BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk mengangkat diri sendiri sebagai individu. Perubahan-perubahan tersebut bagi remaja sering menimbulkan masalah yaitu perilaku yang menyimpang. Perilaku menyimpang adalah sifat-sifat yang dimilki oleh seseorang yang melanggar norma dan nilai yang ada. Penyimpangan pada remaja dapat berupa penyimpangan perilaku, penyimpangan sosial dan penyimpangan kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi (kespro) adalah keadaan sejahtera fisik mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan sistem reproduksi. Kesehatan reproduksi pada remaja merupakan keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja, termasuk dalam keadaan terbebas dari kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, sifilis serta semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual pada remaja. Berdasarkan penelitian YKB di 12 kota besar di Indonesia pada tahun 1992 menunjukkan pelaku seks pranikah 10-31%. Hasil penelitian Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPA) di 33 provinsi pada tahun 2008 menunjukkan bahwa pelaku seks pranikah bertambah jumlahnya menjadi 62,7% atau 26,23% juta remaja. Jumlah angka aborsi sebagai akibat seks pranikah pun meningkat tajam. Jika tahun 2002 ada 3 juta aborsi, maka survey KPA pada tahun 2008 menunjukkan angka 7 juta. Merebaknya seks bebas juga menyebabkan banyaknya penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Diperkirakan 10-20 juta jiwa penduduk Indonesia rawan tertular HIV. Sebanyak 81,87 % penderita AIDS tersebut adalah remaja. Dengan banyaknya remaja indonesia yang mengalami penyakit menular seksual (PMS) dapat memberikan dampak yang buruk terhadap remaja itu sendiri baik tekanan psikis, mental dan spritual yang tidak baik. Padahal remaja adalah penyangga bangsa atau istilahnya merupakan
tulang
punggung bangsa dan negara yang akan meneruskan amanat mempertahankan negara untuk masa depan. Pada umumnya remaja yang ideal adalah remaja yang memiliki karakter yang baik, berprestasi, sehat jasmani dan rohani. Adapun langkah-langkah untuk mengantisipasi adanya penyimpangan penyebaran penyakit menular seksual agar dapat menjadikan seorang remaja yang ideal sesuai dengan harapan bangsa adalah memberikan pemahaman dan informasi yang tepat kepada remaja tentang sexs sehingga remaja dapat terhindar dari penyakit menular seksual. Penyimpangan pada kesehatan reproduksi khususnya sexs
tersebut
disebabkankan oleh beberapa faktor, seperti (1) peran pemerintah yang tidak maksimal dalam perkembangan dunia sistem koumukasi seperti kurang ketatnya pengawasan terhadap tersebarnya situs-situs porno sehingga memudahkan remaja untuk mengakses situs-situs porno yang dapat berdampak buruk terhadap perkembangan dan pemahaman remaja sehingga sering terjadi perilaku menyimpang, selain itu sisi positif adanya media internet terhadap Internet selain sebagai komunikasi, internet juga berfungsi sebagai perantara remaja untuk belajar memahami berbagai hal salah satunya pendidikan seks yaitu media untuk mencari informasi atau data, perkembangan pemahaman seks, menjadikan internet sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan akurat. Kemudahan memperoleh informasi yang ada di internet sehingga remaja tahu apa saja yang terjadi; (2) peran masyarakat yang kurang memediasi perkembangan karakter dan perilaku positif bagi remaja seorang remaja. Di dalam ruang lingkup masyarakat yang positif maka remaja akan mendapatkan pendidikan yang baik salah satunya pendidikan tentang seks. Dengan interaksi dan komunikasi diantara remaja yang masih tertutup, jika tidak adanya interaksi dan komunikasi antar remaja maka dari itu seorang remaja akan diberikan pemahaman-pemahaman tentang sexs oleh teman sebaya (tutor sebaya/peer education) seperti sharing dan curhat dan dibantu oleh fasilitator (guru); (3) peran orang tua sebagai seorang pemimpin di rumah tangga
yang tidak dapat menjalankan proses pengasuhan anak secara benar.
Orang tua sebagai penggerak sistem keluarga merupakan
salah satu faktor
memberikan pemahaman pendidikan sexs terhadap anak. Keluarga memiliki fungsi sebagai komponen pendidikan dalam menunjang pendidikan sexs, yakni
2
memberikan pemahaman yang baik kepada remaja agar tidak berprilaku menyimpang. Pengaruh tersebut harus dapat diwujudkan melalui penerapan pola asuh anak, khususnya orang tua terbuka mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan sexsual, sehingga anak tidak keliru dalam memahami masalah sexs. Sebagai orang tua seharusnya memahami bagaimana perkembangan psikologi anaknya, sehingga dapat memilah-milah model pola asuh yang dapat menunjang kepribadian remaja. Dengan memahami karakteristik remaja dan pola asuh yang benar, maka akan memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan perilaku anak sehingga dapat memperbaiki perilaku yang menyimpang seperti kenakalan remaja. Salah satu pola asuh yang tepat untuk diterapkan dalam keluarga yaitu pola asuh otoritatif yaitu pola asuh dimana orang tua memberikan kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor atau batasan dan pengawasan yang baik dari orang tua, orang tua terbuka dengan anak sehingga adanya komunikasi yang aktif antara anak dengan orang tua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para orang tua kepada anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua, menghargai dan menghormati orang tua, tidak mudah stress dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat. Sehingga adanya penerapan pola asuh otoritatif di lingkungan keluarga, maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik, hal ini juga akan mempengaruhi perilaku remaja agar tidak menyimpang, di pola asuh otoritatif ini salah satunya anak dengan orang tua terbuka dalam berbagai hal salah satunya masalah sexsual, sehingga di pola asuh ini anak diberikan pendidikan dan pemahaman yang aktif tentang sexsual, disamping pendidikan di sekolah yaitu peer education, maupun pendidikan lewat media seperti televisi, media cetak, dan internet yang dapat menambah pengetahuan remaja untuk berfikir kritis agar tidak berperilaku menyimpang seperti penyimpangan sexsual yang akan menyebabkan berbagai penyakit sexsual. Dengan demikian ada tiga faktor yang perlu dikembangkan untuk memediasi perkembangan perilaku yang positif bagi remaja yaitu
pola asuh
3
otoritatif, peer education dan media internet, apabila ketiga faktor tersebut dapat dioptimalkan untuk memberikan pemahaman-pemahaman bagi remaja tentang pentingnya pendidikan sexs maka dapat membentuk remaja yang ideal sesuai dengan harapan bangsa. Berdasarkan pemaparan diatas, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pola Asuh Otoritatif, Peer Education, dan Media Internet Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Seks (PMS) (Study Kasus di SMAN 1 Sukawati)”. Alasan memilih pola asuh yang otoritatif,
karena pola asuh
tersebut memiliki keunggulan dibandingkan dengan pola asuh permisif, pola asuh otoriter, pola asuh demokratis. Peer education karena remaja pada umunya sangat terbuka dengan teman sebaya dan guru sebagai fasilitator. Media internet karena media yang memiliki ruang lingkup pendidikan yang luas tentang berbagai informasi seperti kesehatan reproduksi (KESPRO).
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana pengaruh pola asuh otoritatif terhadap pencegahan penyakit menular seksual di kalangan remaja di SMAN 1 Sukawati ? 1.2.2 Bagaimana pengaruh peer education terhadap
pencegahan penyakit
menular seksual di kalangan remaja di SMAN 1 Sukawati ? 1.2.3 Bagaimana pengaruh media internet terhadap
pencegahan penyakit
menular seksual di kalangan remaja di SMAN 1 Sukawati? 1.2.4 Seberapa besarkah Pengaruh Pola Asuh Otoritatif, Peer Education, dan Media Internet terhadap
pencegahan penyakit menular seksual di
kalangan remaja di SMAN 1 Sukawati?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Untuk mengetahui tingkat pengaruh pola asuh otoritatif terhadap pencegahan penyakit menular seksual di kalangan remaja di SMAN 1 Sukawati. 1.3.2 Untuk
mengetahui
tingkat
pengaruh
peer
education
terhadap
pencegahan penyakit menular seksual di kalangan remaja di SMAN 1 Sukawati.
4
1.3.3 Untuk
mengetahui
tingkat
pengaruh
media
internet
terhadap
pencegahan penyakit menular seksual di kalangan remaja di SMAN 1 Sukawati. 1.3.4 Untuk Mengetahui Seberapa besar Pengaruh Pola Asuh Otoritatif, Peer Education, dan Media Internet terhadap pencegahan penyakit menular seksual di kalanagan remaja SMAN 1 Sukawati.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Pemerintah a. Pemerintah dalam hal ini yang bergerak dalam bidang kesehatan, pendidikan
dan
komunikasi
departemen
pendidikan
seperti
departemen
dan pembelajaran
kesehatan,
komunikasi. Dapat
melakukan evaluasi dalam penerapan terhadap pola asuh otoritatif, peer education dan media internet
yang dapat memberikan
pemahaman terhadap pendidikan sexual di kalangan remaja. b. Pemerintah dapat memberikan himbauan untuk menerapkan pola asuh yang otoritatif kepada masyarakat khususnya orang tua, kepada sekolah agar menerapkan peer education dan menyediakan fasilitas media internet. 1.4.2 Bagi Masyarakat a. Dapat memperluas wawasan masyarakat tentang pentingnya pola asuh tentang pemahaman pendidikan sexs. b. Dapat menambah pengetahuan masyarakat khususnya orang tua siswa agar menerapkan pola asuh yang otoritatif sehingga remaja akan terhindar kenakalan remaja. 1.4.3 Bagi Sekolah a. Menerapakan pendidikan peer education terhadap siswa sehinggat siswa dapat memiliki pemahaman yang akurat tentang pendidikan sexs. b. Menyediakan media internet yang hanya berbasis pada
5
1.5
Kegunaan Penelitian Secara garis besar ada dua jegunaan penelitian ini yaitu : a. Secara akademis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna terhadap pemahaman seks remaja, dalam upaya pencegahan penyebaran Penyakit Menular Seksual. b. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi remaja akan pentingnya pemahaman seks, dalam upaya pencegahan penyebaran Penyakit Menular Seksual.
