BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi tanah merupakan salah satu ancaman yang ditemui sebagian besar wilayah di dunia. Meskipun pada awalnya erosi merupakan proses yang alami, kini erosi dapat berpotensi merusak lahan baik secara insitu maupun eksitu. Hal ini disebabkan oleh aktivitas manusia yang mempercepat proses erosi. Menurut FAO (1996, dalam Blanco dan Lal, 2008) penyebab utama terjadinya erosi dipercepat adalah penggembalaan berat (35%), penggundulan hutan (30%), dan pertanian (28%). Masalah yang ditimbulkan erosi diantaranya adalah penipisan lapisan tanah sebagai media tanam dan pengurangan unsur hara di tanah, serta masalah yang ditimbulkan oleh sedimentasi seperti penyempitan muara sungai, pendangkalan sungai, dan penutupan saluran irigasi (Morgan, 2005). Di Indonesia, lahan merupakan salah satu aset terpenting. Hal ini disebabkan karena perekonomian di Indonesia sebagian besar masih bergantung pada lahan. Pada tahun 2010, 38,69 juta masyarakat di Indonesia berprofesi sebagai petani, dan 39,9 juta hektar lahan di Indonesia merupakan lahan pertanian (Kementrian Pertanian, 2015 dan Kementrian Pertanian, 2013). Namun demikian, tingginya ketergantungan masyarakat terhadap lahan belum diimbangi dengan penanganan erosi yang baik. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian besar. Magrath and Arens (1989, dalam Setiawan, 2012) menyebutkan bahwa kerugian yang disebabkan erosi di Pulau Jawa saja berkisar Rp 557 juta atau setara Rp 2,8 milyar di tahun 2010. Hal ini tentu tidak sebanding dengan alokasi dana yang disediakan oleh pemerintah untuk konservasi dan pengelolaan lingkungan tahun 2010 senilai Rp 7,72 milyar (Departemen Keuangan RI, 2010 dalam Setiawan, 2012). Salah satu wilayah yang terindikasi memiliki erosi dalam jumlah besar adalah Daerah Aliran Sungai (selanjutnya dinyatakan dengan singkatan DAS) Jono yang terletak di Kecamatan Piyungan, Kabupaten bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. DAS seluas 512,5 Ha yang berada di kaki Perbukitan Baturagung ini memiliki kemiringan lereng dominan lebih besar dari 25% dengan jenis penggunaan lahan sebagian besar merupakan lahan pertanian intensif. Pertanian di
1
lahan dengan kemiringan lereng yang besar dapat berpotensi meningkatkan proses erosi di lahan. Kedalaman tanah yang relatif tipis di lereng yang miring menunjukkan bahwa kapasitas penyimpanan air oleh tanah juga kecil. Air hujan yang masuk ke DAS dapat langsung menjadi limpasan permukaan dan aliran permukaan dalam waktu singkat dan jumlah yang besar. Blanco dan Lal (2008) menjelaskan bahwa limpasan permukaan dan aliran permukaan merupakan agen penyebab terjadinya erosi. Penggunaan lahan berupa pertanian intensif pada lereng miring di DAS Jono ditunjukkan pada Gambar 1.1.
(a) (b) Gambar 1.1. Penggunaan lahan pertanian di DAS Jono. (a). Penggunaan lahan pertanian di DAS Jono tampak atas (Sumber: Citra GeoEye tahun 2012). (b). penggunaan lahan pertanian di lereng barat DAS Jono (Sumber : Dokumentasi penelitian, 2013).
Penelitian tentang erosi di DAS Jono belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan studi tentang erosi di DAS Jono terkait dengan besarnya laju erosi dan persebarannya di DAS Jono. Luaran dari studi ini nantinya dapat digunakan sebagai acuan dalam penetapan upaya konservasi yang dapat diterapkan oleh pemangku kebijakan. Metode perhitungan erosi untuk DAS telah banyak dikembangkan, salah satunya adalah dengan menggunakan model GeoWEPP. GeoWEPP merupakan model penghubung antara model prediksi WEPP dengan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (Renschler, 2003). Model WEPP yang dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (United States Department of Agriculture yang selanjutnya disingkat USDA) memiliki orientasi pada proses dasar terjadinya erosi. Penggunaan model GeoWEPP pada penelitian ini memiliki
2
alasan yang diantaranya yaitu: 1) model GeoWEPP berorientasi pada proses dasar terjadinya erosi di lahan sehingga dapat diketahui laju erosi secara detil, dan 2) antarmuka GeoWEPP berupa Sistem Informasi Geografis (selanjutnya disingkat SIG) sehingga memudahkan peneliti untuk mengetahui lokasi terjadinya erosi. Pendugaan erosi dengan menggunakaan model GeoWEPP di Indonesia relatif masih jarang dilakukan. Tingkat akurasi prediksi erosi dengan menggunakan model ini masih belum diketahui secara pasti untuk penggunaannya di Indonesia. Hal ini menarik untuk dilakukan penelitian terkait validasi hasil prediksi erosi model GeoWEPP di wilayah kajian.
1.2. Perumusan Masalah DAS Jono merupakan salah satu DAS yang berpotensi memiliki laju erosi tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh karakteristik DAS yang memacu dan memicu terjadinya erosi. Kemiringan lereng dominan lebih dari 25% dengan penggunaan lahan berupa lahan pertanian intensif dapat menyebabkan proses erosi terjadi secara intensif. Penelitian tentang erosi di DAS Jono perlu dilakukan untuk mengetahui pasti persebaran erosi di DAS tersebut. Model GeoWEPP merupakan model antarmuka penghubung model WEPP dengan SIG yang dikembangkan oleh University of Buffalo (Amerika Serikat) bersama dengan USDA. Model ini ideal untuk memprediksi laju erosi di DAS berukuran 500 Ha hingga 1.600 Ha. Luas DAS Jono berkisar 512,5 Ha sehingga penggunaan GeoWEPP tepat untuk dilakukan. Aplikasi GeoWEPP untuk menghitung laju erosi di DAS Jono merupakan hal yang baru. Kualitas prediksi model GeoWEPP belum diketahui secara pasti, oleh karena itu perlu dilakukan uji validasi untuk mengetahui keabsahan model dalam prediksi erosi. Uraian tentang perumusan masalah dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. bagaimana persebaran besar erosi di DAS Jono yang diprediksi dengan menggunakan model GeoWEPP? 2. bagaimana kualitas prediksi model GeoWEPP dalam aplikasinya di DAS Jono?
