BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1
Ruang untuk Anak Usia Dini Ruang merupakan daerah tiga dimensi dimana obyek dan peristiwa berada. Ruang memiliki posisi serta arah yang relatif, terutama bila suatu bagian dari daerah tersebut dirancang sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Menurut Josef Prijotomo, pengertian ruang dalam arsitektur adalah bagian dari bangunan yang berupa rongga, sela yang terletak diantara dua objek dan alam terbuka yang mengelilingi dan melingkupi kita. Tidak terlihat hanya dapat dirasakan oleh pendengaran, penciuman, dan perabaan. Ruang dalam konteks arsitektural memiliki pengembangan yang luas. Ruang yang kita kenal bisa berupa suatu objek kasat mata yang memiliki batasan seperti alas, dinding, dan langit-‐langit. Namun, ruang juga bisa berarti sesuatu yang tercipta secara abstrak, yang memberi batasan secara tidak nyata untuk mewadahi segala bentuk aktivitas yang sesuai dengan gerak tubuh kita. Ruang dibutuhkan oleh manusia sejak lahir hingga tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Ruang akan terus mengalami perubahan fungsi seiring dengan berjalannya waktu. Dalam hal ini ruang untuk anak usia dini tercipta berdasarkan kebutuhan gerak khususnya dalam masa perkembangan mereka. Ruang untuk anak-‐anak usia dini beraktivitas merupakan ruang yang sanggup mewadahi kegiatan mereka dengan baik tanpa harus khawatir akan ketidaknyamanan dan bahaya di dalamanya.
Karena anak bukanlah miniatur dari orang dewasa, ada beberapa
perbedaan yang mendasar mengenai perbedaan kebutuhan ruang untuk anak dan untuk orang dewasa. Mengkaji lebih dalam mengenai ruang untuk anak usia dini berarti mempelajari aktivitas fisik serta psikologis yang mereka lakukan dan tentunya memiliki tuntutan yang berbeda dengan orang dewasa. Hal yang perlu dikaji adalah mengenai aktivitas gerak yang mereka lakukan berhubungan dengan sifat dan dimensi gerak untuk anak.
1
1.1.2
Kondisi Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Bandung, Jawa Barat Bandung merupakan ibu kota propinsi Jawa Barat yang memiliki luas 16.729,65 ha. Kota ini merupakan dataran tinggi yang terletak pada ketinggian 675 – 1050 meter di atas permukaan laut. Secara geografis, jarak Kota Bandung yang relatif dekat dengan Jakarta sebagai ibukota Negara dan pusat perdagangan, menjadikan Kota Bandung berkembang pesat di berbagai bidang kegiatan pembangunan. Isu yang sedang hangat mengenai Bandung adalah pengendalian sektor properti di wilayah Bandung Metropolitan Area (BMA) untuk mengurangi kepadatan di wilayah kota. Pengendalian ini dilakukan dengan cara pengembangan sektor properti di luar wilayah BMA. Pengembangan tersebut berdampak pula pada kebutuhan sektor pendidikan. Hal ini juga disampaikan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Bandung Tahun 2011-‐2031, pengendalian sektor pendidikan dan pengembangan sarana pra-‐sarana dilakukan untuk mengurangi kecenderungan konsentrasi penduduk di wilayah BMA. Dalam RTRW Kota Bandung juga terlampir kebutuhan penambahan fasilitas pendidikan yang masih terhitung kurang, yang dalam hal ini Taman Kanak-‐kanak sebagai Lembaga PAUD menempati posisi teratas dalam perkiraan kebutuhan hingga tahun 2031.
