BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kampung kota adalah fenomena yang timbul dari pesatnya pembangunan perkotaan akibat besarnya arus urbanisasi dari desa menuju ke kota. Menurut Rahmi dan Setiawan dalam Azzahraa (2014) adanya dampak urbanisasi terhadap permukiman perkotaan adalah tekanan yang besar pada kawasan yang memiliki nilai ekologis tinggi. Hal ini mengakibatkan munculnya permukiman padat pada tempat-tempat strategis kota seperti pusat perdagangan dan jasa. Catatan statistik menunjukkan
bahwa
sejak
1970 fraksi
penduduk perkotaan
Indonesia
meningkat dari 17.4% (1970), menjadi 22.3% (1980), 30.9% (1990), 43.99% (2002) dan, akhirnya, 52.03% (2010). Artinya, dalam tempo 40 tahun urbanisasi telah melipatgandakan penduduk perkotaan tiga kali lebih besar (Ernawi, 2010). Perkembangan perkotaan pada dasarnya adalah akumulasi dari pembangunan perkotaan yang direncanakan dan ruang organik yang tidak direncanakan pembangunannya, dan terbentuknya melalui sejarah, sosial, dan kekuatan budaya penduduknya (Kostoff, 1991). Kampung dalam perkembangannya sering dipakai untuk menjelaskan munculnya permukiman yang dibangun secara mandiri oleh masyarakat dan menjadi tempat tinggal sebagian besar masyarakat perkotaan (Setiawan, 2010). Tidak adanya perencanaan yang baik terhadap kampung kota menjadi masalah yang penting untuk segera diselesaikan mengingat kebutuhan terhadap ruang permukiman. Kepadatan yang tinggi, kualitas lingkungan yang semakin menurun dan kumuh, berkurangnya vegetasi, dan tidak adanya ruang terbuka hijau menjadi salah satu ciri dari kampung kota di Indoensia secara umum. Widjajanti (2013) menyebutkan beberapa permasalahan kampung kota yang saat ini dihadapi oleh kota-kota besar : ―...dampak negatif yang melahirkan berbagai masalah pengelola kota salah satunya adalah timbulnya kawasan pemukiman dengan kualitas rendah, pada dasarnya disebabkan oleh karena pertama; keterbatasan
1
kota dalam menampung perkembangan kota sehingga akan timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan dimana pada gilirannya dapat terbentuk kawasan-kawasan dengan kepadatan penduduk tinggi Kawasan dengan kondisi seperti demikianlah yang merupakan embrio terbentuknya pemukiman-pemukiman dengan kualitas rendah di daerah perkotaan sebagai hal kedua; kampung yang telah lama ada tetapi terdesak oleh perkembangan kota dan mobilitas sosial ekonomi yang mandeg adalah penyebab umum dan kampung-kampung yang semula baik lalu lambat laun menjadi buruk‖ (Widjajanti, 2013:2) Berdasarkan berbagai permasalahan di atas, maka perencanaan kampung kota harus dilakukan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman yang ada dan diharapkan dapat terciptanya kampung kota yang
ramah
pada
lingkungan sekitar sehingga
keberadaannya
dapat
mendukung pusat kegiatan kota. Lingkungan permukiman menjadi perhatian lebih dalam setiap penanganan permasalahan di kampung kota. Hal ini karena kampung kota menjadi lingkungan hidup masyarakat kota yang mana lebih dari setengah waktu masyarakat mereka habiskan di dalam lingkungan permukiman. Apabila permasalahan di kampung kota tidak diselesaikan maka akan menganggu kehidupan masyarakat. Hal ini juga dapat memperburuk citra kota dikarenakan buruknya kualitas permukiman perkotaan (Setiawan, 2010). Selain itu, kampung sebagai permukiman juga tidak hanya memberikan arti yang signifikan terhadap identitas kota dan karakternya, namun juga memberikan efek terhadap kehidupan sosial-ekonomi