3
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk: 1. Mempelajari persebaran besar erosi di DAS Jono dengan menggunakan model GeoWEPP. 2. Mengetahui kualitas prediksi model GeoWEPP dalam aplikasinya di DAS Jono.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat yang diantaranya adalah: a. Manfaat bagi peneliti 1. Memenuhi persyaratan studi S1 Geografi, Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Universitas Gadjah Mada untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains. 2. Menerapkan dan mengembangkan teori yang didapatkan di perkuliahan untuk penyelesaian permasalahan di lapangan. b. Manfaat bagi ilmu pengetahuan 1. Dapat diketahui persebaran erosi dan tingkat bahaya erosi di DAS Jono. 2. Menjadi salah satu referensi penelitian di masa depan. c. Manfaat praktis bagi pemerintah Data yang dihasilkan dalam penelitian dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penentuan sistem pengelolaan DAS Jono oleh instansi terkait.
1.5. Sasaran Penelitian Sasaran penelitian ini adalah: 1. Prediksi laju erosi dan persebarannya di DAS Jono menggunakan model GeoWEPP. 2. Laju erosi di beberapa titik pengamatan yang tersebar di DAS Jono dengan menggunakan metode pengukuran lapangan. 3. Validasi hasil prediksi GeoWEPP.
4
1.6. Tinjauan Pustaka 1.6.1. Daerah Aliran Sungai (DAS) DAS merupakan wilayah di permukaan bumi yang berupa cekungan dengan pembatas topografi memiliki fungsi sebagai penangkap air hujan dan mengalirkannya
ke satu outlet (Seyhan, 1976 dalam Seyhan, 1990). Seyhan
(1990) menjelaskan bahwa sistem DAS terbentuk karena adanya interaksi beberapa faktor yang ada di dalamnya. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor iklim, geomorfologi, hidrologi, dan tata guna lahan. Faktor tersebut membentuk karakteristik DAS dan mengontrol proses di DAS, seperti pembentukan limpasan permukaan dan proses erosi (Seyhan, 1990 dan Asdak, 2007).
1.6.2. Erosi Erosi merupakan proses penglepasan butir tanah tunggal dari agregatnya serta pengangkutan material oleh tenaga tetes air hujan dan transformasinya (limpasan permukaan dan aliran permukaan) yang akan diendapkan di suatu lokasi ketika energi pengangkut sudah tidak mampu membawa beban dari tanah (Blanco dan Lal, 2008; Morgan, 2005). Proses erosi berawal ketika tetes air hujan melepas partikel tanah. Partikel tanah halus akan menutup pori-pori tanah sehingga memperlambat proses infiltrasi. Proses tersebut secara mikroskopis membuat agregat tanah menjadi lemah dan mudah terlepas. (Roode, 2000 dalam Dibyosaputro, dkk., 2009; Blanco dan Lal, 2008) Tanah yang jenuh akan air tidak lagi dapat meresapkan air hujan sehingga air hujan yang jatuh berikutnya akan menjadi aliran. Aliran ini awalnya berupa lapisan tipis dan mengalir di permukaan tanah yang disebut limpasan permukaan. Limpasan permukaan kemudian akan terakumulasi membentuk aliran permukaan. Limpasan permukaan dan aliran permukaan ini merupakan tenaga erosi dan pengangkut sedimen (Cook, 1946 dalam Kirkby, 1978; Morgan, 2005). Proses sedimentasi akan terjadi ketika tenaga pengangkut sudah tidak mampu untuk membawa beban sedimen. Faktor yang memengaruhi erosi adalah iklim, tanah, topografi, vegetasi, dan pengelolaan lahan (Morgan, 2005; Blanco dan Lal, 2008; Arsyad, 1989; Wischmeier dan Smith,1978). Pengaruh yang diberikan oleh faktor tersebut tidak
5
hanya bekerja secara langsung, namun juga bekerja secara tidak langsung. Pengaruh tidak langsung dari faktor dalam memengaruhi erosi seperti: pengaruh vegetasi tidak hanya pada tutupan kanopi, namun juga mengontrol limpasan permukaan
permukaan,
meningkatkan
infiltrasi,
dan
memberikan
efek
kelembaban tanah (Fu, et al., 2003 dalam Dibyosaputro, dkk., 2009).
