BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Cahaya atau gelombang elektromagnetik yang mengenai suatu bahan, dalam tinjauan elektrodinamika, akan mengubah besar atau arah polarisasi atau magnetisasi pada bahan tersebut. Perubahan yang terjadi selain menghasilkan cahaya baru yang memiliki frekuensi yang sama dengan cahaya datang, juga dapat menimbulkan tanggap non linier dengan frekuensi yang berbeda. Sifat non linier pada optika mengandung arti bahwa cahaya hasil tidak hanya muncul dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi cahaya datang, namun juga muncul dengan frekuensi yang lain. Efek non linier ini hanya akan muncul apabila cahaya yang digunakan mempunyai intensitas yang tinggi (Boyd, 2008). Efek-efek optik non linier akibat interaksi optik orde tinggi telah banyak diamati. Ketaklinieran instrinsik yang ditimbulkan melalui rapat polarisasi maupun rapat magnetisasi non linier orde dua meliputi: pembangkitan cahaya harmonik kedua (second harmonic generation), pembangkitan medan frekuensi jumlah (sum frequency generation), pembangkitan cahaya frekuensi selisih (different frequency generation), penguatan parametrik (parametric amplification), dan rektifikasi optik (optical rectification). Koefisien-koefisien non linier yang merupakan nilai karakteristik bahan, secara umum nilainya sangat kecil dibanding koefisien liniernya. Pada kasus ini, teknik pengepasan fase (phase matching) digunakan sehingga bagian non linier dari interaksi tersebut dapat muncul secara mencolok (Shen, 1984). Rektifikasi optik dijelaskan dari sifat simetri medium non linier yang menghasilkan polarisasi searah pada gelombang sinusoidal (Kadlec, 2005). Rektifikasi optik mampu mengubah polarisasi medan listrik sinusoidal menjadi polarisasi searah saat cahaya datang dengan intensitas meningkat. Rektifikasi optik yang merupakan salah satu proses pada optika non linier digunakan untuk ‘menyearahkan’ laser femtosekon dari ranah cahaya tampak menjadi ranah THz.
1
2
Pada rektifikasi optik juga berlangsung proses pengepasan fase optika di bahan nonsentrosimetrik seperti ZnTe dan LiNbO3 (Kanda et al., 2007). Pada rektifikasi optik, koefisien konversi dari energi gelombang cahaya tampak menjadi energi gelombang THz masih sangat terbatas nilainya yaitu 10-6 sampai 10-9 (Lee et al. 2000; Liu, 2006; Konstantin, 2006; Sun dan Yao, 2006; Zhang et al., 1994; Chuang et al., 1992). Selain itu, penelitian rektifikasi optik yang merupakan salah satu tanggap non linier pada suatu material menjadi sangat menantang, karena masih minimnya sumber bahan non linier yang dapat digunakan dalam ranah THz (Zharov et al., 2003; Fang et al., 2009; Klein et al., 2007, Sipe dan Boyd, 1992, Fischer et al., 1995; Shalaev dan Sarychev, 1998; Husu et al., 2012; Tang et al., 2011; Rosanov et al., 2012; Liu et al., 2011). Ranah frekuensi THz baik mengenai sumber radiasi, detektor, antena, spektroskopi, pencitraan dan lain-lain, merupakan salah satu topik riset yang cukup banyak menarik perhatian pada saat ini. Frekuensi sumber radiasi ini berada di antara 300 GHz sampai 3 THz atau pada panjang gelombang 0,1 mm sampai 1 mm. Ranah frekuensi THz pada spektrum gelombang elektromagnetik merupakan ranah frekuensi yang berada di antara domain frekuensi gelombang mikro (microwave) dan domain frekuensi infra merah (infrared). Gambar 1.1 menggambarkan spektrum radiasi gelombang elektromagnetik secara lengkap dari frekuensi rendah hingga frekuensi tinggi.
