, besar populasi kelurahan/desa, Filterwawancara, jawaban tunggal A6 Apa status kepemilikan lahan /tanah di rumah yang saat ini ibu tempati? STATUS LAHAN 1.25%
5.58%
2.50% 0.38% 18.17%
72.12% Milik sendiri
Milik orang tua/ keluarga
Kontrak/sewa: bulanan
Kontrak/sewa: tahunan
Dinas/ Instansi/ Jabatan
Lainnya (tuliskan)
Sumber: analisis data EHRA Tahun 2014 Responden yang rumahnya dibangun di atas lahan miliknya sendiri akan mempunyai rasa memiliki lebih besar daripada mereka yang membangun rumahnya bukan di lahan milik sendiri. Dengan demikian kesehatan
mereka
akan
lingkungan
lebih
memperhatikan
miliknya
sendiri
dan
terutama
menjaga dalam
pengadaan/penyediaan fasilitas sanitasi bagi anggota keluarganya. 3.6. Status Kamar yang Disewakan Gambar 3.7 menunjukkan mengenai responden yang memiliki kamar yang disewakan relatif sangat kecil, hanya sekitar 1.54 %.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
17
Mayoritas responden yaitu sekitar 98.46 % melaporkan tidak memiliki kamar untuk disewakan. Status kamar sewa erat kaitannya dengan sarana dan prasarana sanitasi yang dibutuhkan. Semakin banyak kamar yang disewakan, maka kebutuhan sarana dan prasarana sanitasi akan lebih banyak pula. Ukuran kamar yang disewakan juga harus sesuai dengan standar kesehatan. Gambar 3.7. Diagram Sewa Kamar ΣResponden =3.900, Bobot besar populasi kelurahan, filterwawancara, jawaban tunggal A7 Di rumah ini, apakah ada kamar yang disewakan pada orang lain? STATUS KAMAR DISEWAKAN 1.54%
98.46% Ya Tidak
Sumber: analisis data EHRA TAHUN 2014
Untuk mengetahui pembahasan karakteristik rumah tangga responden dari sampel 78 Desa/kelurahan terutama dapat dilihat dari tabel pada halaman lampiran 2.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
18
BAB IV SUMBER AIR BERSIH 4.1. Sumber Air Bersih Rumah yang sehat seharusnya didukung dengan ketersediaan air bersih yang cukup memadai, karena air merupakan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi, baik untuk minum, mandi maupun mencuci. Tidak semua orang/masyarakat dapat menggunakan air bersih bahkan ada sebagian masyarakat yang masih menggunakan air yang tidak bersih untuk keperluan mandi dan mencuci. Hal ini bisa dikarenakan ketersediaan air bersih yang kurang mencukupi, namun juga bisa dikarenakan karakter masyarakatnya yang memang sudah terbiasa menggunakan air yang tidak bersih, seperti air sungai. Air yang tidak bersih dapat menimbulkan berbagai macam penyakit karena di dalam air yang tidak bersih tersebut terkandung beberapa bakteri penyebab penyebab penyakit. Kebutuhan setiap orang akan air bervariasi dan bergantung pada aktivitas, kondisi iklim, standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat. Menurut Entjang (2000) di Indonesia jumlah pemakain air per hari per kapita diperkirakan 100 liter/hari/kapita, dengan perincian 5 liter untuk minum, 5 liter untuk memasak, 10 liter untuk membersihkan dan mencuci, 30 liter untuk mandi dan 45 liter untuk ke kakus. Kandungan zat kimia, zat-zat radio aktif alami dan kandungan mikrobiologi di dalam air sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Selain kualitas air ketersediaan sumber air untuk memenuhi kebutuhan hidup harus terpenuhi, karena penyakit akan mudah timbul di masyarakat jika ketersediaan air terbatas. Gambar 4.1 dan 4.2 merupakan contoh sumber air bersih yang digunakan warga.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
19
Gambar 4.1. Sumber air yang terlindungi
foto
Sumber: foto lapangan,Otober 2010
Gambar 4.2. Sumber air yang tidak terlindungi
foto
Sumber: foto lapangan,Otober 2010
Studi
EHRA
menggunakan
beberapa
variabel
untuk
mengetahui kondisi akses sumber air bersih dalam rumah tangga di Kabupaten Cilacap, antara lain: 1) Jenis sumber air yang digunakan rumah tangga, 2) Keamanan sumber air, dan 3) Kelangkaan air yang dialami rumah tangga dari sumber tersebut, serta mempelajari kelangkaan yang dialami rumah tangga dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya sumber air bersih dalam rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air utama.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
20
Variabel tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat resiko kesehatan bagi suatu rumah tangga. Suplai air dan kuantitas air memegang peran penting. Menurut Notoatmodjo (2003) buruknya kualitas air, kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, dan keterbatasan kemampuan masyarakat untuk mendanai pembangunan infrastruktur air dan sanitasi, menyebabkan timbulnya penyakit menular melalui air di daerah tersebut seperti diare, tifus dan kolera. Hasil survei EHRA menunjukkan bahwa di Kabupaten Cilacap terdapat tiga sumber air bersih yang menonjol yang digunakan oleh warga, yaitu: sumur bor, air ledeng PDAM, dan sumur gali terlindungi. Responden paling banyak menggunakan sumber air bersih dari sumur bor baik yang menggunakan pompa maupun yang menggunakan mesin, persentasenya mencapai 35.77% dari total populasi. Persentase yang lebih rendah ditunjukkan pada responden yang mengakses air bersih dari PDAM yaitu sebesar 25.48% dan di bawahnya lagi adalah yang menggunakan sumur gali terlindungi sebagai
sumber
air
bersih
yakni
18.94%.
Responden
yang
menggunakan sumur gali tidak terlindungi sebagai sumber air bersih persentasenya sangat sedikit yakni 0.10% dari total populasi. Sumber-sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat Kabupaten Cilacap secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.1.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
21
Tabel 4.1. Sumber Air Minum ΣResponden =3.900, Filter bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal P01 Untuk keperluan minum,sumber air yang penting banyak ibu gunakan? No . 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sumber Air Bersih Air Ledeng/ PDAM: sampai di dalam rumah Air Ledeng/ PDAM: sampai di halaman/ gedung Ledeng dari tetangga Sumur bor (pompa tangan, mesin) Sumur gali terlindungi Sumur gali tidak terlindungi Mata air terlindungi Mata air tidak terlindungi Penjual air: Isi ulang Air botol kemasan Lainnya (catat) Total
Sumber: analisis data EHRA Tahun 2014
Frekuens i 265 4 7 372 197 56 2 1 103 24 9 1040
Persentas e 25.48% 0.38% 0.67% 35.77% 18.94% 5.38% 0.19% 0.10% 9.90% 2.31% 0.87% 100.00%
4.2. Keamanan Sumber Air Tidak semua air bersih mempunyai tingkatkeamanan yang sama. Sumber air bersih yang secara umum dinilai relative aman seperti : air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Sumber-sumber air bersih yang dianggap memiliki resiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi pathogen ke dalam tubuh manusia (kurang aman) yaitu sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi. Aman dan tidaknya sumber air tersebut juga dipengaruhi oleh letaknya terutama jaraknya terhadap tangki septik/cubluk yang paling dekat dengan sumber air tersebut.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
22
Gambar 4.3 Diagram Kualitas Sumur ΣResponden=3.900, Filter P01=21,22,23; bobot: besar populasi kelurahan, pengamatan jawaban tunggal; M06 Jika mempunyai sumur gali/ bor, berapa langkah jarak septi tank/ cubluk dengan sumur tersebut?