Tabel 1. 1 Penambahan Fasilitas Pendidikan Kota Bandung Perkiraan Kebutuhan (Unit)
Fasilitas Pendidikan TK SD SLTP SLTA Taman Bacaan
Jumlah Tahun 2007 447 924 213 219
Perkiraan Kebutuhan Tahun 2031 3274 2558 852 852
2010-‐ 2015 2066 1040 442 436
0
1638
1257
Penambahan Fasilitas 2016-‐ 2021-‐ 2025-‐ 2020 2025 2031 254 254 254 198 198 198 66 66 66 66 66 66 127
127
127
Sumber: RTRW Kota Bandung Tahun 2011-‐2031
Menurut survey yang dilakukan UPI, Bandung, terdapat beberapa permasalahan PAUD di Bandung:
2
1. Pendidikan anak usia dini baru dapat dinikmati oleh sebagian penduduk perkotaan dan secara ekonomi mampu, sedangkan partisipasi anak usia dini terhadap pendidikan anak usia dini relatif masih rendah 2. Masyarakat menilai bahwa pendidikan anak usia dini penting, namun demikian fasilitas yang dimiliki oleh lembaga pendidikan pada umumnya masih terbatas, sehingga sebagian orang tua tidak memiliki kepercayaan terhadap lembaga penyelenggara pendidikan anak usia dini 3. Layanan pendidikan anak usia dini belum dianggap sebagai kewajiban belajar oleh sebagian masyarakat, sehingga kepedulian orang tua untuk melibatkan anaknya dalam pendidikan anak usia dini masih rendah. 4. Mutu dan layanan pendidikan sangat bervariasi, mengingat disparitas tenaga pendidik dan kependidikan yang ada pada satuan pendidikan juga tinggi. Dengan latar belakang isu yang beragam tersebut terpilihlah Kecamatan Lembang sebagai salah satu kawasan pengembangan PAUD. Lembang yang berada di luar kawasan Bandung Metropolitan Area layak mendapat perhatian salah satunya di bidang Pendidikan Anak Usia Dini. Faktanya, jumlah sekolah untuk PAUD di kawasan ini dinilai masih sangat kurang.
Tabel 1. 2 Tabel Statistik Jumlah PAUD di Kecamatan Lembang
No
Kelurahan
TK KB
TPA
SPS
Total PAUD
1
Gudangkahuripan
0
0
0
6
6
2
Wangunsari
0
0
0
9
9
3
Pagerwangi
0
1
0
3
4
4
Mekarwangi
0
0
0
1
1
5
Langensari
0
1
0
2
3
6
Kayuambon
0
0
0
5
5
7
Lembang
0
0
0
8
8
8
Cikahuripan
0
2
0
2
4
9
Sukajaya
0
2
0
4
6
10
Jayagiri
0
3
0
11
14
11
Cibogo
0
0
0
6
6
3
12
Cikole
0
0
0
1
1
13
Cikidang
0
0
0
2
2
14
Wangunarja
0
0
0
3
3
15
Cibodas
0
0
0
5
5
16
Suntenjaya
0
1
0
3
4
0
10
0
71
81
Total
Sumber: Data PAUDNI 2013
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa Kecamatan Lembang masih kekurangan sarana Pendidikan Anak Usia Dini. Tampak Satuan Paud Sejenis (SPS) yang mendominasi Kecamatan Lembang. Hanya ada 10 lembaga yang menyelenggarakan Kelompok Bermain. Namun untuk Taman Kanak-‐kanak dan Tempat Penitipan Anak belum ada sama sekali. 1.1.3
Perkembangan Anak Usia Dini di Zaman Modern Mengasuh anak menjadi anak yang cerdas bukanlah perkara yang mudah, terutama untuk orang tua yang berkarir di zaman modern ini. Banyak kekhawatiran yang dialami oleh sebagian besar orang tua yang meninggalkan anaknya di rumah sendirian ataupun dengan asisten rumah tangga. Faktor-‐ faktor kekhawatiran tersebut biasanya menyangkut permasalahan gizi yang kurang terkontrol, aktivitas fisik-‐psikis, sosial, dan perkembangan media diluar pengawasan orang tua. Kemajuan zaman yang demikian cepat juga dinilai membawa dampak negatif seperti tersedianya informasi negatif melalui media massa dengan teknologi yang sulit untuk dihindari serta jauh dari karakter dan jiwa bangsa kita sendiri. Hal ini merupakan salah satu gambaran contoh nyata di kehidupan kita. Contohnya anak yang berkembang lebih dewasa dibanding umurnya, perkataan dan pebuatan yang tidak pantas dilakukan anak-‐anak akibat menonton tayangan di televisi, dan ketergantungan untuk bersosialisasi secara pasif dengan teknologi yang sudah berkembang.
