BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebidanan berasal dari perawatan yang diberikan kepada ibu melahirkan oleh ibu lain dari komunitas atau keluarganya sendiri. Walaupun profesionalisasi kebidanan dengan registrasi bidan sudah ada, sebagian besar berdasarkan pada komunitas. Mayoritas persalinan dirumah, dengan perbandingan antara persalinan di rumah sakit mengalami perubahan selama setengah abad terakhir. Hal ini menyebabkan terjadinya pemisahan antara kebidanan di rumah sakit dan kebidanan komunitas; ketika bidan berada di rumah sakit, mereka diorganisasikan berdasarkan model asuhan kebidanan, oleh karena itu, perawatan yang diberikan menjadi semakin terpecah-pecah. Selain itu, karena asuhan maternitas menjadi semakin bersifat teknis dan medis, semakin sulit pula bagi bidan untuk berpraktik secara otonom. Akibatnya, potensi terciptanya hubungan yang kontinu antara bidan dan ibu semakin sedikit, dan kemampuan bidan untuk menggunakan semua keterampilan dan pengetahuannya dan menatalaksanakan perawatan juga semakin kecil. Masalah kebidanan komunitas terdiri dari kematian ibu dan bayi, kehamilan remaja, unsafe abortion, berat badan lahir rendah (BBLR), tingkat kesuburan, asuhan antenatal (ANC) yang kurang di komunitas, pertolongan persalinan non-kesehatan, sindrom pra-menstruasi, perilaku dan social budaya yang berpengaruh pada pelayanan kebidanan yang komprehensif dan menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat. Bidan dapat mengetahui kebutuhan pelayanan kebidanan. Faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak sangat luas dan rumit. Dampaknya muncul jauh sebelum kehamilan dan akan terus berlanjut setelah pemulangan wanita dari layanan maternitas. Oleh karena itu, layanan kesehatan komunitas dan social berperan penting dalam siklus kehidupan keluarga di banyak masyarakat. Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang terfokus pada klien. Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan, yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap langkah tersebut bias dipecah-pecah kedalam tugas-tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien.
1
Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah pelaksanaan rujukan yang kurang cepat dan tepat. Rujukan bukan suatu kekurangan, melainkan suatu tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kebutuhan masyarakat. Telah diketahui bersama bahwa tingginya kematian ibu dan bayi merupakan maslaah kesehatan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Masalah 3T (Tiga Terlambat) merupakan salah satu hal yang melatarbelakangi tingginya angka kematian ibu dan anak, terutama terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan adanya sistem rujukan, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu karena tindakan rujukan ditujukan pada kasus yang tergolong beresiko tinggi. Oleh karena itu, kelancaran rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan perinatal, terutama dalam mengatasi keterlambatan. Pentingnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan telah diakui oleh semua pihak. Hasil pengamatan, pengalaman lapangan sampai peningkatan cakupan program yang dikaji secara statistik semuanya membuktikan bahwa peran serta masyarakat aman menentukan terhadap keberhasilan kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan. 1.2 Tujuan Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai peranan bidan dalam pelaksanaan kebidanan di komunitas.