Sumber: Analisis data EHRA Tahun 2014 Berdasarkan pengamatan hasil studi EHRA bahwa sumur yang memiliki jarak lebih dari 10 meter dari tangki septik/cubluk atau dapat dikatakan sumur suspek aman sebesar 94% (seperti ditunjukkan gambar 4.3 sedangkan sisanya 6% sumur responden merupakan sumur suspek tidak aman. 4.3. Kelangkaan Sumber Air Bersih Hasil analisa data EHRA menunjukkan bahwa di Kabupaten Cilacap masalah kelangkaan sumber air bersih bukan menjadi permasalahan utama karena sebagian besar responden menyatakan bahwa dalam dua minggu terakhir dan satu tahun terakhir tidak mengalami kelangkaan sumber air bersih. Masyarakat yang dalam
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
23
dua minggu dan satu tahun terakhir mengalami kelangkaan sumber air bersih persentasenya relative sangat kecil. Dimana perbedaan antara yang mengalami kelangkaan dengan yang tidak mengalami kelangkaan sumber air bersih sangat signifikan. Persentase dan perbandingan masyarakat yang mengalami kelangkaan dan yang tidak mengalami kelangkaan sumber air bersih secara jelas dapat dilihat pada diagram kelangkaan sumber air pada gambar 4.4. Gambar 4.4. Diagram Kelangkaan Sumber Air ΣResponden = 3.900, Filter bobot: besar populasikelurahan, wawancara, jawaban tunggal P08 Dalam dua minggu terakhir, pernahkah sumber air untuk bersih (P01) tak bisa menghasilkan air atau tak bisa dipakai selama satu hari satu malam atau lebih?; P09 dalam setahun terakhir , pernahkah sumber air untuk bersih itu (P01) tak bisa menghasilkan air atau tak bisa dipakai selama satu hari satu malam atau lebih? Kelangkaan Sumber Air 50.00 45.00 40.00 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
dua minggu mengalami kelangkaan dua minggu tidak mengalami kelangkaan setahun mengalami kelangkaan setahun tidak mengalami kelangkaan tidak tahu 1
Sumber: Analisis data EHRA Tahun 2014
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
24
BAB V PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang bisa dilakukan oleh setiap individu/keluarga/kelompok sangat banyak, dimulai dari bangun tidur sampai dengan tidur kembali. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah perilaku seseorang menyangkut kebersihan yang dapat mempengaruhi merupakan
kesehatannya.
sekumpulan
Perilaku
perilaku
yang
Hidup
Bersih
dan
Sehat
dipraktekkan
atas
dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan individu/ keluarga/kelompok dapat menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat. 5.1. Mencuci Tangan Memakai Sabun Kebiasaan mencuci tangan yang dilakukan dalam
study
EHRA ini berhubungan erat dengan kesehatan karena dengan survei ini dapat diketahui seberapa tinggi tingkat PHBS yang sudah dilakukan oleh masyarakat. Kebiasaan tidak mencuci tangan pada waktu-waktu penting merupakan salah satu faktor penyebab masuknya penyakit ke dalam tubuh, contohnya
diare. Bila
kebiasaan mencuci tangan diterapkan pada waktu penting oleh seorang ibu/pengasuh anak maka resiko balita terkena penyakitpenyakit yang berhubungan dengan diare dapat berkurang. Hal ini mengingat bahwa bayi sangat rentan terhadap penyakit diare. Waktu
cuci
tangan
yang
penting
diterapkan
oleh
seorang
ibu/pengasuh anak antara lain: 1) sesudah buang air besar; 2) sesudah menceboki pantat anak;
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
25
3) sebelum menyantap makanan; 4) sebelum menyuapi anak; serta 5) sebelum menyiapkan makanan.
Gambar 5.1. Diagram Pemakaian Sabun N= 3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal P11 Apakah Ibu memakai sabun pada hari ini atau kemarin?
Sumber: Analisi data EHRA, Tahun 2014 Hampir semua responden di Kabupaten Cilacap memiliki akses untuk menggunakan sabun pada hari wawancara atau satu hari sebelumnya, yaitu sekitar 96.73 %. Hanya sebagian kecil atau 3.27 % rumah tangga yang tidak memakai sabun pada hari saat wawancara atau satu hari sebelumnya. Rumah tangga yang tidak menggunakan sabun pada saat hari wawancara, diantaranya merupakan rumah tangga miskin yang mengaku kehabisan sabun dan tidak mampu membeli sabun.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
26
Gambar 5.2. Diagram Cuci Tangan Pakai Sabun-Umum ΣResponden=3.900, Filter P11=ya, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban ganda P12 Bu mohon diingat-ingat, mulai dari kemarin sampai hari ini, untuk apa saja sabun itu digunakan?P12i Cuci tangan: sesudah BAB; P12L Cuci tangan:sebelum menyiapkan makanan; P12M Cuci tangan:sebelum makan
Sumber: Analisi data EHRA, Tahun 2014 Pemakaian sabun adalah satu hal yang penting dalam menjaga kesehatan. Namun tidak semua rumah tangga yang memiliki akses untuk memakai sabun menggunakannya untuk kepentingan higienitas, khususnya cuci tangan memakai sabun pada waktu-waktu penting. Seperti terlihat pada Gambar 5.2, sekitar 86.4% responden yang mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, 65.08% mencuci tangan sebelum makan dan 61.75% mencuci tangan sesudah BAB. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan responden yang belum cuci tangan menggunakan sabun pada waktu-waktu penting masih cukup besar. Masih ada ibu-ibu di Kabupaten Cilacap yang tidak mencuci tangan menggunakan sabun
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
27
setelah BAB dan waktu-waktu penting lainnya seperti sebelum makan dan menyiapkan makanan. Gambar 5.3. Cuci Tangan Pakai Sabun-Ibu dengan Balita ΣResponden=3.900, Filter P11=ya & A10 balita, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban ganda P12 Bu mohon diingat-ingat, mulai dari kemarin sampai hari ini, untuk apa saja sabun itu digunakan?P12i Cuci tangan: sesudah BAB; P12 J Cuci tangan sesudah menceboki anak; P12K Cuci tangan sebelum menyuapi anak; P12L Cuci tangan:sebelum menyiapkan makanan; P12M Cuci tangan: sebelum makan
Sumber: Analisi data EHRA, Tahun 2014 Ibu yang memiliki anak balita (umur dibawah lima tahun) atau kelompok penuh resiko, proporsinya sama dengan kelompok ibu mencuci tangan secara umum. Hal tersebut secara jelas dapat dilihat pada gambar 5.3 yaitu pada diagram mencuci tangan ibu dengan balita.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