1.6.3. Model GeoWEPP a. Prinsip dasar GeoWEPP GeoWEPP merupakan perangkat lunak geospatial interface yang digunakan untuk menjalankan program Water Erosion Prediction Project (selanjutnya dinyatakan dengan singkatan WEPP). WEPP merupakan model generasi baru yang berorientasi pada proses terjadinya erosi dan dijalankan oleh perangkat lunak untuk memrediksikan erosi, air, dan perencanaan lingkungan (Flanagan dan Nearing, 1995 dalam Blanco dan Lal, 2008; Nearing, et al.,1989, dalam Morgan, 2005). Model ini dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (United States Department of Agriculture (USDA)) pada tahun 1985 dan diterapkan untuk perangkat lunak pada tahun 1995. Tujuan dari model ini adalah memrediksikan proses erosi secara detil dengan memerhatikan proses dan parameter yang bekerja saat terjadi erosi (Flanagan, et al., 2000). Prediksi yang dilakukan oleh model WEPP mengacu pada dua proses erosi, yaitu erosi antar alur (interrill erosion) dan erosi alur (rill erosion). Erosi antar alur merupakan proses penglepasan tanah yang berada di area antara dua alur percikan air dan limpasan permukaan yang terbentuk. Hasil sedimen kemudian diangkut menuju alur. Di alur, hasil sedimen dari area antar alur dapat terangkut menuju saluran utama, terendapkan di alur, atau terendapkan di area antar alur ketika debit aliran permukaan melebihi kapasitas alur. Hasil proses di alur dapat membentuk erosi alur dan endapan sedimen di alur. Gambar 1.2 merupakan ilustrasi proses terjadinya erosi pada lereng yang diasumsikan oleh model WEPP. Gambar tersebut menunjukkan hujan mengakibatkan erosi antar alur berupa erosi percik yang dilanjutkan dengan erosi lembar. Hasil sedimen dari proses erosi di area antar alur terangkut menuju alur-alur bersamaan dengan akumulasi limpasan permukaan di alur. Di Alur, Aliran permukaan mengangkut hasil sedimen
6
menuju saluran utama. Pada fase ini, tidak hanya proses pengangkutan sedimen yang terjadi, proses erosi alur dan deposisi sedimen juga dapat berlangsung di alur.
Gambar 1.2. Proses terjadinya erosi pada lereng
Besarnya erosi pada lereng diketahui melalui persamaan: =
+
(Foster, et al., 1995) ..............................................................(1)
dengan G adalah muatan sedimen total pada lereng terukur (kg.m-1.s-1), x adalah panjang lereng aktual (m), d menunjukkan perubahan yang sangat kecil, Di 2
-1
adalah tingkat erosi yang terjadi diantara alur atau interrill erosion (kg.m- .s ), dan Df adalah tingkat erosi alur atau rill erosion (kg.m-2.s-1).
i. Erosi antar alur Tingkat erosi antar alur (Di) dihitung dengan menggunakan persamaan: =
. .σ .
.
. ( ) (Foster, et al., 1995) .....................(2)
dengan Kiadj adalah erodibilitas antar alur yang disesuaikan dengan daerah penelitian (kg.m-4.s),
Ie adalah hujan efektif (m.s-1),
adalah tingkat
-1
pembentukan aliran permukaan antar alur (m.s ), SDRRR adalah nisbah penglepasan sedimen pada kekasaran permukaan tertentu, Fnozzle adalah pengaruh salju (tidak berlaku untuk wilayah kajian sehingga nilainya 1), Rs adalah jarak antar alur (m), dan w adalah lebar alur (m). Erosibilitas antar alur yang disesuaikan (Kiadj) diketahui menggunakan persamaan (Alberts, et al., 1995):
Kiadj = Kib .(Ckican. Ckigc. Ckidr..Ckilr.Ckisc.Ckisl.CKift) .........................(3)
7
Kib adalah erodibilitas antar alur utama (kg.m-4.s), Ckican adalah faktor penyesuaian kanopi, Ckigc adalah faktor penyesuaian tutupan permukaan tanah, Ckidr adalah faktor perakaran mati, Ckilr adalah faktor perakaran hidup, Ckisc adalah faktor perekatan tanah, Ckisl adalah faktor penyesuaian topografi, Ckift adalah faktor salju dan es (untuk wilayah kajian bernilai 1 karena wilayah kajian tidak terpengaruh salju maupun es). Nisbah penglepasan sedimen pada area antar alur (SDRRR) dihitung menggunakan persamaan (Flanagan dan nearing, 2000) : SDRRR = ∑
.
.............................................................................(4)
Jika kecepatan jatuh efektif (vfi ) kurang dari 0,01 m/s maka DRi dihitung dengan persamaan: DRi = az(RIF)bz ...........................................................................................(5) az = exp (0,0672 + 659 vfi) .......................................................................(6) bz = 0,1286 +2209vfi ................................................................................(7) Jika kecepatan jatuh efektif (vfi ) lebih dari 0,01 m/s maka DRi dihitung dengan persamaan: DRi = 2.5(RIF) - 1,5 .....................................................................................(8) RIF = -23(RR)+1,14.....................................................................................(9) fdeti adalah fraksi kelas tekstur i pada tanah, DRi adalah persentase pengiriman sedimen pada kelas tekstur i, RIF adalah faktor kekasaran permukaan antar alur, dan RR adalah kekasaran permukaan.
ii. Erosi alur Sedimen hasil proses erosi area antar alur akan diangkut oleh aliran permukaan menuju alur. Proses di alur ada dua yaitu sedimentasi dan erosi. Sedimentasi terjadi ketika muatan sedimen lebih besar daripada kapasitas muatan sedimen pada alur. Besar sedimentasi dihitung menggunakan persamaan: =
.
(
− ) (Foster, et al., 1995) ...................................................(10)
Β adalah faktor turbulensi (nilainya 0,5), vf adalah kecepatan jatuh efektif sedimen (diketahui dari berat volume dan diameter partikel, m/s), q debit aliran
8
pada alur (m3/s), Tc adalah kapasitas muatan sedimen pada alur
(kg.m-2.s-1),
dan G adalah Muatan sedimen dari area antar alur (kg.m-2.s-1). Erosi alur terjadi ketika tegangan geser aliran (τf) lebih besar daripada tegangan geser kritis tanah (τc). Besar erosi alur (Df) dihitung menggunakan persamaan : =
. (1 − ) (Foster, et al., 1995) .........................................................(11) 2
-1
Dc adalah kapasitas penglepasan dari aliran (kg.m- .s ), G adalah muatan sedimen (kg.m-1.s-1), Tc adalah kapasitas muatan sedimen pada alur 1
(kg.m-
.s-1). Kapasitas muatan sedimen diketahui dengan menggunakan persamaan:
Tc = Kt ( f)1,5 (Foster, et al., 1995) ..........................................................(12) Kt adalah koefisien transport sedimen yang diketahui dari Gambar 1.3 tentang hubungan koefisien transport sedimen dengan tegangan geser aliran.
f
adalah
tegangan geser aliran (Finker,et al., 1989).