6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pola Asuh Otoritatif adalah pola asuh orang tua pada anak yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orang tua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para orang tua kepada anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan teknik asuhan otoritatif akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua, menghargai dan menghormati orang tua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain. Dari sebuah penelitian menunjukkan adanya hubungan positif antara pola asuh orang tua otoritatif dengan kecerdasan emosional anak. Dengan demikian pola asuh otoritatif dapat menciptakan individu yang berprestasi. Macam-Macam Pola Asuh Selain itu juga terdapat macam-macam pola asuh di dalam kehidupan di rumah tangga, orang tua selalu memiliki berbagai macam pola asuh terhadap anaknya. Berikut beberapa tipe pola asuh dalam lingkungan keluarga: 2.1.1 Pola Asuh Permisif, merupakan jenis pola mengasuh anak yang cuek terhadap anak. Sehingga anak tersebut dibiarkan begitu saja. Biasanya pola pengasuhan anak oleh orang tua semacam ini diakibatkan oleh orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Anak yang diasuh orang tuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa. 2.1.2 Pola Asuh Otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku di mana orang tua akan membuat berbagai aturan yang harus dipatuhi oleh anak-anaknya secara mutlak. Sehingga
7
orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya. Anak
yang besar dengan
teknik asuhan anak seperti ini biasanya tidak bahagia, paranoid, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orang tua, dan lainlain. Tapi biasanya anak hasil didikan ortu otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggungjawab dalam menjalani hidup. 2.1.3 Pola Asuh Demokratis, merupakan pola asuh dimana orang tua memberikan hak kepada anak seluas-luasnya untuk berpendapat atau bereaksi terhadap segala situasi. Sebagian besar anak menyenangi pola asuh ini karena merasa dilibatkan dalam menentukan kehidupan keluarga. Tapi pola asuh ini memiliki kelemahan, yaitu tidak adanya batasan bagi anak sehingga anak tersebut dapat berperilaku menyimpang. 2.2
Peer Education Metode peer education atau sering dikenal dengan pendidikan sebaya adalah yaitu pendidikan bagi remaja oleh remaja. Sebelum menjadi peer educator, para remaja ini mendapat pendidikan dulu mengenai masalahmasalah remaja, termasuk seksualitas dan kesehatan reproduksi dari para ahli. Setelah itu, diharapkan mereka dapat menularkan pengetahuannya tadi ke rekan-rekan sebayanya, serta mempengaruhi mereka untuk mengambil keputusan yang sehat dan bertanggung jawab. Pada intinya peer educator (PE) berperan sebagai pemberi informasi bagi rekan sebayanya. Kegiatan yang dilakukan oleh PE bermacam-macam, misalnya, memfasilitasi
diskusi
kelompok,
memberikan
informasi
secara
interpersonal, menjadi motivator untuk kegiatan-kegiatan remaja di sekolah atau di lingkungannya, dan juga memberikan peer counseling. Dalam hal ini remaja berperan mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi di antara rekan-rekan sebayanya, kemudian merujuk rekan yang mengalami masalah tadi ke konselor ahli yang ada di youth center. Oleh karena pentingnya upaya membentuk kegiatan peer education ini diyakini di berbagai belahan dunia, maka seringkali diadakan forum internasional yang bertujuan untuk berbagi pengalaman dan memperoleh tambahan
8
materi-materi baru sehubungan dengan perkembangan terakhir di dunia kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi dan seksualitas. Untuk mengikuti forum ini biasanya dipilih peer educator yang aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan bersama Youth Center dalam upaya memberikan informasi seputar kesehatan reproduksi remaja, termasuk pencegahan PMS, AIDS dan kehamilan yang tidak dikehendaki. 2.3
Media Internet Internet merupakan Sekumpulan jaringan komputer diseluruh dunia yang menghubungkan berbagai macam situs. Berbagai macam situs yang terdapat di internet seperti situs pendidikan, situs pertemaanan bahkan situs yang juga dapat berdampak negatif seperti situs porno. Internet sebagai media pendidikan dapat memberikan infomasi dan menambah wawasan yang positif ( Andi Purnomo: 2011).
2.4
Penyakit Menular Seksual (PMS) Penyakit menular seksual adalah penyakit yang menyerang manusia melalui transmisi hubungan seksual, seks oral dan seks anal. Kata penyakit menular seksual semakin banyak digunakan, karena memiliki cakupan pada arti orang yang terinfeksi, dan mengeinfeksi orang lain dengan tanda-tanda kemunculan penyakit. Penyakit menular seksual juga dapat ditularkan melalui jarum suntik dan juga kelahiran dan menyusui. Infeksi penyakit menular seksual telah diketahui selama ratusan tahun. Jenis-jenis penyakit menular seksual : Kencing Nanah/Gonore Kencing nanah/ gonore (bahasa Inggris: gonorrhea atau gonorrhoea) adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan bagian putih mata (konjungtiva).
2.4.1 Sifilis Sfilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri spiroseta, Treponema pallidum. Penularan biasanya melalui kontak seksual,
9
tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak langsung dan kongenital sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus). 2.4.2 Herpes Genitali Herpes Genitali adalah infeksi akut (STD= sexually transmitted disease), yang disebabkan oleh Virus Herpes Simplex (terutama HSV= Herpes Simplex Virus type II), ditandai dengan timbulnya vesikula (vesikel= peninggian kulit berbatas tegas dengan diameter kurang dari 1 cm dan dapat pecah menimbulkan erosi kayak koreng kecil) pada permukaan mukosa kulit (mukokutaneus), bergerombol di atas dasar kulit yang berwarna kemerahan. 2.4.3 Kutil Genitalis (Kondiloma Akuminata) Kutil Genitalis (Kondiloma Akuminata) merupakan kutil di dalam atau di sekeliling vagina, penis atau dubur, yang ditularkan melalui hubungan seksual. Kondiloma akuminatum ialah vegetasi oleh human papiloma virus tipe tertentu, bertangkai, dan permukaannya berjonjot. 2.4.4 HIV/ AIDS HIV /AIDS
merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
sehingga mengakibatkan kondisi tubuh melemah, penyakit yang disebabkan oleh virus HIV akan menyebabkan penyakit AIDS. Penyebaran HIV/AIDS ini menyebar di masyarakat khususnya remaja, karena diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu : Kelainan perilaku seksual, Melalui kelahiran atau prenatal, Melalui IDU ( Injecting Drug User), Tranfusi darah. 2.5
Macam-Macam Kepemimpinan Penerapan pola asuh di lingkungan keluarga sangat tergantung dari tipe kepemimpinan kepala keluarga, bahkan sangat sering pola asuh itu mengenai cermin tipe kepemimpinan, karennya perlu menguraikan tipe kepemimpinan untuk memilih sinkronisasi dengan pola asuh otoritatif : 2.5.1 Tipe Karismatik
memiliki kekuatan energi, daya tarik dan
pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawalpengawal yang bisa dipercaya.
10
2.5.2 Tipe Paternalistis Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri. 2.5.3 Tipe Militeristis Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah. 2.5.4 Tipe Oktokratis Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan. 2.5.5 Tipe Laissez Faire Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif.
11
2.5.6 Tipe Populistis Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilainilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme. 2.5.7 Tipe Administratif atau Eksekutif Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. 2.5.8 Tipe Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat. Berdasarkan macam-macam tipe kepemimpinan di atas, tipe kepemimpinan yang singkron terhadap pola asuh otorotatif adalah Laissez Faire dan Demokratis.
2.6
Hakikat Remaja Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi
dewasa. Menurut Hurlock (dalam Lina dan Klara Sr, 2010), menyebutkan bahwa istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang menyangkut kematangan mental, emosional sosial, dan fisik. Sedangkan Borring (dalam Lina dan Klara Sr, 2010), menyatakan bahwa masa remaja merupakan periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Sedangkan Moks (dalam Lina dan Klara Sr, 2010), menyatakan
12
bahwa masa remaja merupakan masa di saat individu berkembang dengan menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan mandiri. Daradjat (dalam Lina dan Klara Sr, 2010), menyatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya pikir yang lebih matang. Erikson (dalam Lina dan Klara Sr, 2010), menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas-ego remaja. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai perkembanagn fisik, emosional,
dan mental yang bergerak ke arah kemandirian untuk mencari
identitas diri. 2.7
Sosioemosional Remaja
2.7.1 Problema berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik yang berkaitan dengan perkembangan fisik dan kematangan organ reproduksi. Jika perkembangan fisik tidak sesuai harapan maka akan menimbulkan rasa tidak percaya diri. Dan bila kematangan organ reproduksi tidak dapat dikendalikan maka menyebabkan penyimpangan perilaku seksual. 2.7.2 Problema berkaitan dengan perkembangan kognitif dan bahasa dapat menyebabkan rasa tidak percaya diri jika tidak mampu mengikuti perkembangan pada era globalisasi. 2.7.3 Problema berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas, dan keagamaan, dimana pada masa remaja selalu memiliki keinginan untuk bergaul atau kehausan sosial (social hunger) dalam kelompok sebayanya (peer group) melalui pendidikan peer education. 2.7.4 Problema
berkaitan
dengan
perkembangan
kepribadian
dan
emosional, masa remaja merupakan masa mencari identitas diri (self identity). Usaha tersebut banyak dilakukan dengan perilaku coba-coba, imitasi atau identifikasi. Namun bila gagal dalam menemukan identitas diri akan menimbulkan krisis identitas sehingga dapat berdampak terhadap kehidupan remaja itu karena jiwanya yang masih labil.