28
Gambar 5.4. Skor cuci tangan pakai sabun –Umum ΣResponden=3.900, Filter P11=ya, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban ganda P12 Bu mohon diingat-ingat, mulai dari kemarin sampai hari ini, untuk apa saja sabun itu digunakan?P12i Cuci tangan: sesudah BAB; P12L Cuci tangan:sebelum menyiapkan makanan; P12M Cuci tangan:sebelum makan
Sumber: Analisi data EHRA, Tahun 2014
Gambar 5.5. Skor cuci tangan pakai sabun-ibu dengan balita N=395, Filter P11=ya & A10 balita, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban ganda P12 Bu mohon diingatingat, mulai dari kemarin sampai hari ini, untuk apa saja sabun itu digunakan?P12i Cuci tangan: sesudah BAB; P12 J Cuci tangan sesudah menceboki anak; P12K Cuci tangan sebelum menyuapi anak; P12L Cuci tangan:sebelum menyiapkan makanan; P12M Cuci tangan: sebelum makan
Sumber: Analisi data EHRA, Tahun 2014
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
29
Skor waktu penting cuci tangan pakai sabun menujukkan bahwa dari kelompok ibu secara umum paling banyak mencuci tangan pakai sabun dalam 3 waktu penting, dimana proporsinya mencapai 67.56%. Sedangkan dari kelompok ibu dengan balita paling banyak mencuci tangan pada 5 waktu penting, proporsinya mencapai 46.98%. Meskipun proporsi ibu yang mencuci tangan pada beberapa waktu penting cukup besar, tetapi masih ada ibu yang tidak mencuci tangan pakai sabun. Skor waktu penting mencuci tangan pakai sabun secara rinci dapat dilihat pada gambar 5.4 dan 5.5. Faktor penghambat ibu-ibu tidak mencuci tangan memakai sabun merupakan faktor sebagian besar merupakan faktor non fisik yang antara lain adalah: pengetahuan, sikap dan norma yang berlaku di masyarakat. Gambar 5.6. Diagram Fasilitas cuci tangan pakai sabun ΣResponden =3.900, Filter: bobot besar populasi kelurahan, pengamatan, jawaban tunggal Datangi jamban/WC yang paling banyak digunakan anggota rumah tangga, amati, catat kondisi jamban/WC
Sumber: Analisi data EHRA, Tahun 2014
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
30
Pengamatan fasilitas cuci tangan pakai sabun difokuskan pada tempat-tempat strategis yang berhubungan erat dengan saat tangan tercemar tinja atau patogen dari tinja yang dapat masuk ke dalam mulut. Tempat strategis yang dipelajari dalam study EHRA adalah yang berada di dalam WC atau dekat WC. Fasilitas WC dan sekitarnya harus memiliki sejumlah komponen, yaitu 1) air; 2) gayung untuk
mengalirkan air, khususnya bila rumah tidak
memiliki kran untuk mencuci tangan; 3) sabun; dan 4) kain atau handuk kering yang bersih. Berdasarkan hasil survei EHRA di Kabupaten Cilacap, kain kering/handuk merupakan kekurangan yang banyak dijumpai. Hanya 11.61% tempat strategis yang didapati fasilitas kain kering/handuk. Fasilitas pengering tangan, keberadaannya tidak dapat
diremehkan
walaupun
terlihat
hanya
barang
sepele.
Komponen pengering sangat penting untuk menjaga agar tangan tidak
terkontaminasi
oleh
patogen
penyebab
penyakit yang
berhubungan dengan air (water borne diseases). Sering kali didapati seseorang
sudah
mencuci
tangan
dengan
sabun
untuk
menghilangkan patogen penyebab penyakit, namun terkontaminasi kembali karena mengeringkan tangannya dengan baju atau kain kotor. Persentase ketersediaan fasilitas cuci tangan pada beberapa tempat strategis secara rinci dapat dilihat pada gambar 5.6. Data hasil analisis EHRA mengenai cuci tangan pai sabun secara lengkap dapat dilihat pada tabel dalam lampiran 4.1.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
31
5.2. Pembuangan Sampah Permasalahan persampahan yang diteliti dalam studi EHRA antara lain: 1) cara pembuangan sampah 2) frekuensi dan pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah
bagi
rumah
tangga
yang
menerima
layanan
pengangkutan sampah 3) praktek pemilahan sampah dan 4)
penggunaan wadah sampah sementara di rumah. Pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diindentifikasikan melalui jawaban verbal yang di sampaikan oleh responden.
Pertanyaan dalam studi EHRA menyangkut masalah persampahan terdiri dari 22 opsi jawaban yang dikategorikan menjadi 4 kelompok yaitu; 1) dikumpulkan di rumah lalu diangkut ke luar oleh pihak lain 2) dikumpulkan di luar rumah/ditempat bersama lalu diangkut oleh pihak lain, 3) dibuang di halaman/ pekarangan rumah dan 4) dibuang ke luar halaman/ pekarangan rumah. Dari empat kelompok pertanyaan tersebut untuk katogori 1 dan 2 atau yang mendapatkan layanan pengangkutan merupakan caracara
yang
memiliki
resiko
kesehatan
yang
paling
rendah.
Sementara itu kategori 3 dan 4 merupakan resiko yang paling berpotensi resiko kesehatannya terutama di daerah yang padat penduduknya (wilayah perkotaan). Dalam survei EHRA juga dilakukan pengamatan terhadap wadah penampung sampah di rumah tangga. Secara mendetail data yang di peroleh dari cara utama membuang sampah rumah tangga baik di desa maupun kelurahan di Kabupaten Cilacap secara sampel bisa dilihat pada tabel dalam lampiran 4-2.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
32
5.2.1. Cara Pembuangan Sampah Pada
umumnya
rumah
tangga
di
Kabupaten
Cilacap
mengelola sendiri penanganan sampah rumah tangganya. Terlihat di dalam tabel 5.1 bahwa pembuangan sampah di Kabupaten Cilacap oleh rumah tangga
paling banyak dijumpai adalah
membuang sampah di halaman rumah, dalam lubang yang kemudian dibakar, yaitu sebanyak 31.63 %. Rumah tangga yang mengumpulkan sampah untuk kemudian diangkut oleh petugas sebanyak 30.48 %. Di Kabupaten Cilacap masyarakat yang membuang sampah ke perairan persentasenya relatif kecil. Caracara pembuangan sampah dari hasil survei EHRA secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 : Cara Pembuangan Sampah ΣResponden =3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal P13Utamanya, bagaimana cara Ibu membuang sampah rumah tangga? No.