bagi penduduk perkotaan (Soetomo,2004). Permasalahan yang terjadi di kampung kota mendorong munculnya ide perencanaan kampung dengan konsep kampung hijau, yaitu mengintegrasikan semua perencanaan dengan lingkungan sehingga mendukung lingkungan perumahan sehat, nyaman, aman, harmonis, dan berkelanjutan untuk mendukung kegiatan sosial dan ekonomi masyarkakat perkotaan. Konsep ini merupakan gabungan antara konsep tematik lingkungan yang di ambil dari Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) dan konsep Urban Design (Emily Talen). Penggabungan 2 konsep tersebut dilakukan dengan cara mensintesis hasil dari
2
analisis masalah kawasan perencanaan. Berbagai isu yang dominan juga akan dijadikan bahan pertimbangan dalam perencanaan kawasan perencanaan. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki banyak kampung kota. Salah satunya adalah kampung yang terletak di jantung Kota Yogyakarta di tengah-tengah pusat perdangangan dan jasa, yaitu Kelurahan Ngampilan. Berbagai permasalahan yang telah disebutkan di atas pun juga terjadi di Kelurahan Ngampilan. Kelurahan Ngampilan merupakan salah satu kelurahan terpadat di Kota Yogyakarta. Kawasan ini sebagai salah satu tumpuan permukiman di perkotaan. Apabila kondisi ini terus dipertahankan maka tentu akan menjadi ancaman bagi perkembangan permukiman perkotaan di masa yang akan datang. Hal ini karena perkembangan penduduk terus meningkat sedangkan lahan permukiman tidak bertambah, sehingga kondisi lingkungan permukiman perkotaan akan terancam. 1.2. Permasalahan Adapun permasalahan utama yang ada pada kawasan perencanaan adalah sebagai berikut : 1. keterbatasan ruang sehingga tidak terdapat Ruang Terbuka Hijau (RTH), 2. jalur pedestrian yang tidak nyaman bagi pejalan kaki, 3. lahan parkir yang terbatas, 4. ruang kawasan yang tidak ramah penduduk usia lanjut (Lansia), 5. kepadatan yang tinggi sehingga mempersempit jalan akses dalam kampung, 6. pengolahan air limbah dan sampah yang belum tersistem. 1.3. Tujuan Perencanaan Adapun tujuan perencanaan yang hendak dicapai adalah untuk mengatasi permasalahan ruang yang terjadi pada kawasan perencanaan dengan konsep kampung hijau.
3
1.4. Manfaat Perencanaan Manfaat dari perencanaan ini adalah sebagai berikut: 1. memberikan perspektif baru dalam mengatasi permasalahan keruangan di lingkungan permukiman perkotaan, 2. memberikan alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan lingkungan permukiman dengan konsep Kampung Hijau. 1.5. Sasaran Perencanaan Sasaran yang ingin dicapai dalam perencanaan ini adalah terwujudnya Kelurahan Ngampilan sebagai kampung hijau pada tahun 2035. 1.6. Ruang Lingkup Perencanaan 1.6.1. Lokasi Perencanaan Lokasi perencanaan ini adalah di Kelurahan Ngampilan, Kecamatan Ngampilan, Kota Yogyakarta. Lokasi ini dijadikan sebagai kawasan perencanaan karena beberapa hal. Diantaranya karena merupakan permukiman yang berada di pusat kota sehingga perkembangan pembangunan dalam kawasan permukiman sangat cepat hingga mencapai batas jemu kepadatan. Kepadatan yang sangat tinggi (336 jiwa/ha) mengakibatkan kurangnya ruang terbuka hijau yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat (hanya 1,2 % dari luas total kawasan). Alasan lain, karena kawasan perencanaan ini merupakan permukiman kampung yang memiliki karakteristik sosial yang kuat. Sehingga, apabila konsep kampung hijau ini ingin diterapkan pada kawasan perencanaan dapat lebih mudah dilakukan. Berikut ini peta kawasan perencanaannya.