13
2.8
Kesehatan Reproduksi Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksinya (ICPD, Cairo). Menurut (FWCW Platform, 1996 kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesehatan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial dan bukan semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan Setiap remaja mempunyai hak yang sama mendapatkan akses dan informasi yang tepat berkaitan dengan kesehatan reproduksi (kespro). Sebab itu, program kespro perlu disosialisasikan tidak hanya di sekolah dan pondok pesantren, tapi juga di perguruan tinggi dan organisasi kepemudaan di setiap kecamatan. Hal ini guna mencegah terjadinya seks bebas dan terjangkitnya HIV/AIDS di kalangan remaja. (Konferensi
International
Kependudukan
dan
Pembangunan,
1994).
KESEHATAN REPRODUKSI (kespro) adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi.
14
2.9 KERANGKA BERFIKIR REMAJA IDEAL UU. No. 23 Tahun 2000
Keluarga
Sekolah
Kepemimpinan Kedisiplinan Keimanan Pola asuh
1. Kegiatan Kokurikuler (Kegiatan Terjadwal) 2. Kegiatan Extra kurikuler - KIR - PMR - Pramuka - KSPAN - Peer Education
Pola Asuh Otoritatif
Peer Education
1. 2. 3. 4.
Masyarakat
1. Keteladanan 2. Lingkungan Kondusif 3. Sarana Sosial 4. Media Cetak
Media Elektronik
Pemahaman Seks
Pencegahan PMS
Di lingkungan keluarga
2.10
Di lingkungan masyarakat
Spilis, AIDS, Gonore, dll
pemerintah
Hipotesis Berdasarkan kerangkan pemikiran tersebut di atas, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian : “Pengaruh Pola Asuh Otoritatif, Peer Education, dan Media Internet Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Seks (PMS) (Study Kasus di SMA N 1 Sukawati)”.
15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Rancangan Penelitian Untuk penelitian ini digunakan survei dengan tujuan menguji hubungan kausal antar konsep.
3.2 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu tiga variabel eksogen dan sebuah variabel endogen, yang merupakan eksogen adalah : Pola Asuh Otoritatif, Peer Education, dan Media Internet sedangkan variabel endogennya adalah pemahaman terhadap seks di kalangan remaja. 3.3 Definisi Konsep Untuk memberikan kejelasan mengenai arah penelitian ini diberikan batasan-batas konsep yang merupakan variabel penelitian sebagai berikut : 3.3.1
Variabel Eksogen : 1. Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi
kebebasan
pada
anak
untuk
berkreasi
dan
mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para orangtua kepada anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatip akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orangtua, menghargai dan menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain. 2. Pendidikan sebaya (peer education) adalah sebuah konsep populer yang mengacu pada berbagai pendekatan seperti saluran komunikasi, metodologi, filosofi, dan strategi. Istilah ‘peer education’ merujuk pada suatu pengertian sesuatu yang berdiri sama dengan yang lain, sesuatu milik yang sama atau dengan kata yang sederhana sebagai pendidikan sebaya. Kelompok yang
16
dimaksudkan terutama kelompok masyarakat yang dikategorikan berdasarkan umur, kelas atau status. 3. Media internet Imerupakan Sekumpulan jaringan komputer diseluruh dunia yang menghubungkan berbagai macam situs. Berbagai macam situs yang terdapat di internet seperti situs pendidikan, situs pertemaanan bahkan situs yang juga dapat berdampak negatif seperti situs porno. Internet sebagai media pendidikan dapat memberikan infomasi dan menambah wawasan yang positif ( Andi Purnomo: 2011). 3.3.2
Variabel Endogen 1.
Pemahaman Seks di Kalangan Remaja yaitu Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral.
3.4
Metode Penarikan Sampel 3.4.1 Unit Analisa Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Sukawati, dengan unit analisanya adalah SMAN 1 Sukawati, Kecamatan Sukawati, kabupaten Gianyar. 3.4.2
Populasi dan Sampel Koentjaraningrat (1972:114 – 115) berpendapat bahwa : Suatu penelitian dalam lapangan apa saja tidak mungkin seorang peneliti dapat melakukan penelitian atau mengamati/observasi seluruh jumlah total subyek yang diteliti, hanya diadakan dengan mengambil bagian – bagian kecil dari keseluruhan yang disebut populasi, sedangkan yang menjadi objek sesungguhnya dari suatu penelitian itulah yang dijadikan sampel. Berdasarkan pengertian atau pendapat di atas, bahwa populasi tertentu merupakan individu – individu yang mempunyai ciri – ciri yang sejenis yang terdapat dalam suatu daerah tertentu. Jadi yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMAN 1 Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar sebanyak 703 siswa dengan perincian tabel berikut berikut ini :
17
Tabel 01 Data jumlah Siswa SMAN 1 Sukawati Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar Tahun 2011. No
Tingkat Kelas
Jumlah Siswa
1
Kelas X
214
2
Kelas XI
217
3
Kelas XII
272
JUMLAH
703
3.4.3 Penarikan Sampel Yang dijadikan sampel penelitian siswa kelas X, XI, dan XII yang di undi yaitu kelas X1, X3, XI IPA2, IX IPA3, XII IPA2, dan XII IPA3, sejumlah 169 orang, namun setelah melakukan test pemahaman sampel yang digunakan sejumlah 128 orang. Karena menggunakan sampel stratified sampling random yaitu teknik penggunaan bila populasi mempunyai anggota yang tidak homogen berstrata secara proporsional. 3.4.4 Responden Responden ditentukan berdasarkan ukuran sampel. Pengambilan responden dari masyarakat yang berukuran 128 orang diambil dari jumlah populasi di SMAN 1 Sukawati terkait dengan pemahaman seks di kalangan remaja terhadap pencegahan penyakit menular seksual. 3.4.5
Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : 1. Data primer, yakni data yang diperoleh langsung melalui kuesioner, wawancara dan observasi. 2. Data sekunder, yakni data yang secara tidak langsung diperoleh melalui dokumen, catatan, arsip dan lain-lain.
3.4.6
Prosedur Pengumpulan data
1. Teknik Observasi Teknik observasi dilakukan pada siswa kelas X, XI dan XII di SMAN 1 Sukawati tentang pemahaman pendidikan sexs oleh orang tua, pendidikan peer education dan media internet terhadap pemahaman 18
pendidikan sexsual di kalangan remaja. Untuk memandu hal tersebut diobservasi digunakan panduan observasi (terlampir). Observasi juga dilakukan penulis terhadap kalangan orang tua siswa. 2. Teknik Wawancara Teknik wawancara digunakan kepada orang tua siswa sebanyak 30 orang. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua siswa dirumah terhadap pemahaman pendidikan sexs. (format isian wawancara terlampir).
Langkah penerapan teknik wawancara adalah sebagai
berikut : 1. Menyusun pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber. 2. Membuat janji kepada narasumber mengenai tempat dan waktu pelaksaan wawancara. 3. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan dalam teknik wawancara. 4. Memulai wawancara dengan narasumber sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. 5. Mencatat hal-hal penting mengenai hasil dari wawancara. 3. Teknik Dokumen Menurut Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang merupakan catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto Suharsimi,2002, hlm. 2004). Dalam penelitian ini penulis memperoleh data dari catatan pendidikan peer education
siswa di SMAN 1 Sukawati tentang pemahaman seks di
kalangan remaja. 4. Teknik Kuesioner Teknik kuesioner ini dilaksanakan pada tanggal 21 s.d 22 September 2011 khususnya disebarkan kepada sample penelitian yakni siswa kelas X1, X3, XI IPA2, IX IPA3, XII IPA2, dan XII IPA3. Kuesioner yaitu dengan membagikan daftar pertanyaan yang bersifat tertutup, dimana setiap pertanyaan sudah disediakan alternatif jawaban sehingga responden hanya tinggal memilih salah satu alternatif jawaban yang dianggap sesuai dengan kenyataan. Daftar pertanyaan yang sudah
19
tersusun, dengan jawaban yang telah diklasifikasikan dengan 4 (emapat) katagoro, yaitu selalu (skor 4), sering (skor 3), kadang – kadang (skor 2 ) dan tidak pernah (skor 1). Langkah-langkah dalam penyebaran kuesioner: 1.
Memahamani teori mengenai masalah yang akan di kaji.
2. Menyusun pertanyaan tentang masalah yang dikaji. 3. Mengkonsultasikan isi kuesioner kepada judges (pembina yang kompeten terhadap masalah yang di kaji). 4. Memperbaiki kuesioner hasil dari koreksi judges (pembina yang kompeten terhadap masalah yang di kaji). 5. Menyebarkan kuisioner ke responden (sample penelitian). 6. Dari
hasil
kuisioner,
penulis
melakukan
tabulasi
dan
mempresentasikan jawaban dari responden para siswa terhadap kuisioner. 7. Menyusun hasil kuisioner ke dalam karya tulis. 3.5 Instrumen Penelitian Operasional variabel dalam penelitian ini dapat dituangkan dalam tabel berikut ini : Tabel 02 Kisi-kisi instrumen penelitian sebelum uji coba
Variabel Pola Asuh
Sub variabel 1. Terbuka
Otoritatif X1
Indikator a. cerita
Butir soal 1,2,6,7,9
b. sharing 2. Diskusi
a.pembuatan
8,37,16
peraturan b.pemecahan masalah 3. Perhatian
a. pergaulan anak
4,5,38
b.perkembangan anak
20
Peer Education
1.
terbuka
X2 2.
