1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kegiatan inventarisasi sumberdaya hutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam perencanaan hutan. Inventarisasi hutan diperlukan untuk mengetahui kekayaan yang terkandung di dalam suatu hutan pada saat tertentu. Umumnya, inventarisasi hutan dapat dilakukan dengan beberapa metode pengukuran, yaitu: pengukuran secara terestris (ground survey), pengukuran menggunakan teknologi penginderaan jauh (remote sensing), dan pengukuran dengan menggabungkan kedua metode tersebut (Simon 1993). Pendugaan potensi tegakan secara terestris biasanya lebih akurat, walaupun dalam proses pengumpulan datanya membutuhkan waktu yang lama serta biaya dan tenaga yang besar (Husch 1987). Pada luasan yang cukup besar, metode terestris ini cenderung mempunyai kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan manusia (non-sampling error). Berbeda dengan metode terestris, metode penginderaan jauh dapat dilakukan dalam waktu yang cepat dengan cakupan yang luas, juga informasi yang didapat relatif lebih lengkap. Metode ini memiliki keterbatasan yang bersumber dari citra, karena itu pada umumnya citra memerlukan koreksi sebelum dilakukan pengolahan baik koreksi geometrik maupun koreksi radiometrik. Keterbatasan lain dalam metode penginderaan jauh adalah kesalahan yang terjadi dalam penafsiran citra oleh manusia (Anwar 2008). Penggabungan antara metode terestris dan penginderaan jauh merupakan solusi dari kelebihan dan kekurangan dari kedua metode tersebut. Pengukuran parameter pohon atau tegakan dapat dilakukan di atas potret udara, sedangkan pengukuran terestris hanya diperlukan untuk mengecek hasil pengukuran di atas potret (Simon 1993). Potret udara adalah suatu gambaran sebagian permukaan bumi yang menunjukkan semua kenampakan alami seperti halnya topografi dan tumbuhan penutup serta hasil karya manusia seperti fasilitas transportasi dan bangunanbangunan (Husch 1987). Menurut Sutarahardja (1999), penggunaan potret udara atau citra dijital non-metrik dalam inventarisasi hutan dapat mempermudah
2 pemilihan contoh pada potretnya sendiri maupun pada lapangan. Selain itu, penggunaan potret udara juga dapat mempermudah dalam penetapan lokasi petak ukur di lapangan dan membantu dalam penyiapan informasi awal tentang kondisi lapangan yang akan di survey secara terestris. Pengukuran pada citra dijital diyakini dapat dilaksanakan dengan cepat, tetapi pengukuran dengan cara ini memiliki faktor ketelitian yang lebih rendah dibandingkan dengan pegukuran di lapangan. Untuk mengatasi rendahnya ketelitian, maka faktor konsistensi dalam pengukuran dan penafsiran citra harus diterapkan. Teknik double sampling ini dikembangkan untuk memaksimalkan kelebihan dan meminimalkan kekurangan dari kedua metode, untuk mendapatkan hasil yang relatif teliti dan biaya yang relatif murah dengan jangka waktu pengerjaan yang reatif cepat. Penggunaan teknik ini terbukti sangat efisien apabila biaya pengukuran peubah bebas pada fase pertama jauh lebih murah dengan waktu yang lebih cepat pula bila dibandingkan dengan fase ke-dua. Menurut Simon (1993), metode sampling bertingkat ini akan memberi keuntungan yang lebih tinggi bila dalam inventarisasi digunakan potret udara. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa teknik ini efisien jika digunakan untuk kegiatan inventarisasi (Howard 1996). Penggunaan metode double sampling dalam rangka inventarisasi hutan digunakan pada penelitian yang dilakukan di KPH Randublatung Jaya dan Cahyono (2001) mengungkapkan bahwa teknik pengambilan contoh ganda menggunakan Potret Udara Format Kecil mampu memberikan efisiensi relatif sebesar 296,7%, sedangkan apabila menggunakan Potret udara Konvensional memberikan efisiensi relatif sebesar 225,7%. Anwar (2008) menyatakan bahwa teknik double sampling menggunakan citra SPOT 5 di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat memberikan efisiensi relatif sebesar 234,79% dengan kesalahan pengambilan contoh sebesar 10,81%. Teknik double sampling dengan stratifikasi memberikan nilai efisiensi relatif yang lebih tinggi dari teknik double sampling. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sujiatmoko (1998) bahwa teknik penarikan contoh ganda terstratifikasi (stratified double sampling) lebih efisien sebesar 111,333% dibandingkan penarikan contoh ganda tanpa stratifikasi (double sampling). Penelitian Iskandar (1995) menghasilkan nilai efisiensi relatif (ER) untuk teknik