2
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Konsep dan Prinsip Kebidanan Komunitas 2.1.1 Konsep Kebidanan Komunitas Komunitas merupakan satu kesatuan hidup manusia yang menempati satu wilayah nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat, serta terikat oleh suatu rasa identitas suatu komunitas (Koentjoroningrat, 1990). Bidan dalam memberikan pelayanan
berfokus
pada
perempuan, dengan meyakini bahwa kehamilan dan persalinan bukan sekedar peristiwa klinis, tetapi juga peristiwa transisi social dan psikologis yang amat kritis bagi seorang perempuan. Dengan dasar itu, seorang bidan meyakini bahwa asuhan kebidanan asuhan kebidanan secara aktif mempromosikan, melindungi, mendukung hak-hak reproduksi perempuan dan keluarganya dan menghargai beragam budaya, keyakinan dan suku bangsa, hal ini didasarkan pada keyakinan bidan bahwa : a Perempuan adalah pribadi yang unik
dan
mempunyai
kebutuhan, keinginan untuk kelangsungan generasi dalam siklus reproduksi, pengambilan keputusan utama dalam asuhannya
dan
memiliki
hak
atas
informasi
untuk
meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan. b Proses kelahiran adalah rangkaian pengalaman yang memberikan
makna
bagi
perempuan,
keluarga,
masyrakat. c Melahirkan adalah suatu fisiologis yang normal d Perempuan membutuhkan pendamping selama
dan
masa
kehamilan, persalinan, dan nifas. e Meyakini dan menghargai perempuan dalam kemampuannya f
untuk melahirkan, Perempuan bertanggung jawab terhadap kesehatan dirinya
dan keluarganya. g Kemitraan dengan
perempuan
bersifat
individual,
berkesinambungan, dan tidak otoriter. h Perpaduan dari ilmu dan kiat kebidanan yang bersifat holistic, didasarkan atas pemahaman biologis, psikologis, emosional,
3
social, cultural, spiritual, dan pengalaman fisik perempuan yang didasarkan atas bukti-bukti terbaik yang ada. Profesionalisme pelayanan kebidanan memiliki arti sebagai pemenuhan
kontrak
social
kepada
masyarakat
untuk
menyediakan pelayanan kepada ibu, anak, dan keluarganya secara up to date, evidence based, dan berkualitas sesuai kebutuhan perempuan dan keluarganya dilandasi etika dank ode etik bidan dengan mengimplementasikan konsep partnership with woman, respect advocation, cultural sencitivity, health promotion and prevention. Kebidanan komunitas merupakan pelayanan kebidanan yang menekankan pada aspek-aspek psikososial budaya yang ada di komunitas (masyrakat sekitar). Maka seorang bidan dituntut mampu memberikan pelayanan yang bersifat individual maupun kelompok. Untuk itu bidan perlu dibekali dengan strategi-strategi untuk mengatasi tantangan/kendala : a Social budaya (ketidakadilan gender, pendidikan, tradisi yang merugikan, harmful tradition, nilai-nilai) b Ekonomi (kemiskinan) c Politik dan hokum (ketidakadilan social) d Fasilitas (tidak ada peralatan yang cukup, pelayanan rujukan, dan lain-lain) e Lingkungan
(air
bersih,
daerah
konflik,
daerah
kantong/daerah terisolir, kumuh dan padat, dan lain-lain). 2.1.2 Tujuan Pelayanan Asuhan Kebidanan Komunitas 2.1.2.1 Tujuan umum Seorang bidan komunitas mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya kesehatan perempuan, bayi dan balita di wilayah kerjanya, sehingga masyarakakat dapat mengatasi secara mandiri mengenai masalah dan kebutuhannya. 2.1.2.2 Tujuan khusus a. Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan dan masyarat b. Meningkatkan
cakupan
pelayanan
kebidanan
komunitas
sesuai dengan tanggung jawab bidan c. Meningkatkan mutu pelayanan secara terpadu sesuai ruang lingkup pelayanan kebidanan. d. Meingkatkan deteksi dini kasus-kasus risiko dan komplikasi. 4
e. Mengatasi
keterlambatan
pengenalan
komplikasi,
pengambilan keputusan, penanganan awal dan rujukan kasus. f. Membangun jejaring kerja lintas program dan lintas sector. g. Mendukung program- program pemerintah lainnya untuk 2.1.3
meningkatkan status kesehatan ibu dan anak Prinsip Pelayanan Asuhan Kebidanan Komunitas a Kebidanan komunitas sifatnya multidisiplin, meliputi ilmu kesehatan masyarakat, social, psikologi, ilmu kebidanan, dan ilmu lainnya yang mendukung peran bidan di komunitas. b Berpedoman pada etika profesi kebidanan yang menjunjung harkat dan martabat kemanusiaan klien, c Ciri kebidanan komunitas adalah menggunakan populasi sebagai unit analisis. Populasi bias berupa kelompok sasaran jumlah
