1
PENGARUH PEMBESARAN DIAMETER UJUNG TIANG PADA PERKUATAN BUIS BETON DI BAWAH PONDASI DANGKAL AKIBAT PEMBEBANAN STATIS DAN DINAMIS (PEMODELAN DI LABORATORIUM) Nama Mahasiswa : 1. Kumara Bagus Raditya W (3109 106 019) 2. Muh. Ferdi Darwis (3109 106 025) 3. Marlini (3109 106 035) Jurusan : Teknik Sipil FTSP - ITS Dosen Konsultasi : 1. Dr. Ir. Ria Asih Aryani Soemitro, M.Eng 2. Trihanyndio Rendy Satrya, ST. MT 3. Ir. Moesdarjono Soetojo, M.Sc BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang tidak dapat dihindari dan tidak dapat diprediksi berapa besar kekuatannya. Gempa bumi disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Gempa bumi akan menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya dalam waktu relatif singkat. Pada tanggal 27 Mei 2006 pukul 5:54 pagi waktu setempat, gempa dengan magnitudo momen 6,3 menghantam pulau Jawa, Indonesia di dekat Yogyakarta. Daerah yang terkena dampaknya merupakan daerah padat penduduk yang merupakan wilayah perpaduan perkotaan dan pedesaan. Lokasi pusat gempa ini letaknya di sebelah tenggara desa Imogiri di sepanjang Sungai Oyo di Kabupaten Bantul (USGS, 2006). Menurut USGS, kedalaman gempa ini sedalam 10 km. Peristiwa gempa bumi tersebut mengakibatkan kerusakan yang besar
dan keruntuhan pada bangunan. Salah satu penyebab keruntuhan bangunan adalah timbulnya momen tambahan yang harus diterima struktur utama karena terjadi perbedaan penurunan (differential settlement). Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban bangunan ke tanah atau batuan yang ada di bawahnya (Hardiyatmo H C, 2010). Pondasi didesain agar memiliki kapasitas dukung dengan penurunan / settlement tertentu. Bangunan yang mengalami keruntuhan saat terjadi gempa di Bantul menggunakan sistem pondasi dangkal (perbandingan D/B≤ 4) yang tidak tahan terhadap gempa. Salah satu desain pondasi untuk struktur tahan gempa pada bangunan rendah (kurang dari 3 lantai) adalah penggunaan buis beton sebagai perkuatan pada pondasi dangkal. Penggunaan buis beton diharapkan mampu menahan gaya aksial serta gaya geser yang cukup besar dan juga dapat mengurangi penurunan tanah saat terjadi gempa (Wong, 2004). Pembesaran ujung pada tiang buis beton juga mampu memberikan peningkatan pada daya dukung pada pondasi itu sendiri sehingga penurunan yang terjadi semakin kecil (Hardiyatmo, 2010). Hal tersebut yang menjadikan dasar dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan sebagai perkuatan pada pondasi dangkal untuk bangunan rendah. Karena itu penelitian ini penting untuk dilakukan guna lebih mengetahui pengaruh perkuatan buis beton dengan pembesaran ujung pada pondasi dangkal. 1.2 Perumusan Masalah Masalah yang akan dikaji dalam penelitian tugas akhir ini antara lain sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh bentuk variasi pondasi dangkal terhadap
2
2.
3.
4.
5.
6.
penurunan tanah dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan beban dinamis yang menggunakan peta gempa 2010, (dengan uji model di laboratorium dan analisa numerik sebagai pembanding)? Bagaimana penurunan yang terjadi akibat beban statis vertikal dan beban dinamis pada pondasi dangkal dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan menggunakan perkuatan buis beton serta pembesaran diameter ujung tiang, bila jarak pemasangan buis beton 3D dan 3,5D serta kedalaman buis beton 10 dan 20 cm dan pembesaran diameter ujung tiang 1,5D dan 2D? Bagaimana pengaruh variasi pembebanan statis dan dinamis terhadap penurunan tanah pada pondasi dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan beban dinamis yang menggunakan peta gempa 2010, (dengan uji model di laboratorium dan analisa numerik sebagai pembanding)? Bagaimana angka keamanan pondasi dengan menggunakan peta gempa 2010 akibat kombinasi beban statis vertikal dan beban dinamis pada tanah pasir berlempung LL = 32%? Bagaimana parameter fisik tanah dasar dan kuat geser setelah pembebanan? Bagaimana penurunan yang terjadi akibat beban statis vertikal dan dinamis pada pondasi dangkal dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan menggunakan perkuatan
7.
8.
buis beton tanpa dan dengan pembesaran diameter ujung tiang (D b ) 1,5D dan 2D? Bagaimana hasil perbandingan penurunan akibat pembebanan kombinasi pada pondasi dengan menggunakan program bantu Plaxis sesuai skala pemodelan laboratorium dan skala di lapangan? Bagaimana pondasi yang efisien untuk masing-masing pembebanan?
1.3 Batasan Masalah Tugas akhir ini membahas tentang pengaruh beban statis dan beban dinamis pada pondasi dangkal dengan batasan sebagai berikut : 1. Tanah yang digunakan adalah tanah pasir berlempung dengan campuran antara bentonit, pasir dan air dengan nilai batas cair yaitu LL = 32 %. 2. Pondasi dangkal dengan perkuatan buis beton dimodelkan dengan perbandingan 1:10 dengan menggunakan pembesaran ujung. 3. Variasi jarak pemasangan buis beton S = 3D dan S = 3,5D dengan kedalaman 10 dan 20 cm dan pembesaran ujung tiang 1,5D dan 2D. 4. Tidak membahas likuifaksi. 5. Beban dinamis yang diberikan pada pemodelan pondasi dangkal berdasarkan peta gempa 2010 serta pemberian beban menggunakan boks getar yang digerakan oleh motor penggerak. 6. Pemberian beban statis vertikal sebesar 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 25 kg. 7. Pengukuran penurunan tanah menggunakan sensor penurunan
3
pada boks getar dilakukan pada tanah di bawah pondasi. 8. Tidak membahas kenaikan tanah disekitar pondasi akibat penurunan tanah di bawahnya. 9. Menggunakan program bantu Plaxis 2D. 10. Percobaan menggunakan boks getar dengan ukuran 110 x 50 x 95 cm dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Teknik Sipil, ITS, Surabaya.
4.
5.
6. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan pada penelitian ini yaitu : 1. Mengetahui pengaruh bentuk variasi pondasi dangkal terhadap penurunan tanah dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan beban dinamis yang menggunakan peta gempa 2010, (dengan uji model di laboratorium dan analisa numerik sebagai pembanding). 2. Mengetahui penurunan yang terjadi akibat beban statis vertikal dan beban dinamis pada pondasi dangkal dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan menggunakan perkuatan buis beton serta pembesaran ujung, bila jarak pemasangan buis beton S = 3D dan S = 3.5D serta kedalaman buis beton 10 dan 20 cm dan pembesaran ujung tiang 1,5D dan 2D.. 3. Mengetahui pengaruh variasi pembebanan terhadap penurunan tanah pada pondasi dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan beban dinamis yang menggunakan peta gempa 2010. (dengan uji model di
7.
8.
laboratorium dan analisa numerik sebagai pembanding). Mengetahui angka keamanan pondasi dengan menggunakan peta gempa 2010 akibat kombinasi beban statis vertikal dan beban dinamis pada tanah pasir berlempung LL = 32%. Mengetahui parameter fisik tanah dasar dan kuat geser setelah pembebanan. Mengetahui penurunan yang terjadi akibat beban statis vertikal dan dinamis pada pondasi dangkal dengan variasi L/B = 1 (bujur sangkar) dan bentuk segitiga dengan menggunakan perkuatan buis beton tanpa dan dengan pembesaran diameter ujung tiang (D b ) 1,5D dan 2D. Mengetahui hasil perbandingan penurunan akibat pembebanan kombinasi pada pondasi dengan menggunakan program bantu Plaxis sesuai skala pemodelan laboratorium dan skala di lapangan. Mengetahui pondasi yang efisien untuk masing-masing pembebanan.
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui seberapa besar penurunan dan angka keamanan pada pondasi dangkal dengan dan tanpa perkuatan buis beton pada tanah pasir berlempung dengan menggunakan peta gempa 2010. Dengan analisa yang diperoleh, diharapkan dapat menjadi wacana sebagai bahan pertimbangan untuk mengurangi kerusakan akibat gempa pada bangunan rendah (kurang dari 3 lantai) yang menggunakan pondasi
4
dangkal dan sebagai bahan pembanding terhadap penelitian kelompok peneliti lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tanah Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-andapan yang relative lepas (loose) yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relative lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap di antara partikelpertikel.Ruang di antara partikelpertikel dapat berisi air, udara ataupun keduanya.Tanah berasal dari pelapukan batuan yang prosesnya dapat secara fisik maupun kimia. (Sumber: Hardiyatmo. 2010).
2.1.1 Identifikasi Tanah Tanah berbutir kasar dapat diidentifikasi berdasarkan ukuran butiran.Tergantung klasifikasi yang digunakan, jika di pakai MIT nomenclature, butiran-butiran yang berdimeter lebih besar dari 2 mm, dklasifikasikan sebagai kerikil.Jika butiran dapat dilihat oleh mata, tetapi ukuran kurang dari 2 mm, disebut pasir. Tanah pasir disebut pasir kasar jika diameter butiran berkisar antara 2 - 0,6 mm, pasir sedang jika diameternya antara 0,6 – 0,2 mm, dan pasir halus bila diameternya antara 0,2 – 0,06 mm. (Sumber: Hardiyatmo. H.C. 2010). Tanah berbutir halus yaitu butiran yang berukuran antara 0,6 mm hingga 2µ (1µ = 1 mikron = 0,001 mm) hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. (Sumber: Terzaghi, K dan R. B. Peck, 1987). Dalam ASTM D2487, pembagian klasifikasi butiran tanah adalah sebagai berikut:
2.1.1.1 Cobble Cobble adalah partikel-partikel batuan yang lolos saringan 12 in (300 mm) dan tertahan saringan 3 in (75 mm) (untuk saringan dengan lubang bujursangkar standar Amerika). (Sumber: Hardiyatmo. 2010). 2.1.1.2 Boulder Boulder adalah partikel-partikel batuan yang tidak lolos saringan 12 in (300 mm) (untuk saringan dengan lubang bujursangkar). (Sumber: Hardiyatmo. 2010). 2.1.1.3 Kerikil Kerikil adalah partikel-partikel batuan yang lolos saringan 3 in (75 mm) dan tertahan saringan no. 4 (4,75 mm). (Sumber: Hardiyatmo. 2010). 2.1.1.4 Pasir Pasir adalah partikel butiran batuan yang lolos saringan no. 4 (4,75 mm) dan tertahan pada saringan no. 200 (0,075 mm). (Sumber: Hardiyatmo. 2010). 2.1.1.5 Lanau Lanau adalah tanah yang butirannya lolos saringan no. 200 (0,075 mm). Untuk klasifikasi, lanau adalah tanah berbutir halus, atau fraksi halus dari tanah dengan indeks plastisitas < 4. (Sumber: Hardiyatmo. 2010). 2.1.1.6 Tanah Lempung Lempung adalah tanah berbutir halus yang lolos saringan no. 200 (0,075 mm) (Sumber: Hardiyatmo, H.C. 2010). Bentonite adalah lempung dengan kadar montmorilonite yang tinggi. Kebanyakan bentonit terbentuk dari perubahan kimiawi abu vulkanik. Bila berhubungan dengan air, bentonit kering mengembang lebih besar dibanding lempung kering lainnya, sedangkan bentonit jenuh menyusut
5
lebih banyak jika dikeringkan. (Sumber: Terzaghi, K dan R. B. Peck, 1987). 2.1.2 Pengujian Tanah di Laboratorium Sifat-sirat fisik tanah dapat dipelajari dari hasil laboratorium pada contoh tanah.Hasil-hasil pengujian yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung kapasitas dukung dan penurunan. Secara umum, pengujian di laboratorium mengenai sifat-sifat fisik tanah yang dilakukan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 2.1.2.1 Pengujian Volumetri / Gravimetri Pada prinsipnya, tanah terdiri dari air, udara dan butir-butir padat. Sifatsifat umum suatu tanah dapat dilihat dari besarnya harga-harga parameter dari tanah yang bersangkutan, misalnya: berat volume (γ), berat volume kering (γ d ), berat volume butir (γ t ), specific gravity (G s ), angka pori (e), porositas (n), kadar air (w), dan derajat kejenuhan (S r ). (Manual Laboratorium ITS, 2007) Harga-harga γ, γ t , w, G s dapat ditentukan langsung di laboratorium, sedang parameter-parameter yang lain dapat dihitung secara analitis dengan menggunakan ketiga parameter yang telah diperoleh. Rumus-rumus yang dapat dipergunakan untuk menghitung parameter tersebut adalah sebagai berikut: Ws γt = V (2.3)
2.2
γ
γd
= 1+w
e
=
n
= 1+e
Sr
=
(2.4)
(1+w)Gs x γw γ
e
w+Gs e
–1
(2.5) (2.6) (2.7)
Pondasi Pondasi merupakan bagian paling bawah dari suatu konstruksi bangunan
yang berfungsi untuk meneruskan beban dari struktur bangunan bagian atas ke lapisan tanah dibagian bawah pondasi, tanpa mengakibatkan keruntuhan geser tanah dan penurunan tanah (settlement) yang berlebihan. Pondasi akan aman apabila keruntuhan geser tidak terjadi pada tanah di bawah pondasi dan penurunan tanah yang terjadi masih dalam batas yang disyaratkan dalan perencanaan, karena itu pada saat perancanaan beban yang diteruskan oleh pondasi tidak boleh melebihi kekuatan tanah tersebut,apabila kekuatan tanah dilampaui maka akan terjadi penurunan tanah yang berlebih sehinga menyebabkan kerusakan pada bangunan. (Sumber : Das, B.M, 1985). 2.2.1 Jenis-Jenis Pondasi 2.2.1.1 Pondasi Dangkal (Shallow Foundation) Pondasi dangkal adalah pondasi dengan perbandingan kedalaman dan lebar telapak kurang dari empat (D/B ≤ 4) (Sumber: Bowles,1996), disebut juga pondasi alas, pondasi telapaktersebar (spread footing) dan pondasi rakit. Terbuat dari beton dan memakai tulangan yang berguna memikul momen lentur yang bekerja. 2.2.1.2 Pondasi Dalam (Deep Foundation) Perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi lebih dari empat (D/B≥ 4)(Sumber: Bowles,1991), meneruskan beban ke tanah keras atau batu, terletak jauh dari permukaan; contoh: tiang pancang, V pile, bore pile: 2.2.1.3 Pondasi Tiang Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang menahan gaya vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi dengan tumpuan pondasi.
6
Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam (Bowles, 1996). 1. Pondasi Tiang dengan Pembesaran Dimensi Ujung Bawah Tiang Sistem pondasi dengan pembesaran dimensi di ujung bawah tiang atau bulb dikembangkan pertama kali oleh Mac Arthur Pile Corp. pada tahun 1950.Pada umumnya pondasi tiang jenis ini menggunakan pukulan yang diberikan di dasar suatu pipa (inner hammering) seperti Frangky Pile dan Bump Pile, atau pukulan di atas kepala tiang seperti Delta Pile dan Alpha Pile. a. Frangky Pile Frangky Pile (Chellis R.D, 1961) berasal dari Belgia, sistem pembuatannya dengan menggunakan pipa yang ujung bawahnya disumbat dengan campuran mortar.Kemudian campuran mortar di dalam pipa ditumbuk dengan inner hammer agar pipa masuk ke dalam tanah sampai pada kedalaman lapisan pendukung. Setelah itu, pipa ditahan dengan sling dan akibat pukulan hammer keluarlah mortar ke sekeliling tanah di ujung bawah tiang dan terbentuk bulb, seperti yang terlihat pada gambar 2.4. b. Bump Pile Bump pile adalah sistem pembuatan pondasi tiang bulb yang menggunakan dua jenis hammer, yaitu pile head hammering dan inner hammering, dikembangkan oleh Sutoyo dari Surabaya-Indonesia pada tahun 1985. Proses pembuatannya dengan menggunakan pipa beton (concrete pilling tube) sebagai model tiang pondasi yang dilengkapi sepatu tiang pada ujung bawah pipanya. Kepala tiang dipukul hingga
kedalaman rencana, kemudian pipa diisi dengan beton cair dan ditumbuk dengan inner hammering sehingga terbentuklah bulb, seperti yang terlihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.4 Proses Pembuatan Frangky Pile (Chellis R.D, 1961).
Gambar 2.5 Proses Pembuatan Bump Pile (Sutoyo, 1985). c. Delta Pile Sistem Delta Pile (Tomlinson, 1995) dengan menggunakan pipa sebagai model tiang dan mandrel di dalamnya, ujung pipa ditutup dengan sepatu dan bagian bawah pipa diisi beton cair dengan mandrel di atasnya. Dengan memukul bagian atas pipa maka seluruh bagian pipa dan mandrel akan masuk bersamaan ke dalam tanah. Setelah kedalaman rencana tercapai, mandrel dipukul dengan hammer sehingga menyodok beton dan ssepatu hingga terlepas dan terbentuklah bulb. Mandrel diangkat keluar dan pipa diisi dengan beton seluruhnya sambil pipa tersebut juga diangkat keluar, seperti yang terlihat pada gambar 2.6. d. Alpha Pile Penggunaan pipa luar dan mandrel juga diterapkan pada
7
tahapan pelaksanaan Alpha Pile (Tomlinson, 1995). Pipa luar dengan sepatu dari pelat yang dapt terlepas dipasang bersamaan dengan mandrel di bagian dalamnya.Antara pipa luar dan mandrel telah ditempatkan tulangan tiang.Hammer dijatuhkan untuk memasukkan pipa luar, tulangan dan mandrel hingga mencapai kedalaman rencana. Setelah itu, berangsur-angsur beton cair diisikan melalui mandrel sambil diangkat ke atas dengan sling.Hammer dipukulkan di atas mandrel hingga mandrel menyodok sepatu dan lepas, terbentuklah bulb. Langkah terakhir adalah menarik pipa dan mandrel keluar, sehingga yang tertinggal hanya tiang dengan tulangan di dalamnya, seperti yang terlihat pada gambar 2.7.
Gambar 2.6 Proses pembuatan Delta Pile (Tomlinson, 1995).
Gambar 2.7 Proses Pembuatan Alpha pile (Tomlinson, 1995). 2. Pondasi Tiang Bor dengan Pembesaran Ujung Tiang bor dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, kemudian dimasukkan tulangan yang telah dirangkai dan dicor beton. Pada tanah yang keras
atau batuan lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk menambah tahanan dukung ujung tiang (Gambar 2.8).
