BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk membuat bertambahnya aktivitas dalam suatu ruang. Pertambahan penduduk yang disebabkan oleh tingginya angka kelahiran dan rendahnya kematian, serta semakin banyaknya pendatang menetap dalam wilayah tersebut memberi konsekuensi akan perlunya peningkatan pelayanan sarana prasarana publik di wilayah itu. Di sisi lain, pertambahan jumlah penduduk ini, tidak diikuti dengan bertambahnya ruang yang jumlahnya cenderung tetap. Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan kota wisata menjadi daya tarik masyarakat luar kota untuk menetap di kota Yogyakarta, baik itu menetap sirkuler maupun permanen. Sedangkan luas wilayah Kota Yogyakarta yang tetap, menjadikan Kota Yogyakarta sebagai salah satu kota di Indonesia dengan kepadatan yang sangat tinggi yakni 12.390 jiwa/km2 (Sumber: Analisis penulis, 2014). Dengan kondisi itu, tentunya menjadi suatu tantangan tersendiri bagi perencana dalam merencanakan kota guna memenuhi kebutuhan penduduk didalamnnya. Salah satu dampak dari perkembangan kota ini ialah bertambahnya angka konversi lahan dari lahan hijau menjadi lahan pemukiman, industri dan perdagangan. Sehingga tidak jarang dalam suatu kota memiliki jumlah ruang terbukanya semakin berkurang. Ruang terbuka yang terdiri dari ruang terbuka hijau dan non hijau ini merupakan bentuk upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan penyediaan sarana publik kepada masyarakat, termasuk dalam ruang terbuka hijau ini diantaranya taman, sempadan sungai, hutan kota dan makam. Makam sebagai salah satu sarana perkotaan yang sangat penting, cenderung terabaikan keberadaannya. Budiharjo (1999) menegaskan bahwa makam sebagai komponen
utama
dalam
siklus
kehidupan
kota
harus
dipertahankan
keberadaannya yang tidak bisa ditawar ditengah tengah kehidupan perkotaan. 1
Keberadaan makam memiliki nilai penting baik bagi yang telah meninggal maupun yang masih hidup. Bagi jenazah, dalam kebudayaan Jawa, makam sebagai salah satu rantai proses perjalanan manusia, yaitu tempat tinggal setelah kematian (Bappeda, 2013). Sedangkan bagi yang masih hidup, makam membuat kita mengetahui silsilah keluarga kita (Francis D, dkk; 2000) dan sebagai upaya membuat kita ingat akan kematian, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “……berziarahlah ke makam, karena dapat mengingatkan kalian akan kematian” (Hadits riwayat Ahmad, Muslim dan Ash-habus-sunan kecuali Tirmidzi dalam Sabiq, 2013). Tempat pemakaman merupakan salah satu fasilitas sosial yang bersifat kultural, hal ini ditunjukkan dengan adanya pola tradisi dan agama yang dianut masyarakat dalam menguburkan jenazah yang sudah meninggal ke dalam tanah yang terus dipertahankan. Berdasarkan SNI tahun 2004 tentang Perencanaan Perumahan Kota, setiap kawasan berpenduduk 120.000 jiwa seharusnya memiliki minimal 1 ruang terbuka yang berfungsi sebagai pemakaman dengan luas yang tidak ditentukan. Namun realitanya banyak kota kota di Indonesia, khususnya Yogyakarta, mengalami defisit pemakaman baik yang disebabkan karena kapasitas makam yang hampir penuh serta lahan makam yang semakin berkurang dikarenakan konversi lahan. Makam selain sebagai fasilitas sosial dan umum, juga berfungsi sebagai ruang terbuka hijau mengalami penurunan fungsi terutama sebagai daerah resapan air. Hal ini