perempuan,
jumlah
KK,
jumlah
laki-laki,
jumlah
neonates dan jumlah balita dalam area yang bias ditentukan sendiri oleh bidan. Contoh : jumlah perempuan usia subur dalam
satu
RT
atau
satu
kelurahan/kawasan
perumahan/perkantoran. d Ukuran keberhasilan bukan hanya mencakup target sasaran pelayanan, perubahan pola pikir dan terjalinnya kemitraan seperti : PKK, kelompok ibu-ibu pengajian, kader kesehatan dan lain-lain. e Sistem pelaporan bidan di komunitas, berbeda dengan bidan di klinik. Sistem pelaporan bidan di komunitas berhubungan
2.1.4
dengan wilayah kerja yang menjadi tanggung jawabnya. Peran bidan di komunitas a Care provider b Communicator c Decision maker d Community leader e Manager Tanggung Jawab Pada Pelayanan Kebidanan Komunitas Memberikan pelayanan kebidaan sesuai dengan tugas pokok bidan, termasuk penyuluhan dan pelayanan individu, keluarga, dan masyarakat. Agar dapat melaksanakan peran dan tanggung jawabnya, bidan perlu memiliki kemampuan klinis dan
5
kemampuan mengelola dan leadership. Di samping itu, bidan harus bertindak professional dalam bentuk : a Menilai tradisi yang baik dan membahayakan, budaya yang sensitive gender dan tidak, nilai-nilai masyarakat yang adil gender dan tidak, dan hukum serta norma yang ternyata masih melanggar hak asasi manusia. b Mampu memisahkan antara nilai-nilai dan keyakinan pribadi dengan tugas kemanusiaan sebagai bidan. c Mampu melakukan advokasi dan pemberdayaan perempuan. d Mampu bekerja sama dan membangun jejaring kerja, secara 2.1.5
lintas program maupun lintas sektoral. Ruang Lingkup Pelayanan Bidan di Komunitas 1. Peningkatan kesehatan (promotif) 2. Pencegahan (Preventif) 3. Deteksi dini komplikasi dan pertolongan kegawat daruratan. 4. Meminimalkan kesakitan dan kecacatan 5. Pemulihan kesehatan (rehabilitasi) 6. Kemitraan dengan LSM setempat, organisasi masyarakat, organisasi social, kelompok masyarakat yang melakukan upaya untuk mengembalikan individu ke lingkungan keluarga dan masyarakat. Terutama pada kondisi dimana stigma masyarakat perlu dikurangi (TB, kusta, AIDS, KTD, KDRT,
2.1.6
prostitusi, korban perkosaan, IDU). Konsep Pemberdayaan Masyarakat Merupakan upaya fasilitasi yang bersifat persuasive dan tidak
memerintah
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan
pengetahuan, sikap, perilaku, dan kemampuan masyarakat dalam menemukan,
merencanakan,
dan
memecahkan
masalah
menggunakan sumber daya/potensi yang mereka miliki termasuk partisipasi dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat. Pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan
akan
menghasilkan kemandirian keluarga dalam menemukan masalah kesehatan yang ada di dalam keluarganya, kemudian mampu merencakan dan mengambil keputusan untuk memecahkan masalah kesehatannya sendiri tanpa atau dengan bantuan pihak lain. Salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada masyarakat maupun pada keluarga adalah pendekatan komunikasi, informasi, edukasi 6
(KIE), 2.1.7
artinya
harus
ada
komunikasi
antara
bidan
dengan
masyarakat. Strategi Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Perempuan 1. Meningkatkan kesadaran perempuan dan masyarakat tentang pentingnya kesehatan. 2. Meningkatkan kesadaran perempuan dan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah disediakan oleh pemerintah 3. Mengembangkan berbagai
cara
untuk
menggali
dan
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat untuk pembangunan kesehatan. 4. Mengembangkan berbagai bentuk kegiatan pembangunan kesehatan yang sesuai dengan kultur budaya masyarakat setempat. 5. Mengembangkan manajemen sumber daya yang dimiliki masyarakat secara terbuka (transparan). 2.2 Masalah – Masalah Kebidanan di Komunitas 2.2.1 Pemecahan Masalah (Problem Solving) 2.2.1.1 Pemecahan Masalah Pada Kasus ANC Masalah umum yang sering terjadi pada asuhan antenatal meliputi : kehamilan remaja, anemia pada kehamilan, aborsi yang tidak aman serta tidak melakukan kunjungan antenatal. Hal ini paling sering terjadi dimasyarakat, untuk itu beberapa pemecahan masalah yang ditawarkan seperti : Masalah ANC di komunitas Kehamilan Remaja