Gambar 2.8 Tampang Tiang Bor dengan Pembesaran Ujung (Hardiyatmo, 2010). 3. Pondasi Tiang Buis Beton Tiang buis beton merupakan salah satu alternatif yang digunakan untuk memberikan perkuatan pada pondasi bagunan sederhana dengan biaya yang lebih murah. Tiang buis beton memiliki bentuk seperti buis beton tetapi dari segi kekuatan tiang buis beton lebih rendah dari buis beton karena dalam proses pembuatannya tidak melalui pabrikasi,tiang buis beton dibuat secara manual dengan tenaga manusia,tiang buis beton terdiri dari beberapa buis beton yang disusun hingga kedalam sekitar 1 sampai 2 meter kemudian diberi batu pecah, tulangan,kemudian di cor ditempat. Untuk memasang tiang buis beton,tanah digali dengan diameter dan kedalaman yang direncanakan kemudian buis beton dimasukan pada lubang – lubang yang telah di buat. Setelah buis beton tertanam lalu diberikan batu pecah, tulangan dan kemudian dicor ditempat bersama pondasi. 2.2.2 Pembebanan Perencanaan suatu struktur yang meliputi struktur atas maupun struktur bawah untuk keadaan-keadaan batas stabil, kekuatan batas dan kemampuanlayan batas harus memperhitungkan pengaruh-pengaruh dari aksi sebagai akibat dari beban-beban berikut: 1. Beban Mati 2. Beban Hidup
8
3. Beban Angin 4. Beban Gempa (Dinamis) 2.2.3 Kapasitas Daya Dukung 2.2.3.1 Daya Dukung Pondasi Dinamis untuk Pondasi Dangkal Daya dukung statis pondasi dangkal sudah dipelajari secara intensif di buku-buku literatur. Beban bisa berbentuk dinamis, vertikal dari nuklir, horisontal dari gempa. Kedua tipe ini akan menimbulkan deformasi besar yang permanen pada pondasi. Tetapi dasar-dasar yang menjelaskan definisi daya dukung dinamis belum ditemukan. Beberapa informasi tentang daya dukung dinamis dibedakan untuk tanah pasir dan tanah lempung: 1. Untuk tanah pasir (Sumber: Vesic, A.S,1963) : q u = q.N q .γ qs + 0,5.B.γ.Ν γ .λ γ (2.8) Bila D r < 70% → keruntuhan geser lokal mungkin terjadi Bila 0 < D r (kepadatan relatif) < 67% → Nilai Ø di koreksi dengan Ø’ untuk tanah pasir, Dimana: Ø’= tg-1 [(0,67 + D r – 0,75 D r 2) tg φ] (2.9) 2. Untuk tanah lempung (Sumber: Vesic, A.S, 1963): (2.10) q u = C u .N c .λ cs + q.N q .γ q q u = 5.14. C u [1 + 0,1964 (B/L)] x [1 + 0,49 tg-1 (d f /B)] + q (2.11) Untuk D f /B >1(Sumber: Vesic, A.S.dkk, 1975) : q u = 5.14. C u [ 1 + 0,1964 (B/L)] x [ 1 + 0,49 (d f /B)] + q (2.12) Untuk D f /B > 1(Sumber: Vesic, A.S, 1963) : (2.13) q ijinstatis+dinamis = 75% x σ Persamaan Vesic (1975) selengkapnya memberikan pengaruhpengaruh seperti kedalaman, bentuk pondasi, kemiringan dan eksentrisitas beban, kemiringan dasar dan kemiringan permukaan, yaitu: q u = s c d c i c b c g c cN c + s q d q i q b q g q P o N q + s γ d γ i γ b γ g γ 0,5 B γ N γ (2.14)
dengan: qu B
= daya dukung ultimate = lebar pondasi (m)
γ c Po
= berat volume tanah = kohesi tanah = D f . γ = tekanan overburden di dasar pondasi s c , s q , s γ = faktor-faktor bentuk pondasi d c , d q , d γ = faktor-faktor kedalaman pondasi i c , i q , i γ = faktor-faktor kemiringan beban b c , b q , b γ = faktor-faktor kemiringan dasar g c , g q , g γ = faktor-faktor kemiringan permukaan N c ,N q ,N γ = faktor-faktor kapasitas dukung Vesic 2.2.3.2 Daya Dukung Pondasi Telapak Segitiga Hasil uji coba pada pondasi segitita serta ekivalen dari pondasi persegi dibandingkan dengan daya dukung rata-rata untuk pondasi segitiga ekivalen 60 mm, dan pondasi yang disamakan dengan 36.75 x 42.43 mm2, dapat dilihat jelas bahwa perolehan daya dukung rata-rata maksimum untuk pondasi persegi adalah 20-30% lebih rendah dari hasil yang diujikan pada pondasi segitiga. Untuk kasus eksentrisitas beban pada pondasi segitiga hasilnya berbeda sangat jauh. Dalam hal ini daya dukung maksimum untuk pondasi yang diekivalensikan sekitar 60% lebih besar dari hasil yang diperoleh pada pondasi segitiga. 2.2.3.3 Kapasitas Horisontal Material Tiang Pancang Kapasitas horisontal tiang pancang dengan ujung tiang tertahan (tanah non kohesif) menurut Broms (1972) : Tahap 1. Tentukan kuat lentur ultimate M y tiang pancang 1 + sin θ Kp = 1 − sin θ (2.15)
9
1
3 My L1 = K ×γ × D p t
(2.16)
Tahap 2. Bila L< L 1 Maka tiang di klasifikasikan sebagai tiang ”pendek” dan demikian di ketahui L/D, Nilai Q L =H u .
Dengan memperhitungkan gaya dinamis yang disalurkan ke bangunan bawah (F), rumus yang digunakan sebagai berikut: F = m.a (2.21) dengan: F = gaya dinamis m = massa w = berat pondasi g = 9,8 m/s2
2.2.3.4 Daya Dukung Tiang Bor pada Tanah Granular Pada pemasangan tiang dengan cara pemancangan, getaran dan beban kejut yang terjadi saat pemancanagan menyebabkan tanah granular memadat, sehingga menambah tahanan ujungnya. Namun kejadian ini tidak Tahap 3. Bila L< L 1 , periksa terjadi bila tiang dipasang dengan apakah sebuah sendi ke dua akan mengebor tanah terlabih dahulu. terbentuk yaitu M maksimum ≥ M y Akibat pengeboran, tanah granular di 1 3 sekitar lubang bor dapat terganggu 2× M y (2.17) (2.27) f = kepadatannya. Rumus yang digunakan K ×γ × D 1 p t M 3 dengan metode AASHTO (1998) K p × γ t × D × f (2.18) max = Q L × f − M y − 2 sebagai berikut: Tahap 4. Bila M maksimum ≥ M y 1. Kapasitas dukung ultimit neto (Q u ) Tiang di klasifikasikan sebagai tiang Qu = Qb + Qs - Wp (2.23) panjang dan diketahui 2. Tahanan ujung ultimit (Q b ) Q b = A b .p b ’N q (2.24) 2× My . γ (2.25) p ’ = p ’ = D b o f (2.19) K p × γ t × D4 1 Ab = 4 π Db2 (2.26) Cari nilai Q L dengan: Tahap 5. Bila M maksimum ≥ M y tiang A b = luas dasar tiang bor di klasifikasikan sebagai tiang panjang D b = diameter ujung bawah tiangbor dan diketahui D f = kedalaman tiang bor M W p = berat sendiri tiang y (2.20) Q L = 0,5 × K p × γ t × L2 × D + p b ’ = p o ’ = Tegangan vertikal efektif L (overburden) pada tiang Di mana : 3. Tahanan gesek ultimit (Q s ) K p = koefisien tekanan tanah pasif Q s = 𝛴𝛴 A s .p o ’.K d .tg (2.27) L 1 = panjang tiang dengan: M y = kuat lentur ultimate tiang pancang A s = tahanan gesek satuan γ = berat volume tanah basah t P o’ =Tegangan vertikal efektif D = diameter tiang (overburden) pada tiang. f = posisi momen maksimun dari muka δ = Sudut geser efektif = 2/3 φ’. tanah K d = K o ( hambatan pelekat) = Q L = daya dukung tanah maksimum pada 1–sinφ (2.20) pondasi
10
2.2.3.5 Daya Dukung Tiang Bor pada Tanah Lempung Pekerjaan pengeboran pada pemasangan tiang menyebabkan perubahan kuat geser tanah lempung. Hal ini, karena proses pembuatan lubang saat pengeboran melonggarkan tanah, sehingga tahanan ujung tiang menjadi berkurang. Selain itu, karena tekanan lateral menjadi berkurang di dekat dinding lubang bor, pada tanah lempung terjadi pengembangan dan aliran air menuju ke permukaan dinding lubang bor. Proses pengecoran di dalam lubnag bor juga menyebabkan pelunakan tanah lempung, sehingga mengurangi kuat geser lempung. Rumus yang digunakan dengan metode Skempton (1986) sebagai berikut: 1. Kapasitas dukung ultimit neto (Q u ) Qu = Qb + Qs (2.28) 2. Tahanan ujung ultimit (Q b ) Q b = A b .f b (2.29) fb = μ.c b .N c (2.30) 1 2 Ab = 4 π Db (2.31) dengan: A b = luas dasar tiang bor D b = diameter ujung bawah tiangbor D f = kedalaman tiang bor μ = factor koreksi, dengan μ = 0,8 untuk d < 1 m, dan μ = 0,75 untuk d > 1 m f b = tahanan ujung satuan tiang bor c b = kohesi tanah di bawah ujung tiang pada kondisi tak terdrainase (undrained). N c = faktor kapasitas dukung (N c = 9) 3. Tahanan gesek ultimit (Q s ) Q s = A s .f s (2.32) fs = cd = α cu dengan: A s = tahanan gesek satuan f s = Tahanan gesek persatuan luas c d = faktor adhesi c u = kohesi tak terdrainase (undrained) α = 0,45
2.2.3.6 Daya Dukung Tiang Kelompok Disaat sebuah tiang merupakan begian dari group, daya dukungnya mengalami modifikasi karena pengaruh dari group tiang tersebut. Dari problema ini dapat di bedakan dua fenomena sebagai berikut: 1. Pengaruh group saat pelaksanaan pemancangan tiang-tiang. 2. Pengaruh group akibat sebuah beban yang bekerja. Proses pemancangan dapat menurunkan kepadatan di sekeliling tiang untuk tanah yang sangat padat. Namun untuk kondisi tanah didominasi oleh pasir lepas atau dengan tingkat kepadatan sedang, pemancangan dapat menaikkan kepadatan disekitar tiang bila jarak antar tiang ≤ 7 s/d 8 D. Efisiensi Tiang Kapasitas dukung tiang gesek (friction pile) dalam tanah lempung akan berkurang jika jarak tiang semakin dekat. Besarnya kapasitas dukung total menjadi tereduksi dengan nilai reduksi yang tergantung dari ukuran, bentuk kelompok, jarak dan panjang tiangnya. Nilai pengali terhadap kapasitas dukung ultimit tiang tunggal dengan memperhatikan pengaruh kelompok tiang, disebut efisiensi tiang (E g ). (Sumber: Hardiyatmo, H.C. 2010). Persamaan efisiensi tiang diusulkan berdasarkan pada susunan tiang, jarak relatife dan diameter tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Salah satu dari persamaan-persamaan efisiensi tiang tersebut yang disarankan oleh Converse-Labarre formula sebagai berikut: �n ′ − 1�m+(m−1)n′
(2.33) E g = 1- ө 90 mn ′ Dengan; Eg = efisiensi kelompok tiang
11
m n’ ө s (m) d
= jumlah baris tiang = jumlah tiang dalam satu baris = arc tan D/s, dalam derajat = jarak pusat ke pusat tiang = diameter tiang (m)
Gambar 2.10 Definisi jarak s dalam hitungan efisiensi tiang 2.2.4 Keruntuhan Daya Dukung Pondasi Dangkal Akibat Beban Dinamis Dari dokumentasi kasus – kasus keruntuhan daya dukung selama gempa didapat tiga faktor yang menjadi sebab terjadinya keruntuhan. Faktor – faktor ini dapat bekerja sendiri maupun bersama – sama. Faktor – faktor tersebut adalah: 1. Tegangan geser tanah 2. Beban struktural 3. Perubahan pada kondisi lapangan 2.2.4.1 Mekanisme Keruntuhan Pondasi Dangkal Pondasi adalah suatu struktur yang berfungsi meneruskan beban akibat berat struktur secara langsung ke tanah yang terletak di bawahnya. Perancangan yang seksama diperlukan agar beban pondasi tidak mengakibatkan timbulnya tekanan yang berlebihan pada tanah di bawahnya, karena tekanan yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan yang besar bahkan dapat mengakibatkan keruntuhan. (Sumber : Das, B.M, 1985). Dengan menggunakan analisa keseimbangan, Terzaghi menyatakan daya dukung batas dengan rumus :
Q u = C.N c + q.N q + 0,5.γ.B.N γ (2.34) Dimana : C = kohesi γ = berat volume tanah q = γ.D f = faktor daya dukung Nc, Nq, Nγ menurut terzaghi B = lebar pondasi Nilai – nilai factor kapasitas daya dukung N c , N q , dan N γ untuk perhitungan daya dukung dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2.8 Faktor-faktor Kapasitas Daya Dukung Meyerhof (1963), Hansen (1961) dan Vesic (1973).
12
(Sumber: Hardiyatmo, 2010). 2.2.5 Penurunan Pondasi Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Jika seluruh permukaan tanah di bawah dan di sekitar bangunan turun secara seragam dan penurunan terjadi tidak berlebihan, maka turunnya bangunan akan tidak nampak oleh pandangan mata dan penurunan yang terjadi tidak menyebabkan kerusakan bangunan. Namun, kondisi demikian tentu mengganggu baik pandangan mata maupun kestabilan bangunan, bila penurunan terjadi secara berlebihan. Umumnya, penurunan tak seragam lebih membahayakan bangunan daripada penurunan total. (Sumber: Hardiyatmo. 2010). 2.3 Peraturan Gempa Indonesia 2.3.1 Peta Hazard Gempa Indonesia 2010 Peta hazard gempa Indonesia yang disajikan disini meliputi peta percepatan puncak (PGA) dan respon spektra percepatan di batuan dasar (S B ) untuk perioda pendek 0,2 detik (S s ) dan untuk perioda 1,0 detik (S 1 ) dengan redaman 5% mewakili tiga level hazard gempa yaitu 500, 1000 dan 2500 tahun atau memiliki kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10% dalam 100 tahun, dan
2% dalam 50 tahun. Definisi batuan dasar S B adalah lapisan batuan di bawah permukaan tanah yang memiliki memiliki kecepatan rambat gelombang geser (V s ) mencapai 750 m/detik dan tidak ada lapisan batuan lain di bawahnya yang memiliki nilai kecepatan rambat gelombang geser yang kurang dari itu. Dengan demikian untuk suatu lokasi tinjauan, PGA, SS, dan S 1 di batuan dasar yang dibutuhkan untuk perencanaan dapat diperoleh. Penjelasan untuk masingmasing peta dapat dilihat dalam Tabel 2.9.
Gambar 2.15 Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (S B )
Gambar 2.16 Peta respon spectra percepatan untuk perioda pendek 0,2 detik (S S ) di batuan Dasar (S B )
13
Gambar 2.20 Peta respon spektra percepatan untuk perioda 1,0 detik (S 1 ) di batuan dasar (S B )
Gambar 2.17 Peta respon spektra percepatan untuk perioda 1,0 detik (S 1 ) di batuan dasar (S B ) Gambar 2.21 Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (S B )
Gambar 2.18 Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (S B )
Gambar 2.22 Peta respon spectra percepatan untuk perioda pendek 0,2 detik (S s ) dibatuan dasar (S B )
Gambar 2.19 Peta respon spectra percepatan untuk perioda pendek 0,2 detik (S s ) di batuan dasar (S B )
Gambar 2.23 Peta respon spektra percepatan untuk perioda 1,0 detik (S 1 ) di batuan dasar (S B ) 2.4
Program Plaxis Plaxis merupakan program yang mempunyai kemampuan mengalisa deformasi dan stabilitas tanah.Plaxis menyediakan prosedur input yang
14
sederhana sehingga mampu menjalankan model finite element yang kompleks secara cepat dan juga menyediakan fasilitas output dengan hasil perhitungan yang detail. Hasil perhitungan itu sendiri otomatis dijalankan oleh prosedur numerik yang sistematis. Plaxis juga menjelaskan variasi model tanah secara terperinci yang memungkinkan input data tanah yang lebih akurat. Permodelan Tanah Uji dan pondasi dalam permodelan Plaxis menggunakan model tipe Plane Stain yang artinya model diasumsikan menerus setiap 1 meter dimana pondasi tidak dapat dimodelkan sebagai sebuah silinder dengan tebal 1 cm tetapi hanya bisa dimodelkan sebagai pondasi menerus. Sehingga dengan permodelan menggunakan model tipe Plane Stain dapat memberikan pengaruh yang cukup besar dalam hasil penurunan pondasi pada program Plaxis v 8.2. Pada pemodelan beban menggunakan Type Point Loads yang artinya beban terpusat yang diberikan setiap 1 meter. Pada Material Sets untuk tanah uji menggunakan Material Model = Linear Elastic dan Material Type = Undrained, sedangkan untuk pondasi menggunakan Material Model = Linear Elastic dan Meterial Type = Non-porous. Pada tanah uji yang dimodelkan diasumsikan Standart Fixities dan Prescribed displacements (dinamic) sedangkan paremeter yang digunakan seperti Volume Tanah (γ d ) bisa didapatkan dari percobaan. (Brinkgrave, 2000). 2.5
Studi Terdahulu 1. Rendy Satrya (Tahun 2008) 2. Sugiarto (Tahun 2010) 3. Luthfi Amri Wicaksono dan Fajar Kurniawan (Tahun 2010) 4. Ferdiansyah Permana, Zikriyullah dan Reza Sakti Pradana (Tahun 2010)
BAB III METODOLOGI 3.1. Dasar Teori Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Teknik Spil, ITS. Metode pengujian dilakukan dengan 2 macam yaitu dengan menggunakan boks getar yang selanjutnya akan didapat data penurunan dari sensor penurunan dan pemodelan dengan analisa numerik sebagai pembanding serta menguji parameter fisik tanah setelah terjadi penurunan, Adapun langkah-langkah penelitian di laboratorium dilaksanakan seperti bagan alir berikut :
Gambar 3.1 Bagan alir langkah-langkah penelitian
15
Pembuatan tanah benda uji dengan nilai LL 32 %, tanah kemudian diperam selama 3 hari namun kadar airnya tetap dijaga. Pemeraman ditujukan agar air, bentonit, dan pasir tercampur secara homogen. Selanjutnya, tanah dimasukkan ke dalam box getar dan siap untuk di uji pembebanan.