Oleh karena itu diperlukan tempat yang tidak hanya sebagai zona
pendidikan semata, namun juga tempat mengembangkan kreativitas, kemampuan fisik, kemampuan intelektualitas, serta belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan.
4
1.1.4
Model Pembelajaran Beyond Centers and Circular Time (BCCT)
BCCT (Beyond Centers and Circle Time) merupakan salah satu model
pembelajaran yang ideal untuk diterapkan dalam proses pembelajaran anak usia dini. Menurut Gutomo (2007) pendekatan BCCT adalah suatu proses pembelajaran pada pendidikan anak usia dini yang berpusat pada area main atau sentra dengan memberikan pijakan-‐pijakan yang sesuai kebutuhan dan perkembangan anak, dan didalam memberikan pijakan sebelum dan sesudah main, anak-‐anak dan guru membentuk posisi melingkar.
Model pembelajaran Beyond Centers and Circles Time (BCCT) atau di
Indonesia dikenal dengan istilah SELING (Sentra dan Lingkaran) kurikulumnya diarahkan untuk membangun pengetahuan anak yang digali oleh anak itu sendiri. Anak didorong untuk bermain di sentra-‐sentra kegiatan, sedangkan pendidik berperan sebagai perancang, pendukung, dan penilai kegiatan anak. Pembelajarannya bersifat individual, sehingga rancangan, dukungan, dan penilaiannya pun disesuaikan dengan tingkatan perkembangan dan kebutuhan setiap anak. Ada banyak perbedaan pendekatan BCCT dengan Pendekatan konvensional diantaranya sebagai berikut:
Pada model pembelajaran BCCT, Siswa secara aktif terlibat dalam
proses pembelajaran, siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, serta saling mengoreksi, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah disimulasikan, perilaku dibangun atas kesadaran sendiri, dan ketrampilan dikembangkan atas dasar pemahaman. Pada pendekatan Konvesional, siswa adalah penerima informasi secara pasif, siswa belajar secara individual dan monoton, pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, perilaku dibangun atas kebiasaan, dan ketrampilan dikembangkan atas dasar latihan.
Model Pembelajaran BCCT berdampak positif bagi perkembangan
anak karena dianggap sebagai pendekatan yang tepat, mengingat pendekatan ini diyakini mampu merangsang seluruh aspek kecerdasan anak melalui bermain yang terarah. Selain mampu merangsang anak saling aktif, kreatif, dan terus berpikir, dan menggali pengalaman sendiri, penerapan model pembelajaran BCCT mampu merubah perilaku siswa untuk melakukan
5
kegiatan pembelajaran anak yang terarah, anak mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri, melakukan eksplorasi, mampu memahami perilaku terbaik, dan mampu berbahasa secara komunikatif sesuai dengan pemahaman anak.
Selain yang telah disebutkan di atas, hal yang menjadikan BCCT
sebagai pendekatan dalam Pra Tugas Akhir ini adalah implikasi spasial daripada sekolah BCCT yang sudah ada banyak yang masih belum memenuhi tuntutan model pembelajaran ini. Survey telah dilakukan ke beberapa sekolah dengan model pembelajaran BCCT seperti TPA Beringharjo, KB & TK Tiara Chandra, dan TKIT Masjid Syuhada1. Dalam hasil wawancara yang telah dilakukan kepada kepala sekolah dan guru dari ketiga sekolah ini, ada hal-‐hal yang berkaitan dengan implikasi spasial BCCT yang belum sekolah terapkan secara baik.