Solusi Permasalahan 1. Promotif Mengadakan penyuluhan-penyuluhan dengan narasumber dari seseorang yang mengalami dampak kehamilan remaja, karena pada usia remaja mereka lebih suka mendengarkan dampak atau akibat dari suatu hal. 2. Preventif Menggalakkan konseling kesehatan reproduksi, bahaya seks bebas dengan sasaran : Remaja, karena pada usia ini adalah usia dimana seseorang mencari jati diri, sehingga perlu arahan dan bimbingan dari orang-orang terdekat dengan pendekatan sebagai “teman” bukan “menggurui”. Sosialisasi kontrasepsi yang dapat digunakan oleh remaja seperti metode barrier dapat dilakukan, mengingat dengan biaya yang terjangkau, sehingga perilaku seks yang aman, meskipun ada dampak negative yang mungkin timbul, namun 7
mengingat perilaku seseorang dipengaruhi oleh keinginan diri sendiri dan lingkungan, sehingga pengetahuan yang positif diperlukan untuk dapat merangsang pemikiran remaja untuk menghindari seks bebas. 3. Kuratif Pencarian kasus kehamilan remaja diluar nikah dari tokoh masyarakat, untuk dapat mendeteksi secara dini kehamilan pada remaja, sehingga dapat diberikan asuhan secara khusus seperti yang telah dijelaskan diteori. Dengan asuhan ANC yang telah didapat diharapkan dapat mengurangi stress antepartum, serta Bidan dapat menjadi partnership dalam memberikan asuhan, sehingga kehamilan berjalan dengan baik. 4. Rehabilitatif Memberdayakan wanita yang mengalami kehamilan saat remaja dengan menjadikan kader, sehingga dapat dijadikan perbandingan bagi remaja lain saat memberikan penyuluhan kepada remaja-remaja terkait kesehatan reproduksi dan dampak kehamilan remaja, sehingga dirinya dianggap dan berguna bagi orang lain. Terus memberikan konseling dan nasihat untuk dapat mencapai peran sebagai Ibu, sehingga dapat merawat bayi hingga tumbuh sehat. Dengan ini stress postpartum juga dapat dihindari. Anemia pada 1. Promotif kehamilan Menganjurkan konseling pra-konsepsi kepada wanita yang merencanakan kehamilannya, sehingga dapat ditapis segala kemungkinan yang beresiko mengalami anemia. 2. Preventif Mengadakan kelas ibu hamil tiap semester untuk memberikan penyuluhan mengenai asupan nutrisi saat kehamilan, perawatan selama kehamilan, serta beberapa olahraga ringan untuk ibu hamil. Memberikan tablet sulfas ferosus pada TM II sebanyak 90 tablet dengan menganjurkan cara mengkonsumsi yang baik agar tablet SF dapat diabsorbsi secara maksimal. 3. Kuratif Melakukan kolaborasi dan rujukan kepada tenaga kesehatan yang berkompetensi, dengan terus mendampingi ibu. Sehingga dapat dicapai asuhan kehamilan yang dinginkan. Aborsi yang tidak Promotif dan Preventif aman Memberi pendidikan tentang seks yang sehat, termasuk menghindari kehamilan, menyediakan metode KB khusus untuk remaja, memberi penjelasan tentang KB darurat, dan menyediakan sarana terminasi kehamilan yang legal untuk 8
kondisi tertentu. Tidak melakukan 1. Sosialisasi penggunaan jampersal bagi masyarakat, dan kunjungan ANC memenuhi syarat penggunaan dengan melakukan kunjungan ANC minimal 4 kali. 2. Melakukan kunjungan rumah (Home Visit) untuk mendeteksi ibu hamil serta mengkaji buku KIA. 3. Memberi motivasi kepada keluarga untuk selalu mendukung ibu dalam melakukan kunjungan ANC 4. Membuat pemerataan tarif kunjungan sesuai dengan kelas ibu hamil, sehingga harga dapat terjangkau oleh masyarakat. Meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan 1. Aksesibilitas Pelayanan Pelayanan harus dapat digunakan oleh individu-individu pada tempat dan waktu yang ia butuhkan. Pengguna pelayanan harus mempunyai akses terhadap berbagai jenis pelayanan, peralatan, obat-obatan dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan pasien. 2. Kualitas Suatu pelayanan yang berkualitas tinggi, mengimplementasikan pengetahuan dan tehnik paling mutakhir dengan tujuan untuk memperoleh efek yang paling baik. Kualitas pelayanan berhubungan dengan kompetensi profesional dan provider. 