A. Biru dikerjakan oleh Muhammad Ferdi Darwis B. Merah dikerjakan oleh Marlini C. Hijau dikerjakan oleh Kumara Bagus R.B. 3.2
Persiapan Material Pasir yang digunakan adalah pasir yang diayak hingga lolos saringan no. 4 dan bentonit yang digunakan memiliki nilai LL = 252,275%.
3.3 Identifikasi Sifat – Sifat Material dan Uji Konsistensi Material 1. Material pasir dan bentonite terlebih dahulu dikeringkan hingga mendekati kering sempurna (kadar air ± 2 %). 2. Pengujian untuk mengetahui sifat – sifat fisik material bentonit didasarkan pada beberapa pengujian seperti uji konsistensi yang lebih dikenal dengan Atterberg Limit (LL dan PL), berat jenis butiran (γ t ), berat kering (γ d ), kadar air (W c ), dan Specific Gravity (G s ). 3. Perbandingan antara jumlah bentonit dan pasir didapatkan dengan cara coba –coba sehingga diperoleh benda uji yang memiliki LL 32%, sesuai pemodelan tanah Bantul. 3.4
Pembuatan Tanah Uji Kondisi tanah dasar pondasi yang digunakan pada pemodelan memiliki kadar air yang sama dengan nilai batas cairnya. Pembuatan benda uji mula – mula dengan pembuatan sampel, dengan mencampur bentonit dan pasir kemudian ditambah air sampai kadar airnya sama dengan nilai batas cairnya. Sebagai dasar perhitungan, jika diketahui kadar air campuran bentonit dan pasir, maka berat butirannya adalah selisih antara berat campuran tanah mula – mula dengan berat air campuran tersebut sehingga jumlah air yang ditambahkan adalah berat butiran total dikalikan dengan nilai kadar air yang dicapai.
3.5
Identifikasi Parameter Dasar Tanah Campuran Sebelum Dibebani Tanah yang digunakan adalah tanah campuran antara Benonite dan pasir dengan nilai LL 32% kemudian dilakukan pengujian volumetri, gravimetri dan kuat geser (direct shear) untuk mengetahui parameter dasar tanah sebelum diberi beban statis dan beban dinamis dengan mengunakan bak pemodelan.
3.6
Bak Pemodelan Bak pemodelan dibuat dengan ukuran 110 cm x 50 cm x 95 cm dari bahan plat siku dan plat besi. Dalam satu sisi bak pemodelan dibuat dari plat besi, sedang sisi lainnya terbuat dari bahan akrilik tebal 1 cm dengan tujuan saat pengujian beban dimungkinkan bisa melihat perubahan pola keruntuhan pondasi. Alat yang digunakan untuk mengukur deformasi adalah dengan menggunakan sensor penurunan dengan ketelitian 0,1 cm. Untuk menghasilkan getaran dipakai sebuah motor (Gambar 3.2) yang berfungsi untuk memutar roda penggerak. Roda penggerak tersebut berfungsi untuk menggerakkan batang yang dihubungkan dengan bak pemodelan yang berfungsi untuk menghasilkan beban merata berulang (dinamis) yang diasumsikan sebagai beban gempa. Adapun spesifikasi alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Interface Box
16
2.
3. 4. 5.
Suatu perangkat perantara yang menghubungkan PC ke sensorsensor dan panel kontrol. Memiliki spesifikasi sbb: a. Operasi tegangan 220 VAC/0,01 A b. Dua inputan: - Inputan sensor posisi - Inputan sensor percepatan c. Suatu outputan yang dihubungkan ke panel untuk mengaktifkan motor. Sensor Posisi Suatu perangkat yang dapat membaca perubahan posisi dalam arah vertikal. Memiliki spesifikasi sbb: a. Operasi tegangan +/- 12 volt b. Tegangan output Sensor Frekuensi Motor Penggerak dan Gearbox Box Panel Tempat dimana saklar-saklar untuk menghidupkan atau mematikan sistem kelistrikan motor. Memiliki spesifikasi: a. Tegangan kerja 220 VAC/CB 20 A dan 4 A b. Indikator lampu sistem on dan motor on
dari pipa baja Ø 2 inci yang dapat bergerak naik-turun mengikuti penurunan tanah. Pemodelan pembebanan dilakukan secara sentris.
Gambar 3.3 Tampak atas pemodelan pondasi dengan perbandingan panjang dan lebar (L/B = 1 bujur sangkar dan segitiga dengan perkuatan tiang buis beton S = 3,5 D dan pembesaran ujung tiang).
Gambar 3.2 Pemodelan alat boks getar 3.7
Pemodelan Pondasi Pemodelan pondasi digunakan beton dengan perbandingan panjang dan lebar (L/B) = 1 dengan tiang buis beton berdiameter 1,5 cm dan tebal plat 4 cm, sedangkan pipa penyangga beban tempat perletakan beban terbuat
Gambar 3.4 Potongan melintang pemodelan pondasi dengan perbandingan panjang dan lebar (L/B = 1 bujur sangkar dan segitiga dengan perkuatan tiang buis beton S = 3,5D dan pembesaran ujung tiang).
17
3.8
Gambar 3.5 Tampak atas pemodelan pondasi dengan perbandingan panjang dan lebar (L/B = 1 bujur sangkar dan segitiga dengan perkuatan tiang buis beton S = 3D dan pembesaran ujung tiang).
Gambar 3.6 Potongan melintang pemodelan pondasi dengan perbandingan panjang dan lebar (L/B = 1 bujur sangkar dan segitiga dengan perkuatan tiang buis beton S = 3D dan pembesaran ujung tiang).
Melakukan Pengujian Beban Dan Pengamatan Pada Model Pondasi Pengujian dilakuakan pada masing – masing jenis variasi L/B = 1 bentuk bujur sangkar dan segitiga dengan pembesaran ujung pada pondasi dengan pemberian beban dimanis sesuai dengan peta gempa 2010, pembebanan dinamis dilakuakan dengan arah memanjang dan melintang pondasi dan untuk pembebanan statis diberikan pada titik sentrisnya. Langkah-langkah persiapan alat boks getar: 1. Lepaskan besi penghubung antara radial plate dengan batang penyodok. Sehingga motor tidak terhubung dengan bak permodelan. 2. Hubungkan kabel motor ke panel sesuai tanda. (kabel biru pada tanda B, kabel hitam pada tanda H, dan kabel kuning pada tanda K ) 3. Aktifkan ( posisi on ) ketiga CB pada panel. Jika lampu merah menyala berarti panel dalam keadaan aktif. 4. Lakukan pemanasan pada motor selama 5 – 10 menit dengan mengubah posisi switch pada panel dari posisi off ke posisi manual. 5. Setelah dirasa cukup, matikan motor dengan cara mengubah posisi switch pada panel ke posisi off. Kemudian non aktifkan ketiga CB pada panel sehingga lampu pada panel mati. 6. Sambungkan batang penyodok dengan bak permodelan 7. Sambungkan besi penghubung antara radial plate dengan batang penyodok. Sehingga motor terhubung dengan bak permodelan. 8. Hubungkan kabel motor ke panel sesuai tanda.
18
9. Hubungkan kabel pada interface box ke komputer. 10. Sambungkan kabel abu – abu pada bagian depan interface box ke stop kontak listrik terdekat. Tetapi jangan mengaktifkan interface box terlebih dahulu. 11. Sambungkan kabel sensor dari interface box ke sensor. 12. Sambungkan kabel ke masingmasing sensor 13. Setelah semua kabel terpasang dengan baik pada tempatnya. 14. Memasukan tanah ke dalam bak pemodelan setebal 45 cm. 15. Memasang plat beban, model pondasi sehingga plat berada di tengah terhadap ke empat sisi bak pemodelan. 16. Menimbun pondasi dengan tanah lalu di padatkan dengan cara manual. 17. Memasang rangka pipa penyangga beban. 18. Memasang sensor penurunan,yaitu penunjuk penurunan tanah di bawah pondasi. 19. Memberikan beban vertikal tetap sebesar 25%, 50%, 75% dan 100% dari daya dukung pondasi secara sentris serta mencatat penurunannya. 20. Memberikan beban dinamis dengan percepatan sesuai dengan peta gempa 2010 untuk daerah Bantul dengan waktu 15 detik lalu mencatat berapa besarnya penurunan akibat adanya kombinasi beban statis vertikal dan beban dinamis. 21. Setelah semuanya sudah terpasang dengan baik, pasang box beban pada ujung atas pondasi. 22. Melepaskan stopper atas pada sensor posisi. Kemudian aktifkan interface box dengan
menekan tombol merah pada posisi on. 23. Menghidupkan komputer. 24. Jalankan program eksekusi dengan icon SIMULASI TANAH. 25. Masukkan angka jari – jari sesuai dengan jarak lubang pada radial plate terhadap pusat plate, misal 10 cm untuk pemodelan percepatan 8,83 m/s2 (dari hasil perhitungan sebelumnya) 26. Klik Setting Delay masukkan lamanya interval waktu pengujian. 27. Klik tombol Run maka motor akan aktif sesuai pada interval yang dimasukkan. 28. Setelah motor berhenti klik File Print untuk melihat hasil perekaman data dalam bentuk grafik. 29. Untuk melihat hasil perekaman data dalam bentuk tabel klik File Data List. 30. Untuk menyimpan hasil rekaman terlebih dahulu masukkan nama file kemudian klik tombol SAVE. 31. Membongkar sensor penurunan dan rangkaian pipa penyangga beban vertikal. 32. Mengambil sampel pada tanah dibawah dan sekitar pondasi kemudian diidentifikasi kembali untuk mengetahui perubahan parameter dasar tanah akibat kombinasi beban statis dan dinamis. 3.9
Identifikasi Parameter Dasar Tanah Campuran Setelah Dibebani Setelah pemberian beban dinamis selesai, kemudian sampel tanah diambil sebagian untuk diidentifikasi kembali parameter fisik tanah, sehingga diketahui besarnya perubahan parameter fisik tanah akibat beban statis dan beban dinamis yang terjadi.
19
Dari hasil tersebut, dilakukan analisa regresi linier yang akhirnya mendapatkan kombinasi untuk Liquid Limit yang diharapkan dapat dilihat pada grafik berikut :
BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN Hasil percobaan yang dilakukan di laboratorium diolah ke dalam tabel dan kurva, kemudian dianalisis untuk mengetahui peristiwa yang terjadi dan menjelaskan kemungkinan yang menjadi penyebabnya berdasarkan tinjauan pustaka yang ada.
HUBUNGAN KADAR BENTONITE VS LL YANG DIHASILKAN 225.00
% LL YANG DIHASILKAN
4.1
Kadar Pasir %
Kadar Bentonite %
LL %
10 20 30 40 50 60 70 80 90
90 80 70 60 50 40 30 20 10
185.750 184.225 177.400 137.025 105.100 78.325 64.245 41.350 8.715
y = 2.369x - 9.355 R² = 0.973
200.00 175.00 150.00
177.400
184.225 185.750
137.025
125.00 105.100
100.00 75.00
64.245
50.00
78.325
41.350
25.00
8.715
0.00 0
10
20
30
40 50 60 KADAR BENTONITE %
70
80
90
100
Gambar 4.1 Grafik hubungan kadar bentonit dan batas cair (LL) Dengan demikian dapat diketahui perbandingan antara bentonit dan pasir untuk membuat tanah uji : Dengan Batas Cair (LL) = 32 % seperti kondisi tanah di Bantul, maka perbandingan Bentonit : Pasir = 17,46 % : 82,54 %. Dari grafik tersebut diatas terlihat bahwa hubungan penambahan bentonit menaikkan Batas Cair (LL) secara linier. 4.1.2 Analisa Ayakan Tanah Uji Pada penelitian ini dilakukan tes analisa ayakan untuk menentukan jenis tanah yang tepat untuk memodelkan tanah uji, hasil analisa ayak dapat dilihat di bawah ini. Pasir Campuran Bentonit 100
90
80
70
Persen Lolos (%)
Identifikasi Tanah Campuran Sebelum Pembebanan 4.1.1 Hasil Pengujian LL untuk Tanah Campuran Untuk mendapatkan tanah uji dengan kondisi LL tertentu maka bentonit dicampur dengan pasir dan air secara merata dengan perbandingan tertentu secara coba-coba, dengan memperhitungkan berat alami dan kadar air masing-masing material. Sebagai contoh perbandingan yaitu dengan mencampurkan pasir dan bentonit dengan perbandiangan 10% berat bentonit : 90% berat pasir, kemudian 20% berat bentonit: 80% berat pasir dan seterusnya hingga perbandingan 90% berat bentonit: 10% berat pasir. Dari hasil pencampuran bentonit dan pasir kemudian dilakukan pengujian Liquid Limit pada tanah uji tersebut, untuk mengetahui nilai LL dari masingmasing campuran. Tabel 4.1 di bawah ini merupakan hasil coba-coba perbandingan pasir dan bentonit yang menghasilkan batas cair tertentu. Tabel 4.1 Perbandingan bentonit dan pasir
Hubungan Kadar Bentonit dan Batas Cair
60
50
40
30
20
10
0 10
1
0.1
0.01
Gambar 4.2 Kurva analisa ayakan tanah uji dengan perbandingan pasir 82,54% dan bentonit 17,46%
0.001
20
Gambar 4.1 menunjukan bahwa 14,20% tertahan oleh ayakan no. 200 berarti kurang dari 50% butiran tertahan ayakan no. 200 sehingga dapat dikelompokan sebagai tanah berbutir halus dan sebanyak 100% lolos ayakan no. 4 sehingga dapat di kelompokan sebagai pasir. 4.1.3 Hasil dan Analisa Pengujian Proctor Pemodelan kepadatan dan kadar air tanah uji yang didapat dari uji Proctor yang disesuaikan dengan hasil uji Proctor pada model tanah Bantul yang pernah di ujikan dalam tesis Sugiarto sebagai pembanding yang memiliki berat volume tanah kering (γ d ) = 1,38 g/cm3. Kurva korelasi hasil uji Proctor dapat di lihat pada gambar berikut.
Dengan beban vertikal 2 kg Tegangan Normal (σ normal ) σnormal =
P ; A
keterangan : P = Gaya/beban vertikal ( kg) A = Luas bidang kontak vertikal 2 ( cm ) Dengan : Diameter Contoh = 6,3 cm Luas Contoh (A) = 31,17 cm2 P = 2 kg σ normal =
P 2 = = 0,06416kg / cm 2 A 31,17
Tegangan Geser Maksimum (τ max ) P τ max = max ; A
P max
1.70
A
Keterangan : = Gaya geser maksimum yang telah dikalibrasi proving ring ( kg). = Luas bidang kontak geser ( cm2)
Bacaan gaya geser maksimum awal = 27 Angka kalibrasi proving ring = (X . 0,1433219) kg Gaya geser maksimu = (27 . 0,1433219) kg = 3,869691 kg A = 31,17 cm2
1.60
1.50
1.40
1,38
τ max =
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
20.0
22.0
24.0
26.0
28.0
27,5
30.0
32.0
Gambar 4.3 Kurva hubungan antara γ d dengan kadar air hasil uji Proctor Pada gambar 4.3 menggunakan Proctor dengan 1 Energi (standard) sebagai kepadatan pada bak getar. Dari grafik didapatkan kadar air (w c ) = 26,8 % dari γ d = 1,38 gr/cm3. γ t = γ d (1 + w c ) = 1,38 + (1 + 27,5%) = 1,76 gr/cm3. 4.1.4 Hasil Pengujian Parameter Geser Tanah Sebelum Pembebanan Pengujian geser langsung dilakukan untuk mengetahui nilai kohesi (c) dan sudut geser tanah (φ). Berikut adalah contoh perhitungan uji geser langsung :
Pmax 3,869691 = = 0,124kg / cm 2 A 31,17
Hasil perhitungan uji geser langsung tanah uji dengan LL 32% sebelum pembebanan selengkapnya disajikan dalam bentuk grafik dibawah ini: Wc = 27,5% Sebelum Pembebanan Tegangan Geser Max Kg/cm2
R² = 1
1.30
0.150 0.100 0.050
y = 0.368x + 0.041
0.000 0
0.1
0.2
0.3
Tegangan Normal kg/cm2
21
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara tegangan normal dan tegangan geser tanah sebelum pembebanan Dari gambar 4.4 didapatkan nilai kohesi (C) sebesar 0,041 kg/cm2 dan sudut geser (φ) sebesar 20,2o. 4.2 Perhitungan Daya Dukung Tanah Uji 4.2.1 Perhitungan Daya Dukung Pondasi Dangkal Dalam menentukan beban batas yang dapat diterima oleh tanah uji dilakukan perhitungan daya dukung tanah tanah terlebih dahulu. Untuk perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus dasar : Untuk contoh perhitungan digunakan pondasi telapak polos dengan B/L = 1 . = 0,00 meter Df Ø = 20,2o C = 0,041 kg/ cm2 γt = 0,00175 kg/ cm3 B = 10 cm L = 10 cm Nc = 15,03 (Tabel faktor daya dukung Vesic) Nq = 6,53 (Tabel faktor daya dukung Vesic) Nγ = 5,55 (Tabel faktor daya dukung Vesic)
Tabel 4.2 Daya dukung pondasi telapak Tegangan ultimate Bujur Sangkar (L/B=1) Segitiga
A (cm2)
Beban (kg)
0.91
kg/cm2
100
91
1.18
kg/cm2
65.2
76.94
4.2.2 Perhitungan Kelompok
Daya
Dukung
Tiang
Kapasitas daya dukung tiang buis beton berdasarkan data laboratorium, di dapatkan nilai berat isi tanah (γ), nilai kohesif tanah (c) serta nilai sudut geser tanah (φ), kapasitas ultimate tahanan ujung tanah non kohesif berdasarkan metode AASHTO (1998) pada rumusan 2.1: Data Tanah: Wc =27,5% C = 0,041 kg/ cm2 ϕ = 20,2° Nc = 15,03 Nq = 6,53 Nγ = 5, γt = 1.75 gr/cm3 = 0.00175 kg/cm3
6.31
Sc = 1 + �14.70 � = 1.429 (berdasarkan tabel 2.3)
Sq = 1 + (tan 20.2) = 1.368 (berdasarkan tabel 2.3)Gambar 4.5 Pondasi tiang buis beton L/B = 1; S
Sγ = 0.6 2.3)
(berdasarkan tabel
q u = S c CN c + S q P o N q + S γ 0,5.B .γ .Ν γ = 0,881
+ 0,00
+ 0,029
= 0,91 kg/ cm2
= 3D; h = 10 cm; D = 1,5 cm; D b = 2,25 cm Qb= Ap pb’ Nq
= 1/4π(2,25)2 x (0,00175 x 10) x 6,53 = 0,454 kg Kd = Ko 2.20)
Q ult = q u x (B x L)
= (1 – sin ϕ)
Q ult = 0,91 x (10 x 10) = 91 kg
= (1 – sin 20,2)
Perhitungan daya dukung selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini.