disebabkan karena banyak makam yang masih menggunakan perkerasan beton didalamnya dan kurangnya vegetasi di dalam area makam. Selain itu kondisi makam yang kurang tertata dan terawat menyebabkan kesan makam yang kumuh dan hal ini mempengaruhi kondisi lingkungan sekitarnya. Kematian sebagai proses kehidupan, tidak dapat diprediksi kedatangannya oleh manusia, sehingga sudah selayaknya pemerintah sebagai pelayan masyarakat menyediakan petak makam yang diperlukan oleh masyarakat. Namun terbatasnya lahan dan terus bertambahnya jumlah penduduk membuat harga tanah di kota semakin mahal dan upaya penambahan lahan makam semakin sulit dilakukan. Di sisi lain, kota Yogyakarta sebagai kota yang memiliki banyak penduduk usia 2
produktif, cenderung memiliki angka kematian yang kecil yakni 0.7% dari tahun 2009-2013 (Sumber: analisis penulis, 2014). Namun kondisi ini memberi kita gambaran bahwa dengan angka kematian yang kecil tersebut, apabila saat ini belum bisa terpenuhi lahannya maka bisa dibayangkan tahun tahun mendatang dengan kebutuhan lahan makam semakin meningkat seiring jumlah usia produktif saat ini yang tinggi yang menyebabkan peningkatan angka kematian pula. Dari gambaran kondisi diatas, dapat disimpulkan bahwa makam merupakan salah satu masalah khusus bagi perkotaan. Hal ini dikarenakan lahan makam yang bersifat permanen dan telah ada dalam waktu yang lama. Itu sebabnya dalam memberi solusi terhadap pemakaman ini, peran perencana dalam merencanakan kota di tuntut untuk bisa melihat prospek makam kedepannya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti tentang Karakteristik Pemakaman Kota Yogyakarta dan Prospeknya sebagai bentuk mengevaluasi kondisi saat ini dan memberi gambaran prospek makam di masa depan. 1.2. Pertanyaan Penelitian Setelah memahami permasalahan yang ada di wilayah amatan, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kondisi pemakaman di Kota Yogyakarta saat ini? 2. Seperti apakah prospek pemakaman Kota Yogyakarta di masa depan? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini ialah: a.
Mengevaluasi kondisi eksisting pemakaman di Kota Yogyakarta.
b.
Menjelaskan prospek pemakaman Kota Yogyakarta di masa depan.
1.4. Hipotesis Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis peneliti bahwa kapasitas makam di Kota Yogyakarta sudah hampir penuh dan tidak mampu menampung warganya yang meninggal. Untuk itu penelitian ini akan menghitung kapasitas pemakaman di Kota Yogyakarta untuk sekian tahun ke depan (5, 10 dan 15 tahun mendatang dengan asumsi tahun perencanaan secara umum). 3
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat: 1.
Sebagai informasi mengenai kondisi eksisting pemakaman di Kota Yogyakarta
2.
Sebagai masukan bagi pemerintah kota terhadap prospek pemakaman yang memungkinkan di Kota Yogyakarta di masa depan.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian 1.
Ruang lingkup areal, penelitian ini mengambil lokasi di Kota Yogyakarta yang terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan dengan luas area sebesar 32.50 KM2.
Gambar 1.1 Peta Lokasi Penelitian Sumber: BAPPEDA, 2014
4
2.
Ruang lingkup substansi, yakni berfokus pada lahan pemakaman yang terdapat di kota Yogyakarta dengan batasan pengamatan pada pengelolaan tanah pemakaman diantaranya tempat pemakaman umum dan makam desa.