3. Kesinambungan Pelayanan kesehatan yang baik, disamping mempunyai akses dan kualitas yang baik juga harus memiliki kesinambungan pelayanan, berarti proses pelayanan harus memperlakukan pasien sebagai manusia secara utuh melalui kontak yang terus menerus antara individu dengan provider. 4. Efisiensi Elemen pokok lain dari pelayanan kesehatan yang bermutu adalah efesiensi yang menyangkut aspek ekonomi dan pembiayaan pelayanan kesehatan baik bagi pasien, provider maupun bagi organisasi/institusi penyelenggaraan pelayanan. 2.2.1.2 Pemecahan masalah pada kasus INC Menurut sinyalemen Dinkes AKI cenderung tinggi akibat pertolongan persalinan tanpa fasilitas memadai, antara lain tidak adanya tenaga bidan apalagi dokter obgin. Karena persalinan masih ditangani oleh dukun beranak atau peraji, kasus kematian ibu saat melahirkan masih tetap tinggi. Pertolongan gawat darurat bila terjadi kasus perdarahan atau infeksi yang diderita ibu yang melahirkan, tidak dapat dilakukan. 9
Penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang lebih memilih untuk menggunakan dukun beranak. Sementara itu, definisi merekatentang mutu pelayanan berbeda dengan definisi standar medis. Kelemahan utama dari mutu pelayanan adalah tidak terpenuhinya standar minimal medis oleh para dukun beranak, seperti dengan praktek yang tidak steril (memotong tali pusat dengan sebilah bambu dan meniup lubang hidung bayi yang baru lahir dengan mulut). Riwayat kasus kematian ibu dan janin dalam penelitian ini menggambarkan apa yang terjadi jika dukun beranak gagal mengetahui tanda bahaya dalam masa kehamilan dan persalinan serta rujukan yang terlambat dan kecacatan janin pun bisa terjadi dari kekurangtahuan dukun beranak akan tanda-tanda bahaya kehamilan yang tidak dikenal. Berdasarkan dukun di Indonesia masih mempunyai peranan dalam menolong suatu persalinan dan tidak bisa dipungkiri, masih banyak persalinan yang ditolong oleh dukun beranak, walaupun dalam menolong persalinan dukun tidak berdasarkan kepada pengalaman dan berbagai kasus persalinan oleh dukun seringkali terjadi dan menimpa seorang ibu dan atau bayinya. Tetapi keberadaan dukun di Indonesia tidak boleh dihilangkan tetapi kita bisa melakukan kerjasama dengan dukun untuk mengatasi hal-hal atau berbagai kasus persalinan oleh dukun. Mereka merasa pelatihan dan peralatan persalinan yang diberikan saat pelatihan sangat bermanfaat. Para dukun juga dilatih tentang pencatatan dan pelaporan. Setiap dukun dilatih membaca sampai mengerti bagaimana cara pengisian kolom tersebut. Pelatihan untuk perawatan ibu hamil, pertolongan pada diare, makanan bergizibagi bayi, balita dan ibu hamil juga dilakukan. Membina hubungan baik dengan dukun juga dilakukan agar kita bisa lebih gampang menjalin kerjasama dengan dukun. a. Peran bidan dengan dukun dalam pelaksanaan kemitraan 1) Periode Kehamilan BIDAN DUKUN 1. Melakukan pemeriksaan ibu hamil dalam 1. Memotivasi ibu hamil untuk periksa ke hal : Bidan a. Keadaan umum 2. Mengantar ibu hamil yang tidak mau b. Menentukan taksiran partus periksa ke Bidan c. Menentukan Keadaan janin dalam 3. Membantu Bidan pada saat pemeriksaan kandungan ibu hamil d. Pemeriksaan laboratorium yang 4. Melakukan penyuluhan pada ibu hamil e. diperlukan. dankeluarga tentang 2. Melakukan tindakan pada ibu hamil a. Tanda-tanda Persalinan dalamhal : b. Tanda bahaya kehamilan Kebersihan a. Pemberian Imunisasi TT pribadi & lingkungan. b. Pemberian tablet Fe 10
c. Pemberianpengobatan/tindakan apabila ada komplikasi. 3. Melakukan Penyuluhan dan konseling pada ibu hamil dan keluarga mengenai : a. Tanda-tanda Persalinan b. Tanda bahaya kehamilan c. Kebersihan pribadi & lingkungan d. Gizi e. Perencanaan Persalinan (Bersalin di Bidan, menyiapkan transportasi,menggalang dalam menyiapkan biaya, menyiapkan calon donor darah) f. KB setelah melahirkan menggunakan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) 4. Melakukan kunjungan Rumah untuk : a. Penyuluhan/Konseling pada keluarga tentang persencanaan persalinan b. Melihat Kondisi Rumah persiapan persalinan c. Motivasi persalinan di Bidan pada waktu menjelang taksiran partus 5. Melakukan rujukan apabila diperlukan 6. Melakukan pencatatan seperti : a. Kartu ibu b. Kohort ibu c. Buku KIA 7. Melakukan Laporan : a. Melakukan laporan cakupan ANC
5.