= 0,655
(berdasarkan
δ = (2/3) x ϕ (berdasarkan rumus 2.21) = (2/3) x 20,2 =13.467 p o = ½ x (γ t x L) x L
rumus
22
= ½ x (0,00175 x 10) x 10 = 0,088 kg/cm2 Q s = A s K d p o tg δ
(berdasarkan rumus 2.19)
= π(1,5) x 0,655 x 0,088 x tg 13,467 = 0.065 kg 2
W p = (0,0775 x 0,25π0,015 ) + (0,0225 x 0,25π0,02252) x 2400 kg/m2 = 0,054 kg Q ult = Qp + Qs – W p (berdasarkan rumus 2.15) = 0,454 + 0,065 – 0,054 = 0,465 kg (1 Tiang) Q ult = 0,465 x 4 tiang = 1.86 kg E g = 1- ө
�𝑛𝑛 ′ − 1�𝑚𝑚 +(𝑚𝑚−1)𝑛𝑛′
θ = arctan = arctan
D S
90 𝑚𝑚𝑚𝑚 ′
(berdasarkan rumus 2.29)
= 19,85 o → N c = 14,70; N q = 6,31; N γ = 5,28 10
sc = 1 + � � � 10 10
6,31
14,70
� = 1,429
(berdasarkan tabel 2.3)
sq = 1 + � � (tan 20,2) = 1,368 (berdasarkan tabel 2.3) 10
10
sγ = 1 − 0,4 � � = 0,6 10
q u =q.N q .s q + 0,5.Β .γ .Ν γ .s γ = 0,00 + 0,029
(berdasarkan tabel 2.3) (berdasarkan rumus 2.8)
= 0,029 kg/ cm2 q u Dinamis = 0,029 x 75% = 0.0218 kg/ cm2 (berdasarkan rumus 2.13) Q ult dinamis = q u x (B x L) = 0,0218 x (10 x 10) = 2,18 kg Tabel 4.4 Daya dukung dinamis pondasi telapak A
Beban (kg)
0,0218 kg/cm2
100
2,18
0,0087 kg/cm2
65,2
0,57
Tegangan ultimate
= 18.435
(2− 1)2+(2−1)2
= 0, 795
90 𝑥𝑥 2 𝑥𝑥 2
Q ult = 1,86 x 0.795 = 1,478 kg Q total = Q ult telapak + Q ult Tiang buis beton = 91+ 1,478 = 92,478 kg
4.2.3
= tg-1 [(0,67 + 0,5 – 0,75 0,52) tg 20,2 o]
(berdasarkan rumus 2.28)
1.5 4.5
E g = 1- 18,435
Ø’= tg-1 [(0,67 + D r – 0,75 D r 2) tg Ø] (berdasarkan rumus 2.9)
Perhitungan Daya Dukung Dinamis Pondasi Dangkal
Untuk contoh perhitungan digunakan pondasi telapak polos dengan L/B = 1 . Dr = 50% Df = 0,00 meter Ø = 20,2o C = 0,041 kg/ cm2 γt = 0,00175 kg/ cm3 = 1750 kg/m3 B = 10 cm L = 10 cm Nc = 15,03 (Tabel faktor daya dukung Vesic) Nq = 6,53 (Tabel faktor daya dukung Vesic) Nγ = 5,55 (Tabel faktor daya dukung Vesic) Karena D r = 50% , 0 < D r < 67% maka nilai Ø di koreksi dengan Ø’
Bujur Sangkar (L/B=1) Segitiga 4.2.4
Perhitungan Kapasitas Horisontal Material Tiang Buis Beton (Dinamis)
Untuk Percepatan 0,25g a= 2,45 m/s2 1. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm; t = 4 cm ; D Tiang buis beton = 1,5 cm ; D b = 2,25 cm ; h = 10 cm = [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,0775 x 0,25π0,0152) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m2 = 1,18 kg (berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a 2
= (1,18/ 9,8 m/s ) x 2,45 m/s2 = 0,295 kg 2. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm; t = 4 cm ; D Tiang buis beton = 1,5 cm ; D b = 2,25 cm ; h = 20 cm = [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,1775 x 0,25π0,0152) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m2
23
= 0,91 kg
= 1,35 kg (berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a
(berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a
= (1,35/ 9,8 m/s2) x 2,45 m/s2
= (0,91/ 9,8 m/s2) x 2,45 m/s2
= 0,338 kg
= 0,228 kg
3. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm; t = 4 cm ; D Tiang buis beton = 1,5 cm ; D b = 3 cm ; h = 10 cm = [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,07 x 0,25π0,0152) + (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m2
7. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), D Tiang buis beton = 1,5 cm ; D b = 3 cm ; h = 10 cm = [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,07 x 0,25π0,0152) + (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m2 = 0,87 kg (berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a
= 1,28 kg (berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a
= (1,28/ 9,8 m/s2) x 2,45 m/s2
2
= (0,87/ 9,8 m/s ) x 2,45 m/s2 = 0,218 kg 8. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), D Tiang buis beton = 1,5 cm
= 0,32 kg 4. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm; t = 4 cm ; D Tiang buis beton = 1,5 cm ; D b = 3 cm ; h = 20 cm = [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,170 x 0,25π0,0152) + (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m2 = 1,45 kg (berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a
= (1,45/ 9,8 m/s2) x 2,45 m/s2 = 0,363 kg 5. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), D Tiang buis beton = 1,5 cm
; D b = 2,25 cm ; h = 20 cm = [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,170 x 0,25π0,0152) + (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m2 = 0,99 kg (berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a 2
= (0,99/ 9,8 m/s ) x 2,45 m/s2 = 0,248 kg Untuk Percepatan 0,3g a= 2.94 m/s2 1. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm;
; D b = 2,25 cm ; h = 10 cm
t = 4 cm ; D Tiang buis beton = 1,5 cm ; D b = 2,25 cm ; h = 10 cm
= [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,0775 x 0,25π0,0152) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m2
= [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,0775 x 0,25π0,0152) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m2
= 0,79 kg
= 1,18 kg (berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a 2
= (0,79/ 9,8 m/s ) x 2,45 m/s
2
= 0,198 kg 6. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), D Tiang buis beton = 1,5 cm ; D b = 2,25 cm ; h = 20 cm = [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,1775 x 0,25π0,0152) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m2
(berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a 2
= (1,18/ 9,8 m/s ) x 2,94 m/s2 = 0,354 kg 2. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm; t = 4 cm ; D Tiang buis beton = 1,5 cm ; D b = 2,25 cm ; h = 20 cm
24
= [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,1775 x 0,25π0,0152) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m2 = 1,35 kg (berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a 2
= (1,35/ 9,8 m/s ) x 2,94 m/s2
6. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), D Tiang buis beton = 1,5 cm ; D b = 2,25 cm ; h = 20 cm = [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,1775 x 0,25π0,0152) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m2 = 0,91 kg
= 0,405 kg 3. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm; t = 4 cm ; D Tiang buis beton = 1,5 cm ; D b = 3 cm ; h = 10 cm = [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,07 x 0,25π0,0152) + (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m2 = 1,28 kg (berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a
= (1,28/ 9,8 m/s2) x 2,94 m/s2
(berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a
= (0,91/ 9,8 m/s2) x 2,94 m/s2 = 0,273 kg 7. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), D Tiang buis beton = 1,5 cm ; D b = 3 cm ; h = 10 cm = [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,07 x 0,25π0,0152) + (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m2 = 0,87 kg (berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a 2
= (0,87/ 9,8 m/s ) x 2,94 m/s2
= 0,131 kg
= 0,261 kg
4. Berat pondasi L/B= 1 (4 tiang buis beton), L= 10 cm; B= 10 cm; t = 4 cm ; D Tiang buis beton = 1,5 cm ; D b = 3 cm ; h = 20 cm = [(0,1 x 0,1 x0,04) + ( 4 x ((0,170 x 0,25π0,0152) + (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m2
8. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), D Tiang buis beton = 1,5 cm ; D b = 2,25 cm ; h = 20 cm = [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,170 x 0,25π0,0152) + (0,03 x 0,25π0,032)) ] x 2400 kg/m2
= 1,45 kg
= 0,99 kg (berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a 2
= (1,45/ 9,8 m/s ) x 2,94 m/s
(berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a
2
2
= (0,99/ 9,8 m/s ) x 2,94 m/s2
= 0,435 kg
= 0,297 kg
5. Berat pondasi segitiga (3 tiang buis beton), D Tiang buis beton = 1,5 cm
Kapasitas Horisontal 1 tiang buis beton
; D b = 2,25 cm ; h = 10 cm = [(0,0065 x0,04) + ( 3 x ((0,0775 x 0,25π0,0152) + (0,0225 x 0,25π0,02252)) ] x 2400 kg/m2
D tiang buis beton = 1,5 cm = 15 mm
= 0,79 kg
E = 4700 10 = 14862,7 N/ mm2 = 1,49 Kn/m2
(berdasarkan rumus 2.35)
F = m .a 2
= (0,79/ 9,8 m/s ) x 2,94 m/s
2
n h = 350 Kn/m3 fc’= 10 Mpa = 1000 ton/m2 I = 1/64 π D4 = 1/64 π 154 = 2485 mm4 = 2,485 x10-9 m4
= 0,237 kg
T=5
EI 5 1,49x 2,485x10 −9 = = 0,1602m nh 350 (berdasarkan rumus 2.37)
25
27.5%. Pondasi yang digunakan terbuat dari beton berupa pondasi telapak dan memberikan perkuatan tiang buis beton dengan variasi bujur sangkar dan segitiga, variasi perkuatan pondasi diberikan tiang buis beton dengan variasi jarak pemasangan 3D dan 3,5D sedangkan kedalaman tiang 10 cm dan 20 cm dengan diameter 1,5 cm dan pembesaran ujung tiang dengan variasi 1,5D dan 2D. Simulasi beban dinamis di laboratorium dengan memberikan percepatan 0,25g atau 2,45 m/s2 dan 0,3g atau 2,94 m/s2 sedangkan beban statis vertikal terdapat beberapa variasi pembebanan yang berbeda-beda, dapat dilihat pada tabel 4.6 :
Zf= 1,8T= 1,8x0,1602 = 0,28837 m = 28 cm Karena letak titik jepit tanah terhadap tiang pondasi (Z f ) = 28 cm < kedalaman tiang buis beton 20 cm, maka perhitungan kapasitas horisontal tiang buis beton hanya mengandalkan tekanan tanah yang bekerja disepanjang tiang buis beton saja. Ø= 20,2 o ; D= 1,5 cm 1. L= 10 cm K p = tg2(45°+ 0.5 Ø) = tg2(45°+ 0.5x 20,2)= 2,05 σ h = 0,5 x K p x γ t x h2
Tabel 4.6 Variasi beban yang diberikan pada setiap pondasi
= 0,5 x 2,05 x 0,00178 x 102 = 0,182 kg/ cm Hu = σh x S = 0,182 x 0,25π1,5 2 = 0,24 kg ( 1 tiang buis beton) 2. L = 20 cm
bujur sangkar (L/B = 1)
Variasi Pondasi
K p = tg2(45°+ 0.5 Ø) segi tiga
= tg2(45°+ 0.5x 20,2)= 2,05 σ h = 0,5 x K p x γ t x h
2
= 0,729 kg/ cm = 0,729 x 0,25π1,5 2 = 0,97 kg ( 1 tiang buis beton) Tabel 4.5 Kapasitas horisontal tiang buis beton
L/B=1 ; h = 10 cm ; D = 1,5 cm ; Db = 2,25 cm L/B=1 ; h = 20 cm ; D = 1,5 cm ; Db = 2,25 cm L/B=1 ; h = 10 cm ; D = 1,5 cm ; Db =3 cm L/B=1 ; h = 20 cm ; D = 1,5 cm ; Db = 3 cm Segi tiga ; h = 10 cm ; D = 1,5 cm ; Db = 2,25 cm Segi tiga ; h = 20 cm ; D = 1,5 cm ; Db = 2,25 cm Segi tiga ; h = 10 cm ; D = 1,5 cm ; Db =3 cm Segi tiga ; h = 20 cm ; D = 1,5 cm ; Db = 3 cm
4.3
1 5 kg 5 kg
Percepatan gempa 0,3g 2 3 4 10 kg 20 kg 25 kg 10 kg 20 kg 25 kg
10 kg
20 kg
25 kg
5 kg
10 kg
20 kg
25 kg
5 kg 5 kg 5 kg
10 kg 10 kg 10 kg
20 kg 20 kg 20 kg
25 kg 25 kg 25 kg
5 kg 5 kg 5 kg
10 kg 10 kg 10 kg
20 kg 20 kg 20 kg
25 kg 25 kg 25 kg
3,5D; h = 20 cm; Db = 2D Tanpa perkuatan 3D; h = 10 cm; Db = 1,5D 3D; h = 20 cm; Db = 1,5D
5 kg 5 kg 5 kg 5 kg 5 kg 5 kg
10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg
20 kg 20 kg 20 kg 20 kg 20 kg 20 kg
25 kg 25 kg 25 kg 25 kg 25 kg 25 kg
5 kg 5 kg 5 kg 5 kg 5 kg 5 kg
10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg 10 kg
20 kg 20 kg 20 kg 20 kg 20 kg 20 kg
25 kg 25 kg 25 kg 25 kg 25 kg 25 kg
3D; h = 10 cm; Db = 2D 3D; h = 20 cm;Db =2D
5 kg 5 kg
10 kg 10 kg
20 kg 20 kg
25 kg 25 kg
5 kg 5 kg
10 kg 10 kg
20 kg 20 kg
25 kg 25 kg
3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D
5 kg 5 kg
10 kg 10 kg
20 kg 20 kg
25 kg 25 kg
5 kg 5 kg
10 kg 10 kg
20 kg 20 kg
25 kg 25 kg
5 kg 5 kg
10 kg 10 kg
20 kg 20 kg
25 kg 25 kg
5 kg 5 kg
10 kg 10 kg
20 kg 20 kg
25 kg 25 kg
3D; h = 20 cm;Db =2D 3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D 3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D 3,5D; h = 10 cm; Db = 2D
4.4
Hu = σh x S
Percepatan 0,25g (2,45 m/s2) F (Kg) HU (Kg) 0.295 0.24 0.338 0.97 0.32 0.24 0.363 0.97 0.198 0.24 0.228 0.97 0.218 0.24 0.248 0.97
Percepatan gempa 0,25g 2 3 4 10 kg 20 kg 25 kg 10 kg 20 kg 25 kg
5 kg
3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D 3,5D; h = 10 cm; Db = 2D 3,5D; h = 20 cm; Db = 2D
= 0,5 x 2,05 x 0,00178 x 202
Pondasi
Tanpa perkuatan 3D; h = 10 cm; Db = 1,5D 3D; h = 20 cm; Db = 1,5D 3D; h = 10 cm; Db = 2D
1 5 kg 5 kg
Percepatan 0,3g (2,94 m/s2) F (Kg) HU (Kg) 0.354 0.24 0.405 0.97 0.131 0.24 0.435 0.97 0.237 0.24 0.273 0.97 0.261 0.24 0.35 0.97
Variasi Percobaan Pembebanan Tanah Uji di Laboratorium
Percobaan di Laboratorium menggunakan tanah buatan dengan campuran pasir dan bentonit dengan nilai LL 32% dan kadar air (w c )
Hasil Percobaan Pembebanan Tanah Uji 4.4.1 Perbandingan Penurunan Pondasi pada Tanah Uji Ditinjau dari Variasi Pembebanan. Analisa ini bertujuan membandingkan penurunan pondasi dengan kondisi pembebanan (beban statis dan beban dinamis pada percepatan 0,25g dan 0,3g) pada setiap variasi bentuk. Berikut disajikan data berupa grafik disetiap percobaan tersebut. 4.4.1.1 Hasil Penurunan Akibat Pembebanan Statis Vertikal 1. Perbandingan penurunan pada variasi percobaan pondasi akibat beban statis dapat dilihat pada Gambar 4.6 di bawah ini.
26
Beban Statis Beban (Kg) 0
5
10
15
20
25
30
0 5
Penurunan (mm)
10 15 20 25 30 35 40 L/B = 1 (tanpa perkuatan)
Persegi Db=1.5Ds L/B = S=3D; 1 S = h= 3D;10hcm; = 10cm; Db = 1,5D
Persegi h= 20h cm; Db=1.5Ds L/B = S=3D; 1 S = 3D; = 20cm; Db = 1,5D
Persegi h= 10h cm; Db=2Ds L/B = S=3D; 1 S = 3D; = 10cm; Db = 2D
Persegi h= 20h cm; Db=2Ds L/B = S=3D; 1 S = 3D; = 20cm; Db = 2D Persegi h= 20hcm; Db=1.5Ds L/B = S=3.5D; 1 S = 3,5D; = 20cm; Db = 1,5D
Persegi h= 10hcm; Db=1.5Ds L/B = S=3.5D; 1 S = 3,5D; = 10cm; Db = 1,5D
Persegi h= 20hcm; Db=2Ds L/B = S=3.5D; 1 S = 3,5D; = 20cm; Db = 2D Segi tiga S=3D; h= 10 Db=1.5Ds Segitiga S = 3D; h =cm; 10cm; D = 1,5D
Segitiga (tanpa perkuatan) Segi tiga S=3D; h= 20 Db=1.5Ds Segitiga S = 3D; h =cm; 20cm; Db = 1,5D Segi tiga S=3D; h= h20=cm; Db=2Ds Segitiga S = 3D; 20cm; Db = 2D Segi tiga S=3.5D; h= h20=cm; Db=1.5Ds Segitiga S = 3,5D; 20cm; Db = 1,5D Segi tiga S=3.5D; h= 20 Db=2Ds Segitiga S = 3,5D; h =cm; 20cm; Db = 2D
b
Segi tiga S=3D; h= 10 Db=2Ds Segitiga S = 3D; h =cm; 10cm; Db = 2D Segi tiga S=3.5D; h= 10 Db=1.5Ds Segitiga S = 3,5D; h =cm; 10cm; D = 1,5D b
Segi tiga S=3.5D; h= 10 Db=2Ds Segitiga S = 3,5D; h =cm; 10cm; Db = 2D
Persegi h= 10 cm; Db=2Ds L/B = S=3.5D; 1 S=3,5D; h=10cm; D =2D b
Gambar 4.6 Grafik perbandingan penurunan dan pembebanan pada berbagai variasi bentuk pondasi akibat beban statis vertikal Pada gambar 4.6 terlihat perbedaan penurunan dari berbagai variasi bentuk pondasi, ditinjau dari beban 25 kg pada L/B = 1 atau bujur sangkar terlihat penurunan paling besar terutama untuk pondasi telapak polos sebesar 19,98 mm sedangkan yang diberikan perkuatan tiang buis beton terjadi reduksi penurunan 78,53% untuk kedalaman tiang buis beton 10 cm dan pembesaran diameter ujung tiang 1,5D 85,74% untuk kedalaman tiang buis beton 20 cm dan pembesaran diameter ujung tiang 1,5D . Untuk pondasi telapak segitiga penurunan lebih besar dikarenakan luasan telapak pondasi yang lebih kecil dan jumlah tiang yang lebih sedikit dari pondasi telapak bujur sangkar dengan peningkatan penurunan 41,77%. Pada pembebanan statis jarak pemasangan tiang buis beton 3D dan 3,5D serta pembesaran ujung tiang buis beton 1,5D dan 2D pada pondasi L/B =1 dan segitiga memiliki nilai penurunan yang hampir sama.
s
beban 5 kg tidak terjadi penurunan sama sekali pada semua variasi pondasi. Pada gambar ini terlihat kedalaman tiang buis beton dan pembesaran diameter ujung tiang dapat mengurangi penurunan akibat beban statis. Pada pondasi telapak segitiga polos tidak terjadi penurunan pada beban 5 kg dan 10 kg hal ini diperkirakan terjadi karena pemadatan yang tidak merata karena proses penggemburan pada percobaan sebelumnya, selain itu penurunan yang terjadi pada pondasi S = 3,5D lebih kecil dari pondasi S = 3D, dari hasil pengujian jarak pemasangan mengakibatkan perbedaan penurunan sebesar 54,52% pada pondasi kedalaman 10 cm dan pembesaran diameter ujung tiang 1,5D.