Gambar 1.1 Spektrum radiasi gelombang elektromagnetik (Kužel, et al., 2014)
3
Frekuensi THz pada Gambar 1.1 terlihat berada pada gap frekuensi di antara cakupan sumber gelombang berbasis elektronik (electronics) dan fotonik (photonic). Elektronik
mencakup solid state dan vacuum electronics (klystron, gyrotron, magnetron) sedangkan fotonik mencakup laser dan segala jenis variannya. Sumber-sumber yang tersedia saat ini baik dari kelompok elektronik maupun dari fotonik masih memiliki keluaran pada level microwatt (Peter dan Siegel, 2002). Hal ini memunculkan
agresivitas penelitian karena letak frekuensi THz ini berada belum banyak dijangkau oleh sumber gelombang lain yang dibuat oleh manusia. Frekuensi THz memberi kemungkinan untuk mendeteksi material yang tersimpan di dalam suatu obyek. Gelombang THz dapat menembus berbagai material seperti tembok, pakaian, pembungkus paket, dan lainnya dari jarak ratusan meter,
tetapi tidak akan menembus jaringan tubuh manusia. Radiasi THz dengan demikian mampu menjadi sumber yang ideal untuk mendeteksi benda-benda yang tersembunyi di balik baju (Parthasarathy et al., 2005). Gelombang THz juga dapat digunakan untuk mendeteksi komposisi kimia sebuah material (Davies et al., 2008). Pada bidang komunikasi, ranah frekuensi THz menjanjikan super-broadband atau transfer data yang berlipat-lipat dari capaian yang ada pada saat ini (Dragoman, 2004). Penelitian terkini menunjukkan ranah frekuensi ini mulai banyak digunakan untuk deteksi, sensor, maupun pencitraan biomedis (Sigh et al., 2010; Ascázubi et al., 2005). Perkembangan terbaru penggunaan sumber gelombang THz telah membuka kesempatan untuk memunculkan efek non linier pada material-material baru, seperti semikonduktor (Fan et al., 2012), sumur kuantum (Hirori et al., 2010), ferroelectric (Katayama et al., 2012) maupun metamaterial konvensional (Wang et al., 2009). Metamaterial di sisi lain, merupakan material buatan dengan indeks bias negatif yang memiliki permitivitas elektrik dan permeabilitas magnetik bernilai negatif secara simultan (Pendry, 2000). Indeks bias negatif menjadi salah satu fenomena yang menarik untuk dikaji dan mendapat perhatian yang cukup luas. Salah satu aplikasi fenomena ini adalah pembuatan jubah tidak nampak (invisible cloak), yaitu peralatan selubung yang dapat menyembunyikan suatu obyek dari
4
penglihatan mata manusia. Peralatan selubung saat ini baru dapat dikembangkan pada spektrum microwave atau inframerah jauh (Soukoulis, 2007). Metamaterial juga dapat digunakan untuk membuat lensa super (superlens) yang memiliki kapabilitas resolusi yang sangat tinggi. Lensa super mampu menghimpun semua gelombang evanescent yang membawa informasi pada skala yang kecil (Welsh et al., 2007). Mikroskop optik, sebagai perbandingan, hanya mampu mengambil gambar dengan detil mencapai sepersepuluh diameter sel darah merah atau 400 nm. Sebuah lensa super yang terbuat dari lapisan tipis perak mampu mengambil gambar hingga ukuran 60 nm secara detil, sehingga suatu saat pergerakan protein melewati mikrotubula yang merupakan proses pembentukan sel tulang akan dapat diamati (Liu, 2012; Savinov et al., 2012). Perbedaan metamaterial terhadap material alami dapat dipahami secara sederhana menggunakan Gambar 1.2.
(a)
(b)
Gambar 1.2. Sketsa (a) material alami (b) metamaterial (Shalaev et al., 2005) Gambar 1.2.(a) memperlihatkan struktur material alami yang tersusun atas atom-atom penyusun material, sementara Gambar 1.2.(b) menunjukkan struktur metamaterial yang tersusun dari struktur buatan berupa pasangan nanorods. Struktur buatan ini agar dapat menggantikan peran atom seperti dalam material biasa, harus memiliki konstanta kisi yang lebih kecil dibanding dengan panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan. Hal ini memungkinkan material buatan tersebut memiliki permitivitas dan permeabilitas yang bernilai negatif dengan menggunakan pendekatan teori medium efektif (Shalaev et al., 2005).