Pelayanan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas pemda/ kelurahan Dikumpulkan di tempat bersama, diangkut petugas pemerintah Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu dikubur Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu dibakar Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu didiamkan Dibuang di hlm rumah: Tidak ada lubang & didiamkan Dibuang di hlm rumah: ke tidak ada lubang lalu dibakar Dibuang di luar hlm rumah: ke TPS/Depo Dibuang di luar hlm rumah: ke lubang/ tempat sampah Dibuang ke luar rumah: kali/ sungai kecil Dibuang di luar rumah: selokan/ parit Dibuang di luar rumah: lub galian/ kolam ikan/ tambak Dibuang di luar rumah: ke ruang terbuka Langsung dibakar tidak tahu Lainnya (sebutkan) TOTAL
Sumber: Analisis data EHRA 2014
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
Frekuensi
1189 71 128 1234 56 56 165 172 296 60 15 90 56 86 4 221 3.900
Persentase 30.48% 1.83% 3.27% 31.63% 1.44% 1.44% 4.23% 4.42% 7.60% 1.54% 0.38% 2.31% 1.44% 2.21% 0.10% 5.67% 100.00%
33
5.2.2. Frekuensi Pengangkutan Sampah Cara pembuangan sampah dapat memberikan gambaran mengenai tingkat resiko kesehatan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat. Penanganan sampah yang aman yaitu rumah tangga mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah yang memadai. Untuk mengidentifikasi tingkat resiko kesehatan lingkungan, cara pembuangan sampah kemudian di sederhanakan menjadi dua kategori besar, yaitu penerima layanan sampah, dan non penerima layanan sampah. Kategori dikumpulkan
penerima di
layanan
rumah/tempat
yaitu
bersama,
apabila
sampah
diangkut
petugas
pemda/kelurahan, masyarakat/ RT/RW, dibuang ke TPS/ Depo. Kategori non penerima layanan sampah yaitu apabila sampah dibuang di luar halaman rumah kemudian dibakar, ditimbun atau didiamkan saja, atau sampah dibuang keruang terbuka begitu saja, kesungai atau parit. Di Kabupaten Cilacap sebagian besar responden menyatakan bahwa sampah diangkut oleh petugas beberapa kali dalam seminggu, dimana persentasenya mencapai 65.45 %.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
34
Gambar 5.7. Diagram Penerima Layanan ΣResponden =3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P13 Utamanya, bagaimana cara ibu membuang sampah rumah tangga?
Sumber: Analisi data EHRA, 2014
5.2.3. Pemilahan Sampah Gaya hidup manusia memiliki peran penting terhadap volume dan jenis sampah yang dihasilkan. Jenis sampah yang dihasilkan tidak terlepas dari pola konsumsi masyarakat. Semakin kompleksnya aktivitas manusia dan perkembangan teknologi, jenis sampah yang dihasilkanpun beragam. Sampah tidak hanya terdiri dari sampah organik dan anorganik, tetapi juga dihasilkan sampah yang sulit diurai di alam serta sampah golongan bahan berbahaya dan beracun. Beragamnya sampah yang dihasilkan oleh masyarakat tidak sebanding dengan kesadaran masyarakat untuk melakukan
pemilahan
sampah.
Persentase
melakukan pemilahan sampah relatif
responden
yang
kecil yaitu 19.33 %.
Pertanyaan dalam survei EHRA mengenai jenis sampah yang dipilah yakni sampah organik, anorganik dan sampah lainnya.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
35
Hasil survei menunjukkan bahwa sampah yang dihasilkan sebagian besar adalah sampah anorganik yang berupa logam, gelas ataupun plastik (52.02 %). Diagram pemilahan sampah dan jenis sampah yang dipilah dapat dilihat pada gambar 5.8 dan 5.9. Gambar 5.8. Diagram Pemilahan Sampah ΣResponden=3.900, Bobot: per kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P15 Apakah ibu memisah-misah sampah sebelum dibuang?
Sumber: Analisi data EHRA, 2014
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
36
Gambar 5.9. Diagram Jenis Sampah yang Dipisahkan ΣResponden=, 198, Filter:P19=1 Bobot: per kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P20A Jenis sampah apa yang ibu pisahkan?organi/sampah basah/ dapur; P20D Jenis sampah apa yang ibu pisahkan?logam/gelas/ plastik
Sumber: Analisi data EHRA, 2014 Mayoritas rumah tangga membuang sampah begitu saja tanpa melakukan pemilahan tanpa memperhitungkan potensi ekonomi dari sampah tersebut. Sebenarnya sampah apabila diolah dengan baik akan mempunyai nilai ekonomi yangb bisa diganakan sebai tambahan penghasilan. Salah satu contohnya adalah sampah organik yang dapat diolah menjadi kompos. Kompos mempunyai nilai jual yang cukup bagus, selain itu kompos juga dapat dimanfaatkan sendiri untuk memupuk tanaman di sekitar rumah. Responden yang memanfaatkan sampah organik untuk dibuat kompos hanya 3.65 %.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
37
Gambar 5.10 : Diagram Pembuatan Kompos ΣResponden=3.900,, Bobot: per kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; M23 terlihat sampah dibuat kompos?
Sumber: Analisi data EHRA, 2014
5.2.4. Kebersihan Kebersihan rumah salah satunya terindikasi dengan ada dan tidaknya sampah yang berserakan di dalam rumah maupun di lingkungan sekitar rumah. Gambar 5.11 memperlihatkan bahwa persentase sampah yang berserakan di dalam rumah paling rendah (9.66 %). Hal ini dapat diartikan bahwa masyarakat lebih mengutamakan kebersihan di dalam rumah daripada di luar rumah dan pekarangan.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
38
Gambar 5.11: Diagram Kebersihan ΣResponden=3.900, Bobot: per kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; M20A sampah berserakan di dalam rumah?; M20B sampah besrserakan di pekarangan rumah?; M20 C sampah berserakan di depan pekarangan rumah?