27
sebesar 52,3%. hal ini diperkirakan karena luasan penampang bujur sangkar lebih besar dari segitiga dan jumlah tiang yang lebih sedikit pada pondasi telapak segitiga yang membuat daya dukung pondasi bujur sangkar lebih besar dari pondasi segitiga. Dilihat dari jarak pemasangan tiang buis beton, pondasi dengan dengan jarak pemasangan 3D memiliki penurunan yang lebih besar dibandingkan pondasi dengan jarak pemasangan 3,5D, sedangkan pada pembesaran diameter ujung tiang 2D memiliki penurunan yang lebih kecil dibandingkan dengan pembesaran diameter ujung tiang 1,5D.
4.4.1.2 Hasil Penurunan Akibat Pembebanan Dinamis Percepatan 0,25g atau 2,45 m/s2 1. Perbandingan penurunan pada variasi percobaan pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.12 di bawah ini. Percepatan 0,25g Beban (Kg) 0
5
10
15
20
25
30
0 20
60 80 100 120 140 160 180
L/B = 1 (tanpa perkuatan) L/B =1S=3D; S = 3D; h =cm; 20cm; Db = 1,5D Persegi h= 20 Db=1.5Ds L/B = 1 S = 3,5D; h = Db=2Ds 20cm; Db = 2D PersegiS=3D; h= 20 cm; L/B =1S=3.5D; S = 3,5D; h =cm; 20cm; Db = 1,5D Persegi h= 20 Db=1.5Ds L/B = 1S=3.5D; S = 3,5D; h =cm; 20cm; Db = 2D Persegi h= 20 Db=2Ds Segi tiga S=3D; h=h10 Db=1.5Ds Segitiga S = 3D; = cm; 10cm; Db = 1,5D Segi tiga S=3D; h= 10 Db=2Ds Segitiga S = 3D; h =cm; 10cm; Db = 2D Segitiga S = 3,5D; 10cm; Db = 2D Segi tiga S=3.5D; h= h10=cm; Db=1.5Ds Segi tiga S=3.5D; h= 10 Db=2Ds Segitiga S = 3,5D; h =cm; 10cm; Db = 1,5D
Persegi h= 10 Db=1.5Ds L/B =1S=3D; S = 3D; h =cm; 10cm; Db = 1,5D Persegi h= 10 Db=2Ds L/B =1S=3D; S = 3D; h =cm; 10cm; Db = 2D Persegi h= 10 Db=1.5Ds L/B =1S=3.5D; S = 3,5D; h =cm; 10cm; Db = 1,5D Persegi h= 10 Db=2Ds L/B = 1S=3.5D; S = 3,5D; h =cm; 10cm; Db = 2D Segitiga (tanpa perkuatan) Segitiga S = 3D; 20cm; Db = 1,5D Segi tiga S=3D; h= h20=cm; Db=1.5Ds Segitiga S = 3D; 20cm; Db = 2D Segi tiga S=3D; h=h20=cm; Db=2Ds Segitiga = 3,5D; 20cm; Db = 1,5D Segi tiga S S=3.5D; h=h20= cm; Db=1.5Ds Segi tiga S=3.5D; h= h20=cm; Db=2Ds Segitiga S = 3,5D; 20cm; Db = 2D
Gambar 4.12 Grafik perbandingan penurunan dan pembebanan pada percepatan 0,25g dengan berbagai variasi bentuk pondasi Pada gambar 4.12 dapat dilihat penurunan berbagai macam variasi bentuk pondasi akibat beban kombinasi pada percepatan 0,25g pada pondasi bujur sangkar L/B = 1 telapak polos terjadi penurunan sebesar 92,91 mm dan untuk pondasi L/B = 1 yang mengalami penurunan terkecil yaitu dengan perkuatan tiang buis beton S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D sebesar 2,86 mm dengan reduksi penurunan sebesar 96,92%. Sedangkan untuk pondasi segitiga telapak polos terjadi penurunan sebesar 141,51 mm dan untuk pondasi segitiga yang mengalami penurunan terkecil yaitu pada perkuatan tiang buis beton S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D sebesar 12,86 mm dengan reduksi penurunan sebesar 90,91%, bila dibandingkan dengan penurunan pada pondasi bujur sangkar L/B = 1 pondasi segitiga terjadi penurunan yang lebih besar dengan peningkatan penurunan
4.4.1.3 Hasil Penurunan Akibat Pembebanan Dinamis Percepatan 0,30g atau 2,94 m/s2. 1. Perbandingan penurunan pada variasi percobaan pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.18 di bawah ini. Percepatan 0,3g Beban (Kg) 0
5
10
15
20
25
30
0 20 40
Penurunan (mm)
Penurunan (mm)
40
60 80 100 120 140 160 180
L/B = 1 (tanpa perkuatan) L/B =1S=3D; S = 3D; h =cm; 20cm; Db = 1,5D Persegi h= 20 Db=1.5Ds
Persegi h= 10 Db=1.5Ds L/B =1S=3D; S = 3D; h =cm; 10cm; Db = 1,5D
PersegiS=3D; h= 20 cm; L/B = 1 S = 3,5D; h = Db=2Ds 20cm; Db = 2D
Persegi h= 10 Db=1.5Ds L/B = S=3.5D; 1 S=3,5D; h =cm; 10cm; Db = 1,5D
L/B = S=3.5D; 1 S = 3,5D; = 20cm; Db = 1,5D Persegi h= 20h cm; Db=1.5Ds
Persegi h= 10hcm; Db=2Ds L/B = S=3.5D; 1 S = 3,5D; = 10cm; Db = 2D
L/B = 1S=3.5D; S = 3,5D; h cm; = 20cm; Db = 2D Persegi h= 20 Db=2Ds
Segitiga S = 3,5D; h =cm; 10cm; Db = 2D Segi tiga S=3.5D; h= 10 Db=1.5Ds
Segitiga (tanpa perkuatan) Segitiga S = 3D; h =cm; 20cm; Db = 1,5D Segi tiga S=3D; h= 20 Db=1.5Ds Segitiga S = 3D; h =cm; 20cm; Db = 2D Segi tiga S=3D; h= 20 Db=2Ds Segitiga S = 3,5D; h =cm; 20cm; Db = 1,5D Segi tiga S=3.5D; h= 20 Db=1.5Ds
Segitiga S = 3,5D; 10cm; Db = 1,5D Segi tiga S=3.5D; h= h 10=cm; Db=2Ds
Segi tiga S=3.5D; h= 20 cm; Db=2Ds Segitiga S = 3,5D; h= 20cm; Db = 2D
Segitiga S = 3D; 10cm; Db = 1,5D Segi tiga S=3D; h= h10=cm; Db=1.5Ds Segitiga S = 3D; 10cm; Db = 2D Segi tiga S=3D; h= h10=cm; Db=2Ds
Persegi h= 10 Db=2Ds L/B = S=3D; 1 S=3D; h =cm; 10cm; Db = 2D
Gambar 4.18 Grafik perbandingan penurunan dan pembebanan pada percepatan 0,30g dengan berbagai variasi bentuk pondasi
Pada gambar 4.18 dapat dilihat penurunan berbagai macam variasi bentuk pondasi akibat beban kombinasi pada
28
percepatan 0,3g pada pondasi bujur sangkar L/B = 1 telapak polos terjadi penurunan sebesar 105,78 mm dan untuk pondasi L/B = 1 yang mengalami penurunan terkecil yaitu dengan perkuatan tiang buis beton S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D sebesar 27,92 mm dengan reduksi penurunan sebesar 73,61%. Sedangkan untuk pondasi segitiga telapak polos terjadi penurunan sebesar 157,23 mm dan untuk pondasi segitiga yang mengalami penurunan terkecil yaitu pada perkuatan tiang buis beton S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D sebesar 38,6 mm dengan reduksi penurunan sebesar 75,46%, bila dibandingkan dengan penurunan pada pondasi bujur sangkar L/B = 1 pondasi segitiga terjadi penurunan yang lebih besar dengan peningkatan penurunan sebesar 32%. hal ini diperkirakan karena daya dukung pondasi bujur sangkar lebih besar dari pondasi segitiga. Dilihat dari jarak pemasangan tiang buis beton, pondasi dengan dengan jarak pemasangan 3D memiliki penurunan yang lebih besar dibandingkan pondasi dengan jarak pemasangan 3,5D. 4.4.1.4 Hasil Penurunan pada Setiap Variasi Bentuk terhadap Percepatan 0,25g dan 0,30g 1. Penurunan akibat beban kombinasi 5 kg pada pondasi L/B = 1 dapat dilihat pada Gambar 4.24 di bawah ini. Penurunan Pondasi (Beban Statis 5 kg)
Penurunan (mm)
0
0
5
0
0 1.43
4.29
3.72
0 1.43
0 1.43 2.86
0
0
0
0 1.43
0
2.86
Beban Statis (5kg) Percepatan 0,25g Percepatan 0,3g
10
15
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
20
Persegi (Tanpa Perkauatn)
Pada gambar 4.24 menunjukan perbedaan penurunan pada percepatan 0,25g dan 0,3g. Dari hasil percobaan pembebanan dinamis 5 kg pada permodelan menggunakan alat getar pada frekuensi yang berbeda dengan waktu getar yang sama menunjukan penurunan dengan percepatan 0,3g lebih besar dari pada penurunan dengan percepatan 0,25g, pada beban statis 5 kg penurunan pondasi telapak polos sebesar 0 mm, pada beban kombinasi percepatan 0,25g dan 0,3g sebesar 4,29 mm, penurunan pada pondasi bujur sangkar dengan perkuatan tiang buis beton S = 3 D; h = 10 cm; D b = 1,5D percepatan 0,25g sebesar 1,43 mm dan percepatan 0,3g sebesar 2,86 mm terjadi perbedaan penurunan sebesar 50%, namun penurunan pada pondasi bujur sangkar tanpa perkuatan memiliki nilai yang sama antara percepatan 0,25g dan 0,3g sebesar 4,29 mm, untuk pondasi dengan S = 3,5D tidak terjadi penurunan pada percepatan 0,25g, ditinjau dari beban statis 5 kg tidak terjadi penurunan pada semua variasi pondasi bujur sangkar. Dari grafik di atas menunjukkan faktor jarak antar tiang, kedalaman tiang dan pembesaran ujung dapat mengurangi terjadinya penurunan. Pada pondasi telapak segitiga polos dan pondasi S = 3D; h = 10 cm; D b = 2D penurunan di percepatan 0,25 lebih besar dibandingkan percepatan 0,3g. Hal ini diperkirakan karena kesalahan pembacaan sensor dan kepadatan tanah yang tidak merata akibat percobaan pembebanan sebelumnya.
Gambar 4.24 Grafik perbandingan penurunan terhadap variasi pondasi L/B = 1 pada setiap percepatan dengan beban 5 kg.
4.5
Hasil Pengujian Parameter Fisik Tanah Setelah Pembebanan Setelah tanah di uji pembebanan variasi beban 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 25 kg maka setiap percobaan di ukur penurunannya dan di ambil samplenya untuk dilihat parameter fisik dari tanah tersebut. 4.5.1 Hasil Pengujian Berat Volume Tanah (γ t ) setelah Diberikan Beban Dinamis di Laboratorium. Nilai dari berat volume tanah (γ t ) pada tanah uji di setiap simulasi percobaan di
29
Tanpa perkuatan
Segitiga
L/B= 1
S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5D S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D
Statis
1.829
1.837
1.841
S = 3D; h = 10cm; Db = 2D S = 3D; h = 20cm; Db = 2D S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D
1.841
1.856
1.863
1.792
1.796
1.801
1.838
1.850
1.857
1.782
1.787
1.791
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D Tanpa perkuatan S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5D S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D S = 3D; h = 10cm; Db = 2D S = 3D; h = 20cm; Db = 2D
1.824
1.833
1.835
1.777 1.882 1.867
1.780 1.891 1.880
1.783 1.899 1.884
1.833
1.847
1.851
1.857
1.876
1.878
1.831
1.840
1.847
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
1.854
1.873
1.875
1.804
1.823
1.831
1.847
1.870
1.872
1.798
1.803
1.818
1. Kondisi beban statis dan dinamis pada percepatan 0,25g dan 0,30g pada seluruh variasi pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.37.
1.884 1.891
1.887 1.884 1.857 1.856
1.829
1.804
1.783
Percepatan 0,25g
1.798
Segitiga S = 3,5D ; h = 10cm ; Db= 2D
Segitiga S = 3,5D ; h = 10cm ; Db= 1,5D
Segitiga S = 3,5D ; h = 20cm ; D b= 1,5D
Segitiga S = 3D ; h = 10cm ; Db= 2D
Segitiga S = 3D ; h = 20cm ; D b= 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B=1
Sebelum
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
1.76 1.76
Percepatan 0,3g 1.803
1.791 1.787 1.780 1.782 1.777
1.792
1.76 1.76
Beban Statis 1.818
1.823
Segitiga S = 3,5D ; h = 20cm ; D b= 2D
1.796
1.78
1.854 1.831 1.847 1.840 1.831
1.824
1.801
1.8
1.833
Segitiga S = 3D ; h = 20cm ; D b= 1,5D
1.82
1.833
1.838
1.847
1.857 1.847
1.835
1.837 1.841
1.845
1.872 1.870
1.873
1.876
1.850
1.841
1.84
1.875
1.878
1.880 1.867 1.851
Segitiga (Tanpa Perkauatan)
1.861
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db= 2D
1.870
1.86
1.882
1.863
Segitiga S = 3D ; h = 10cm ; Db= 1,5D
1.866
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 2D
1.88
Gambar 4.37 Berat volume tanah (γ t ) pada seluruh variasi pondasi telapak pada beban statis, 0,25g dan 0,30g. Pada gambar 4.37 terlihat bahwa berat volume tanah pada beban dinamis dengan percepatan gempa 0,30g lebih besar dari pada percepatan 0,25g serta berat volume tanah pada beban dinamis lebih besar dari pada beban statis. Hal ini dikarenakan perbandingan antara berat volume tanah berbanding lurus dengan penurunan tanah yang terjadi pada pondasi akibat bebanbeban yang ada. 4.5.2
Hasil Pengujian Parameter Geser Tanah (C) setelah Diberikan Beban Dinamis di Laboratorium. Setelah tanah uji diberi beban statis dan dinamis 25 kg dengan bak getar kemudian tanah dibawah pondasi diambil untuk uji geser langsung dan didapatkan nilai kohesi pada tanah uji setelah diberi beban kombinasi statis dan beban dinamis 25 kg pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Nilai kohesi pada tanah uji setelah diberi beban 25 kg 2
Variasi Pondasi Sebelum pembebanan Tanpa perkuatan
Bujur sangkar (L/B = 1)
25 kg 1.870 1.845
γt (gr/cc) Dinamis 0,25g 0,3g 25 kg 25 kg 1.884 1.887 1.861 1.866
γt (gr/cc) Variasi Pondasi
1.899
1.9
3D; h = 10 cm; Db = 1,5D 3D; h = 20 cm; Db = 1,5D 3D; h = 10 cm; Db = 2D 3D; h = 20 cm;Db =2D 3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D 3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D 3,5D; h = 10 cm; Db = 2D 3,5D; h = 20 cm; Db = 2D Tanpa perkuatan 3D; h = 10 cm; Db = 1,5D 3D; h = 20 cm; Db = 1,5D
Segitiga
Tabel 4.7 Nilai-nilai berat volume tanah (γ t ) tanah uji
γt (gr/cm3) Pada Beban 25 kg 1.92
γt (gr/cm3)
ambil pada saat kombinasi beban statis 25 kg dengan beban dinamis zona 3 dan 4 Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan berat volume tanah setelah diberikan beban statis dan beban dinamis. Sebelum di berikan beban dinamis berat volume tanah (γt) 1,76 gr/cm3. Berikut ini di sajikan data berat volume tanah pada percepatan 0,25g dan 0,30g. Pada pengujian ini pemberian beban tidak dilihat dari tegangan tanah di bawah pondasi, tetapi dari beban 25 kg yang diberikan pada pondasi. Nilai-nilai berat volume tanah di sajikan pada Tabel 4.7.