Gambar 1.3. Hubungan koefisien transport dengan tegangan geser air (Finker,et al., 1989)
Kapasitas penglepasan (Dc) dihitung dengan menggunakan persamaan: −
Dc = Kr .(
) (Foster, et al., 1995) ......................................................(13)
adalah erodibilitas alur yang dilakukan penyesuain (s.m-1),
Kr
tegangan geser aliran (Pa), f
=
.
c
f
adalah
adalah tegangan kritis tanah (Pa).
/
(Foster, et al., 1995) ......................................................(14)
C = (8g/ft)1/2 (Foster, et al., 1995).............................................................(15)
ft = fr Ar + fi (1- Ar) (Gilley dan Weltz, 1995) ...................................(16)
9
fr = fsr+fcr+flive (Gilley dan Weltz, 1995)..............................................(17) fi = fsi +fci +fbi+ flive (Gilley dan Weltz, 1995) ...................................(18) cadj =
cb
(
rr).(
sc).(
cons).(
ft) (Alberts, et al., 1995) .............(19)
adalah berat spesifik air, Pr adalah debit puncak (s), s adalah kemiringan lereng (m/m), g adalah percepatan grafitasi (m/s2), ft adalah fraksi tanah total, fr adalah fraksi tanah pada alur, Ar adalah total fraksi tanah pada alur, fsr adalah fraksi dari pengaruh kekasaran permukaan di
alur,
fcr adalah fraksi dari
pengaruh tutupan residu di alur, flive adalah fraksi dari pengaruh tutupan kanopi di alur,
fi adalah fraksi pada area antar alur, fsi adalah fraksi dari pengaruh
kekasaran permukaan di antara alur, fci adalah fraksi dari pengaruh tutupan di antara alur, fbi adalah fraksi dari pengaruh penghalang kecil di antara alur, flive adalah fraksi dari pengaruh kanopi di antara alur, utama (awal),
rr
cb
adalah tegangan kritis
adalah faktor penyesuaian dari kekasaran permukaan,
adalah faktor penyesuaian dari perekatan tanah, dari konsolidasi tanah , dan
ft
cons
sc
adalah faktor penyesuaian
adalah faktor penyesuaian dari salju (bernilai 1
untuk daerah penelitian). Persamaan di atas belum dapat menjelaskan proses prediksi erosi yang dilakukan oleh model WEPP secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena proses yang terdapat pada model tersebut cenderung
kompleks dan detil
sehingga tidak mungkin untuk dijelaskan pada uraian di atas. Persamaan yang kompleks tersebut telah dijelaskan oleh USDA (1999) dalam beberapa dokumen tentang proses dasar model WEPP . Dokumen tersebut dapat diakses pada situs http://www.ars.usda.gov/News/docs.htm?docid=18073.
b. Parameter penentu erosi Prediksi erosi yang dilakukan model WEPP tergolong rumit karena proses perhitungannya menggunakan banyak persamaan. Parameter yang dibutuhkan relatif banyak dan sulit dilakukan pengukuran di lapangan. Permasalahan tersebut sudah diselesaikan WEPP dengan menyederhanakan parameter yang dibutuhkan. Parameter yang sulit diukur bisa diketahui melalui pendekatan. Berikut ini adalah parameter yang dibutuhkan dalam prediksi erosi.
10
i. Iklim Parameter iklim yang dibutuhkan dalam prediksi erosi oleh model WEPP diantaranya adalah jumlah hujan, durasi hujan, intensitas hujan puncak, waktu menuju hujan puncak , temperatur harian, dan radiasi matahari yang disimulasikan selama 100 tahun. Data tersebut sulit untuk didapatkan sehingga WEPP menyediakan program CLIGEN (pembangkit iklim) untuk memudahkan pengguna mendapatkan data tersebut melalui analisis statistik dari data utama yang perlu dimiliki pengguna. Data utama tersebut adalah data hujan harian untuk satu lokasi geografi (data curah hujan harian dihitung dengan analisis hujan wilayah dari data stasiun di sekitar wilayah kajian, informasi geografis menggunakan data titik berat wiayah kajian). Berikut ini adalah prinsip dasar CLIGEN dalam membangkitkan data iklim. a). Menghitung probabilitas kejadian hujan dari data curah hujan harian. b). Menghitung hujan harian untuk proyeksi 100 tahun (x) dengan menggunakan persamaan: − 1 + ......................................................................(20)
x=
Xo adalah data hujan harian, u adalah rata-rata hujan harian, g adalah standar deviasi data hujan, dan s adalah koefisien skew dari data hujan.
c). Menghitung durasi hujan menggunakan persamaan (Nicks, et al., 1995): D=
, (
,........................................................................................(21)
)
dengan rl diketahui melalui persamaan (Aksoy, 2000 dan Nicks, 1995): =∫
∞
.............................................................................. (22)
d). Menghitung intensitas hujan puncak menggunakan persamaan (Nicks, et al., 1995): rp = -2x ln (1-rl), rl dijelaskan sebelumnya .............................................(23) e). Menghitung waktu menuju puncak hujan dengan menyesuaikan pola hujan dari stasiun hujan Amerika Serikat. Stasiun tersebut memiliki persentase waktu kejadian puncak. Stasiun hujan yang memiliki pola hujan dan temperatur udara sama dengan wilayah kajian akan terpilih secara otomatis.