Sumber: Analisi data EHRA, 2014
5.2.5. Tempat Sampah Terlihat pada gambar 5.12 bahwa sebagian besar responden membuang sampah di keranjang sampah yang ada di dalam rumah, persentasenya 24.16 %. Responden yang membuang sampah
di
bak
permanen
yang
tertutup
sangat
kecil
persentasenyanya, hanya 0.28 % saja. Padahal sebenarnya sampah yang dibuang di tempat yang permanen dan tertutup lebih aman bagi lingkungan. Hal ini karena penularan penyakit dan pencemaran yang ditimbulkan akibat sampah dapat diminimalisir.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
39
Gambar 5.12. Diagram Wadah Sampah ΣResponden=3.900, Bobot: per kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; M21A Pengumpulan sampah:kantong plasti-k di dalam pekarangan rumah; M21B Pengumpulan sampah:kantong plastikdigantung di pagar; M21C Pengumpulan sampah:kantong plastikditumpuk di luar rumah; M21D Pengumpulan sampah:keranjangdi dalam rumah; M21E Pengumpulan sampah:keranjang-di pekarangan rumah; M21F Pengumpulan sampah:keranjang- di luar rumah; M21G Pengumpulan sampah:bak permanen- tertutup; M21H Pengumpulan sampah:bak permanen- terbuka; M21I Pengumpulan sampah:lobang; M21J Pengumpulan sampah:ditumpuk saja tanpa wadah
Sumber: Analisi data EHRA, 2014
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
40
BAB VI KONDISI JALAN DI DEPAN RUMAH
Lebar jalan secara tidak langsung dapat dianngap sebagai salah satu indikator status ekonomi rumah tangga dan harga rumah, misalnya rumah tangga yang terletak di ruas jalan yang besar dapat dimasuki mobil, kondisi ekonominya lebih mapan dibandingkan rumah tangga yang berada di gang-gang sempit. Indikator ini dalam survey EHRA digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan model teknologi dan proses konstruksi fasilitas sanitasi. Lebar jalan juga merupakan salah satu indikator kepadatan penduduk di suatu wilayah. Masyarakat yang tinggal di permukiman padat mempunyai resiko kesehatan lingkungan lebih besar daripada mereka yang tinggal di lingkungan yang kurang padat. Penyakit yang rentan menyerang pada permukiman padat misalnya, penyakit TBC dan Influensa. tersebut mudah menular
Penyakit
dan menyebar terutama pada lingkungan
padat. Indikator penting lainnya yaitu permukaan jalan di depan rumah. Permukaan jalan di depan rumah merupakan salah satu indikasi untuk mengetahui ada tidaknya genangan air. Genangan air menjadi
salah
satu sumber penularan berbagai penyakit misal penyakit Leptosperosis yang bersumber dari tikus. Genangan air juga dapat menjadi sarang nyamuk yang dapat menimbulkan penyakit deman berdarah, malaria atau cikungunya. Apabila jalan dilapisi dengan salah satu bahan, seperti pengaspalan, penyemenan jalan, pemasangan paving block maka resiko penularan penyakit dapat diminimalkan.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
41
Gambar 6.1. Salah satu contoh genangan Foto
Sumber : Foto lapangan, Oktober 2014
Dalam study EHRA ini dilakukan pengamatan terhadap kondisi jalan di depan rumah responden yang di kunjungi. Aspek yang diamati kaitannya dengan kondisi jalan di depan rumah responden, antara lain kondisi permukaan jalan dan apakah terdapat genangan air di dekat rumah atau tidak. Pengamatan dilakukan apakah dalam jarak kurang lebih sepuluh meter dari rumah responden terdapat genangan atau tidak. Selain pengamatan juga dilakukan pengukuran dari berbagai aspek dan indikator, seperti mengukur lebar jalan dengan menggunakan langkah kaki dimana satu langkah kaki di konversikan menjadi setengah (1/2) meter, serta mengamati apakah jalan di depan rumah responden dilapisi atau tidak.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
42
Gambar 6.2. Lebar jalan depan rumah ΣResponden=3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, pengamatan, jawaban tunggal; M24 Ukuran lebar jalan/gang/ lorong di depan rumah Lebar Jalan 2.50% 9.52% 23.56%
29.90% 34.52%
>10m 5,5m-10m 2-5m 1-2m <1m
Sumber: Analisis data EHRA, 2014 Hasil survei EHRA seperti yang terlihat pada gambar 6.2 menunjukkan bahwa mayoritas lebar jalan di depan rumah responden adalah 2-5 m, dimana persentasenya sebesar 34.52 %. Dalam survei ini juga terdapat jalan yang lebarnya lebih dari 10 m, persentasenya 9.52 %. Rumah dengan lebar jalan lebih dari 10 m biasanya berada diantara pekarangan atau bukan merupakan jalan umum. Pengamatan terhadap kondisi jalan di depan rumah salah satunya adalah mengenai lapisan jalan. Mayoritas kondisi jalan di depan rumah responden sudah dilapisi semen, aspal, ataupun paving block seperti yang terlihat pada gambar 6.3, yaitu 75.67 %. Hasil pengamatan terhadap kondisi jalan di depan rumah responden memperlihatkan bahwa pada umumnya tidak terdapat genangan pada jalan dalam jarak 10 m dari rumah. Genangan air yang nampak relatif kecil, yaitu sekitar 11.92 % saja seperti yang terlihat pada gambar 6.4.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
43
Gambar 6.3. Lapisan jalan depan rumah ΣResponden =3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, pengamatan, jawaban tungga; M25 Lihat kondisi jalan Lapisan Jalan
26.83 75.67
Tanah Di aspal/ semen/ paving block
Sumber: Analisis data EHRA, 2014 Gambar 6.4. Genangan Air ΣResponden=3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, pengamatan, jawaban tunggal; M19 Dalam jarak sekitar 20 m dari rumah, apakah terlihat genangan air? genangan air dalam jarak 10 m
11.92
88.08
Ya Tidak
Sumber: Analisis data EHRA, 2014 Data hasil survei EHRA mengenai kondisi jalan di depan rumah secara detail dapat dilihat pada lampiran 5.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
44
BAB VII JAMBAN DAN BAB Tempat BAB yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti sungai/ kali/ got/ kebun tetapi juga menggunakan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, tapi sarana penampungan
dan
pengolahan
tinjanya
tidak
memadai.
Sarana
penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misal yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. Jamban dalam studi EHRA dikategorikan menjadi 3 (tiga) kategori besar yakni jamban siram/leher angsa, jamban non siram/tanpa leher angsa kategori
dan tak ada fasilitas. Dimana pilihan-pilihan pada dua
pertama
penyaluran
tinja
akan yang
dispesifikasikan mencakup
ke
dengan pipa
melihat
tempat
pembuangan
khusus
(sewerage), tangki septik, cubluk, lobang galian, sungai, kali, parir, got. Gambar 7.1. Salah satu contoh jamban Foto
Sumber : Foto lapangan, Oktober 2014
Informasi tentang jenis jamban rumah tangga didapat dari wawancara dan pengamatan secara langsung maka akan terbuka munculnya salah persepsi tentang jenis jamban yang di miliki, terutama bila
dikaitkan
dengan
sarana
penyimpanan/pengolahan.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
Banyak
45
masyarakat yang melaporkan mempunyai tangki septik. Namun tangki septik yang dimaksud berupa tangki yang tidak kedap air atau cubluk yang isinya dapat merembes ke tanah. Dalam studi EHRA diajukan sejumlah pertanyaan yang dapat mengindentifikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga, seperti apakah tangki septik itu pernah dikosongkan, kapan tangki septik dikosongkan, dan sudah berapa lama tangki septick itu di bangun. Dalam studi EHRA juga dilakukan pengamatan terhadap fasilitas pendukung sarana BAB seperti ketersediaan air, sabun, alat penguyur atau gayung dan handuk. Kebersihan jamban juga diamati dengan melihat apakah ada tinja yang menempel atau tidak, lalat yang berterbangan serta pembalut perempuan maupun pampers di sekitar jamban. Tabel 7. 1: Tempat BAB ΣResponden=3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P34 Maaf bu, boleh tahu dimana terakhir kali ibu BAB? No.