3. Media internet
a. cerita
10,11,17,18,
b. sharing
19,20,23,33
pemahaman
a.
pendidikan
pemahaman
seks
cerita teman
diskusi kespro
a. informasi
15,34
a.Situs pendidikan
21,22,24,25,
b.situs pertemanan
31
1. situs
X3 2. visual
penambahan 12,13,14
dan a.
audio
oleh
pemahaman 23,26,27
media gambar di internet b.pemahama media suara di internet
3. informasi
a.informasi positif
20,30,32
b.informasi negative Pemahaman Seks Y
1. kesehatan reproduksi
a.pencegahan PMS
Kuesioner
b.Penularan PMS
bagian 2
c.karakteristik
1,2,3,4,5,6,7
organ
reproduksi ,8,9,10,11,
remaja putra dan 12,13,14,15, putri
16,17,18,19, 20
21
Tabel 0.3 Validitas isi kuesioner yang diperiksa oleh judges
Langkah-langkah nmekanisme perhitungan validitas isi Penialai 1 Kurang
relevan Sangat
(skor 1-2)
Penilai 2 relevan Kurang
(skor 3-4)
relevan Sangat
(skor 1-2)
relevan
(skor 3-4)
Penilai 1
Kurang Penilai 2
relevan
(skor1-2) Sangat (skor 3-4)
relevan
Kurang relevan
Sangat relevan
(skor1-2)
(skor 3-4)
(A)
(B)
(C)
(D)
Dilakukan perhitungan validitas isi dengan rumus : Validitas isi Keterangan : A
= sel yang menunjukkan ketidaksetujuan antara kedua penilai.
B dan C
= sel yang menunjukkan perbedaan pandangan antara penilai.
D
= sel yang menunjukkan persetujuan yang valid antara kedua penilai.
Agar lebih jelas, berikut ini disajikan sebuah contoh perhitungan validitas isi menurut teknik Gregory. Pada kasus ini, sebuah instrumen yang terdiri dari 10 butir dinilai oleh 2 orang pakar. Hasil penilaiaan kedua penilai sebagai berikut.
22
Tabel 03 Data Hasil Koreksi Judges Penialai 1
Penilai 2
Kuran Sangat relevan
Kurang relevan
Sangat relevan
g
(skor 3-4)
(skor 1-2)
(skor 3-4)
1,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12
0
.
releva n (skor 1-2) 2
,13,14,15,16,17,18,19,2
1,2,3,4,6,7,8,9,10,11,
0,21,22,23,24,25,26,27,
12,13,14,15,16,17,18,
28,29,30,31,32,33,34,3
19,20,21,22,23,24,25,
6,37,38,39,40,41,42,43
26,27,28,29,30,31,32, 33,35,36,37,38,39,40, 41,42,43
Tabulasi silang 2x2 Penilai 1
Kurang Penilai 2
relevan
(skor1-2) Sangat (skor 3-4)
relevan
Kurang relevan
Sangat relevan
(skor1-2)
(skor 3-4)
(A)
(B)
(0)
(0)
(C)
(D)
(1)
(42)
Validitas isi
23
= 0.98 a. Validitas kriterium mengacu kepada hubungan antara skor yang diperoleh dari instrumen dengan skor yang diperoleh dari instrumen lain. Validitas kriterium diperoleh dengan membandingkan kinerja (skor) responden pada instrumen yang diuji validitasnya dengan kinerja (skor) responden pada instrumen kriterium. Validitas kriterium ditunjjkan oleh kekuatan hubungan antar kedua skor tersebut dengan menggunakan rumus korelasi/regresi dengan persamaan
berdasarkan persamaan regresi tersebut dapat
diprediksi nilai kriterium (Y) berdasarkan skor tes (X). b. Validitas Konstruk instrument menunjukkan kepada kemampuan konstruk tes menjelaskan perbedaan perilaku atau kinerja individu dalam suatu kegiatan. (Candiasa, I Made. 2010. 25) c. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menentukan validitas kontruk. 1) Analisis untuk menentukan apakah butir-butir tes atau subtes homogen, sehingga mampu mengukur konstruk. 2) Analisis perkembangan untuk menentukan konsitensi tes dengan teori kontruk yang diukur. 3) Analisis untuk menentukan apakah perbedaan skor tes antar- kelompok konsisten dengan teori. 4) Korelasi tes dengan ukuran lain. 5) Analisis faktor skor tes. Prosedur yang ditempuh
untuk menguji validitas konstruk sebuah tes atau
instrument adalah sebagai berikut: 1) Menguji coba tes atau instrumen tersebut pada sampel responden yang dipilih untuk tujuan uji coba. 2) Menghitung korelasi skor setiap butir dengan skor total yaang diperoleh responden. 3) Apabila skor butir memiliki korelasi tinggi dengan skor total, maka butir tersebut dikatakan memenuhi konstruks, sehingga dipilih sebagai butir tes atau instrumen yang akan digunakan. 24
4) Penentuan sebuah korelasi tergolong tinggi atau rendah yang menunjukkan terpeenuhi atau tidak terpenuhinya validitas butir yang mengikuti kriteria signifikansi sebuah korelasi. (Candiasa, I Made. 2010. 28)
3.6 Instrumen Penelitian Sesuai dengan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini , maka peneliti menggunakan instrumen penelitian yang berbentuk daftar pertanyaan, pedoman wawancara dan pedoman observasi. Untuk instrumen penelitian yang berbentuk pertanyaan, menggunakan skala Likert dengan empat alternatif jawaban yaitu : Tabel 04 Alternatif Jawaban Dalam Skala Likert No
3.6 a.
Keterangan
Skor/Nilai Item
1.
Jawaban selalu
4
2.
Jawaban sering
3
3.
Jawaban kadang- kadang
2
4.
Jawaban tidak pernah
1
Uji Coba Instrumen Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian – bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah tiap butir skor, dengan rumus Pearson Product Moment adalah (Riduwan,2007:110)
Dimana : r hitung = koefisien korelasi ∑Xi = Jumlah sekor item ∑Yi = Jumlah skor total (seluruh item) n
= jumlah responden
selanjutnya Uji-t dengan rumus : Dimana :
25
t
= Nilai t hitung
r
= Koefisien korelasi hasil r hitung
n
= Jumlah responden
Distribusi (tabel t) untuk α =0,05 dan derajad kebebasan (dk=n-2) Kaidah keputusan : Jika t hitung > t tabel berarti valid sebaliknya T hitung < t tabel berarti tidak valid Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) sebagai berikut: Antara 0,800 sampai dengan 1,000 : sangat tinggi Antara 0,600 sampai dengan 0,799 : tinggi Antara 0,400 sampai dengan 0,599 : cukup tinggi Antara 0,200 sampai dengan 0,399 : rendah Antara 0,000 sampai dengan 0,199 : sangat rendah (tidak valid). b.
Uji Reliabilitas Instrumen Untuk menentukan Reliabilitas alat ukur pola asuh otoritatif, peer education dan media internet di hitung dengan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut :
Dimana : ri
= realibilitas instrumen
k
= jumlah item dalam instrumen = jumlah varian skor item = varian skor total
Rumus untuk varian total dan varian item :
Dimana : Jki = Jumlah kuadarat seluruh skor JKs = Jumlah kuadrat subyek
26
3.7 Hasil Uji Coba a. Uji Validitas (1) Pola asuh otoritatif Hasil perhitungan analisis butir validitas instrumen variabel pola asuh otoritatif dapat dilihat pada lampiran 3 sehingga terdapat 1 butir yang tidak valid. Butir – butir yang tidak valis tidak digunakan dalam instrumen penelitian. Adapun butir – butir yang tidak valid adalah butir 5. Sedangkan butir – butir yang valid setelah di uji realibilitasnnya akan digunakan sebagai instrumen penelitian. (2) Peer education Hasil perhitungan analisis butir validitas instrumen variabel pola asuh otoritatif dapat dilihat pada lampiran 3 sehingga terdapat 1 butir yang tidak valid. Butir – butir yang tidak valis tidak digunakan dalam instrumen penelitian. Adapun butir – butir yang tidak valid adalah butir 34. Sedangkan butir – butir yang valid setelah di uji realibilitasnnya akan digunakan sebagai instrumen penelitian. (3) Media internet Hasil perhitungan analisis butir validitas instrumen variabel pola asuh otoritatif dapat dilihat pada lampiran 3 sehingga tidak terdapat butir yang tidak valid. Butir – butir yang tidak valis tidak digunakan dalam instrumen penelitian. Butir – butir yang valid setelah di uji realibilitasnnya akan digunakan sebagai instrumen penelitian. b. Uji Realibilitas Analisis perhitungan realibilitas instrumen pola asuh otoritatif dapat dilihat pada lampiran 3 dari analisis terhadap butir – butir yang valid terdapat alpha sebesar 0,926 sedangkan nilai r kritis pada signifikansi 5%
dengan jumlah data ( n)=80 didapat sebesar 16,38. Karena
nilainnya lebih besar dari 16,38, maka dapat disimpulkan bahwa butir – butir intrumen tersebut realiable.
27
3.8 Teknik Analisis Data 3.8.1
Deskripsi Data Data yang diperoleh dari masing – masing variabel dalam
penelitian ini disajikan dalam bentuk destribusi frekuensi dan histrogram. Selanjutnya akan dihitung mean, median, variance, dan standar deviasi (SD). Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat klasifikasi kecendrungan dari masing – masing variabel yang sedang diteliti dengan pedoman sebagai berikut : Mi + 1,5 SDi
Selalu
Mi + 0,5 SDi
sering Kadang - kadang
Mi – 0,5 SDi
Tidak pernah
Mi -1,5 SDi
Keterangan : Mi
= ½ (skor maksimun + skor minimum)
Sdi
= ½ (skor maksimun
3.8.2
skor minimum)
Uji Persyaratan Analisis Untuk memenuhi persyaratan pengunn rumus – rumus statistik yang akan digunakan untuk menganalisis data penelitian ini, terlebih dahulu akan dilaksanakan uji persyaratan analisis yaitu: uji normalitas, uji lineritas, uji multiklolinieritas, heterokedastisitas, dan auto korelasi.
a.