3D; h = 10 cm; Db = 2D 3D; h = 20 cm;Db =2D 3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D 3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D 3,5D; h = 10 cm; Db = 2D 3,5D; h = 20 cm; Db = 2D
C (kg/cm ) Dinamis ( 25kg ) Statis (25 kg) 0,25 g 0,3 g 0.041 0.041 0.041 0.060 0.065 0.070 0.056 0.052 0.054 0.050 0.055 0.051 0.053 0.051 0.063
0.063 0.058 0.064 0.060 0.063 0.057 0.058 0.054 0.078
0.067 0.063 0.065 0.058 0.066 0.060 0.059 0.056 0.083
0.058 0.053 0.056 0.053 0.055 0.050 0.052 0.050
0.075 0.065 0.070 0.062 0.068 0.062 0.065 0.060
0.080 0.067 0.078 0.063 0.072 0.064 0.068 0.061
30
1. Perbandingan kohesi pada seluruh variasi pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.43 di bawah ini.
Nilai-nilai derajat kejenuhan tanah disajikan pada Tabel 4.9.
C (Kg/cm2) Pada Beban 25 kg (Statis dan Dinamis)
Tabel 4.9 Nilai-nilai derajat kejenuhan (S r ) tanah uji
0.100 0.083
0.080 0.078 0.072 0.078 0.068 0.066 0.075 0.067 0.070 0.064 0.063 0.065 0.063 0.068 0.061 0.060 0.059 0.065 0.063 0.065 0.065 0.058 0.063 0.064 0.062 0.062 0.056 0.063 0.060 0.060 0.060 0.058 0.057 0.058 0.060 0.054 0.058 0.056 0.056 0.055 0.055 0.054 0.053 0.053 0.041 0.052 0.051 0.053 0.051 0.050 0.050 0.052 0.050 0.040 0.041 0.041 0.080
0.067
25 kg 95.137
S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5D
94.172
96.400
98.362
S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D
93.197
95.911
97.795
S = 3D; h = 10cm; Db = 2D S = 3D; h = 20cm; Db = 2D
94.047
96.345
98.287
92.467
95.580
97.373
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
93.805
96.272
98.187
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D
92.242
95.483
97.242
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
93.007
95.892
97.638
92.066
95.464
97.171
Tanpa perkuatan S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5D
95.531 94.727
97.064 96.833
99.017 98.777
S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D S = 3D; h = 10cm; Db = 2D
93.638
95.911
97.909
94.434
96.721
98.679
S = 3D; h = 20cm; Db = 2D
93.407
96.012
97.879
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
94.018
96.610
98.524
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D
92.817
95.735
97.532
94.359
96.508
98.499
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
92.592
95.641
97.466
Variasi Pondasi
Statis
Percepatan 0,3g
L/B= 1
4.5.3
Hasil Pengujian Derajat Kejenuhan (S r ) setelah Diberikan Beban Dinamis di Laboratorium. Nilai dari derajat kejenuhan (S r ) pada tanah uji di setiap simulasi percobaan di ambil pada saat kombinasi beban statis 25 kg dengan beban dinamis percepatan 0,25g dan 0,30g.
Kondisi derajat kejenuhan pada beban statis, percepatan 0,25g dan 0,30g pada seluruh variasi pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.44 di bawah ini. Sr (%) Pada Beban 25 kg 99.017
98.993 98.287 98.362 97.795 96.975
98.777
98.187 97.242
96.345 95.911
96.272 95.580
95.137
94.172
94.047
98.524 97.879
98.499 97.532 97.466
97.171 97.064
96.400
98.679 97.909
97.638
97.373
96.833
95.892 95.483
95.464 95.531 94.727
96.721
96.610
96.508 95.735
96.012
95.911
94.434
95.641
94.359
94.018
93.638
93.805
93.407
93.197
93.007 92.467
92.242
92.817
92.592
92.066
Statis 0,3g
Segitiga S = 3,5D; h = 20; Db = 2D
Segitiga S = 3,5D; h = 10; Db = 2D
Segitiga S = 3,5D; h = 20; Db = 1,5D
Segitiga S = 3,5D; h = 10; Db = 1,5D
Segitiga S = 3D; h = 20; Db = 2D
Segitiga S = 3D; h = 10; Db = 2D
Segitiga S = 3D; h = 20; D b= 1,5D
Segitiga S = 3D; h = 10; Db = 1,5D
Segitiga Telapak
S = 3,5D; h = 10; Db = 2D
S = 3,5D; h = 20; Db = 2D
S = 3,5D; h = 20; Db = 1,5D
S = 3D; h = 20; Db = 2D
S = 3D; h = 10; Db = 2D
S = 3D; h = 20; Db = 1,5D
L/B = 1
S = 3D; h = 10; Db = 1,5D
0,25g
Sebelum
Pada Gambar 4.44 terlihat pada setiap variasi pondasi di setiap percepatan, pondasi yang diberi perkuatan tiang buis beton dan pembesaran pada ujung tiang beton cenderung mempunyai gaya geser yang lebih kecil. Di bandingkan dengan pondasi yang tidak diberi perkuatan. Hal ini mungkin terjadi karena pondasi yang diberi perkuatan tiang buis beton mempunyai daya dukung terhadap beban kombinasi statis dan dinamis yang lebih besar dibandingkan dengan pondasi telapak. Sehingga penurunan tanah lebih sedikit, berat volume tanah di bawah pondasi berkurang dan nilai kohesi menjadi lebih kecil. Nilai kohesi pondasi segitiga lebih besar dari pada pondasi L/B = 1. Hal ini disebabkan karena pondasi yang mempunyai luasan bidang sentuh yang lebih kecil tidak mampu menahan beban yang lebih besar pula sehingga tegangan ke tanah semakin bertambah dan nilai kohesi pun menjadi naik karena kepadatan tanah membesar.
Segitiga
Gambar 4.43 Grafik perbandingan nilai C ( kg/ cm2) pada seluruh variasi pondasi
S = 3,5D; h = 10; Db = 1,5D
Segitiga; S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D
Segitiga; S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
Segitiga; S = 3,5D; h = 20cm;Db = 1,5D
Segitiga; S = 3D; h = 20cm;Db = 2D
Segitiga; S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
Segitiga; S = 3D; h = 10cm; Db = 2D
Segitiga; S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D
Segitiga Tanpa Perkuatan
Segitiga; S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5D
L/B = 1;S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D
L/B = 1; S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
L/B = 1; S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D
L/B = 1;S = 3D;h = 20cm;Db = 2D
L/B = 1; S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D; h = 10cm;Db = 2D
L/B = 1;S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D
Sebelum
Percepatan 0,25g
0.000
Tanpa perkuatan
Sr (%) Dinamis 0,25g 0,3g 25 kg 25 kg 96.975 98.993
Sr (%)
Beban Statis
0.020
L/B = 1Tanpa Perkuatan
Kg/cm2
0.070
Gambar 4.44 Derajat Kejenuhan (S r ) pada seluruh variasi pondasi telapak pada beban statis, percepatan 0,25g dan percepatan 0,30g. Pada gambar 4.44 terlihat bahwa derajat kejenuhan tanah pada beban statis, beban dinamis dengan percepatan gempa 0,30g dan 0,25g terlihat acak satu sama lain. Hal ini dikarenakan kadar air yang terkandung di dalam tanah memiliki perbedaan akan tetapi perbedaan nilai
31
derajat kejenuhan pada semua variasi pondasi tidak terlalu besar. Derajat kejenuhan sebagai akibat dari pergerakan air yang berusaha untuk naik ke atas permukaan tanah karena penurunan atau pemampatan tanah. L/B= 1
Gs
2.616
2.666
2.606
2.633
2.646
0.389
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
0.551
0.443
0.339
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D
0.595
0.493
0.395
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
0.577
0.465
0.362
0.571
0.506
0.359
Tanpa perkuatan S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5D
0.506 0.516
0.459 0.413
0.302 0.312
S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D S = 3D; h = 10cm; Db = 2D
0.558
0.449
0.345
0.523
0.419
0.317
S = 3D; h = 20cm; Db = 2D
0.564
0.453
0.348
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
0.529
0.421
0.320
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D
0.581
0.472
0.368
0.532
0.426
0.324
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
0.543
0.479
0.374
n (%) Pada Beban 25 kg 0.595
0.55 0.50
2.595
0.40
0.437 0.430
0.460
0.506 0.506 0.493 0.465
0.457
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
2.645
2.576
2.565
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D
2.572
2.605
2.595
0.30
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
2.623
2.593
2.567
2.625
2.574
2.633
Tanpa perkuatan S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5D
2.655 2.584
2.636 2.596
2.621 2.592
S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D S = 3D; h = 10cm; Db = 2D
2.699
2.379
2.575
2.622
2.614
2.622
S = 3D; h = 20cm; Db = 2D
2.617
2.499
2.588
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
2.616
2.565
2.689
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D
2.572
2.470
2.626
2.629
2.632
2.689
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
2.625 2.62
2.694 2.59
2.594 2.61
Segitiga
4.5.5
Hasil Pengujian Porositas (n) setelah Diberikan Beban Dinamis di Laboratorium. Nilai dari porositas (n) pada tanah uji di setiap simulasi percobaan di ambil pada saat kombinasi beban statis 25 kg dengan dinamis percepatan 0,25g dan 0,30g. Nilai-nilai porositas (n) disajikan pada Tabel 4.11 dan gambar 4.45.
0.413
0.426
Segitiga Telapak
S = 3,5D; h = 10; Db = 2D
S = 3,5D; h = 20; Db = 2D
Statis 0.324
0.320
0.317
0.312
0.374
0.348
0.345 0.359
S = 3,5D; h = 20; Db = 1,5D
S = 3D; h = 20; Db = 2D
0.421 0.368
S = 3,5D; h = 10; Db = 1,5D
S = 3D; h = 10; Db = 2D
S = 3D; h = 20; Db = 1,5D
L/B = 1
S = 3D; h = 10; Db = 1,5D
0.453 0.419
0.362
0.302
Gs rata-rata
0.479
0.472 0.449
0.339
0.333
0.321
0.543 0.532
0.529
0.459
0.395
0.389
0.407
0.564 0.523
0.516
0.443
0.353 0.35
0.558
0.551
0.547
0.486 0.45
0.581
0.577 0.571
0.571 0.540
0.511
0,3g 0,25g
Segitiga S = 3,5D; h = 10; Db = 2D
S = 3D; h = 10cm; Db = 2D S = 3D; h = 20cm; Db = 2D
0.486
Segitiga S = 3,5D; h = 20; Db = 2D
2.588
0.333
0.590
Segitiga S = 3,5D; h = 20; Db = 1,5D
2.600
0.457
0.590
n (%)
L/B= 1
2.639
0.547
0.60
2.649
S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D
0.353
S = 3D; h = 10cm; Db = 2D S = 3D; h = 20cm; Db = 2D
Segitiga S = 3,5D; h = 10; Db = 1,5D
2.608
0.437
0.460
Segitiga S = 3D; h = 20; Db = 2D
2.557
0.430
0.571
Segitiga S = 3D; h = 10; Db = 2D
S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5D
Statis
0.540
S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D
Segitiga S = 3D; h = 20; D b= 1,5D
25 kg 2.595
Variasi Pondasi
S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5D
Segitiga S = 3D; h = 10; Db = 1,5D
Tanpa perkuatan
Dinamis 0,25g 0,3g 25 kg 25 kg 2.617 2.658
25 kg 0.511
Statis
Kondisi nilai porositas (n) pada beban statis, percepatan 0,25g dan 0,30g pada seluruh variasi pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.45 di bawah ini.
Tabel 4.10 Nilai-nilai berat jenis (G s ) tanah uji Gs
Tanpa perkuatan
n (%) Dinamis 0,25g 0,3g 25 kg 25 kg 0.407 0.321
n (%) Variasi Pondasi
Segitiga
4.5.4 Hasil Pengujian Berat Jenis (G s ). Nilai dari berat jenis tanah (G s ) pada tanah uji di setiap simulasi percobaan di ambil pada saat kombinasi beban statis 25 kg dengan beban statis, dinamis 0,25g dan 0,30g. Hasil pengujian di laboratorium dapat disimpulkan bahwa nilai Gs yang diperoleh secara keseluruhan yaitu pada beban statis = 2,62; dinamis 0,25g = 2,70 dan dinamis 0,30g = 2,62. Nilai-nilai berat jenis tanah (G s ) disajikan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.11 Nilai-nilai porositas (n) tanah uji
Gambar 4.45 Porositas (n) pada seluruh variasi pondasi telapak pada beban statis, percepatan 0,25g dan percepatan 0,30g. Pada gambar 4.45 terlihat bahwa porositas tanah pada beban statis lebih tinggi dari pada beban dinamis 0,25g dan 0,30g serta beban dinamis 0,25g lebih besar dari pada 0,30g. Hal ini dikarenakan adanya hubungan antara porositas dengan kepadatan tanah akibat dari penurunan yang terjadi. Porositas menjadi semakin besar karena kepadatannya berkurang akibat dari penurunan yang kecil dan porositas menjadi semakin kecil karena kepadatannya bertambah akibat dari penurunan yang besar.
32
lebih tinggi dari pada beban dinamis 0,25g dan 0,30g serta beban dinamis 0,25g lebih besar dari pada 0,30g. Hal ini dikarenakan adanya hubungan antara void ratio dengan kepadatan tanah akibat dari penurunan yang terjadi. Void ratio menjadi semakin besar karena kepadatannya berkurang akibat dari penurunan yang kecil dan void ratio menjadi semakin kecil karena kepadatannya bertambah akibat dari penurunan yang besar.
4.5.6
Hasil Pengujian Angka Pori (e) setelah Diberikan Beban Dinamis di Laboratorium. Nilai dari void ratio (e) pada tanah uji di setiap simulasi percobaan di ambil pada saat kombinasi beban statis 25 kg dengan dinamis percepatan 0,25g dan 0,30g. Nilai-nilai porositas (n) disajikan pada Tabel 4.12 dan gambar 4.46. Tabel 4.12 Nilai-nilai void ratio (e) tanah uji
Tanpa perkuatan
25 kg 0.908
e Dinamis 0,25g 0,3g 25 kg 25 kg 0.756 0.647
S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5D
0.919
0.805
0.810
S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D
0.941
0.841
0.726
S = 3D; h = 10cm; Db = 2D S = 3D; h = 20cm; Db = 2D
0.925
0.823
0.691
0.961
0.869
0.751
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
0.929
0.818
0.699
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D
0.969
0.876
0.758
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
0.948
0.849
0.733
0.956
0.887
0.738
Tanpa perkuatan S = 3D; h = 10cm; Db = 1,5D
0.881 0.896
0.785 0.763
0.623 0.643
S = 3D; h = 20cm; Db = 1,5D S = 3D; h = 10cm; Db = 2D
0.934
0.827
0.705
0.903
0.777
0.654
S = 3D; h = 20cm; Db = 2D
0.939
0.834
0.714
S = 3,5D; h = 10cm; Db = 1,5D
0.909
0.788
0.668
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 1,5D S = 3,5D; h = 10cm; Db = 2D
0.950
0.858
0.739
0.912
0.798
0.675
S = 3,5D; h = 20cm; Db = 2D
0.939
0.861
0.747
e
Segitiga
L/B= 1
Variasi Pondasi
Statis
4.6 Analisa Angka Keamanan 4.6.1 Analisa Angka Keamanan pada Beban Statis Analisa angka keamanan untuk kondisi pemodelan Tanah Uji pada Batas Cair (LL) = 32% dan kadar air (w c ) = 27,5% pada beban Statis adalah sebagai berikut : Beban (P) yang terpakai pada kondisi ini adalah = 5 kg, 10 kg dan 20 kg, 25 kg. Luas penampang pondasi (A) adalah L x B Tegangan yang terjadi berarti Qterjadi = P/A ( kg/ cm2). Untuk contoh perhitungan akan diambil Pembebanan (P) = 5 kg dan Q ult pada Pondasi L/B = 1 polos dengan dengan Ukuran L= 10 cm dan B = 10 cm.
Kondisi nilai void ratio (e) pada beban statis, percepatan 0,25g dan 0,30g pada seluruh variasi pondasi dapat dilihat pada Gambar 4.46 di bawah ini.