Tempat BAB
Frekuensi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke sewerage Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke tangki septik Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke cubluk Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke lobang galian Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke sungai/ kali/ parit Jamban siram/leher angsa disalurkan ke kolam Jamban siram/leher angsa disalurkan ke tidak tahu kemana Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke tangki septik Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke cubluk Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke lobang galian Jamban nonsiram/tanpa leher angsa salur ke sungai/kali/parit Jamban nonsiram/tanpa leher angsa salur ke kolam Gantung di atas sungai/ kolam Tidak ada fasilitas: Di sungai/ kali/ parit/ got Tidak ada fasilitas: Lapangan, semak Di fasilitas jamban umum lain
33 3.097 109 11 142 4 19 135 105 23
Persentase (%) 0.86 79.42 2.79 0.29 3.65 0.10 0.48 3.46 2.69 0.58
39
1.06
4 19 75 4 37
0.10 0.48 1.92 0.10 0.96
11 12 13 14 15 16
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
46
17 18
Lainnya (catat) Orang yang dimaksud tidak ada Total
30 15 3.900
Sumber: Analisis data EHRA, Th.2014
0.77 0.38 100
Sebagian besar responden menyatakan bahwa fasilitas BAB yang digunakan adalah jamban siram/leher angsa yang disalurkan ke tangki septik (79.42 %). Namun demikian masih ada juga responden yang membuang limbah tinjanya ke perairan dan pekarangan terbuka. Hal ini menunjukkan
bahwa
masih
terdapat
masyarakat
yang
kurang
memperhatikan risiko yang ditimbulkan akibat membuang limbah tinjanya secara sembarangan. Limbah tinja yang dibuang di tempat terbuka dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Sedangkan limbah tinja yang dibuang ke perairan dapat mencemari air yang dapat menurunkan kualitas sumber air bersih. Fasilitas BAB yang digunakan oleh responden secara rinci dapat dilihat pada table 7.1. Hasil survei EHRA rumah tangga yang melaporkan menggunakan tangki septik di Kabupaten Cilacap sekitar 82.88 %. Data ini tidak memberikan informasi verbal mengenai kualitas dan keamanan tangki septik yang digunakan rumah tangga tersebut. Untuk mengetahui apakah benar yang dilaporkan tanki septik adalah benar tangki septik, EHRA kemudian menindaklanjuti dengan pertanyaan: apakah tanki septik itu pernah dikosongkan; kapan tangki septik dikosongkan; dan sudah berapa lama tangki septik itu dibangun. Secara mudah dapat diketahui tangki septik yang diragukan atau keliru bila lebih dari lima tahun namun belum dikuras/dikosongkan sama sekali. Jika pernah dikosongkan berarti responden benar, bahwa benar tangki septik.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
47
Gambar 7.4 memperlihatkan cara pengosongan tangki septik, dari rumah tangga yang pernah mengosongkan tangki septik 4.04 % mengosongkan sendiri, 14.42 % menggunakan layanan sedot tinja dan 3.37 % menyuruh tukang untuk mengosongkan. Gambar 7.4: Cara Pengosongan Tangki Septik ΣResponden=3.239, Filter bertahap berdasarkan urutan pertanyaanpertanyaan yang digunakan, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P34 Maaf bu, boleh tahu dimana terakhir kali ibu BAB?; P28 Pernahkah tanki septik /septi tank/tangki limbah BAB itu pernah dikosongkan?; P32 Terakhir kali siapayang mengosongkan/ mengambil keluar septi tank? pengosongan septi tank (% )
14.42
3.37
Layanan sedot tinja/truk tinja
4.04 0.10
Tukang yang disuruh Mengosongkan sendiri Mengosongkan ketika banjir datang
78.08
Tidak Tahu
Sumber: Analisis data EHRA, 2014
Sekitar 93.37 % responden seperti yang ditunjukkan pada gambar 7.5, tidak mengetahui kemana isi tangki seotik itu dibuang setelah dikosongkan. Hal ini dimungkinkan karena pengosongan tangki septik dilakukan menggunakan jasa layanan sedot tinja. Dari beberapa responden yang melaporkan pernah melakukan pengosongan isi tangki septik, 0.77 % nya membuang isi tangki septik ke sungai/kali/parit/got dan 5.58 % nya menguburnya di pekarangan atau lahan di dekat rumah.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
48
Hal ini sangat berbahaya karena selain dan mencemari air juga dapat menurunkan kualitas sumber air bersih karena air tanahnya tercemar resapan limbah tinja. Gambar 7. 5 : Tempat Pembuangan Isi Tangki Septik ΣResponden =452, Filter bertahap berdasarkan urutan pertanyaanpertanyaan yang digunakan, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P34 Maaf bu, boleh tahu dimana terakhir kali ibu BAB?; P28 Pernahkah tanki septik /septi tank/tangki limbah BAB itu pernah dikosongkan?; P32 Terakhir kali siapayang mengosongkan/ mengambil keluar septi tank?P33 Terakhir kali, kemana isi itu dibuang?
pembuangan tinja (% ) 0.77
5.58 0.29
Ke Sungai/Kali/Parit/Got
Dikubur di Pekarangan/Lahan Rumah
93.37
Lainnya (sebutkan)
Tidak Tahu
Sumber: Analisis data EHRA, 2014
Terlihat pada gambar 7.7 bahwa terdapat 54.12 % jamban yang diamati terdapat lalat di sekitarnya, 44.71 % masih ada tinja di dalam atau sekitar jamban dan 1.18 % terlihat ada pembalut wanita di sekitar jamban. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat meskipun sudah mempunyai jamban tetapi belum begitu memperhatikan kebersihan lingkungan di sekitar jamban.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
49
Gambar 7.7: Kebersihan Jamban ΣResponden=3.260; Bobot: besar populasi kelurahan,pengamatan, jawaban tunggal; Datangi jamban/wc yang paling banyak digunakan oleh anggota rumah tangga, amati, & catat kondisi jamban/ WC.A. ada tinja di dalam/ di dinding jamban?; B. Ada pembalut perempuan disekitar jamban?; C. Ada lalat di sekitar jamban? kebersihan jamban (% )
44.71 54.12
ada lalat
1.18
ada pembalut wanita ada tinja didalam atau sekitar jamban
Sumber: Analisis data EHRA, 2014
Data hasil survei EHRA mengenai jamban dan BAB secara detail dapat dilihat pada lampiran 6.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
50
BAB VIII SALURAN AIR DAN KEBANJIRAN Saluran air yang dimaksud disini adalah saluran yang digunakan untuk membuang air limbah rumah tangga (grey water) dan saluran air hujan/ drainase. Dalam survei EHRA dilakukan pengamatan dari dekat tentang kondisi saluran air. Hal yang diamati antara lain adalah : apakah air di saluran itu mengalir, apa warna airnya, dan melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air itu. Saluran air yang memadai ditandai dengan aliran air yang lancar, warna air cenderung bening atau bersih, dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya. 8.1. Keberadaan Saluran Air Hujan/ Limbah di sekitar rumah Hasil pengamatan seperti yang ditunjukkan pada gambar 8.1, terlihat 63.75% rumah tangga belum memiliki akses pada saluran limbah/hujan. Sementara itu 36.25% rumah tangga terlihat sudah memiliki akses terhadap saluran air hujan/limbah baik di depan rumah maupun di sekitar rumah. Gambar 8.1. Keberadaan Saluran Air N=3.900, Filter bobot: besar populasi kelurahan, pengamatan, jawaban tunggal; M16 Apakah ada saluran air hujan/ limbah di sekitar rumah (depan, belakang, samping, tidak terhalang bangunan)
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
51
kondisi saluran air hujan atau limbah
36.25% 63.75%
Ya Tidak
Sumber: Analisis data EHRA, 2014
8.2. Kondisi Saluran Air Hasil pengamatan seperti terlihat pada gambar 8.2, bahwa sebagian besar atau 62.98 % saluran air tidak dapat diamati atau tertutup. Sekitar 27.69 % saluran air kondisinya mengalir, 5.38 % tidak mengalir dan 3.94 % tidak ada airnya. Gambar 8.2. Kondisi Saluran Air 1 N=3.900,Filter M16=1; bobot: besar populasi kelurahan, pengamatan, jawaban tunggal; M17 Lihat saluran untuk limbah rumah tangga kondisi saluran 1(% )
27.69 62.98
Mengalir
3.94 5.38
Tidak ada air Tidak mengalir Saluran tertutup/ tidak bisa diamati
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
52
Sumber: Analisis data EHRA, 2014 Berdasarkan gambar 8.3 kondii saluran air yang teramati, 67.50 % tidak ada airnya, 15.38 % cenderung bening/bersih dan yang cenderung putih/abu-abu, kehitaman, kecoklatan dan kehijauan persentasenya relative kecil. Warna kehitaman mengidentifikasikan adanya
pembusukan
bahan
organik.