Pada umumnya sekolah-‐sekolah ini sejak awal memang tidak
dirancang sesuai dengan model pembelajaran BCCT. Untuk beberapa sentra juga masih memiliki kekurangan baik secara luasan maupun pengaturan ruang. Secara sirkulasi juga masih membutuhkan bimbingan kepada anak-‐ anak, padahal sebenarnya BCCT bertujuan melatih kemandirian anak agar dapat melakukan aktivitas sendiri.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1
Rumusan Masalah Umum (Non-‐Arsitektural) •
Bagaimana
Perancangan
Bangunan
PAUD
dapat
mendukung
pengaplikasian model pembelajaran BCCT? •
Bagaimana Perancangan Bangunan PAUD dapat memenuhi kebutuhan anak usia dini dengan berbagai macam usia, karakter, dan perilaku?
1.2.2
Rumusan Masalah Khusus (Arsitektural) •
Bagaimana Perancangan Bangunan PAUD dapat memenuhi sarana dan prasarana yang sesuai model pembelajaran BCCT sebagai pentingnya mutu fasilitas Bangunan PAUD?
1
Tabel survey dapat dilihat pada Lampiran 1.1
6
•
Bagaimana Perancangan Bangunan PAUD dapat mengintegrasi antara outdoor dan indoor sehingga anak-‐anak tidak merasa dibatasi oleh geometri yang terlalu kaku?
1.3 Tujuan dan Sasaran 1.3.1
Tujuan Perancangan Bangunan PAUD mampu mewadahi aktivitas bermain dan belajar sesuai dengan metode pembelajaran BCCT, serta memasukkan unsur-‐unsur potensi alam sekitar untuk memberikan keseimbangan ruang bagi anak.
1.3.2
Sasaran
Perancangan Bangunan PAUD bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan dari segi mutu, sarana dan prasarana, serta kegiatan penunjang. Menerapkan prinsip-‐prinsip metode pembelajaran BCCT ke dalam rancangan sehingga anak-‐anak akan lebih aktif, mandiri, kreatif, dan disiplin.
1.4 Lingkup dan Metode Pembahasan 1.4.1
Lingkup Pembahasan • Prinsip perancangan bangunan PAUD sesuai dengan standar arsitektur. • Kajian teori mengenai Pendidikan Anak Usia Dini • Kajian teori mengenai model pembelajaran anak usia dini terutama model pembelajaran Beyond Centers and CIrcular Time.
1.4.2
Metode Pembahasan Metode pembahasan yang digunakan dalam penyusunan Pra Tugas Akhir ini adalah: 1. Studi Literatur, yaitu melalui buku-‐buku, majalah, tabloid, surat kabar dan situs-‐situs di internet mengenai semua yang berhubungan dengan ruang untuk anak, tipologi arsitektur PAUD, metode pembelajaran BCCT, pendidikan, kurikulum, sekolah, serta hal-‐hal yang mendukung perilaku dan tumbuh kembang anak pada usia dini.
7
2. Observasi Lapangan, yaitu melakukan studi lapangan secara langsung, serta melakukan pengamatan dan pengumpulan data ke site yang akan dirancang. 3. Studi Kasus, yaitu melakukan perbandingan terhadap beberapa bangunan Lembaga PAUD yang dianggap memiliki potensi dan relevansi dengan judul agar memahami bagaimana contoh perancangan yang baik sesuai dengan metode pembelajaran BCCT. 4. Analisis, yaitu mengolah data yang diperoleh dari studi literatur dan observasi lapangan untuk memperoleh persyaratan, standar khusus perancangan, dan konsep-‐konsep yang sesuai dengan pendekatan aplikasi model pembelajaran BCCT. 5. Kesimpulan, merupakan hasil akhir dari analisa yang memecahkan permasalahan untuk disusun menjadi konsep perancangan.