Uji Normalitas data Uji Normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data hasil penelitian berdistribusi normal atau tidak. Ada beberapa cara untuk melakukan uji normalitas data yaitu: a) Uji Kertas Peluang, (b) Uji Lilieofors, dan (c) Uji Chi Kuadrat. Dalam penelitian ini, untuk menguji normalitas data digunakan Uji Chi Kuadrat, dengan rumus : = Nilai Chi Kuadrat = frekuensi yang diobservasi (frekuensi empiris) = frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis) 28
= frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis) = jumlah frekuensi pada kolom = jumlah frekuensi pada baris = jumlah keseluruhan baris atau kolom Dengan membandingkan
dengan
untuk
=
0.05 dan derajat kebebasan (dk) =k-1 dengan kriteria pengujian sebagai berikut : Jika
artinya distribusi data tidak normal dan
Jika
artinya distribusi data normal
b. Uji Linieritas dan Keberhatian Arah Regresi Uji Linieritas dimaksudkan untuk mengetahui bentuk hubungan antara variabel endogen dengan masing – masing variabel eksogen. Uji Linieritas dilakukan secara manual dengan Analisis Varians dengan rumus sebagai berikut :
gan adalah rata – rata jumlah kuadrat error =
= jumlah kelompok
adalah jumlah kuadrat error
adalah jumlah kuadrat error = jumlah kuadrat adalah jumlah kuadrat tuna cocok Atau dengan menggunakan SPSS for Windows. Pedomanan untuk melihat kelineran adalah dengan menguji jalur Dev. From Linerity dari modul means, sedangkan untuk melihat keberartian arah regresinya berpedoman pada jalur Linerity. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut.
29
Bila secara manual
artinya data berpola linear, dan
Jika
artinya data terpola tidak linier Bila dengan SPSS Jika pada jalur Dev. From Linierity harga sig > 0,05 (untuk maka dinyatakan bentuk regresinya linier dan sebaliknya, harga sig
= 0.05)
0,05 (untuk
= 0.05) bentuk regresinya tidak linier. Uji keberartian arah regresi, dilihat pada jalur Linierity. Jika harga sig < sebaliknya jika > c.
maka arah regresinya dinyatakan berarti, dan
arah regresinya tidak berarti.
Uji Multikolineritas Konsekuensi penggunaan metode analisis regresi adalah untuk memprediksi koefisien jalur diantara variabel eksogen dan endogen. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang cukup tinggi atau tidak. Jika terdapat hubungan yang cukup tinggi, berarti ada aspek yang sama diukur pada variabel bebas. Hal ini tidak layak digunakan untuk menentukan distribusi secara bersama – sama variabel eksogen terhadap variabel endogen. Teknik yang digunakan untuk uji multikolinieritas adalah dengan menggunakan modul Regression Linier dari program SPSS for Windows , dengan kriteria pengujian adalah sebagai berikut. Jika nilai VIF (Variance inflasi factor) di sekitar angka 1 atau toerance
mendekati
1,
maka
dikatakan
tidak
terdapat
masalah
multikolineritas. Jika koefisen antar variabel bebasnya kurang dari 0,5, maka
tidak
terdapat
masalah
multikolineritas,
Candiasa
(dalam
Kadok,2008 : 101). Artinya, masalah multikolineritas terjadi dalam regresi, bila nilai menjauhi angka 1 atau koefisien korelasi antar variabel bebas dari 0,5.
d. Uji Heteroskedastisitas
30
Uji Heteroskedastisitas mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya. Jika residual dari pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Jika variansya berbeda, disebut Heteroskedastisitas. Uji ini juga disebut Uji Homogenitas regresi dengan menggunakan Scatter Plot residual variabel dependen. Pengembilan kesimpulan diketahui dari memperhatikan sebaran plot data. Jika sebaran data tidak mengumpul di satu bagian maka disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga data dikatakan homogen, Bhuoni (dalam Kodok,2008:101). e. Uji Autokorelasi Uji ini dilakukan untuk mendeteksi kontan atau tidaknya autokorelasi
diantara
variabel
bebas.
Autokorelasi
diuji
dengan
menggunakan Uji Durbin-Watson menurut rumus sebagai berikut.
Kriterianya jika d mendekati 2 tidak terjadi autokorelasi. 3.8.3
Uji Hipotesis
a. Analisis Regresi Sederhana Untuk menguji bentuk hubungan fungsional antara variabel respon (terikat) dan prediktor (bebas). Apakah pemahaman pendidikan seks (Y) dapat diprediksi dari pola asuh otoritatif (X1) dan apakah pemahaman pendidikan sek dapat diprediksi peer education (X2), serta Apakah pemahaman pendidikan seks (Y) dapat diprediksi dari media internet (X3), digunakan teknik statistik sederhana yaitu: Ỳ = a + bX
Untuk menghitung kadar hubungan anatara variabel X1 terhadap Y dan X2 terhadap Y dengan koefisen korelasi (r) dapat dihitung dengan rumus korelasi pearson product (PPM) :
31
R hitung = Dimana
= Koefisen korelasi X
= variabel bebas
Y
= variabel terikat
n
= jumlah responden
untuk menguji singnifikasi koefisen korelasi antara variabel digunakan uji-t dengan rumus : Dimana :
Nilai t R n
Distribusi (tabel t) untuk
Nilai Koefisen Korelasi Jumlah Sampel
= 0.05 dan derajat kebebasan (dk =n-2).
Kaidah keputusan :
b.
Jika
berarti singnifikan
Jika
berarti tidak singnifikan
Analisis Regresi Liner Ganda Analisis korelasi linear ganda berfungsi untuk mencari besarnya pengaruh atau hubungan anatara tiga variabel bebas yaitu pola asuh otoritatif (X1), peer education (X2) dan media internet (X3) secara simultan dengan berikatan terikatan variabel pemahaman seks (Y). Rumus persamaan regresi ganda : = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 Untuk menghitung nilai a, b1, b2 dan b3 digunakan persamaan berikut : ∑ ∑ – Setelah diperoleh koefisen refresi, dilanjutkan dengan menghitung korelasi ganda untuk tiga presiktor dengan rumus :
32
Rx1.x2.y= Selanjutnya dihitung koefisen determinasi (R2) Untuk mengetahui signifikasi korelasi ganda digunakan uji-F dengan rumus : F hitung = Kaidah pengujian signifikasi : Jika
, maka tolak Ho artinya signifikan dan , terima artinya tidak signifikan.
Dicari nilai Ftabel menggunakan F dengan rumus : Taraf signifikan : = 0,05 Ftabel = F
3.7 Metode Analisis Untuk menguji hipotesis yang diajukan digunakan model struktural Hipotesis mengisyaratkan paradigma sebagai berikut
33
Bagan Analisis Data
TEORI
INDIKATOR INDIKATOR
POLA ASUH OTORITATIF
INDIKATOR INDIKATOR
PEER EDUCATION
KUESIONER
INDIKATOR INDIKATOR
RESPONDEN / SISWA
INDIKATOR
MEDIA INTERNET INDIKATOR INDIKATOR
DATA
X1 r1
r4
X2 Y
r2 X3
r3 Y
34
3.8 Lokasi Penelitian Dan Jadwal Penelitian 3.8.1 Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Sukawati Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. 3.82 Jadwal Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan melalui tahap persiapan sampai tahap akhir adalah seperti terlihat dalam matrik sebagai berikut : 1. Tahap penelitian, penyusunan dan konsultasi karya tulis 15 September s.d 2 Oktober 2011. 2. Tahap Ujian dan revisi karya tulis : 27-1 Oktober 2011 Dalam rangka penelitian dan penulisan karya ilmiah ini dibiayai dari dana tugas belajar SMAN 1 Sukawati.
35
BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Deskripsi Data 4.1.1 Pola Asuh otoritatif Terhadap Pemahaman Seks Hasil pengukuran pola asuh otoritatif terhadap pemahaman seks kepada 128 orang siswa menunjukkan bahwa skor tertinggi yang dapat dicapai 47 skor dan skor terendah adalah 12. Skor maksimal 48, skor minimum ideal yang mungkin dicapai adalah 36. Deskripsi data pola asuh otoritatif terhadap pemahaman seks di kalangan remaja SMAN 1 Sukawati dapat dilihat pada lampiran 2 Dari hasil analisis deskrpitif pada lampiran 1 di dapat rata – rata pola asuh otoritatif terhadap pemahaman seks dikalangan siswa SMAN 1 Sukawati adalah 36.55469, median 36, varian 65,39, simpangan baku (standar deviasi) adalah 4276. Untuk lebih jelasnya hasil pengukuran pola asuh otoritatif terhadap pemahamn seks disajikan dalam bentuk histrogram di bawah ini. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pola Asuh Otoritatif Terhadap Pemahaman Seks Dikalangan Remaja titik Interval Kelas
tengah
fo
48
-
54
75.1
0
42
-<
48
66.4
20
37
-<
42
57.7
45
31
-<
37
49.0
41
25
-<
31
40.3
18
19
-<
25
31.6
4
36
320.3
128
Gambar 4.1 Histrogram Distribusi Frekuensi Pola Asuh Otoritatif Berdasarkan mean ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (Sdi) maka di dapat : Mi = ½ (skor maksimal ideal + skor minimal ideal) Mi = ½ (48 + 36) = 42 SDi = 1/6 (skor maksimal ideal – skor minimal ideal) Sdi = 1/6 (48 -36) = 2 Nilai rata – rata pola asuh otortatif terhadap pemahaman seks dikalangan remaja SMAN 1 Sukawati adalah 36.6 . 4.1.2 Peer Education Terhadap Pemahaman Seks Hasil pengukuran peer eduction terhadap pemahaman seks kepada 128 orang siswa menunjukkan bahwa skor tertinggi yang dapat dicapai 56 skor dan skor terendah adalah 14. Skor maksimal 56, skor minimum ideal yang mungkin dicapai adalah 42. Deskripsi data peer education terhadap pemahaman seks di kalangan remaja SMAN 1 Sukawati dapat dilihat pada lampiran 2 Dari hasil analisis deskrpitif pada lampiran 1 di dapat rata – rata peer education terhadap pemahaman seks dikalangan siswa SMAN 1 Sukawati adalah 5295, median 42, varian71,03, simpangan baku (standar deviasi)
37
adalah 5046. Untuk lebih jelasnya hasil pengukuran pola asuh otoritatif terhadap pemahamn seks disajikan dalam bentuk histrogram di bawah ini. Nilai rata – rata peer education terhadap pemahaman seks dikalangan remaja SMAN 1 Sukawati adalah 41.37. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Peer Education titik Interval Kelas 54
tengah -
fo
60
84.11
3
< 54
74.66
18
65.20
42
55.75
38
46.29
18
36.84
9
362.85
128
48
41
< 48 -
35
< 41 -
29
< 35 -
22
< 29
Gambar 4.2 Histrogram Distribusi Frekuensi Peer Education
38
Berdasarkan mean ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (Sdi) maka di dapat : Mi = ½ (skor maksimal ideal + skor minimal ideal) Mi = ½ (56 + 42) = 49 SDi = 1/6 (skor maksimal ideal – skor minimal ideal) Sdi = 1/6 (56 - 42) = 2.3 Nilai rata – rata peer education terhadap pemahaman seks dikalangan remaja SMAN 1 Sukawati adalah 41,37.