3 double sampling berstratifikasi sebesar 282,32% dengan nilai sampling error (SE) sebesar 6,93%, sedangkan teknik double sampling tanpa stratifikasi sebesar 174,14% dengan nilai SE sebesar 11,25%. Yamin (1996) mengemukakan bahwa penggunaan teknik double sampling berstratifikasi memiliki efisiensi sebesar 4.207,6% dengan SE sebesar 11,23%, sedangkan penggunaan teknik double sampling tanpa stratifikasi sebesar 198,9% dengan SE sebesar 3,33%. Dari penelitian yang telah dilakukan, penelitian ini merupakan penelitian pertama yang meggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat aplikasi dari citra dijital non-metrik resolusi tinggi dalam inventarisasi hutan, menganalisis efisiensi teknik double samplingnya, juga melihat seberapa besar akurasi penggunaan citra tersebut. Citra dijital non metrik dengan resolusi tinggi digunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan kemudahan proses pengambilan gambar dengan biaya yang murah (Prijono 2002). Penggunaan citra ini diharapkan dapat memberikan peran dalam bidang kehutanan khususnya kegiatan inventarisasi hutan, salah satunya dapat digunakan dalam teknik double sampling dan menghasilkan nilai efisiensi serta akurasi yang tinggi. Dengan beberapa pertimbangan, diantaranya kondisi tegakan dan citra, maka teknik inventarisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik double sampling dengan regresi linier sederhana untuk menduga volume pohon rata-rata bebas cabang. Pada penelitian ini, pengukuran citra dijital dikombinasikan dengan pengukuran lapangan pada tegakan jati (Tectona grandis, L.f) KPH Madiun Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
4 1.2 Kerangka Pemikiran Inventarisasi Hutan
Terestris - Akurat - Mahal - Tenaga kerja dan biaya yang tinggi
Penginderaan Jarak Jauh -Murah -Tenaga kerja dan biaya yang rendah -Kurang akurat Kombinasi Terestris dan Penginderaan Jarak Jauh
Multi Stage Sampling
Multi Phase Sampling (Double Sampling)
Data Penginderaan Jarak Jauh
Citra Analog
Potret Udara - Relatif Mahal - 3 Dimensi - Analog
Data Terestris
Citra Dijital
Citra Satelit Analisis/ Dijital - Relatif Murah - Dijital - Relatif Akurat
Citra Dijital Airbone Pesawat Tak Berwak Non-metrik - Murah - Teliti - Dijital - Akurat
Efisien dan Akurat
Gambar 1 Diagram alir kerangka pikir.
5 Inventarisasi hutan dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: metode terestris, penginderaan jarak jauh, dan kombinasi antara keduanya. Metode kombinasi antara terestris dan penginderaan jarak jauh dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kedua metode, salah satunya dengan double sampling. Dalam metode double sampling, data terestris dikombinasikan dengan data penginderaan jauh berupa potret udara, citra satelit analisis atau dijital, dan citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Pada Gambar 1 dapat dilihat perbedaan yang mendasar antara potret udara, citra satelit, dan citra dijital non-metrik. Dengan pertimbangan tersebut, maka pada penelitian ini citra dijital non-metrik resolusi tinggi digunakan untuk mendapatkan data yang murah, teliti, dan akurat. Dalam penelitian ini, teknik double sampling digunakan untuk mengetahui seberapa besar akurasi serta efisiensi relatif citra dijital non-metrik resolusi tinggi. Diagram alir kerangka pikir penelitian ini disajikan pada Gambar 1. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi aplikasi teknik double sampling menggunakan citra dijital non-metrik resolusi tinggi guna menduga sediaan tegakan jati.
1.4 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang terdahulu, maka masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah penggunaan citra dijital non-metrik dengan teknik double sampling dapat meningkatkan nilai efisiensi relatif.
1.5 Manfaat Penelitian Berkaitan dengan tujuan penelitian di atas, maka diharapkan penelitian ini dapat digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan terutama yang melibatkan data citra satelit.