11
f). Menghitung temperatur harian (maksimum dan minimum) untuk proyeksi 100 tahun menggunakan persamaan (Nicks, et al., 1995): Tmaksimum =Tmx + (STmx)(v) ...................................................................... (24) Tminimum =Tmn +(STmn)(v) ........................................................................ (25) T adalah temperatur udara (oC), ST adalah standar deviasi dari data temperatur udara, v adalah standar deviasi normal, mn adalah rata-rata minimum, dan mx adalah rata-rata maksimum. g). Menghitung radiasi matahari melalui pendekatan temperatur udara. h). Menghitung radiasi matahari untuk proyeksi 100 tahun menggunakan persamaan (Nicks, et al., 1995): RA = RArata-rata bulanan +Ura (x) ................................................................(26) Ura = RAmaksimum-
.........................................................(27)
RA adalah radiasi matahari, U adalah standar deviasi, x adalah standar variasi normal.
ii. Tanah Tanah memiliki tingkat kepekaan tertentu pada proses erosi. Menurut NSERL (1995), pengaruh tanah terhadap besar erosi yang terjadi ditentukan oleh kelembaban awal, albedo, hidrolik konduktivitas efektif, erodibilitas pada alur, erodibilitas pada antar alur, tegangan kritis tanah, tekstur pada ketebalan tanah tertentu, persentase batuan, kapasitas tukar kation, dan bahan organik dalam tanah. Menurut Alberts, et al.(1995), parameter tersebut perlu diketahui untuk melakukan prediksi erosi menggunakan model WEPP.berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk mengetahui nilai dasar dari parameter (Alberts, et al., 1995): a). kelembaban tanah awal Diasumsikan bernilai 75% pada 1 Januari untuk wilayah.
b). albedo Albedo = 0.6 / exp(0.4*kadar BO tanah). .........................................................(28)
c). hidrolik konduktivitas Kb = -0.265 + 0.0086*(%pasi)r1.8+ 11.46*KTK-0.75, kadar lempung <40% atau ............ (29)
Kb = 0.0066exp(244/%lempung), untuk kadar lempung >40%. ........................(30)
12
d). kapasitas tukar kation Ditentukan menggunakan Tabel 1.1. Tabel 1.1. Penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tekstur
KTK (meq/100g)
Pasir
1-5
Geluh, pasir halus
5-10
Geluh, geluh berdebu
5-15
Lempung bergeluh
15-30
Lempung
30-150
Sumber :Donahue, et al. (1977 dalam NSERL,1995)
e). erodibilitas tanah pada alur Ki = 2728000 + 192100*%pasir sangat halus, untuk kadar pasir >30%, atau ................ (31) Ki = 6054000 - 55130*%lempung, untuk kadar pasir<30% ......................................... (32)
f). erodibilitas tanah pada area antar alur Kr = 0.00197 + 0.00030*(%pasir sangat halus+ 0.03863*EXP(-1.84*kadar BO), untuk pasir>30%, atau .......................................................................................................... (33) Kr = 0.0069 + 0.134*EXP(-0.20*%lempung), untuk pasir <30% ................................. (34)
g). tegangan kritis tanah
τc = 2.67 + 0.065*(%lempung) - 0.058*(%pasir sangat halus), untuk pasir >30%, ..... (35) atau, τc = 3.5, untuk kadar pasir<30% ....................................................................... (36) h). tekstur, kedalaman tanah, bahan organik dan persentase batuan diketahui dari pengukuran lapangan dan pengujian laboraturium.
iii. Topografi Model GeoWEPP menggunakan DEM (Digital Elevation Model) untuk menyimulasikan kondisi topografi dari wilayah kajian. Data DEM yang tersusun atas lokasi absolut dan ketinggian tempat (x, y, dan z) akan diekstrak menjadi arah hadap lereng, kemiringan lereng, dan panjang lereng melalui perhitungan nilai piksel. Menurut Gouise (1998), DEM dapat dibuat melalui interpolasi datadata yang memuat informasi ketinggian seperti peta kontur dan titik tinggi. Peta aliran sungai juga dapat digunakan dalam pembuatan DEM untuk mendeteksi adanya cekungan di suatu wilayah.
13
iv. Pengelolaan lahan Parameter pengelolaan lahan pada WEPP meliputi teknik pengolahan lahan, jenis vegetasi, dan jadwal penanaman dalam satu tahun. Parameter ini perlu diketahui dalam prediksi erosi untuk melihat perubahan-perubahan yang terjdi pada lahan dalam satu tahun. Perubahan karakteristik lahan yang berubah akibat adanya pengelolaan lahan diantaranya adalah erodibilitas antar alur dan erodibilitas alur. Pengaruh yang diberikan oleh pengelolaan lahan diantaranya adalah sebagai berikut (Alberts, et al., 1995): a). lebar area antar alur diasumsikan sama dengan jarak antar tanaman. b).kekasaran permukaan awal akibat pengolahan lahan (bajak atau cangkul). c). efek kanopi baik persentase tutupan maupun ketinggian. efek kanopi pada erodibilitas antar alur: CKican = 1 – 2,941.