5
Terobosan dalam penelitian metamaterial ditandai dengan munculnya struktur metamaterial baru yang disebut sebagai metamaterial struktur chiral (Pendry, 2004). Adanya sifat instrinsik asimetri pada chiral memberikan lintas kopling antara medan listrik dan medan magnet pada metamaterial chiral. Struktur ini menjawab kesulitan peneliti dalam mengembangkan metamaterial yang menuntut adanya dua struktur elemen magnetik dan elemen elektrik yang sangat berbeda karakteristiknya tetapi dengan frekuensi resonansi yang sama (Dincer et al., 2015). Metamaterial struktur chiral lebih sederhana dalam fabrikasi. Struktur ini tidak mengharuskan keterlibatan dua elemen struktur yang digabung pada frekuensi resonansi yang sama, tetapi mampu memberikan nilai indeks bias yang berbeda untuk setiap sudut polarisasi circularnya. Parameter chirality seperti koefisien chiral, optical activity, dan circular dichroism menjadi sangat penting dalam mengoptimalkan struktur chiral tersebut (Gonokami et al., 2005; Hannam et al., 2014; Hua et al., 2014). Pengembangan desain baru metamaterial chiral menjadi fokus utama penelitian ini. Metamaterial chiral yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini telah diawali dengan penelitian menggunakan molekul chiral meta interface pada larutan dye yang dilakukan oleh Tomita et al. (2013). Hasil yang diperoleh memperlihatkan adanya perubahan polaritas dan eliptisitas pada molekul chiral dan achiral yang digunakan, yang bersesuaian dengan absorbansi yang terjadi pada panjang gelombang 540 nm. Berdasarkan hasil tersebut, dilakukan penelitian yang difokuskan pada struktur chiral yang dibuat di atas suatu lapisan tipis perak menggunakan sistem Focused Ion Beam (FIB). Spektroskopi Emisi Terahertz digunakan untuk menyelidiki munculnya pancaran sinyal THz yang merupakan gejala optika non linier pada struktur metamaterial chiral. Selain itu diteliti pula aspek optical activity dan circular dichroism yang menjadi parameter utama chirality suatu struktur. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa jauh sifat chiral desain baru ini mampu mengubah keadaan polarisasi bahan metamaterial, serta kaitannya dengan performa bahan metamaterial yang dikembangkan sebagai alternatif polarizer yang terkontrol.
6
1.2 Perumusan Masalah Desain baru metamaterial struktur chiral menjadi obyek penelitian yang masih perlu dikaji lebih jauh. Kajian dilakukan berkaitan dengan pengembangan desain baru metamaterial chiral, karakteristik rektifikasi optik serta karakteristik chirality yang menyertainya. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana menghasilkan metamaterial desain baru chiral persegi dengan kedalaman berbeda yang mampu memancarkan gelombang THz ?
2.
Apakah metamaterial desain baru chiral yang dihasilkan memiliki karakteristik optika non linier berupa rektifikasi optik yang sesuai?
3.
Apakah metamaterial desain baru chiral yang dihasilkan juga memiliki karakteristik chirality berupa optical activity dan circular dichroism yang sesuai?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama terkait dengan pengembangan desain baru metamaterial chiral adalah menghasilkan metamaterial desain baru chiral persegi dengan kedalaman berbeda yang mampu memancarkan gelombang THz. Sementara tujuan khusus dari penelitian ini terkait dengan metamaterial desain baru chiral ini adalah 1.
Memperoleh emisi THz yang bersumber dari metamaterial chiral persegi yang dihasilkan.
2.
Memperoleh karakteristik optika non linier dari metamaterial chiral persegi yang dihasilkan berupa rektifikasi optik pada jangkau THz.
3.
Memperoleh karakteristik chirality dari metamaterial chiral persegi yang dihasilkan berupa parameter optical activity dan circular dichroism.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Karakteristik rektifikasi optik pada metamaterial desain baru struktur chiral dapat menjadi informasi mengenai pancaran gelombang THz sebagai fungsi
7
dari energi laser, yang akan bermanfaat pada penelitian untuk memperoleh sumber gelombang THz pada spektroskopi emisi femtosekon terpulsa. 2. Karakteristik chirality pada metamaterial desain baru struktur chiral dapat memberi informasi mengenai pengaruh arah putaran struktur terhadap chirality pada spektrum eliptisitas maupun spektrum polarisasi. Informasi ini dapat digunakan untuk melihat kestabilan kemunculan sifat chiral suatu bahan. 3. Penjabaran dalam penelitian ini dapat dengan mudah diperluas pemakaiannya untuk mempelajari sistem metamaterial dengan struktur chiral yang berbeda, yang dewasa ini mendapat banyak perhatian karena kemudahannya dalam mendapatkan indeks bias negatif.