4.1.3 Media Internet Terhadap Pemahman Seks Hasil pengukuran media internet terhadap pemahaman seks kepada 128 orang siswa menunjukkan bahwa skor tertinggi yang dapat dicapai 60 skor dan skor terendah adalah 15. Skor maksimal 60, skor minimum ideal yang mungkin dicapai adalah 45. Deskripsi data peer education terhadap pemahaman seks di kalangan remaja SMAN 1 Sukawati dapat dilihat pada lampiran 2 Dari hasil analisis deskrpitif pada lampiran 1 di dapat rata – rata media internet terhadap pemahaman seks dikalangan siswa SMAN 1 Sukawati adalah45.03125, median 36, varian 76.76, simpangan baku (standar deviasi) adalah 5892. Untuk lebih jelasnya hasil pengukuran media internet terhadap pemahamn seks disajikan dalam bentuk histrogram di bawah ini.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Media internet titik Interval Kelas
58
tengah
-
fo
65
91
1
< 58
81
23
71
49
52
45
< 52
39
38
< 45
61
41
51
10
41
4
395
128
32
< 38 -
25
< 32
Gambar 4.3 Histrogram Distribusi Media Internet
Berdasarkan mean ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (Sdi) maka di dapat : Mi = ½ (skor maksimal ideal + skor minimal ideal) Mi = ½ (60+ 45) = 52,5 SDi = 1/6 (skor maksimal ideal – skor minimal ideal) Sdi = 1/6 (60 - 45) = 7.5 Nilai rata – rata media internet terhadap pemahaman seks dikalangan remaja SMAN 1 Sukawati adalah 45.
4.2 Pengujian Persyaratan Analisis Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari pengaruh pola asuh otoritatif (X1), peer education (X2), dan media internet (X3) sebagai variabel eksogen, terhadap pemahaman seks di kalangan remaja (Y) sebagai variabel endogen, secara tersendiri maupun secara bersama – sama. Pengujian persyaratan
40
analisis yang digunakan antara lain : (1) Uji Multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolineritas, yaitu adanya hubungan linear antar variabel indenpenden dalam model regresi adalah tidak adanya multikolineritas. (2) Uji Heteroskedastistas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asusmsi klasik heteroskedastistas, yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Persyaratan harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastistas. (3) Uji Autokorelasi digunakan untuk mengeatahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada suatu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Persyaratan yang harus terpenuhi adalah tuidak adanya autokorelasi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastistas. (3) Uji Autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya
penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi anatara residual pada suatu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Persyaratan yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. 4.2.1 Uji Normalitas Data Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah penyimpangan yang terjadi didalam pengukuran terhadap sampel masih ada dalam batas – batas kewajaran. Variabel yang diuji normalitas datanya yaitu pola asuh otritatif , peer education, dan media internet terhadap pemahaman seks.
Tabel 4.2 Uji Normalitas Data X1
Kreteria
(fo -
(fo -
{(fo - fh
fo
Fh
fh )
fh )2
)2}/ fh
53.96
0
3.456
-3.456
11.94
3.456
42.36 <
48.16
20
17.28
2.72
7.40
0.428
36.55
42.36
45
43.6864
1.3136
1.73
0.039
Interval Kelas
M + 2 SD - M + 3 SD
48.16
M + 1 SD - < M + 2 SD M
- <M+1
-
-
41
SD
<
M - 1 SD - <
-
M
30.75 <
M - 2 SD - < M 1 SD
41
43.6864
-2.686
7.22
0.165
30.75
18
17.28
0.72
0.52
0.030
24.95
4
3.456
0.544
0.30
0.086
29.099
4.204
24.95 <
M - 3 SD - < M 2 SD
36.55
19.15 <
JUMLAH
128 128.8448 -0.845
dk = 6 - 1 = 5 pada tabel X2 untuk taraf signifikansi 5% Dengan demikian, harga hitung X2hitung
=
11.1
=
4.204 Ho diterima, Jadi, data ini berkontribusi
Nilai X
2
tabel
>
2
X
hitung
normal
Tabel 4.2 Uji Normalitas X2
Kreteria
(fo -
(fo 2
{(fo - fh
fo
fh
fh )
fh )
)2}/ fh
60.28
3
3.456
-0.456
0.21
0.060
47.67 < 53.97
18
17.28
0.72
0.52
0.030
42
43.686 -1.686
2.84
0.065
38
43.686 -5.686
32.34
0.740
18
17.28
0.72
0.52
0.030
9
3.456
5.544
30.74
8.894
Interval Kelas
M + 2 SD - M + 3 SD
53.97
M + 1 SD - < M + 2 SD M
- <M+1
SD M - 1 SD - < M M - 2 SD - < M 1 SD M - 3 SD - < M 2 SD
-
41.37 < 47.67 35.06 < 41.37 28.76 < 35.06 22.46 < 28.76
42
JUMLAH
128 128.84 0.8448 67.160
9.819
dk = 6 - 1 = 5 pada tabel X2 untuk taraf signifikansi 5% =
11.07
Dengan demikian, harga hitung X2hitung =
9.819 Ho diterima, Jadi, data ini berkontribusi Nilai X 2 tabel
>
X2hitung
normal
Tabel 4.2 Uji Normalitas X3
Kreteria
(fo -
(fo - fh
{(fo - fh
2
fo
fh
fh )
)
)2}/ fh
64.77
1
3.456
-2.456
6.03
1.745
51.61 < 58.19
23
17.28
5.72
32.72
1.893
49
43.686 5.3136
28.23
0.646
Interval Kelas
M + 2 SD - M + 3 SD
58.19
M + 1 SD - < M + 2 SD M
-
- <M+1
SD
-
45.03 < 51.61
M - 1 SD - < M
38.45 < 45.03
M - 2 SD - < M 1 SD
41
43.686 2.6864
7.22
0.165
10
17.28
-7.28
53.00
3.067
4
3.456
0.544
0.30
0.086
31.87 < 38.45
M - 3 SD - < M 2 SD
-
25.29 < 31.87
JUMLAH
128 128.84 0.8448 127.496
7.603
dk = 6 - 1 = 5
43
pada tabel X2 untuk taraf signifikansi 5% =
11.07
Dengan demikian, harga hitung X
2
hitung
=
7.603
Ho diterima, Jadi, data ini berkontribusi Nilai X 2 tabel
>
X2hitung
normal
Tabel 4.2 Uji Normalitas Y
Kreteria
(fo -
(fo - fh
{(fo - fh
fo
Fh
fh )
)2
)2}/ fh
86.10
5
3.456
1.544
2.38
0.690
73.48 - <
79.79
15
17.28
-2.28
5.20
0.301
67.17 - <
73.48
48
43.6864
4.3136
18.61
0.426
Interval Kelas
M + 2 SD - M + 3 SD
79.79
-
M + 1 SD - < M + 2 SD M
- <M+1
SD M - 1 SD - <
-
M
60.86 - <
67.17
35
43.6864
8.6864
75.45
1.727
54.55 - <
60.86
18
17.28
0.72
0.52
0.030
48.25 - <
54.55
7
3.456
3.544
12.56
3.634
M - 2 SD - < M 1 SD M - 3 SD - < M 2 SD
JUMLAH
128
128.845
0.8448 114.721
6.808
dk = 6 - 1 = 5 pada tabel X2 untuk taraf signifikansi 5% =
11.07
Dengan demikian, harga hitung X
2
hitung
=
6.808 Nilai X 2 tabel
>
X2hitung
Ho diterima, Jadi, data ini berkontribusi normal
44
4.2.2
Uji Linieritas Garis Regresi
Uji linieritas dilakukan pada masing – masing variabel eksogen dengan variabel endogen. Pengujian linieritas dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS for windows. Ketentuan yang digunakan untuk meilhat kelinierannya adalah pada jalur Dev From Linierity dan modus Means. Sedangkan untuk melihat keberartian arah regresinya berpedoman pada jalur Linierity. Statistik yang dihasilkan dari modul tersebut adalah statistik F. Harga F yang dioeroleh dibandingkan dengan sig signifikan Kriteria
pada taraf
= 0,05 pengujiannya yaitu (a) uji linieritas pada jalur Dev From
Linierity, jika harga sig. > 0.05, maka bentuk regresinya dinyatakan linier, an sebaliknya jika < 0.05 maka bentuk regresinya dinyatakan tidak linier, (b) Uji keberhatiaan arah regresi dilihat pada jalur linierity, jika sig < 0.05 maka arah regresinya dinyatakan berarti, dan jika sig > 0.05 maka dikatakan arah regresinya tidak berarti. Hasil pengujian secara lengkap dapat dilihat pada lampiran..., dan rangkuman analisisnya disajikan pada tabel 4.3 berikut : Tabel 4.3 Uji linieritas Cases Included N
Percent
Excluded N
Total
Percent
N
Percent
y * x1
128
100.0%
0
.0%
128
100.0%
y * x2
128
100.0%
0
.0%
128
100.0%
y * x3
128
100.0%
0
.0%
128
100.0%
Keterangan : X1 = Skor Pola Asuh Otoritatif 45
X2 = Skor Peer Education X3 = Skor Media Internet Y = Pemahaman Seks Hasil analisis uji linieritas garis regresi pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa untuk lajur F linierity, nilai dari sig. < 0.05. dan untuk lajur F Dev From Linierity, nilai sig. > 0.05, dengan demikian dapat disimpulakn bahwa hubungan antara pola asuh otorittif, peer education dan media internet terhadap pemahaman seks dikalangan remaja linier baik dari segi data maupun arah koefisien regresinya.