(1-
,
)................................................................(37)
Cancov adalah persentase tutupan kanopi dan h adalah ketingian kanopi (m) d).efek pengguguran daun menjadi residu terkubur Efek residu terkubur pada erodibilitas alur: CKrbr = e -0,4br ..........................................................................................(38) br adalah residu terkubur (kg/m2) e). efek perakaran Efek perakaran pada erodibilitas antar alur: CKidr = e-0,56 dr ..........................................................................................(39) CKilr = e-0,56 lr ...........................................................................................(40) Efek perakaran pada erodibilitas alur: CKrdr = e-2,2 dr...........................................................................................(41) CKrlr = e-356 lr ...........................................................................................(42) lr adalah perakaran yang masih hidup (kg/m2) dr adalah perakaran mati (kg/m2). Pengaruh pengelolaan lahan pada proses erosi tidak berjalan statis melainkan selalu berubah pada waktu tertentu. Hal ini disebabkan karena vegetasi yang ada pada lahan akan terus tumbuh hingga mati atau dipotong oleh
14
manusia (panen). Kondisi yang terus berubah dalam satu tahun membutuhkan model pertumbuhan tanaman. Model pertumbuhan tanaman yang disediakan GeoWEPP tersusun atas empat bagian. Bagian pertama merupakan kalender penanaman yang merupakan pengontrol waktu dari model. Bagian kedua merupakan basis data kondisi awal lahan sebelum dilakukan pengolahan. Basis data ini berisikan informasi jenis vegetasi terakhir pada lahan, berat volume lahan, persentase tutupan lahan, biomassa residu lahan, kekasaran permukaan, dan lebar alur. Bagian ketiga merupakan basis data pengolahan yang berisi informasi kedalaman pengolahan, kekasaran permukaan setelah pengolahan, persentase residu yang tersisa setelah pengolahan, jumlah baris pengolahan dan lebar antar baris pengolahan (strip), serta persentase luas permukaan yang berubah akibat pengolahan. Bagian keempat berisikan basis data karakteristik vegetasi seperti rasio biomassa, temperatur ideal untuk pertumbuhan, jarak penanaman, diameter vegetasi maksimal, kedalaman akar maksimal, persentase guguran, waktu yang dibutuhkan untuk terjadi guguran, ketinggian maksimum, luas area daun maksimal, ketinggian pasca panen, koefisien hubungan ketinggian dan persentase tutupan kanopi, dan koefisien penghasil biomassa residu. Informasi tersebut telah disediakan oleh model WEPP. Hal yang perlu dilakukan oleh pengguna adalah menyesuaikan informasi dengan kondisi pada wilayah kajian. Prinsip dasar model pertumbuhan tanaman dijelaskan oleh Arnold, et al. (1995) yang telah dipublikasikan pada website USDA. Model tersebut menjelaskan adanya hubungan penambahan biomassa tumbuhan setiap penerimaan bahang potensial dari radiasi matahari, peningkatan ketinggian tanaman, jumlah tutupan kanopi, kedalaman akar, biomassa akar hidup dan akar mati, diameter tumbuhan, dan jumlah biomassa guguran (residu tegak da residu datar) untuk setiap kenaikan biomassa.
1.6.4. Validasi Laju erosi yang dihitung dengan menggunakan model GeoWEPP bersifat prediktif. Hasil prediksi tersebut perlu dibandingkan dengan laju erosi yang
15
diketahui melalui observasi lapangan untuk mengetahui perbedaan hasil prediksi dengan hasil observasi lapangan. Observasi dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran dimensi erosi rill dan interrill yang diasumsikan terbentuk pada musim hujan dalam satu tahun. Erosi yang terjadi di lereng diketahui dengan menjumlahkan erosi alur dengan erosi antar alur. Stocking
dan Murnaghan (2000) menjelaskan bahwa erosi alur dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan: ( .. . )
=
.
...............................................................................................(43)
dengan G adalah erosi alur (ton/ha/tahun), T adalah waktu terbentuknya erosi (tahun), a adalah ketetapan yang ditentukan berdasarkan bentuk penampang alur ( bernilai 1 untuk penampang alur berbentuk persegi dan persegi panjang, 1,57 untuk penampang alur berbentuk setengah lingkaran, dan 0,5 untuk penampang alur berbentuk segitiga), l adalah panjang total alur (m),
w adalah lebar
penampang alur, h adalah kedalaman alur (m), Ac adalah luas rill catchment (m2), dan BD adalah berat volume (gr/cc). Erosi yang terjadi di area antar alur (interrill) terdiri atas erosi yang disebabkan oleh aliran permukaan. Bentuk erosi ini adalah erosi lembar, sehingga pengukuran armour layer dapat merepresentasikan erosi yang terjadi di area antar alur. Armour layer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Stocking dan Murnaghan, 2000):
G=
(
– ). .
..........................................................................................(44)
G adalah erosi alur (ton/ha/tahun), T adalah waktu terbentuknya erosi (tahun), b adalah persentase batuan/ bahan kasar asli pada tanah (%), h dan ketinggian armour layer (m), BD adalah berat volume (gr/cc). Pengujian hasil prediksi dilakukan dengan menghitung indeks PMARE (Percent Mean Absolute Relative Error) dari data prediksi dan observasi. Menurut Ali dan Abustan (2014), PMARE memiliki kualitas yang baik dalam mengevaluasi model karena bersifat konsisten, logis, interpretatif, dan dapat mengukur kesalahan model secara akurasi dan presisi.
16
Indeks PMARE dihitung dengan menggunakan persamaan (Ali dan Abustan, 2014):
∑
(%) =
|(
)|
................................................................(45)
dengan n adalah jumlah data, o adalah nilai hasil observasi, p adalah nilai hasil prediksi, dan |o-p| adalah nilai absolut dari selisih antara o dan p. Indeks PMARE dapat digunakan untuk mengetahui kualitas dari model prediksi melalui klasifikasi yang disajikan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Kualitas model berdasarkan Indeks PMARE PMARE value (%) 0-5 5-10 10 - 15 15 - 20 20 - 25 >25
Kualitas Sempurna Sangat Baik Baik Cukup Baik Sedang Tidak memuaskan
Sumber : Ali dan Abustan (2014)
1.7. Kerangka Pikir DAS Jono merupakan salah satu DAS yang terindikasi memiliki laju erosi yang besar. Perhitungan erosi di DAS Jono perlu dilakukan agar pengendalian erosi melalui konservasi nantinya dapat ditentukan dengan efekif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode prediksi yang mengaplikasikan model GeoWEPP.