4
Gambar 1.1. Kawasan Perencanaan Sumber : Google Maps, 2015 Adapun batas-batas kawasan perencanaan adalah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Kelurahan Pringgokusuman Kecamatan Gedong Tengen
Sebelah Selatan
: Kelurahan Notoprajan Kecamatan Ngampilan
Sebelah Barat
: Kelurahan Pakuncen Kecamatan Wirobrajan
Sebelah Timur
: Kelurahan Ngupasan Kecamatan Gondomanan
1.6.2. Fokus Perencanaan Fokus perencanaan yang dilakukan adalah melakukan penataan Kelurahan Ngampilan untuk mendukung kampung hijau agar terwujud tempat tinggal perkotaan yang sehat, nyaman, aman, harmonis, dan berkelanjutan. Konsep yang digunakan dalam perencanaan ini adalah konsep Kota Hijau dalam P2KH dan urban design dalam Emily Talen. Variabel dan tolok ukur berasal dari masingmasing konsep tersebut yang kemudian dilakukan
sintesis masalah sehingga
muncullah konsep kampung hijau. Untuk memfokuskan kegiatan perencanaan, maka beberapa wilayah dalam Kelurahan Ngampilan tidak akan dijadikan kawasan fokus perencanaan. Hal ini karena beberapa bagian kawasan memiliki karakter lingkungan yang sangat 5
berbeda sehingga dibutuhkan konsep lain untuk menyelesaikan permasalahan pada kawasan tersebut. Kawasan tersebut merupakan permukiman yang masuk ke dalam RW 1 dan RW 2 yang terletak di sepanjang sungai Kali Code. Selain itu, beberapa variabel dalam kedua teori tersebut juga tidak akan digunakan dalam analisis karena tidak berkaitan dengan keruangan. 1.7. Perencanaan Terkait Perencanaan kampung hijau telah beberapa kali dilakukan di berbagai lokasi di Indonesia dengan beraneka ragam konsep yang digunakan. Berikut akan dijabarkan secara umum terkait perencanaan kampung hijau yang telah dilakukan disebelumnya: I.7.1. Merancang Kampung Hijau di Tepian Sungai Kota : Kasus Tegalpanggung, Yogyakarta (Lupiyanto, 2009) 1.7.1.1. Deskripsi Perencanaan Perencanaan ini dilakukan di Kampung Tegalpanggung, Yogyakarta. Tegalpanggung merupakan salah satu permukiman padat yang mengalami banyak masalah didalamnya sebagaimana permasalahan kampung kota pada umumnya. Kawasan ini terletak di bantaran sungai Kali Code.
6
Gambar 1.2. Kawasan Kampung Tegalpanggung, Yogyakarta Sumber : Jurnal Penataan Ruang Periode Juli-Agustus (2009:1) Posisi kampung sangat strategis karena terletak di tengah-tengah kota sehingga dekat dengan pusat kegiatan ekonomi. Hal ini pula yang menyebabkan persaingan lahan semakin tinggi sehingga pembangunan yang terjadi saat ini tidak lagi memperhatikan lingkungan permukiman. Kondisi kepadatan mencapai 336 jiwa/ha dan ruang terbuka hanya berupa jalan-jalan yang sempit dan tidak dilengkapi dengan utilitas yang memadai. 1.7.1.2. Konsep Perencanaan Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi di Kampung Tegalpanggung, maka beberapa konsep yang dilakukan adalah dengan cara berikut: a. Revitalisasi vertikal Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan kampung adalah dengan membangun rumah susun (rusun). Beberapa kriteria terlebih dahulu ditentukan sebagai syarat lokasi pembangunan rusun yang akan dilakukan di Kampung Tegalpanggung, diantara kriterianya adalah : (1) bebas dari penetapan garis
7
sempadan sungai, (2) mendapatkan sinar matahari yang cukup, dan (3) dekat dengan fasilitas lingkungan.
Gambar 1.3. Pembangunan Rumah Susun (Rusun) di Kampung Tegalpanggung Sumber : Jurnal Penataan Ruang Periode Juli-Agustus (2009:3) b. Revitalisasi horizontal Selain penanganan secara vertikal, penangan secara horizontal juga dilakukan dengan berbagai macam, yaitu: 1) Membatasi dan Melarang Pembangunan Yaitu
dengan
menengakkan
peraturan-peraturan
sebagai
instrumen
pengendali pembangunan. Artinya, setiap pembangunan harus memiliki ijin pembangunan. Pengawasan ini dapat dilakukan mulai dari tingkatan yang paling kecil dari RT, RW, dan kelurahan. 2) Meningkatkan Kualitas Dan Kuantitas Ruang Terbuka Hijau Hal ini sebagai aset yang bernilai tinggi bagi kehidupan masyarakat sebagai bagian dari ruang kehidupan sosial. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai instrumen mekanisme alam dalam menjaga kualitas lingkungan.
Gambar 1.4. Rencana RTH di Kampung Tegalpanggung Sumber : Sumber : Jurnal Penataan Ruang Periode Juli-Agustus (2009:2)
8
3) Mengembangkan Green Architecture Hal ini dilakukan untuk mengurangi suhu tinggi di tengah kepadatan permukiman perkotaan.
Gambar 1.5. Rencana Green Architecture di Kampung Tegalpanggung Sumber : Jurnal Penataan Ruang Periode Juli-Agustus (2009:4) 4) Peningkatan Aksesibilitas Ramah Lingkungan Peningkatan aksesibiltas dilakukan dengan cara pelebaran jalan sehingga dapat dilalui oleh mobil pemadam kebakaran, dan memperjelas hirarki jalan dalam lingkungan Kampung Tegalpanggung.