1.5 Keaslian Penulisan
Terdapat beberapa contoh penulisan mengenai Taman Kanak-‐Kanak,
PAUD, dan sejenisnya. Namun sejauh yang penulis ketahui, penulisan mengenai Perancangan Bangunan PAUD dengan Pendekatan Aplikasi Model Pembelajaran BCCT belum ada sebelumnya. Satu judul yang mendekati yaitu Taman Kanak-‐Kanak Berdasarkan Metode Montessori dengan penulis Narwastu (05/184686/TK/30624) adapun terdapat perbedaan pada pendekatan yang digunakan. Selain itu juga terdapat penulisan yang terkait Metode Pembelajaran BCCT yaitu Tesis dengan judul Ruang Gerak Anak Usia Dini Pada Ruang Kegiatan Belajar Indoor Dengan Kurikulum Pendekatan BCCT Dilihat Dari Usia yang Berbeda Pada PAUD Ratnaningsih Bantul Yogyakarta dengan penulis Ratna Dewi Nur'aini (16427/I-‐ 1/1533/01). Tesis tersebut akan dijadikan salah satu bahan belajar implikasi spasial model pembelajaran BCCT. Tabel 1. 3 Keaslian Penulisan
No 1
2
Judul Taman Kanak-‐Kanak Berdasarkan Metode Montessori Ruang Gerak Anak Usia Dini Pada Ruang Kegiatan Belajar Indoor Dengan Kurikulum Pendekatan BCCT Dilihat Dari Usia
Nama Pemilik Objek Narwastu Taman Kanak-‐ (05/184686/TK/30624) Kanak
Pendekatan Montessori
Ratna Dewi Nur'aini Ruang Gerak Anak (16427/I-‐1/1533/01) dalam Bangunan PAUD
BCCT
8
3
yang Berbeda Pada PAUD Ratnaningsih Bantul Yogyakarta Perancangan Devina Cinthya Pratiwi Bangunan PAUD Bangunan PAUD (10/302004/TK/37245) dengan pendekatan Beyond Centers and Circular Time (BCCT)
BCCT
Sumber: Analisis Penulis
1.6 Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Berisi penjabaran mengenai latar belakang permasalahan, tujuan dan sasaran, lingkup dan metode pembahasan, sistematika pembahasan, keaslian penulisan, dan kerangka berpikir penulis.
BAB II
TINJAUAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI Membahas kajian teori mengenai Definisi lingkup Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sistem Penyelenggaraan PAUD, hubungan spasial antara anak sebagai user dengan PAUD, serta preseden Bangunan PAUD.
BAB III
TINJAUAN BEYOND CENTERS AND CIRCULAR TIME Berisi teori yang berkaitan dengan metode pembelajaran Beyond Centers and Circular Time (BCCT), studi kasus sekolah-‐sekolah PAUD dengan metode BCCT, dan implikasi spasial metode pembelajaran BCCT terhadap bangunan PAUD.
BAB IV
ANALISIS PENDEKATAN KONSEP. Menganalisis perencanaan perancangan PAUD mulai dari analisa site, pola aktivitas anak-‐anak di dalamnya, kebutuhan dan organisasi ruang, sirkulasi di dalam dan luar bangunan, serta material dan elemen kelas yang sesuai. Hasil analisis tersebut kemudian akan mengarahkan kepada konsep pembangunan yang akan digunakan.
BAB V
KONSEP PERANCANGAN Berisi konsep perencanaan dan perancangan Bangunan PAUD dengan pendekatan aplikasi metode pembelajaran BCCT.
9
1.7 Kerangka Berpikir
Diagram 1. 1 Kerangka Berpikir Sumber: Analisa Penulis
10