4.2.3 Uji Multikolineritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang cukup tinggi atau tidak diantara variabel-variabel bebasnya. Jika terjadi hubungan yang cukup tinggi berarti ada aspek yang sama diukur pada variabel bebas. Pengujian terhadap multikolinieritas menggunakan model regresi pada program SPSS for Windows dengan melihat nilai inflation factor (VIF). Menurut Santoso (dalam Priyatno, 2008 : 39) pada umunya jika VIF lebih besar dari 5, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinieritas dengan variabel bebas lainnya. Secara ringkas hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel 4.6 berikutt. Tabel 4.6 Analisis uji Multikolineritas Data Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model
B
1(Consta nt)
27.015
1.755
.242
.087
x1
Std. Error
Beta
Collinearity Statistics
t
.230
Sig.
15.392
.000
2.775
.006
Toleranc e
.196
VIF
5.098
46
x2
.063
.041
.067
1.549
.124
.721
1.387
x3
.637
.079
.665
8.096
.000
.199
5.013
a. Dependent Variable: y
4.2.4 Uji Heterokedastisitas Uji heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui homogenitas antara kelompok data variabel terikat atas masing-masing variabel bebas. Teknik yang digunakan dalam pengujian ini adalah dengan menggunakan modul regression linier dengan menekan tombol Plot dan memasukkan variabel SRESID pada sumbu Y dan variabel ZPRED pada sumbu X, hasilnya berupa grafik dari program SPSS for windows seperti ditampilkan berikut :
Berdasarkan grafik tersebut hubungan Y atas X1 X2 tidak memiliki pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y. Jadi dapat disimpulkan bahwa kelompok data variabel terikat atas variabel bebas bersifat homogen atau tidak terjadi heterokedatisitas.
4.2.5 Uji Autokorelasi Hasil uji autokorelasi menunjukkan bahwa antara variabel peran orang tua dalam perspektif agama Hindu dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar tidak
47
terjadi masalah autokorelasi, karena koefisien Durbin-Watson mendekati 2 yaitu 1.848 seperti pada tabel 4.7 : Tabel 4.4 Analisis Autokorelasi
Model 1
R
R Square
.858a
Adjusted R Square
.737
Std. Error of the Estimate
.735
DurbinWatson
3.24919
2.090
a. Predictors: (Constant), x1 b. Dependent Variable: y
4.3 Uji Hipotesis Setelah diketahui bahwa persyaratan uji analisis dipenuhi, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan pada penelitian ini. Hasil pengujian membuktikan bahwa data yang diperoleh adalah mendukung atau tidak mendukung terhadap hipotesis yang diajukan. Ada 4 hipotesis yang akan diuji kebenarnnya. Hipotesis ke-3 diuji menggunakan analisis regresi dan korelasi berganda. Sedangkan hipotesis ke-1 dan ke-2 menggunakan uji analisis regresi sederhana. Pengujian semua hipotesis yang dilakukan berurutan dan hasiknya dapat dilihat pada lampiran 7 a. Analisis Korelasi Ganda Hasil perhitungan regresi lineir berganda dengan menggunakan dihitung secara manual yaitu pencegahan penyakit menular seksual atas peran pola asuh otoritatif, peer education, dan media internet di tunjukkan pada tabel 4.13 berikut. Tabel 4.13 Analisis Korelasi Ganda Tabel 1. Ringkasan Anava untuk Menguji Keberartian Regresi Sumber Variasi
JK
dk
RJK
F hitung
F tabel (5%)
F tabel (1%
48
) Regresi
4211
3
1403.788
Sisa
843
124
6.797
Total
5054
127
206.52
2.68
3.94
Kesimpulan :
Harga F hitung selanjutnya dikonsultasikan dengan F tabel dengan derajat kebebasan (dk) pembilang = 3 dan dk penyebut = 124 untuk taraf signifikansi 5%, diperoleh F tabel= 2,68 dan untuk taraf signifikansi 1% = 3,94. Dengan demikian, harga F hitung = 217,93 > dari harga F tabel pada ts. 5% = 2,68; sehingga hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif, diterima. Ini berarti bahwa koefisien regresi ganda yang diperoleh adalah signifikan / bermakna / berarti. b. Analisis Determinasi (R2) Hasil perhitungan analisis determinasi dengan menggunakan program microsoft excel yaitu pencegahan penyakit menular seksual atas peran pola asuh otoritatif, peer education, dan media internet di tunjukkan pada tabel 4.14 berikut:
Tabel 4.14
49
Menghitung harga korelasi ganda, dengan rumus berikut. Ry (1,2,3) =
Ry (1,2,3) =
Ry (1,2,3) =
Ry (1,2,3) = Ry (1,2,3) =
b1 ∑ x 1 y + b 2 ∑ x 2 y + b 3 ∑ x 3 y
∑ 0.423 ×
4178 +
y2
0.066 × 2933 + 5054
0.482 × 4765
4257.136 5054
0.842293509 0.9178 2
Koefisien determinasi (R ) = Berarti bahwa sebesar oleh var. x1, x2, dan x3
0.842293509
≈
0.8423
84.23 % var. Y dapat dijelaskan/diprediksi
c. Uji Koefisien Regresi Secara Bersama-sama (Uji F) Hasil perhitungan analisis determinasi dengan menggunakan program SPSS for windows pencegahan penyakit menular seksual atas peran pola asuh otoritatif, peer education, dan media internet di tunjukkan pada tabel 4.15 berikut:
50
Tabel 4.15 U j i
Sum of Squares
Model
df
Mean Square
F
Sig.
a Regression Residual Total
4211.365
3
1403.788
842.854
124
6.797
5054.219
127
206.524
a. Predictors: (Constant), x3, x2, x1 b. Dependent Variable: y 4.4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.4.1 Pengaruh Pola Asuh Otoritatif Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Seksual di SMA N 1Sukawati Dari analisis ditemukan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari pola asuh otoritatif terhadap pemahman seks secara bersama – sama di SMAN 1 Sukawati. Nilai Korelasi sebesar 34,93% dengan signifikasi mengindikasikan adanya tingkat hubungan yang sedang antar pola asuh otoritatif terhadap pemahaman seks. ini berarti semakin tinggi/baik pola asuh otoritatif yang diterapkan , maka semakin baik pemahaman remaja terhadap seks. bila di lihat kebih lanjut, dapat diketahui bahwa tidak sepenuhnya variabel tersebut memberikan pengaruh terhadap pemahaman seks. Pada prinsipnya tinggi rendahnya tingkat pemahaman seorang remaja mehamai pemhaman seks dipengaruhi oleh banyak faktor. Bila pola asuh yang diterapkan dalam keluarga sudah berjalan dengan baik terlebih adanya komunikasi yang aktif antara dengan anak dengan orang tua, baik dalam bentuk sharing, cerita dan diskusi yang dapat memberikan pengaruh terhadap pemahaman
51
.000a
seks dikalangan remaja. Dengan demikian secara teoritik dan empirik pola asuh otoritatif secara bersama – sama berpengaruh secara signifikan terhadap pemahaman seks dikalangan remaja. Oleh karena itu, variabel tersebut perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan pemahman seks di kalangan siswa SMAN 1 sukawati untuk mencegah penyebaran Penyakit Menular Seksual dikalangan remaja. 4.4.2 Pengaruh Peer Education Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Seksual di SMAN 1 Sukawati Hasil analisis menunjjukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari peran peer education/teman sebaya terhadap pemahaman seks di kalangan siswa SMAN 1 sukawati. Ini berarti semakin baik peran teman sebaya/peer education dalam lingkungan masyarakat, maka semakin tinggi pula pemahaman seks dicapai
yang
seorang remaja. Variabel peran teman sebaya/peer
education yang diimpelmentasikan dalam pemahaman seks dikalangan
remaja
sebesar
pendidikan, teman merupakan
3,85%.
Bila
dikaitkan
dengan
sebagai tempat terdekat untuk
mencurahkan segala perasaan. Jika teman sebaya mampu dengan tepat menerapkan pemahaman – pemahaman yang positif terhadap pemahaman seks, maka seorang remja dengan sendirinya akan belajar sesuai dengan keingginan dan pengaruh yang positif dari teman. Situai ini pada akhirnya akan turut meningkatkan pemahaman seks, karena pada dasarnya penerapan pemahaman seks juga berpengaruh dari pergaulan dengan teman sebaya. Dugaan yang
menyatakan
peranan
teman
sebaya/peer
education
berpengaruh terhadap pemahaman seks dikalangan remaja SMAN 1 sukawati untuk mencegah penyebaran Penyakit Menular Seksual. 4.4.3 Pengaruh Media Internet Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Seksual di SMAN 1 Sukawati Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari media internet terhadap pemahman seks
52
dikalangan siswa SMAN 1 Sukawati. Ini berarti semakin tinggi pemahaman seks dikalangan remaja SMAN 1 sukawati melalui pengaruh
media
internet.