Q terjadi
= 5/(10 x 10) = 0,05 kg/ cm2
Void Ratio (e) Pada Beban 25 kg 1.00 0.95
0.969
0.961 0.941
0.908
0.80
0.823
0.758 0.733
0.763
0.777
= 18,2 Segitiga
Segitiga S = 3,5D; h = 10; Db = 2D
Segitiga S = 3,5D; h = 20; Db = 1,5D
Segitiga S = 3,5D; h = 10; Db = 1,5D
Segitiga S = 3D; h = 20; Db = 2D
Segitiga S = 3D; h = 10; Db = 2D
Segitiga S = 3D; h = 20; D b= 1,5D
Segitiga Telapak
Segitiga S = 3D; h = 10; Db = 1,5D
S = 3,5D; h = 10; Db = 2D
S = 3,5D; h = 20; Db = 2D
S = 3,5D; h = 20; Db = 1,5D
S = 3,5D; h = 10; Db = 1,5D
S = 3D; h = 10; Db = 2D
S = 3D; h = 20; Db = 2D
= Q ult / Q terjadi = 0,91/0,05
0.623
S = 3D; h = 10; Db = 1,5D
SF 0.798
0.60
S = 3D; h = 20; Db = 1,5D
= 0,91 kg/ cm2
0.675
0.668
0.654
0.643
0.788 0.739
0.714
0.705
0.647
Q ult
0.912 0.858
0.699
0.691
0.70
0.785 0.738
0.9
0.834
0.827
0.726
0.909
0.903
0.896
0.950
0.939
0.881
0.818
0.751 0.756
0.75
0.934
0.887 0.849
0.841 0.810 0.805
0.956
0.876
0.869
0.85
0.65
0.948
0.929
0.925
0.919
L/B = 1
void ratio (e)
0.90
= P/(B x L)
Jadi akan didapat angka keamanan sebesar 18,2 Untuk contoh perhitungan akan Gambar 4.46 Void ratio (e) pada seluruh variasi diambil Pembebanan (P) = 5 kg dan Q ult dengan pondasi telapak pada beban statis, pada Pondasi segitiga polos dengan 2 percepatan 0,25g dan percepatan Luas permukaan A = 65,2 cm . Q terjadi = P/(B x L) 0,30g. Pada gambar 4.46 terlihat bahwa void ratio (angka pori) tanah pada beban statis
= 5/65,2 = 0,0766 kg/ cm2
33
Q ult
= 1,18 kg/ cm2
Angka keamanan pada variasi pondasi 25
= Q ult / Q terjadi
20
Angka keamanan
SF
= 1,18/0,0766 = 15,4
15
Beban 5kg Beban 10kg
10
Beban 20kg Beban 25kg
5
0 0 0 0
5 0 18.2 18.5
Beban (kg) 10 0 9.1 9.2
20 0 4.6 4.6
25 0 3.6 3.7
0 0
18.9 18.7
9.4 9.4
4.7 4.7
3.8 3.7
3,5D; h = 10 cm; Db = 2D
0 0 0 0
19.3 18.5 18.9 18.7
9.7 9.3 9.5 9.4
4.8 4.6 4.7 4.7
3.9 3.7 3.8 3.7
3,5D; h = 20 cm; Db = 2D Tanpa perkuatan 3D; h = 10 cm; Db = 1,5D
0 0 0
19.4 15.4 15.7
9.7 7.7 7.8
4.8 3.8 3.9
3.9 3.1 3.1
3D; h = 20 cm; Db = 1,5D
0 0
16.0 15.8
8.0 7.9
4.0 4.0
3.2 3.2
3,5D; h = 10 cm; Db = 2D
0 0 0 0
16.4 15.7 16.0 15.8
8.2 7.8 8.0 7.9
4.1 3.9 4.0 4.0
3.3 3.1 3.2 3.2
3,5D; h = 20 cm; Db = 2D
0
16.4
8.2
4.1
3.3
segi tiga
bujur sangkar (L/B = 1)
Variasi Pondasi Tanpa perkuatan 3D; h = 10 cm; Db = 1,5D 3D; h = 20 cm; Db = 1,5D 3D; h = 10 cm; Db = 2D 3D; h = 20 cm;Db =2D 3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D 3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D
3D; h = 10 cm; Db = 2D 3D; h = 20 cm;Db =2D 3,5D; h = 10 cm; Db = 1,5D 3,5D; h = 20 cm; Db = 1,5D
Pada tabel 4.13 terlihat perbedaan nilai angka keamanan tidak terlalu besar antara pondasi L/B = 1 dan pondasi segitiga tetapi untuk variasi perkuatan dengan tiang buis beton peningkatan angka keamanannya sangat kecil bahkan pada variasi pemasangan jarak tiang buis beton tidak terjadi peningkatan angka keamanan. 1. Perbandingan Angka Keamanan Pada Setiap Variasi Pondasi Akibat Beban Statis
Segitiga S = 3,5D ; h = 20cm ; Db= 2D
Segitiga S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 2D
Segitiga S = 3,5D ; h = 10cm ; D b= 1,5D
Segitiga S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
Segitiga S = 3D ; h = 20cm ; Db= 2D
Segitiga S = 3D ; h = 20cm ; Db= 1,5D
Segitiga S = 3D ; h = 10cm ; Db= 2D
Segitiga (Tanpa Perkauatn)
Segitiga S = 3D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1 (Tanpa Perkauatn)
Dengan cara perhitungan angka keamanan yang sama untuk variasi kondisi pembebanan, bentuk pondasi dan perkuatan pondasi yang lain, nilai angka keamanan dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut ini : Tabel 4.13 Nilai SF dengan variasi beban dan bentuk pondasi
0
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
Jadi akan didapat angka keamanan sebesar 15,4
Gambar 4.49 Grafik perbandingan angka keamanan dan variasi bentuk pada setiap beban statis Pada gambar 4.49 terlihat perbedaan angka keamanan pada setiap beban, pada pondasi L/B = 1 angka keamanan sebesar 18,2 dan pada pondasi segitiga angka keamanan sebesar 15,4 terjadi penurunan angka keamanan sebesar 18,18% pada perubahan bentuk pondasi, angka keamanan terbesar pada semua variasi bentuk pondasi terjadi pada beban 5 kg dan kemudian berurutan pada beban yang lebih besar. Dapat diperkirakan bahwa semakin besar beban yang diberikan pada pondasi maka angka keamanannya akan semakin kecil 4.6.2
Analisa Angka Keamanan pada Beban Dinamis 4.6.2.1 Pondasi Telapak Analisa angka keamanan untuk kondisi pemodelan Tanah Uji pada Batas Cair (LL) = 32% dan kadar air (wc) = 27,5% pada beban Dinamis adalah sebagai berikut : Beban (P) yang terpakai pada kondisi ini adalah = 25 kg. Luas penampang pondasi (A) adalah L xB Tegangan yang terjadi berarti Qterjadi = P/A ( kg/ cm2). Pembebanan (P) = 25 kg dan Q ult pada Pondasi L/B = 1 polos dengan dengan Ukuran L= 10 cm dan B = 10 cm.
34
Pada Tabel 4.4 Q terjadi = P/(B x L) = 25/(10 x 10) = 0,25 kg/ cm2 Q ult = 0,0218 kg/ cm2 SF = Q ult / Q terjadi = 0,0218/0,25 = 0,0872 < 1 Jadi angka keamanan Dinamis sebesar 0,0872 dan angka keamanan statis sebesar 18,2, angka keamanan turun sebesar 99,52% Pembebanan (P) = 25 kg dan Q ult pada Pondasi Segitiga polos dengan dengan Luas A = 65,2 cm2. Pada Tabel 4.4 Q terjadi = P/A = 25/65,2 = 0,383 kg/ cm2 = 0,0087 kg/ cm2 Q ult SF = Q ult / Q terjadi = 0,0087/0,383 = 0,02 < 1 Jadi angka keamanan sebesar 0,02 dan angka keamanan statis sebesar 15,4, angka keamanan turun sebesar 99,87% 4.6.2.2 Angka Keamanan Kapasitas Horisontal Material Tiang Buis Beton 1.
4. L/B = 1 ; h = 20 cm ; D b = 3 cm. (4 tiang buis beton) SF = Hu/F = (0,97x4) / 0,363 = 10,69 5. Segitiga ; h = 10 cm ; D b = 2,25 cm. (3 tiang buis beton) SF = Hu/F = (0,24x3) / 0,198 = 3,64 6. Segitiga ; h = 20 cm ; D b = 2,25 cm. (3 tiang buis beton) SF = Hu/F = (0,97x3) / 0,228 = 12,76 7. Segitiga ; h = 10 cm ; D b = 3 cm. (3 tiang buis beton) SF = Hu/F = (0,24x3) / 0,218 = 3,30 8. Segitiga ; h = 20 cm ; D b = 3 cm. (3 tiang buis beton) SF = Hu/F = (0,97x3) / 0,248 = 11,73 2.
Percepatan 0,3g = 2,94 m/s2 SF = H u /F
9. L/B = 1 ; h = 10 cm ; D b = 2,25 cm. (4 tiang buis beton) SF = Hu/F = (0,24x4) / 0,354 = 2,71
2
Percepatan 0,25g = 2,45 m/s SF = H u /F
10. L/B = 1 ; h = 20 cm ; D b = 2,25 cm. (4 tiang buis beton)
1. L/B = 1 ; h = 10 cm ; D b = 2,25 cm.
SF = Hu/F = (0,97x4) / 0,405 = 9,58
(4 tiang buis beton) SF = Hu/F = (0,24x4) / 0,295 = 3,25
11. L/B = 1 ; h = 10 cm ; D b = 3 cm. (4 tiang buis beton)
2. L/B = 1 ; h = 20 cm ; D b = 2,25 cm.
SF = Hu/F = (0,24x4) / 0,131 = 7,33
(4 tiang buis beton) SF = Hu/F = (0,97x4) / 0,338 = 11.48
12. L/B = 1 ; h = 20 cm ; D b = 3 cm. (4 tiang buis beton)
3. L/B = 1 ; h = 10 cm ; D b = 3 cm. (4 tiang buis beton) SF = Hu/F = (0,24x4) / 0,32= 3
SF = Hu/F = (0,97x4) / 0,435 = 8,92
35
2. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Drained Dengan Pembebanan Statis 10 kg
13. Segitiga ; h = 10 cm ; D b = 2,25 cm. (3 tiang buis beton) SF = Hu/F = (0,24x3) / 0,237 = 3,04
Penurunan Pada Beban Dinamis 10 kg (Laboratorium dan Plaxis Drained)
14. Segitiga ; h = 20 cm ; D b = 2,25 cm.
Beban Statis (10Kg) Percepatan 0,25g Percepatan 0,3g Beban Statis (plaxis) Percepatan 0,25g (plaxis) Percepatan 0,3g (plaxis)
10
SF = Hu/F = (0,97x3) / 0,35 = 8,31 4.7
Analisa Penurunan Tanah Dengan Menggunakan Program Plaxis 8.2 4.7.1 Hasil Analisa Penurunan Tanah Pada Pondasi Ukuran Laboratorium 1. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Drained Dengan Pembebanan Statis 5 kg Penurunan Pada Beban Dinamis 5 kg (Laboratorium dan Plaxis Drained)
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db= 2D
Gambar 4.52 Grafik perbandingan penurunan pada percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 Dengan pembebanan statis 10 kg 3. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Drained Dengan Pembebanan Statis 20 kg Penurunan Pada Beban Dinamis 20 kg (Laboratorium dan Plaxis Drained) 0
Penurunan (mm)
tiang buis beton)
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
16. Segitiga ; h = 20 cm ; D b = 3 cm. (3
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
SF = Hu/F = (0,24x3) / 0,261 = 2,76
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 2D
tiang buis beton)
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
20
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db= 2D
15
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
15. Segitiga ; h = 10 cm ; D b = 3 cm. (3
5
L/B = 1 (Tanpa Perkauatn)
SF = Hu/F = (0,97x3) / 0,273 = 10,65
Penurunan (mm)
(3 tiang buis beton)
0
20
Beban Statis (20Kg) Percepatan 0,25g Percepatan 0,3g Beban Statis (plaxis) Percepatan 0,25g (plaxis Percepatan 0,3g (plaxis)
40
60
Gambar 4.51 Grafik perbandingan penurunan pada percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 dengan pembebanan statis 5 kg
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
10
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db = 2D
8
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db= 2D
6
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
4
L/B = 1 (Tanpa Perkauatn)
Penurunan (mm)
Beban Statis (5kg) Percepatan 0,25g Percepatan 0,3g Beban Statis (plaxis) Percepatan 0,25 (plaxis) Percepatan 0,3g (plaxis)
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
80
2
L/B = 1 (Tanpa Perkauatn)
0
Gambar 4.53 Grafik perbandingan penurunan pada percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 Dengan pembebanan statis 20 kg 4. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Drained Dengan Pembebanan Statis 25 kg
36
Penurunan Pada Beban Dinamis 25 kg (Laboratorium dan Plaxis Drained) 0
7. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Beban Statis (25Kg) Percepatan 0,25g Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Percepatan 0,3g Beban Statis (Plaxis) Metode Undrained Dengan Percepatan 0,25g (plaxis) Percepatan 0,3g (plaxis) Pembebanan Statis 20 kg
40 60 80
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db= 2D
Penurunan Pada Beban Dinamis 20 kg (Laboratorium dan Plaxis Undrained) 0
Beban Statis (20Kg) Percepatan 0,25g Percepatan 0,3g Beban Statis (plaxis) Percepatan 0,25g (plaxis) Percepatan 0,3g (plaxis)
40
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db= 2D
80
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db = 2D
60
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
Gambar 4.54 Grafik perbandingan penurunan pada percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 Dengan pembebanan statis 25 kg 5. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Undrained Dengan Pembebanan Statis 5 kg . Penurunan Pada Beban Dinamis 5 kg (Laboratorium dan Plaxis Undrained)
20
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
Penurunan (mm)
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db= 2D
L/B = 1 (Tanpa Perkauatn)
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db= 1,5D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db= 1,5D
100
L/B = 1 (Tanpa Perkauatn)
Penurunan (mm)
20
Gambar 4.57 Grafik perbandingan penurunan pada percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 Dengan pembebanan statis 20 kg
0
Beban Statis (5kg) Percepatan 0,25g Percepatan 0,3g Percepatan 0,3g (plaxis) Beban Statis (plaxis) Percepatan 0.25 (plaxis)
30
Penurunan Pada Beban Dinamis 25 kg (Laboratorium dan Plaxis Undrained) 0
60 80
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db= 2D
120
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db= 2D
100
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
Penurunan Pada Beban Dinamis 10 kg (Laboratorium dan Plaxis Undrained)
40
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
6. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Undrained Dengan Pembebanan Statis 10 kg
20
L/B = 1 (Tanpa Perkauatn)
Penurunan (mm)
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
L/B = 1 (Tanpa Perkauatn)
35
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db= 2D
25
8. Perbandingan Penurunan Tanah Pada Percobaan Dilaboratoriun dan Analisa Menggunakan Plaxis 8.2 Metode Undrained Dengan Pembebanan Statis 25 kg
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db= 2D
20
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db= 1,5D
15
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db= 1,5D
Penurunan (mm)
5 10
Beban Statis (25Kg) Percepatan 0,25g Percepatan 0,3g Beban Statis (Plaxis) Percepatan 0,25g (plaxis) Percepatan 0,3g (plaxis)
10
Beban Statis (10Kg) Percepatan 0,25g Percepatan 0,3g Beban Statis (plaxis) Percepatan 0,25g (plaxis) Percepatan 0,3g (plaxis)
20
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3,5D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db= 2D
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 2D
L/B = 1; S = 3D ; h = 20cm ; Db = 1,5D
L/B = 1; S = 3D ; h = 10cm ; Db = 1,5D
30
L/B = 1 (Tanpa Perkauatn)
Penurunan (mm)
0
Gambar 4.58 Grafik perbandingan penurunan pada percobaan di laboratoriun dengan program Plaxis 8.2 Dengan pembebanan statis 25 kg
37
9 9 9
7.39
7.3
7.39
7.29
0.0126 9
0.00924 8.87
0.012329
0.00923 8.86
7.39
7.3
7.39
7.29
0.0108 9
0.00792 8.87
0.010569
0.00233 8.86
7.39
7.29
7.39
7.3
7.39
7.29
0.007219
0.00535 8.87
0.007189
0.00528 8.87
0.007029
0.00528 8.86
7.39
7.29
7.39
7.3
7.39
7.29
0.0054
0.00401
0.00538
0.00396
0.00526
0.00396
=b2D
b =2D
=b1,5D
=b1,5D
=b2D
=b2D
3
3
3
3
3
3
8.86 8.87 0.00802 8.87
3
0.001089
=b1,5D
7.29
0.0041
7.39 7.32
0.00936 8.87 0.00545 8.89
0.001269 7.32
7.29 0.00817 8.89
0
0
0
2.86 1.43 4.28 1.43 12.87 18.58 1.43 1.42
0
0 0 0 0 0
1.43 1.43
1.43 1.43
0
0 0 0
1.43 1.43 4.29 4.28 1.43 2.86
=b1,5D
=b2D
=b1,5D b =2D
=b2D =b1,5D
=b2D
3 T 3
3
3
3
3 3
3
3 T
Variasi Pondasi
=b1,5D
3
=b1,5D
3
Variasi Pondasi
3 T
7.39 7.32
4.33
=b1,5D
8.87 0.00953 8.89
0 0 0
DrainedMetode 0 0 0 1.43 1.43
=b2D
3
1.43
=b2D
0 0 0 0 0 0 0
=b1,5D
2.86 1.43 1.43 11.44
0 0 0 0
7.39 0.00541 7.42 0.00761 (mm) (mm) 5kg 5kg 0,25g Statis Penurunan
7.32
1.43
1.43 4.29 7.14 7.15 7.14 30.02
7.39 0.0073 9.01 7.42 0.01021 9.06 (mm) (mm) (mm) 10kg 10kg 5kg 0,25g Statis 0,3g Penurunan
8.89
0
7.39 0.01096 9.01 7.42 0.01493 9.06 (mm) (mm) (mm) 20kg 20kg 10kg 0,25g Statis 0,3g Penurunan
9.01 9.06 (mm) 25kg 0,3g
0 0 0
0 0 0 0 0
7.39 0.0128 9.01 7.42 0.01802 9.06 (mm) (mm) (mm) 25kg 25kg 20kg 0,25g Statis 0,3g Penurunan
4.29 5.71 10 14.29 17.16 42.88 24.31 48.6 74.33
0 0 0 7.14 2.86 0
0 0 0
14.3 44.46 35.74 58.37 34.3 62.89 51.46 91.5 134.36 18.16 21.02 23.08
2.86 10.29 5.72 12.62 4.29 7.15 14.29 25.73 30.01 1.43 4.29 2.86
1.43 5.72 1.43 7.15 2.85 11.43 2.86 15.72 34.31 1.42 2.85 1.42
38.6 12.86 77.1 18.58 57.2 21.44 85.55 25.73 57.17 28.59 91.5 95.77 71.49 37.17 111.54 104.34 157.23 141.51 27.92 2.86 49.65 11.43 35.94 7.15
3
1.43 2.86
1.43
3 2.86
11.21 2.86
2.86
=b1,5D 10 7.14
5.71
3
41.98 21.44
7.15
b =2D
4.28 1.43
2.86
1.43 0 1.43 0 4.29 0 (mm) (mm) 5kg 5kg Statis 0,25g Penurunan
0 0
17.15 10
17.15
1.43 3.72 4.29 (mm) 5kg 0,3g
0 0
72.92 35.75
27.16
2.85 0 2.86 1.43 15.73 1.43 (mm) (mm) 10kg 10kg Statis 0,25g Penurunan
3
4.28
7.15 15.15 17.16 (mm) 10kg 0,3g
=b2D
28.59
8.57 1.43 17.16 2.86 57.18 8.58 (mm) (mm) 20kg 20kg Statis 0,25g Penurunan
=b1,5D
71.19
31.45 46.09 67.19 (mm) 20kg 0,3g
0
64.47 11.43 2.85 76.12 24.3 4.29 105.78 92.91 19.98 (mm) (mm) (mm) 25kg 25kg 25kg Statis 0,3g 0,25g Penurunan
bujur
segi tiga
bujur
4.15 Rekapitulasi penurunan pengujian dengan Plaxis 8.2 Metode Drained Tabel 4.14 Rekapitulasi penurunan pengujian di laboratorium Tabel
38
3
Rata - rata 3
31.78
12.89
=b2D
0
20.46
-
466.444 135.32 -
47.28 0
810.222 232.07 241.714 97.94
0
3
-
=b2D
3
0
=b1,5D
3
85.59 16.14 -
=b1,5D
3
403.044 137.17 -
191.2253 -
b =2D
3
368.398 204.9660
-
=b2D
668.203 309.45 315.124 39.23 0
-
=b1,5D
15.89
-
0
-
0 0
19.35
47.67
0 19.54
31.78
233.556 96.62
-
16.09
551.667 154.67 19.35 -
0
39.23 -
-
124.56 77.27
0
32.24 38.93
32.24
79.44
80.43
260.203 39.18
301.778 232.07 -
-
353.768 117.08 -
405.186 97.95
386.87 -
bujur
Variasi Pondas
Variasi Pondas
3 T
Rata - rata 3
=b1,5D
3
19.35 57.82 % % 5kg 5kg 0,25g Statis Penurunan
=b2D
41.29 47.35 % 5kg 0,3g
-
DrainedMetode
0
511.543 232.21 741.611 770.62 % % % 20kg 20kg 20kg 0,3g 0,25g Statis Penurunan
168.15 38.70 189.40 211.99 % % % 10kg 10kg 10kg 0,3g 0,25g Statis Penurunan
725.197 156.15 -
791 844.839 328.82 1167.55 1252.16% % % 25kg 25kg 25kg 0,3g 0,25g Statis Penurunan
13.2398-
3.61 0
6.02
25.18 4.73
3
108.31 53.56002 60.01 0 -
=b2D
196.457 86.67 92.267 10.95 -
-
3
0
3
4.68
-
b =2D
3
-
27.07
=b2D
0
68.76
-
=b1,5D
14.03
162.414 43.33 -
-
3
-
=b1,5D
5.42
9.44
0 5.45
0
-
5.42
9.35
0.00
10.93
10.95 -
4.71
-
76.15
36.67
21.65 -
0
118.575 27.32 -
9.45
10.87 -
=b1,5D
-
23.37
-
23.54
0
37.92
-
9.36
137.32 27.34
-
0
bujur
-
238.535 65.04 70.81
65.01
0
118.065 38.28 -
32.68
5.42 16.21 % % 5kg 5kg Statis 0,25g Penurunan
3 T
103.56
12.16 13.96 % 5kg 0,3g
=b1,5D
88.79
49.54 55.86 % 10kg 0,3g
UnDrained Metode
10.85 59.43 % % 10kg 10kg 0,25g Statis Penurunan
232.723 108.38 -
150.72 65.07 218.72 216.02 % % % 20kg 20kg 20kg Statis 0,3g 0,25g Penurunan
212.282 43.59 248.921 92.15 344.336 351.00 % % % 25kg 25kg 25kg 0,3g 0,25g Statis Penurunan
4.17 Rekapitulasi prosentase penurunan percobaan di laboratotium dan pengujian dengan Plaxis 8.2 Metode Drained Tabel 4.16 Rekapitulasi penurunan pengujian dengan Plaxis 8.2 Metode Undrained Tabel