GeoWEPP membutuhkan data karakteristik lahan berupa
tanah, topografi, vegetasi, dan pengelolaan lahan serta data iklim yang mendukung untuk memprediksi laju erosi yang terjadi. Erosi yang diprediksi oleh GeoWEPP adalah erosi alur dan erosi antar alur yang keduanya dipengaruhi oleh percikan air hujan, limpasan permukaan, dan aliran permukaan. Luaran dari prediksi erosi yaitu nilai erosi di lahan dan sedimen yang mungki terjadi di beberapa wilayah pengendapan. Hasil prediksi dari GeoWEPP perlu dilakukan validasi untuk mengetahui keabsahan dari model dalam memprediksi erosi di DAS Jono. Kerangka pikir dalam penelitian ini
17
disajikan dalam Gambar 1.4. Gambar tersebut menunjukkan bahwa model GeoWEPP memegang peran dominan dalam menentukan laju erosi di DAS dan di akhir proses perlu dilakukan validasi untuk mengetahui kevalidan prediksi.
GeoWEPP DAS
Hujan
Karakteristik lahan
Hujan
Limpasan dan aliran permukaan
Erosi
Sedimentasi
Validasi
Gambar 1.4. Kerangka pikir penelitian
1.8. Hipotesis 1. Laju erosi tertinggi terjadi pada lahan dengan kemiringan lereng lebih dari 25% yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian terutama di lereng bagian barat. 2. GeoWEPP yang pada dasarnya megoperasikan model WEPP memiliki orientasi proses dasar terjadinya erosi. Hal ini memungkinkan GeoWEPP untuk memprediksi laju erosi di DAS Jono dengan baik. Namun ketersediaan data yang minim diperkirakan akan membuat kualitas prediksi GeoWEPP menurun hingga kualitas sedang.
18
1.9. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian asli dari peneliti dan tidak ada unsur plagiat. Daerah kajian, tujuan, dan metode yang digunakan juga berbeda Penelitian serupa adalah penelitian dilakukan oleh Nugroho (2008) dengan judul “Pendugaan Laju Erosi dan Hasil Sedimen Menggunakan Model Geowepp Serta Kaitannya Dengan Bentuk DAS di Daerah Aliran Ci Lember”. Penelitian tersebut memfokuskan pada hubungan erosi dengan bentuk DAS, sedangkan penelitian ini lebih ingin mengetahui tentang persebaran erosi di DAS Jono menggunakan GeoWEPP. Penelitian lain yang dilakukan adalah “Pendugaan Erosi dan Sedimentasi dengan Menggunakan Model GeoWEPP” oleh Legowo (2006). Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian ini terutama pada penggunaan DAS. DAS Limboto yang besar harus dibagi lagi menjadi DAS yang kecil sedangkan DAS Jono yang digunakan peneliti tidak perlu dibagi menjadi wilayah kecil. Penggunaan GeoWEPP lainnya yaitu pada penelitian yang dilakukan Yukzel, et al. (2008), Setyono, et al. (2011), dan Puno (2013), untuk penelitian aliran permukaan dan hasil sedimen. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat persebaran spasial dari erosi yang terbentuk untuk dapat dianalisis pola persebaran erosi di DAS Jono dan mengidentifikasi faktor penyebab erosi paling dominan di DAS Jono secara visual. Prediksi laju erosi dilakukan dengan menggunakan model GeoWEPP yang membutuhkan data iklim, tanah, topografi, vegetasi dan pengelolaan lahan. Hasil prediksi GeoWEPP kemudian akan diuji kevalidannya dengan menggunakan indeks Percent Meant Absolute Relative Error (PMARE). PMARE merupakan salah satu metode validasi untuk sebuah pemodelan. Data observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data erosi alur dan erosi armour layer (erosi di area antar alur) pada 34 titik pengamatan.
Titik pengamatan ditentukan dengan
menggunakan metode purposive sampling tanpa mengabaikan proporsi kelas erosi yang akan diuji. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dijelaskan dalam Tabel 1.3.
19
Tabel 1.3. Penelitian sebelumnya
Nama Peneliti Legowo, 2006
Judul Penelitian
Tujuan
Pendugaan Erosi dan Sedimentasi 1. Mempelajari erosi dan sedimentasi di DAS dengan Menggunakan Model Limboto GeoWEPP (Studi Kasus DAS Limboto, Propinsi
2. Mengetahui tingkat bahaya erosi
Metode
Hasil
Menggunakan GeoWEPP dengan wilayah
yang
dibagi
menjadi
subwilayah
1. GeoWEPP
memiliki
kelemahan
dalam
mengestimasi wilayah datar 2. DAS Limboto masuk dalam kategori kritis
Gorontalo) Nugroho,2008
Pendugaan Laju Erosi dan Hasil Mengetahui TBE di DAS Ci lember dan Sedimen Menggunakan Model Geowepp Serta Kaitannya Dengan mengetahui hubungan bentuk DAS dengan Bentuk DAS di Daerah Aliran Ci nilai erosi Lember
Menggunakan
GeoWEPP
untuk
prediksi erosi di orde 2.