1.7. Keaslian Penelitian Adapun penelitian yang berkaitan dengan penelitian penulis diantaranya penelitian tentang kajian pola spasial dan dampak normatif keberadaan lahan pemakaman umum di perkotaan studi kasus kota Yogyakarta oleh Mutaali (1998) di fakultas Geografi UGM. Dalam penelitiannya, peneliti mengkaji pola ruang lokasi pemakaman dalam struktur ruang kota kedalam pusat kota, transisi kota dan pinggiran kota. Riyadi (2005) yang merupakan mahasiswa Geomatika UGM juga meneliti tentang pemakaman di Kota Yogyakarta dengan judul sistem pendukung keputusan berbasis SIG untuk pengelolaan tempat pemakaman di wilayah perkotaan studi kasus Kota Yogyakarta. Dalam penelitiannya, penulis menentukan lokasi pemakaman baru dengan menggunakan analisis GIS dan ILWIS. Terdapat pula penelitian eksistensi TPU (Tempat Pemakaman Umum) yang berlokasi kota Jakarta Pusat Penelitian oleh Apriyanto (2006). Penelitian ini berfokus pada pemanfaatan lahan TPU yang dikelola Pemkot. Dari hasil penelitiannya dapat dikemukakan bahwa adanya perbedaan tingkat efisiensi pemanfaatan lahan baik itu secara fisik dan preferensi masyarakat. Adapun factor factor yang memepengaruhi tingkat pemanfaatan lahan TPU diantaranya aksesibilitas, aspek social budaya, kelembagaan dan penerapan terhadap Perda No 2 tahun 1992. Selain itu pada penelitian ini juga di tunjukkan bahwa tingkat tekanan pemanfaatan lahan TPU berbeda antara satu kawasan dengan kawasan lainnya tanpa mengikut prinsip teori Von Thunen. Selain itu penelitian tentang makam juga pernah dilakukan oleh Yuliva (2008). Pada penelitian ini penulis mengangkat judul tentang persepsi stakeholders terhadap eksistensi komersialisasi makam kota kasus: San Diego Hills Memorial Park & Funeral Homes Karawang Jawa Barat. Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa adanya keterbatasan lahan TPU di Kota Jakarta 5
berpengaruh terhadap bisnis komersialisasi makam di pinggiran kota dan kaitannya dengan pemahaman stakeholder terhadap eksistensi pemakaman San Diego Hills ini. Penelitian tentang pemakaman juga dilakukan oleh Sinapoy (2013) tentang evaluasi kebijakan lahan pemakaman di DKI Jakarta. Penelitian ini berfokus pada upaya mengkaji kebijakan tentang pemakaman di DKI. Hasil dari penelitian ini mengevaluasi perda tentang pemakaman, mentipologikan TPU berdasarkan letak, lokasi dan jenisnya serta menghitung adanya ketimpangan antara kebutuhan dengan ketersediaan lahan pemakaman di saat ini dengan proyeksi masa depan. Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai Karakteristik Pemakaman Kota Yogyakarta dan Prospeknya belum pernah diteliti sebelumnya. Oleh sebab itu, peneliti berkesempatan mengangkat penelitian ini sebagai bagian dari syarat kelulusan S1 ini. 1.8. Sistematika Penelitian Penelitian ini ditulis dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut: 1.
BAB I yaitu Pendahuluan, terdiri dari latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, hipotesis penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, keaslian penelitian dan sistematika penulisan.
2.
BAB II yaitu Tinjauan Pustaka, terdiri dari tinjauan pustaka tentang kematian, fasilitas sosial, prospek pemakaman serta landasan teori.
3.
BAB III yaitu Metode Penelitian, terdiri dari pendekatan penelitian, unit amatan dan unit analisis, metode pengumpulan data, metode analisis data serta variabel dan nilai.
4.
BAB IV yaitu Deskripsi Lokasi Penelitian, terdiri dari gambaran umum Kota Yogyakarta serta pemakaman Kota Yogyakarta.
5.
BAB V yaitu Hasil dan Pembahasan, terdiri dari karakteristik pemakaman, kapasitas pemakaman, prospek pemakaman serta temuan penelitian.
6.
BAB VI yaitu Kesimpulan dan Saran, terdiri dari kesimpulan penelitian dan saran terhadap penelitian berikutnya. 6