39
4.7.2
Hasil Analisa Penurunan Tanah Pada Pondasi Ukuran Lapangan Dengan Menggunakan Program Plaxis 8.2
Tabel 4.20 Rekapitulasi penurunan pondasi ukuran lapangan pengujian dengan Plaxis 8.2 Metode Undrained
13.71
13.95
13.66
13.96
13.03
13.94
13.63
11.99
12.2
12.65
12.22
11.92
12.21
11.92
1.08
1.5
1.06
1.5
1.03
1.46
1.03
13.97 14.07 (mm) 105kg 0,3g
13.71
13.95
13.66
13.95
13.03
13.94
13.63
11.99
12.2
11.95
12.22
11.91
12.2
11.91
13.98 14.08 (mm) 130kg 0,3g
11.9
0.00466
0.00656
0.00463
b =2D
=b1,5D
=b1,5D
=b2D
=b2D
0.00845 13.62
12.19
0.00668
=b2D
13.94
11.9
0.00477
=b1,5D
1.12
12.21
0.00669
0.00845 13.62
11.92
0.00488
13.95
12.19
1.23
0.00871 13.65
11.99
=b1,5D
13.95
13.97 12.2 0.00692 14.07 12.28 0.009 (mm) (mm) (mm) 52kg 52kg 52kg 0,3g 0,25g Statis Penurunan Undrained Metode
0.00892 13.71
1.23
12.21 1.27 12.29 1.73 (mm) (mm) 105kg 105kg 0,25g Statis Penurunan
12.22 1.55 12.3 2.11 (mm) (mm) 130kg 130kg 0,25g Statis Penurunan
3
3
3
3
3
3
3
3 T
Variasi Pondasi
bujur
Pada gambar grafik dan tabel untuk beban statis 52 KN, 105 KN dan 130 KN terlihat perbedaaan penurunan pada pondasi ukuran lapangan dengan analisa menggunakan Plaxis 8.2, metode drained mempunyai penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan metode undrained hal ini berbanding terbalik dengan hasil penurunan analisa menggunakan Plaxis pada pondasi ukuran laboratorium dimana penurunan pada metode undrained lebih besar dibandingkan dengan metode drained, hal ini dimungkinkan terjadi karena pada permodelan pondasi ukuran lapangan batas tanah yang digunakan lebih luas sehingga pada kondisi drained air dalam tanah tidak dapat terdrainase dengan cepat sampai kepermukaan tanah yang menimbulkan penurunan pada metode drained lebih besar dibanding dengan metode undrined. Di tinjau dari beban dinamis percepatan 0,25g penurunan pada pondasi telapak polos sebesar 28,46 mm untuk metode drained sedangkan untuk metode undrained sebesar 12,28 mm dengan perbedaaan penurunan sebesar 231,76%, penurunan pondasi dengan perkuatan buis beton S = 3D; h = 10 cm; D b = 1,5 D sebesar 28,49 mm untuk metode drained sedangkan untuk metode undrained sebesar 12,20 mm dengan perbedaan penurunan sebesar 233,52%, penurunan pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 1,5D sebesar 28,65 mm untuk metode drained sedangkan untuk metode undrained sebesar 11,90 mm dengan perbedaan penurunan sebesar 240,76%. Dari grafik terlihat pada metode drained penurunan pada pondasi dengan perkuatan buis beton lebih besar dari pondasi telapak polos. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Ditinjau dari bentuk variasi pondasi. Dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan luasan penampang pondasi memberikan pengaruh terhadap penurunan pondasi. Pondasi telapak bujur sangkar L/B = 1 penurunannya cenderung lebih kecil
40
dibandingkan dengan pondasi telapak segitiga. Hal ini di karenakan semakin besarnya luasan telapak pondasi maka makin besar nilai Q ult dan semakin kecilnya tegangan yang disalurkan ke tanah sehingga dapat mengurangi penurunan yang terjadi pada pondasi. 2. Ditinjau dari variasi tiang buis beton. Pada saat percobaan di Laboratorium, dapat disimpulkan bahwa penambahan kedalaman dan pemebesaran ujung tiang buis beton dapat mengurangi penurunan yang terjadi akibat kombinasi beban statis dan dinamis. Pada percepatan 0,25g dengan beban statis 25 kg, untuk L/B = 1 penurunan sebesar 92,91 mm, lalu setelah diberi perkuatan tiang buis beton S = 3D; h = 10 cm; D b = 1,5D, penurunan berkurang sebesar 24,3 mm. Pada h = 10 cm dan D b = 1,5D penurunan tereduksi sebesar 73,85% dan pada kedalaman h = 20 cm sebesar 87,69%. Untuk perkuatan tiang buis beton dengan pembesaran diameter ujung dengan S = 3,5D; h = 10 cm; D b = 1,5D penurunan sebesar 17,15 mm dan pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; D b = 2D penurunan sebesar 11,43 mm dengan reduksi penurunan sebesar 33,35%. Untuk Perkuatan tiang buis beton dengan jarak S = 3,5D; h = 10 cm dan h = 20 cm pengurangan penurunan sama dengan jarak pemasangan tiang buis beton pada jarak S = 3D. Sedangkan pada saat pembebanan statis, perbedaan jarak pemasangan tiang buis beton pada pondasi L/B = 1 dan segitiga memiliki penurunan yang hampir sama, dan pada saat diberikan beban kombinasi statis dan dinamis jarak pemasangan tiang buis beton 3D memiliki penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan jarak pemasangan 3,5D, pada percepatan 0,3g untuk pondasi L/B = 1 dengan h = 10 cm dan 20 cm serta D b = 1,5D, pengurangan penurunan sebesar 28,04% dan 39,05%. Sedangkan untuk telapak segitiga dengan h = 10 cm dan 20 cm serta D b = 1,5D, pengurangan penurunan sebesar 20,06% dan 54,53%. 3. Ditinjau dari variasi pembebanan Penambahan beban pada pondasi telapak dengan perkuatan tiang buis beton memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan pondasi. Pada saat pembebanan statis, pondasi sedikit sekali mengalami penurunan walaupun telah
diberikan penambahan beban dari 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 25 kg sedangkan pada pembebanan dinamis terjadi penambahan penurunan pondasi yang cukup besar disetiap penambahan beban dari 5 kg, 10 kg, 20 kg dan 25 kg. Pada pondasi bujur sangkar L/B = 1 penurunan beban dinamis memiliki nilai penurunan yang lebih kecil dibadingkan pondasi telapak segitiga beban dinamis. Untuk telapak segitiga polos dan S = 3D; h = 10 cm; D b = 1,5D dengan percepatan 0,25g penurunan sebesar 141,51 mm dan 104,34 mm. Sedangkan untuk percepatan 0,3g penurunan sebesar 157,23 mm dan 111,54 mm 4. Ditinjau dari angka keamanan Perilaku tanah bila diberi beban statis vertikal dibandingkan dengan kombinasi beban statis vertikal dan dinamis adalah berbeda. Pada pembebanan statis vertikal L/B = 1 merupakan bentuk yang lebih optimum untuk menahan beban pondasi, sementara telapak segitiga kurang optimum karena daya dukung beban pondasi lebih kecil yang disebabkan oleh luas penampang yang lebih kecil dan jumlah tiang yang lebih sedikit sehingga penurunannya lebih besar. 5. Ditinjau dari parameter fisik tanah a. Nilai Pengujian Berat Volume Tanah (γ t ) Berat volume tanah pada beban dinamis dengan percepatan gempa 0,30g lebih besar dari pada percepatan 0,25g serta berat volume tanah pada beban dinamis lebih besar dari pada beban statis. Hal ini dikarenakan perbandingan antara berat volume tanah berbanding lurus dengan penurunan tanah yang terjadi pada pondasi akibat beban-beban yang ada. b. Nilai Pengujian Geser Pondasi yang diberi perkuatan tiang buis beton dan pembesaran pada ujung tiang beton cenderung mempunyai gaya geser yang lebih kecil. Dibandingkan dengan pondasi yang tidak diberi perkuatan. Nilai kohesi pondasi segitiga lebih besar dari pada pondasi L/B = 1. c. Nilai Pengujian Derajat Kejenuhan (S r ) Derajat kejenuhan tanah pada beban dinamis dengan percepatan gempa 0,30g lebih besar dari pada percepatan 0,25g serta derajat kejenuhan pada beban
41
dinamis lebih besar dari pada beban statis; pada kedalaman h = 10 m memiliki derajat kejenuhan tanah yang lebih besar dari pada kedalaman h = 20 cm. d. Nilai Pengujian Berat Jenis Tanah (G s ) Nilai Gs pada tanah yang diujikan adalah sebesar 2,62 pada beban statis; 2,59 pada beban dinamis 0,25g dan 2,61 pada beban dinamis 0,30g. e. Nilai Pengujian Porositas (n) Porositas tanah pada beban statis lebih tinggi dari pada beban dinamis 0,25g dan 0,30g serta beban dinamis 0,25g lebih besar dari pada 0,30g. f.
Nilai Pengujian Void Ratio (e) Void ratio (angka pori) tanah pada beban statis lebih tinggi dari pada beban dinamis 0,25g dan 0,30g serta beban dinamis 0,25g lebih besar dari pada 0,30g.
6. Ditinjau dari pembesaran diameter ujung tiang Pada saat percobaan di Laboratorium, dapat disimpulkan bahwa penambahan pemebesaran diameter ujung tiang buis beton dapat mengurangi penurunan yang terjadi akibat kombinasi beban statis dan dinamis dibandingkan dengan pondasi dengan tiang buis beton tanpa pembesaran ujung yang telah diuji oleh penelitian sebelumnya. Pada percepatan 0,25g dengan beban statis 25 kg, untuk pondasi bujur sangkar dengan perkuatan tiang buis beton S = 3D; h = 10 cm penurunan sebesar 34,31 mm, lalu setelah diberi pembesaran diameter ujung tiang dengan D b = 1,5D penurunan berkurang sebesar 24,3 mm, penurunan tereduksi sebesar 29,18% sedangkan pada D b = 2D penurunan berkurang sebesar 11,43 mm dengan pengurangan penurunan sebesar 66,69% dan untuk pondasi bujur sangkar dengan perkuatan tiang buis beton S = 3D; h = 20 cm penurunan sebesar 18,58 mm, lalu setelah diberi pembesaran diameter ujung tiang dengan D b = 1,5D penurunan berkurang sebesar 11,43 mm, penurunan tereduksi sebesar 38,48% sedangkan pada D b = 2D penurunan berkurang sebesar 10 mm dengan pengurangan penurunan sebesar 46,18%.
7. Ditinjau dari analisa Plaxis 8.2 a. Ukuran Pemodelan laboratorium Hasil analisa Plaxis akibat beban statis pondasi dengan perkuatan memiliki nilai penurunan yang lebih kecil dibandingkan hasil percobaan dilaboratoriun untuk percepatan 0,3g dan untuk percepatan 0,25g penurunan analisa plaxis lebih besar dibandingkan hasil percobaan di laboratorium baik dengan metode drained dan undrained, dilihat dari grafik penurunannya analisa dari plaxis metode undrained memiliki kecenderungan penurunan yang hampir sama dengan hasil percobaan dilaboratorium pada percepatan 0,25g. Pada Plaxis dengan metode drained untuk L/B = 1; S = 3D; h = 10 cm; D b = 1,5D pada percepatan 0,25g penurunan sebesar 7,39 mm dan pada percepatan 0,3g sebesar 9,01 mm sedangkan metode undrained untuk L/B = 1; S = 3D; h = 10 cm; D b = 1,5D pada percepatan 0,25g penurunan sebesar 26,37 mm dan pada percepatan 0,3g sebesar 30,58 mm . Pada pengujian di laboratorium untuk L/B = 1; S = 3D; h = 10 cm; D b = 1,5D pada percepatan 0,25g penurunan sebesar 24,31 mm dan pada percepatan 0,3g sebesar 76,12 mm. b. Ukuran Lapangan Hasil analisa penurunan dengan Plaxis akibat beban statis 52 KN, 105 KN dan 150 KN serta beban dinamis percepatan 0,25g dan 0,3g menunjukkan perbedaan penurunan antara metode drained dengan metode undrained, dari grafik penurunan terlihat pada ukuran lapangan penurunan pada metode drained lebih besar dibanding dengan metode undrained, hal ini berbanding terbalik dengan pemodelan laboratorium dimana penurunan metode undrained lebih besar disbanding metode drained, untuk beban kombinasi statis 52 KN dan percepatan 0,25g, penurunan pondasi dengan S = 3D; h = 10 cm; D b = 1,5D pada metode drained sebesar 28,49 mm sedangkan pada metode undrained sebesar 12,2 mm dengan perbedaan penurunan sebesar 233,52%. Untuk beban kombinasi statis 52 KN dan percepatan 0,3g, penurunan pada metode drained sebesar 30,74 sedangkan pada metode undrained
42
sebesar 13,97 mm dengan perbedaan penurunan sebesar 220,04%. 8. Ditinjau dari pondasi yang efisien a. Beban statis • Beban 5 kg Semua variasi pondasi tidak terjadi penurunan, pada kondisi beban statis 5 kg pondasi telapak L/B = 1 maupun segitiga tanpa perkuatan tiang buis beton masih mampu menahan beban statis. • Beban 10 kg Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 1,43 mm, pondasi yang efisien untuk mereduksi penurunan sampai 100% pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; D b = 2D sedangkan untuk pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 100% pada pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; D b = 2D. • Beban 20 kg Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 8,58 mm, penurunan tereduksi sampai 100% pada pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; D b = 1,5D, namun pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; D b = 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 83,3% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 100% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 1,5D namun pada pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; D b = 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 83,3%. • Beban 25 kg Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 19,98 mm, penurunan tereduksi sampai 92,9% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 1,5D, namun pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; D b = 1,5D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 78,6% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 92,8% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D namun pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; D b = 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 71%.
b. Beban Kombinasi Dengan Percepatan 0,25g • Beban 5 kg Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 4,29 mm, pondasi yang efisien untuk mereduksi penurunan sampai 100% pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; D b = 1,5D sedangkan untuk pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 100% pada pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; D b = 2D . • Beban 10 kg Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 15,73 mm, penurunan tereduksi sampai 100% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 1,5D, namun pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; D b = 1,5D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 90,9% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 100% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D namun pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; D b = 1,5D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 90,9%. • Beban 20 kg Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 57,18 mm, penurunan tereduksi sampai 100% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D, namun pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; D b = 1,5D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 82,51% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 94,49% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D namun pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 1,5D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 82,51%. • Beban 25 kg Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 92,91 mm, penurunan tereduksi sampai 96,92% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 1,5D, namun pondasi dengan S = 3,5D; h = 10 cm; D b = 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 87,69% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 86,16%
43
pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D namun pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 1,5D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 76,92%. c. Beban Kombinasi Dengan Percepatan 0,3g • Beban 5 kg Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 4,29 mm, pondasi yang efisien untuk mereduksi penurunan sampai 100% pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; D b = 2D sedangkan untuk pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 100% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 1,5D . • Beban 10 kg Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 17,16 mm, penurunan tereduksi sampai 91,67% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D, namun pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; D b = 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 83,33% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 83,33% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D namun pada pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; D b = 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 75%. • Beban 20 kg Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 67,19 mm, penurunan tereduksi sampai 72,97% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D, namun pondasi dengan S = 3D; h = 20 cm; D b = 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 68,09% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 78,72% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D sedangkan pada pondasi dengan perkuatan lainnya hanya mampu mereduksi kurang dari 50%. • Beban 25 kg Penurunan pada pondasi telapak L/B = 1 polos sebesar 105,78 mm, penurunan tereduksi sampai 73,61% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D, namun pondasi
dengan S = 3D; h = 20 cm; D b = 2D sudah mampu mereduksi penurunan sebesar 66,20% sedangkan pada pondasi telapak segitiga penurunan tereduksi 63,5% pada pondasi dengan S = 3,5D; h = 20 cm; D b = 2D sedangkan pada pondasi dengan perkuatan lainnya hanya mampu mereduksi kurang dari 50%. 5.2 Saran 1. Mengembangkan permodelan ini dengan penambahan beban dinamis dengan arah vertikal sehingga akan didapatkan data yang sesuai dengan keadaan yang terjadi di lapangan. 2. Mengembangkan permodelan ini dengan variasi diameter tiang buis beton dan jarak pemasangan lebih dari 3,5D 3. Mengembangkan permodelan ini dengan material yang berbeda untuk bahan isi buis beton. 4. Mengembangkan permodelan dengan lokasi daerah gempa yang berbeda. 5. Pengkondisian tanah uji yang benar benar tekontrol sehingga meminimalkan reduksi yang terjadi pada saat pelaksannan percobaan di laboratorium. 6. Perlu penelitian lebih lanjut dengan mengembangkan variasi tanah uji sehingga didapatkan data lebih banyak dengan keadaan tanah yang bervariasi.