Gambar 1.6. Rencana Aksesibiltas di Kampung Tegalpanggung Sumber : Jurnal Penataan Ruang Periode Juli-Agustus (2009:4)
9
5) Penataan Dan Pengembangan Utilitas Jaringan Drainase Perencananaan drainase dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan. Drainse yang direncanakan meliputi drainase jalan, dan juga drainase sungai.
Gambar 1.7. Rencana Drainase di Kampung Tegalpanggung Sumber : Jurnal Penataan Ruang Periode Juli-Agustus (2009:5) I.7.2. Perencanaan Kampung Cikapundung Bandung dengan konsep EcoCreative (Tanjung, 2009) 1.7.2.1. Deskripsi Perencanaan Kota Bandung merupakan salah kota padat di Indonesia yang juga mengalami permasalahan dalam lingkungan permukiman perkotaan. Salah satunya adalah Kampung Cikapundung yang berlokasi di Kota Bandung. Kampung ni terletak di sepanjang sungai Cikapundung. Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh kampung ini adalah: a. Perkembangan bangunan di koridor jalan tidak mengakomodasi rencana spasial ruang\ b. Polusi lingkungan c. Kepadatan bangunan dan tingginya urbanisasi d. Buruknya sanitasi dan kualitas RTH
10
Gambar 1.8. Existing Guna Lahan di Kampung Cikapundung Sumber : Slide Presentasi Cikapundung ‗Eco-Creative Kampong‟ (Tanjung, 2009:8) I.7.1.1. Konsep Perencanaan Untuk mengatasi berbagai permasalahan Kampung Cikapundung, maka gambaran umum penanganan masalah adalah menggunakan gambar berikut ini.
Gambar 1.9. Existing Guna Lahan di Kampung Cikapundung Sumber : Slide Presentasi Cikapundung ‗Eco-Creative Kampong‟ (Tanjung, 2009:10) Konsep yang digunakan adalah menggunakan struktur ruang Fried-egg Form dan Butterfly Form sebagiamana yang telah tergambarkan pada gambar diatas. Penjabaran dari konsep di atas adalah sebagai berikut:
11
1) Connecting the sprawler
Gambar 1.10. Connecting the sprawler di Kampung Cikapundung Sumber : Slide Presentasi Cikapundung ‗Eco-Creative Kampong‟ (Tanjung, 2009:11) Perencanaan yang dilakukan adalah menghubungkan site sehingga dapat diakses lebih baik. Jalur penghubung dibuat menggunakan konsep Green Pathway. Selain itu juga disediakan tempat sebagai orientasi turis untuk menuju ke sungai Cikapundung.
12
2) Green Connector
Gambar 1.11. Green Connector di Kampung Cikapundung Sumber : Slide Presentasi Cikapundung ‗Eco-Creative Kampong‟ (Tanjung, 2009:12) Konsep ini menekankan jalur hijau yang saling terkoneksi pada bibir sungai Cikapundung. Desain in juga dilengkapi dengan desain sistem sanitasi.
13
3) Small Intervention
Gambar 1.12. Green Connector di Kampung Cikapundung Sumber : Slide Presentasi Cikapundung ‗Eco-Creative Kampong‟ (Tanjung, 2009:13) Konsep yang digunakan adalah membangun jalur pedestrian di seluruh bagian kawasan kampung Cikapundung. Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan beberapa konsep yang telah dilakukan untuk penanganan kampung kota di beberapa wilayah sekaligus perberdaan antara konsep yang telah ada.
14
Tabel 1.1. Perencanaan Terkait No Lokasi Konsep Jabaran Konsep 1 Kampung Revitalisasi Pembangunan Rusun Tegalpanggung vertikal Revitalisasi Membatasi pembangunan horizontal Meningkatkan kualitas dan kuantitas RTH Mengembangkan Green Architecture Peningkatan aksesibiltas ramah lingkungan Penataan dan pengembangan utilitas jaringan drainase 2 Kampung Fried Egg Connecting the sprawler Cikapundung Form Butterlfy Green Connector Form Small Intervention Sumber : Analisis Penulis, 2015 Berdasarkan data diatas, juga dapat disimpulkan bahwa perencanaan di Kelurahan Ngampilan belum pernah ada yang merencanakannya, baik dilihat dari lokasi, maupun konsep perencanaan. Gabungan konsep green sebagai tema tematik dan konsep penataan kampung sebagai tema keruangan memang belum banyak ditemui. Maka dari itu, dalam perencanaan Kelurahan Ngampilan ini akan menggunakan gabungan konsep tersebut sehingga terjadi kesimbangan antara lingkungan dan fisik keruangan kampung kota.
15