1. Bentuk DAS memiliki pengaruh terhadap erosi di DAS
Membandingkan tingkat kebundaran
2. DAS cilember memiliki TBE sedang hingga tinggi
DAS dengan erosi Yuksel,et al., 2008
Fanagan, et al., 2000
Application of GeoWEPP for Mengestimasikan hasil sedimen dan runoff di DAS Determining Sediment Yield and Orcan Creek, Turki Runoff in the Orcan Creek Watershed in Kahramanmaras, Turkey
Penggunaan GeoWEPP yang dijalankan
Hasil validasi menggunakan RMSE menunjukan prediksi
untuk mengetahui runoff dan hasil
hasil sedimen melebihi 27% dari kenyataan di lapangan dan
sedimen
runoff kurang dari 13%
Application of the WEPP model with Mengetahu akurasi penggunaan delineasi digital geographic otomatis untuk program WEPP versi DAS Information
Membandingkan hasil erosi dengan
Hasil delineasi otomatis (TOPAZ) memberikan hasil
WEPP yang didelineasi manual dan
yang relatif baik.
bulanan,
serta
validasi
menggunakan RMSE
otomatis Setyono, et al., 2011
Aplikasi Model GeoWEPP Menghitung erosi, sedimen dan limpasan di (Geospatial Interface for Water Sub DAS manting. Erosion Prediction Project) Untuk Analisa Limpasan, Erosi dan Sedimen di Sub DAS Manting Kabupaten Mojokerto
20
Menggunakan dengan Flowpath
model
metode
GeoWEPP
watershed
dan
SubDAS manting memiliki tingkat bahya erosi rendah Hasil prediksi menunjukan perbedaan di bawah 20%
Lanjutan tabel 1.3. Nama Peneliti Puno, R.G, 2013
Judul Penelitian Geowepp
Application
in
Determining Runoff and Sediment Yield
in
Agriculturally
Tujuan
Metode
Hasil
Memprediksikan runoff dan hasil sedimen di
Penggunaan GeoWEPP dan validasi
Hasil
DAS Mapawa
dengan metode RMSE
GeoWEPP untuk prediksi runoff dan hasil
Active
menunjukan
bahwa
penggunaan
sedimen DAS Mapawa (DAS ukuran kecil)
Catchment of Mapawa
memiliki
koefisien
(R2)
determinasi
masing-masing 0,97 dan 0,87 Conway,
M.W.,
2003
An
Evaluation
of
Erosion,
Mengevaluasi besar hasil sedimen di DAS The
Penggunaan GeoWEPP di dua basin
GeoWEPP
Sedimentation, and Discharge From
Tells Creek di hutan nasional El Dorado ( The
yang telah ditentukan
evaluasi hasil sedimen dan runoff yang
The Tells Creek Drainage in The El
El Dorado National Forest)
Arif
Setiawan. 2015.
1. Menghitung dan menentukan persebaran besar erosi di DAS Jono (Geowepp) untuk Prediksi Laju dengan menggunakan model Erosi di Das Jono, Kecamatan GeoWEPP. for Water Erosion Prediction Project
Piyungan, Kabupaten Bantul, Daerah
Skripsi
proses
cenderung kasar dan melebihi estimasi
Aplikasi Model Geospatial Interface
Istimewa Yogyakarta.
dalam
terbentuk meskipun hasil yang diberikan
Dorado National Forest Bagus
membantu
2. Mengetahui kualitas GeoWEPP dalam memprediksi erosi di DAS Jono
1. Prediksi
erosi
menggunakan
model GeoWEPP 2. Pengujian
kualitas
1. Hasil prediksi erosi di DAS Jono menggunakan
GeoWEPP
model
GeoWEPP
menunjukkan bahwa erosi lahan di DAS
dengan menggunakan analisis
Jono
indeks PMARE.
ton/ha/tahun. Lahan yang memiliki erosi
memiliki
rata-rata
85,96
besar terkonsentrasi di lereng tengah hngga bawah bagian timur memanjang ke barat.
2. Berdasarkan analisis indeks PMARE, model GeoWEPP memiliki kualitas
21
Lanjutan tabel 1.3. Nama Peneliti
Judul Penelitian
Tujuan
Metode
Hasil cukup baik dalam memprediksi erosi di DAS Jono untuk kelas erosi kurang dari 160
ton/ha/tahun.
Namun
kualitas
prediksi GeoWEPP untuk laju erosi lebih dari 160 ton/ha/tahun masuk kategori
tidak
memuaskan.
Kurang
optimalnya hasil prediksi disebabkan karena
ketersediaan
dibutuhkan
data
GeoWEPP
memprediksi erosi relatif sedikit.
22
yang untuk
1.10.
Batasan Istilah
a. Bencana erosi: peristiwa erosi yang mampu mengakibatkan kerugian bagi manusia (BNPB, 2012). b. Erosi: proses pengkikisan tanah oleh tenaga aliran permukaan dan terbawa ke wilayah yang lebih rendah (Suripin, 2002). c. GeoWEPP: model pertama yang menghubungkan WEPP dengan GIS, merupakan model yang berbasis pada proses dasar terjadinya erosi (Flanagan, et al., 2011; Renschler, 2003). d. Laju erosi: besar erosi yang terjadi di suatu wilayah pada luasan dan satuan waktu tertentu, umumnya menggunakan satuan Ton/Ha/Tahun (Morgan, 2005). e. Risiko bencana erosi: kerugian yang dihasilkan karena proses erosi yang melebihi besar erosi diperbolehkan (Blanco dan Lal, 2008). f. Sedimentasi: Bagian dari proses erosi berupa pengendapan material yang terangkut air di suatu lokasi ketika energi pengangkutnya tidak mampu membawa beban material air (Blanco dan Lal, 2008; Morgan, 2005). g. Tingkat bahaya erosi: perkiraan kehilangan tanah maksimum dibandingkan dengan ketebalan tanah dan umur kelestarian tanah (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). h. Transportasi Sedimen: Proses pengangkutan sedimen dari suatu satu titik ke titik lain dengan laju tertentu disebabkan oleh adanya energi kinetik pada media transport berupa air hingga energi kinetik tersebut habis (Asdak, 2007). i. Unit Hillslope: satuan yang otomatis dibuat oleh program TOPAZ (program dalam GeoWEPP) sebagai unit analisis GeoWEPP dalam memprediksi erosi. Satu subDAS memiliki tiga (3) hillslope yaitu hillslope sisi kanan sungai, Hillslope sisi kiri sungai, dan hillslope hulu (Renschler, 2003).
23