Variabel
media
internet
dapat
menjelaskan semakin tinggi pemahaman terhadap seks untuk mencegah penyakit menular seksual sebesar 45,45%. Hasil penelitian ini menjelaskan media internet memberikan pengaruh yang positif terhadap pemahaman seks dikalangan remaja karena adanya suatu layanan internet yang memberikan pengaruh yang dominan seperti media visual dan audiovisual. Bila dikaitkan dengan pemahaman seks di kalangan siswa SMAN 1 Sukawati berdasarkan pendapat diatas dapat dikatakan bahwa seorang remaja akan belajar memahami pendidikan seks apabila ada dorongan melalui media internet. Terlebih dari tingkat kebutuhan akan penghargaan diperlukan suatu media yang tepat dan mampu memancing semangat berkompetisi sehat untuk mencapai tujuan tertentu. Dari pemaparan tersebut secara teoritik dan empirik terbukti bahwa media internet berpengaruh secara signifikan dengan pemahman seks dikalangan remaja SMA N 1 Sukawati untuk mencegah penyebaran Penyakit Menular Seksual. 4.4.4 Pengaruh Pola Asuh Otoritatif, Peer education, dan Media Internet Secara Bersama-sama Terhadap Pencegahan Penyakit Menular Seksual di SMA N 1Sukawati Dari hasil analisis ditemukan terdapat pengaruh positif dan signifikan darin pola asuh otoritatif, peer education dan media internet secara bersama – sama terhadap pemahaman seks dikalangan siswa SMAN 1 Sukawati. Nilai korelasi ganda yang didapat sebesar 0,8423 (84,23) dengan signifikan mengindikasikan adanya tingkat hubungan yang tinggi antara pola asuh otoritatif, peer education dan media internet secara bersama – sama terhadap pemahaman seks. ini berarti semakin tinggi/baik pola asuh otoritatif , peer education dan media internet, semakin tinggi pemahaman seks dikalangan remaja yang dicapai. Bila dilihat lebih
53
lanjut, dapat diketahui bahwa tidak sepenuhnya ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh terhadap pemahaman seks. Pada prinsipnya tinggi rendahnya pemahaman seks dikalangan remaja sudah berjalan dengan teoritik
dan
empirik
peran
baik. Dengan semikian secara pola
asuh
otoritatif,
peer
education/teman sebaya, dan media internet secara bersama – sama berpengaruh
secara
signifikan
terhadapa
pemahman
seks
dikalangan remaja. Oleh karena itu, ketiga variabel tersebut perlu diperhatikan
dalam
upaya
meningkatkan
pemahaman
seks
dikalangan remaja SMAN 1 Sukawati.
4.5 Keterbatasan Penelitian 4.5.1 Validitas Internal Untuk meyakinan bahwa rancangan penelitian layak untuk pengujian hipotesis, perlu dilakukan pengontrolan validitas internal. Validitas Internal adalah validitas yang berkenaan dengan keabsahan hasil suatu eksperimen. Validitas Internal dapat dirusak karena adanya peristiwa, pengukuran, materi instrumen, kekeliruan stastistik, perbedaan pemilihan subjek dan kematangan. Dalam penelitian ini validitas internal yang dibahas adalah keterbatasan yang menyangkut pengukuran, materi instrumen, keterlibatan petugas, kekeliruan statistik perbedaan pemilihan subjek, dan kematangan. 5.2.1
Pengukuran Pengaruh pengukuran dapat terjadi akibat penggunaan
instrumen yang tidak valid dan tidak reliabel. Dalam penelitian ini proses pengumpulan datanya menggunakan instrumen yang telah diuji cobakan, penelitian juga terjun langsung mengadakan penelitian dan memberikan penjelasn tentang maksud dan tujuan penelitian serta cara-cara menjawab instrumen sehingga
54
responden bisa memahami. Juga tidak ada orang lain yang dapat mengganggu jalannya proses pengumpulan data. 5.2.2
Materi Instrumen Penggunaan bahasa dan istilah-istilah yang sulit di mengeri
dalam instrumen, dapat mempengaruhi jawaban responden. Instrumen yang digunakan dalam penelitian in, telah disusun dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan praktis dengan istilah-istilah yang sudah dikenal responden. Tidak ada penggunaan kalimat bermakna ganda yang susah dimengerti oleh responden. 5.2.3
Keterlibatan petugas Perlakuan penelitian atau petugas lain yang berbeda
terhadap responden akan mempengaruhi jawaban responden. Dalam proses pengumpulan data, peneliti bersikap netral dan memberikan pelayanan yang sama kepada responden. 5.2.4
Kekeliruan statistik
Kekeliruan statistik dapat terjadi dalam penggunaan asumsi persyaratan analisis dan penggunaan ukurab statistik. Sesuai tujuan penelitian, teknik analisis yang digunakan adalah statistik parametrik dengan teknik korelasi, regresi, dan hubungan parsial yang memerlukan beberapa asumsi uji prasyaratan analisis. Uji persyaratan yang telah dibuktikan secara statistik adalah normalitas sebaran data, linieritas dan keberanian koefisien regresi, multikolinieritas, autokorelasi, dan heterokedasitas. Terpenuhinya
semua
uji
persyaratan
tersebut
dapat
meminimalkan kekeliruan statistik. 5.2.5
Perbedaan Pemilihan Subjek Perbedaan yang mencolok dalam menetukan subjek
penelitian seperti perbedaan status sosial, ekonomi, atau yang lainnya akan mempengaruhi perolehan data. 5.2.6
Kematangan (Maturation)
55
Pengumpulan data dengan selang waktu yang cukup lama akan berpengaruh terhadap validitas penelitian yang disebabkan karena
faktor
kelelahan,
kurang
motivasi,
dan
kurang
mengertian subjek dalam menjawab instrumen. Responden juga memberikan penjelasan dengan dorongan untuk jujur dalam menjwab kuesioner. 4.5.2 Validitas Eksternal Validitas eksternal berkaitan denga dapat tidaknya hasil penelitian ini digeneralisasi ke populso atau dapat diperluas penerapanya ke subjek lain. Populasi subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMAN 1 Sukawati tahun pelajaran 2011/2012. Bila hasil penelitian in diberlakukan pada situasi lain, maka sifat dan karakteristik yang melekat pada populasi ini harus relatif sama dengan situasi lain yang akan diberlakukan.
56
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan seperti yang telah diuraikan dalam bab sebelumnnya, disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 5.1.1 Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pola asuh otoritatif dengan pemahaman seks dikalangan siswa SMAN 1 sukawati, melalui persamaan regresi Ŷ = 27.273 + 0.423X1 sebesar
dengan koefisien
0.3493. Ini berarti semakin tinggi penerapan
pola asuh
otoritatif, maka semakin tinggi pula pemahaman seks dikalangan siswa SMAN 1 Sukawati. Hal ini sesuai dengan teori tentang teori pengaruh pola asuh otoritaif terhadap pemahaman seks dikalangan remaja yang dikemukakan sebelumnnya. 5.1.2 Terdapat
pengaruh
yang
positif
dan
signifikan
antara
peer
education/teman sebaya di SMAN 1 Sukawati melalui persamaan garis regresi Ŷ = 27.273 + 0.066X2 dengan koefisen korelasi sebesar 0,3.85. ini berarti bahwa semakin tinggi pendidikan peer education/teman sebaya, maka semakin tinggi pula tingkat pemahaman seks siswa SMAN 1 Sukawati. Hal ini sesuai dengan teori tentang teori pengaruh peer education terhadap pemahaman seks dikalangan remaja yang dikemukakan sebelumnnya. 5.1.3 Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara media internet di SMAN 1 Sukawati melalui persamaan garis regresi Ŷ = 27.273 + 0.482X3 dengan koefisen korelasi sebesar 0,45.45 ini berarti bahwa semakin tinggi layanan media internet , maka semakin tinggi pula tingkat pemahaman seks siswa SMAN 1 Sukawati. Hal ini sesuai dengan teori tentang teori pengaruh media interne terhadap pemahaman seks dikalangan remaja yang dikemukakan sebelumnnya. 5.1.4 Secara bersama-sama terdapat pengaru yang positif dan signifikan antara pola asuh otoritatif, peer education/ teman sebaya dan media internet terhadap pemahaman seks di kalangan remaja SMAN 1 Sukawati melalui persamaan garis regresi linier berganda Ŷ = 27.273 +
57
0.423X1 + 0,066X2 + 0.482X3 dengan koefisen korelasi 0.8423. ini berarti bahwa semakin tinggi pola asuh otoritatif, peer education/teman sebaya dan media internet, maka semkin tinggi pula pemahaman pendidikan seks dikalangan siswa SMAN 1 Sukawati untuk mencegah penyebaran Penyakit Menular Seksual. Hal ini sesuai dengan teori tentang pengaruh pola asuh otoritatif, peer education dan media internet untuk mencegah penyebaran penyakit menular seksual yang telah dikemukakan sebelumnya. 5.2 Saran-Saran Mengacu kepada hasil penelitian, dan simpulan penelitian dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : 5.2.1
Kepada orang tua siswa Bahwa pola asuh dalam pendidikan anak memebrikan pengaruh yang positif terhadap pemahaman pendidikan seks dikalangan remaja, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa mencegah adanya penyebaran penyakit menular seksual terhadap anak diharapkan orang tua ikut berperan dalam pendidikan amak, khususnya saat belajar dirumah
5.2.2 Kepada guru-guru di SMAN 1 Sukawati Dalam proses pembelajaran mengajar didalam kelas maupun diluar kelas diharapkan guru dapat membimbing sebagai fasilitator dalam proses pendidikan sebaya sehingga mengadakan suatu inovasi pembelajaran dan selalu memotivasi siswa untuk belajar agar terhindar dari segala bentuk penyimpangan pada remaja. 5.2.3 Bagi peneliti lain Penelitian ini belum sempurna, masih banyak yang perlu di kaji dari penelitian ini, sehingga penelitian lain dapat ikut mengambil bagian dalam penelitian ini dengan cara mengadakan penelitian yang serupa dengan mengambil variabel yang berbeda.
58