Warna
putih
abu-abu
mengidentifikasikan penggunaan deterjen atau sabun. Warna kecoklatan menunjukkan air bercampur lumpur dan warna hijau menunjukkan dalam saluran air banyak ditumbuhi lumut. Gambar 8.3. Kondisi Saluran Air 2 N=3.900, Filter M16=1, M17= 1 atau 3; bobot: besar populasi kelurahan, pengamatan, jawaban tunggal; M18 kondisi saluran untuk limbah rumah tangga:A. Warna Air di saluran? kondisi saluran 2 15.38% 7.12% 3.94%
67.50%
5.00% 1.06% Cenderung bening/ bersih
Cenderung putih/ abu-abu
Kecoklatan
Kehitaman
Kehijauan
Tidak ada air
Sumber: Analisis data EHRA, 2014 Pengamatan terhadap ada dan tidaknya tumpukan sampah pada saluran air agak terhalang karena sekitar 68.94 % nya tidak dapat diamati/tertutup. Namun, seperti yang terlihat pada gambar
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
53
8.4, masih terdapat tumpukan sampah pada saluran air yaitu 6.15 % dan yang tidak ada tumpukan sampahnya 24.90 %. Gambar 8.4. Kondisi Saluran Air 3 N=3.900, Filter M16=1; bobot: besar populasi kelurahan, pengamatan, jawaban tunggal; M18 kondisi saluran untuk limbah rumah tangga:B. ada tumpukan sampah di saluran? kondisi saluran 3:tumpukan sampah (% )
6.15 24.90 68.94
Ya Tidak Tidak bisa diamati/Tertutup
Sumber: Analisis data EHRA, Th.2014 8.3. Pengalaman Banjir Banjir menurut studi EHRA merupakan datangnya air ke lingkungan atau masuk ke dalam rumah yang sedang di survei. Air tersebut berasal dari luapan air sungai ataupun air hujan. Besarnya banjir tidak dibatasi, artinya air dapat setinggi dada atau lebih rendah dari tumit orang dewasa. Studi EHRA menemukan bahwa rumah tangga yang pernah mengalami kebanjiran adalah sekitar 15.38 % dan 70.58 % responden melaporkan tidak pernah mengalami kebanjiran seperti yang terlihat pada gambar 8.5.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
54
Gambar 8.5. Diagram Pengalaman Banjir 1 N=3.900, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P46 apakah rumah yang ibu tempati saat ini atau lingkungan rumah ibu pernah terkena banjir? PENGALAMAN BANJIR (% ) 14.04
15.38
Ya, pernah
70.58
Tidak pernah Tidak tahu
Sumber: Analisis data EHRA, 2014 Apabila dijumlahkan responden yang melaporkan banjir terjadi dalam satu tahun terakhir sebanyak 10.58 % seperti yang terlihat pada gambar 8.6. Hal ini menunjukkan bahwa memang banjir jarang terjadi di Kabupaten Cilacap yang juga didukung dengan banyaknya responden yang menjawab tidak tahu (85.77 %). Gambar 8.6. Pengalaman Banjir 2-waktu terakhir kali banjir ΣResponden=585; Filter P46=1, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P47 Kapan terakhir kali rumah ini mengalami kebanjiran?
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
55
TERAKHIR KALI BANJIR (% ) 1.63 3.08 1.92
1.25
0.96 1.25
0.10 2.12 0.38 1.54
Kemarin Dalam minggu ini Dalam dua minggu ini Dalam sebulan ini Sebulan lalu
85.77
Beberapa bulan lalu Setengah tahun lalu Setahun lalu Beberapa tahun lalu Lebih dari lima tahun lalu Tidak tahu
Sumber: Analisis data EHRA, Th.2014 Hasil penelitian pada gambar 8.7 menunjukkan bahwa dari responden yang melaporkan mengalami banjir, 94.90 % menyatakan bahwa terjadinya banjir tidak tentu (tidak menunjukkan adanya rutinitas banjir). Meskipun banjir tidak secara rutin tapi sebagian besar (84.91 %) responden seperti terlihat pada gambar 8.8 menyatakan bahwa banjir terjadi beberapa kali dalam setahun.
Gambar 8.7. Pengalaman banjir 3 –rutinitas ΣResponden=585, Filter P46=1, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
56
RUTINITAS BANJIR (% )
5.10
94.90
Ya Tidak
Sumber: Analisis data EHRA, 2014 Gambar 8.8. Pengalaman banjir 4-frekwensi ΣResponden=585, Filter P46=1, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P49 Biasanya, berapa kali dalam setahun ibu mengalami banjir? BANJIR DALAM SETAHUN (% )
9.43
5.66 84.91
Sekali Beberapa kali dalam setahun Sebulan sekali atau lebih
Sumber: Analisis data EHRA, 2014
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
57
Banjir yang dialami responden seperti yang terlihat pada gambar 8.9, tidak lama menggenang. Sekitar 87.72 % responden menyatakan banjir menggenang kurang dari satu jam, sekitar satu jam, beberapa jam, setengah hari sampai satu hari. Sedangkan banjir yang menggenang lebih dari satu hari hanya 10.53 %. Gambar 8.9. Pengalaman Banjir 5-lama mengering Σresponden=585, Filter P46=1,P48=1, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P50 Umumnya berapa lama banjir mengering? LAMA AIR MENGGENANG (% )
10.53
1.75
7.02
10.53
Kurang dari sejam Sekitar sejam
22.81
Beberapa jam Setengah hari 21.05 26.32
Sehari Lebih dari sehari Tidak tahu
Sumber: Analisis data EHRA, 2014 Mayoritas responden melaporkan banjir yang terjadi tidak masuk sampai ke dalam rumah (40.36 %). Sekitar 26.32 % menyatakan banjir yang dialami setinggi setengah lutut orang dewasa, 24.56 % setinggi setumit orang dewasa, dan 5.23 % setinggi lutut orang dewasa (terlihat pada gambar 8.10). Gambar 8.10. Pengalaman Banjir 6- tinggi air di dalam rumah
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
58
ΣResponden=585, Filter P46=1,P48=1, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P51 Untuk banjiryang terakhir kali, berapa tinggi air yang masuk ke rumah? TINGGI AIR DI DALAM RUMAH (% ) 3.51 24.56 40.35 5.26
26.32
Setumit orang dewasa Setengah lutut orang dewasa Selutut orang dewasa Tidak masuk ke dalam rumah Tidak tahu
Sumber: Analisis data EHRA, 2014 . Proporsi tinggi air di lingkungan sekitar rumah seperti ditunjukkan Gambar 8.11, air banjir di lingkungan sekitar rumah jauh lebih besar dibandingkan di dalam rumah, 46.43 % air banjir setengah lutut orang dewasa, 41.07 % setinggi tumit orang dewasa, dan 10.71 % selutut orang dewasa.
Gambar 8.11. Pengalaman banjir 7-tinggi air dilingkungan rumah N=585, Filter P46=1,P48=1, Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, jawaban tunggal; P52 Untuk banjiryang terakhir kali, berapa tinggi air yang masuk ke pekarangan/ lingkungan?
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
59
TINGGI AIR DI PEKARANGAN (% ) 1.79 10.71 41.07 46.43
Setumit orang dewasa Setengah lutut orang dewasa Selutut orang dewasa Sepinggang orang dewasa
Sumber: Analisis data EHRA, 2014 Detail data desa/kelurahan mengenai pengalaman banjir terlampir dalam lampiran 7.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
60
BAB IX KOTORAN ANAK Kotoran anak dapat mencemari lingkungan melalui dua hal, yaitu: 1) Praktik anak yang BAB di tempat-tempat terbuka, baik dibantu oleh orang dewasa maupun atas inisiatif anak itu sendiri; dan 2) praktik orang dewasa yang membiarkan atau membuang kotoran anak di ruang terbuka.
9.1. Tempat BAB Anak Hasil survey EHRA, seperti yang tampak pada gambar 9.1, paling banyak balita masih BAB di celana (28.48 %), sedangkan yang BAB di jamban sebanyak 25.32 % dan yang BAB di pampers sebanyak 20.25 %. Balita yang BAB dipenampung, gurita, di lahan/ruang terbuka di halaman rumah, dan di lahan/ruang terbuka di luar rumah, masing-masing persentasenya relative kecil.
Gambar 9.1. Diagram Tempat BAB anak ΣResponden=1.443, Filter P40=2Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, recorded, jawaban tunggal; P42 terakhir kali dimana si...(sebut nama anak termuda)buang air besar? Jamban rumah (=fasilitas p17) Penampung 8.23% 6.96%
4.43%
Popok pakai ulang/ gurita Popok sekali pakai/ pampers
25.32%
28.48%
20.25%
Di celana 2.53% 3.80%
Di lahan/ ruang terbuka di halaman rumah Di lahan/ ruang terbuka di luar rumah Lainnya (catat)
Sumber: Analisis data EHRA, Th.2014
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
61
Gambar 9.2. Tempat Kotoran Anak Dibuang ΣResponden=1.443, Filter P40=2Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, recorded, jawaban tunggal; P42 terakhir kali dimana si...(sebut nama anak termuda)buang air besar?
TERAKHIR KOTORAN DIBUANG
20%
20%
40%
20%
DIJAMBAN DIKALI Lantai Kamar Mandi Lantai sumur
Sumber: Analisis data EHRA, Th.2014
Rumah tangga dengan anak yang BAB di ruang terbuka, memiliki resiko kesehatan lingkungan yang lebih tinggi dibanding rumah tangga lainnya. Rumah tangga yang anaknya memakai penampung, belum tentu juga terhindar dari resiko kesehatan lingkungan. Jika air buangan bekas cuci penampung atau kotoran dalam penampung tidak dibuang ke dalam sarana sanitasi yang memadai, maka rumah tangga ini juga memiliki kontribusi terhadap meningkatnya resiko kesehatan lingkungan. Seperti ditunjukkan pada gambar 9.2, bahwa sebagian ibu masih membuang kotoran anaknya di lantai kamar mandi (40 %).
9.2. Keamanan Pembuangan Kotoran Anak Kotoran/tinja anak terkadang masih dianggap berbeda dengan tinja orang dewasa, kotoran anak dianggap tidak berbahaya dan bisa di buang kemana saja, termasuk ke ruang terbuka seperti sungai, parit, tanah lapang ataupun keranjang tempat sampah rumah tangga. Anggapan seperti ini sangat keliru karena pembuangan tinja baik anak maupun orang dewasa adalah salah satu masalah sanitasi yang perlu diperhatikan karena sangat berbahaya dan dapat
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
62
mencemari lingkungan dengan berbagai pathogen penyebab penyakit yang terkandung di dalamnya. Pembuangan kotoran anak dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu: 1. praktik pembuang yang aman a. Anak yang diantar BAB di jamban b. Anak yang BAB di penampung (popok sekali pakai/pampers, popok yang dapat dicuci, gurita, ataupun celana), kotoran dibuang/ dibersihkan di jamban 2. Praktik pembuangan yang relatif tidak aman a. Anak BAB diruang terbuka (lahan dirumah atau di luar rumah) b. aAak yang BAB di penampung (popok sekali pakai/ pampers/ popok yang dapat dicuci, gurita, ataupun celana), kotoran dibuang diruang terbuka/ tidak dijamban dan dibersihkan bukan di jamban.
Berdasarkan perhitungan dengan kriteria diatas didapat hasil seperti Gambar 9.3, penanganan kotoran anak yang aman 80 % dan penanganan kotoran anak yang tidak aman 20,6%. Gambar 9.3. Keamanan Penangan Kotoran Anak ΣResponden=395, Filter P40=2Bobot: besar populasi kelurahan, wawancara, recorded, jawaban tunggal; P42 terakhir kali dimana si...(sebut nama anak termuda)buang air besar?; P43 terakhir kali dimana tinja si...(sebut nama anak termuda)dibuang?; Jika dibersihkan kemana air kotoran dibuang?; Jika langsung dibuang kemana kotoran dibuang?
SUSPEK AMAN PEMBUANGAN KOTORAN
20% 80%
AMAN TIDAK AMAN
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
63
Sumber: Analisis data EHRA, Th.2014
Data detail mengenai kotoran anak per kelurahan/desa dapat dilihat pada lampiran 8.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
64
BAB X KESIMPULAN 1.
Sumber air bersih
yang banyak digunakan oleh masyarakat
Kabupaten Cilacap adalah dari sumur bor baik yang menggunakan pompa maupun yang menggunakan mesin. 2.
Perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat masih sudah cukup bagus, terlihat dari kebiasaan mencuci tangan, dimana sudah banyak responden yang melakukan cuci tangan pakai sabun pada beberapa waktu penting. Kaitannya dengan sampah, masyarakat lebih banyak membuang sampah di pekarangan, dikumpulkan kemudian dibakar. Sebagian responden lebih mengutamakan kebersihan di dalam rumah daripada di luar rumah.
3.
Tidak banyak terdapat genangan di sekitar rumah.
4.
Sebagian besar responden sudah BAB menggunakan jamban siram leher angsa yang dialirkan ke tangki septik. Namun masyarakat kurang memeperhatikan kebersihan di lengkungan sekitar jamban karena masih banyak terdapat sisa kotoran di sekitar jamban.
5.
Tidak semua rumah responden memiliki saluran air baik limbah maupun air hujan.
6.
Banjir jarang terjadi di Kabupaten Cilacap.
7.
Penanganan/pembuangan kotoran anak yang tidak aman masih cukup tinggi.
LAPORAN EHRA KABUPATEN CILACAP 2014
65