6.
7. 8.
c. Kesehatan & Gizi d. Perencanaan Persalinan (Bersalin di Bidan, menyiapkan transportasi, menggalang dalam menyiapkan biaya, menyiapkan calon donor darah) Memotivasi ibu hamil dan keluarga tentang : a.KB setelah melahirkan b. Persalinan di Bidan pada waktu menjelang taksiran partus. Melakukan ritual keagamaan/tradisional yang sehat sesuai tradisi setempat bila keluarga meminta. Melakukan motivasi pada waktu rujukan diperlukan. Melaporkan ke Bidan apabila ada ibu hamil baru.
2) Periode Persalinan BIDAN 1. Mempersiapkan sarana prasara persalinan aman dan alat resusitasi bayi baru lahir, termasuk pencegahan infeksi. 2. Memantau kemajuan persalinansesuai dengan partogram 3. Melakukan asuhan persalinan. 4. Melaksanakan inisiasi menyusudini dan pemberian ASI segerakurang dari 1 jam. 5. Injeksi Vit K1 dan salep mataantibiotik pada bayi baru lahir. 6. Melakukan perawatan bayi baru lahir 7. Melakukan tindakan PPGDONapabila mengalami komplikasi. 8. Melakukan rujukan bila diperlukan 11
DUKUN 1. Mengantar calon ibu bersalin ke Bidan 2. Mengingatkan keluargamenyiapkan alat transport untukpergi ke Bidan/memanggil Bidan. 3. Mempersiapkan sarana prasaran persalinan aman seperti : a. Air bersih b. Kain bersih 4. Mendampingi ibu pada saatpersalinan 5. Membantu Bidan pada saat prosespersalinan. 6. Melakukan ritualkeagamaan/tradisional yang sehatsesuai tradisi setempat
9. Melakukan pencatatan persalinanpada : a. Kartu ibu/partograf b. Kohort Ibu dan Bayi c. Register persalinan 10. Melakukan pelaporan: - Cakupan persalinan
7. Membantu Bidan dalam perawatanbayi baru lahir 8. Membantu ibu dalam inisiasimenyusu dini kurang dari 1 jam. 9. Memotivasi rujukan bila diperlukan 10. Membantu Bidan membersihkanibu, tempat dan alat setelah persalinan.
3) Periode nifas BIDAN NIFAS 1. Melakukan Kunjungan Neonatal dan 1. Melakukan kunjungan rumah dan sekaligus pelayanan nifas (KN1, memberikan penyuluhan tentang : a. Tanda-tanda bahaya dan penyakit ibu KN2dan KN3) : a. Perawatan ibu nifas nifas b. Perawatan Neonatal b. Tanda-tanda bayi sakit c. Pemberian Imunisasi HB 1 c. Kebersihan pribadi & lingkungan d. Pemberian Vit. A ibu Nifas 2 kali d. Kesehatan & Gizi e. Perawatan payudara e. ASI Ekslusif 2. Melakukan Penyuluhan dan konseling f. Perawatan tali pusat g. Perawatan payudara pada ibu dan keluarga mengenai : a. Tanda-tanda bahaya dan penyakitibu 2. Memotivasi ibu dan keluarga untuk berKB setelah melahirkan. nifas. 3. Melakukan ritualkeagamaan/tradisional b. Tanda-tanda bayi sakit c. Kebersihan pribadi & lingkungan yangsehat sesuai tradisi setempat. d. Kesehatan & Gizi 4. Memotivasi rujukan biladiperlukan. e. ASI Ekslusif 5. Melaporkan ke Bidan apabilaada calon f. Perawatan tali pusat akseptor KB baru. g. KB setelah melahirkan 3. Melakukan rujukan apabila diperlukan 4. Melakukan pencatatan pada : a. Kohort Bayi b. Buku KIA 5. Melakukan Laporan : a. Cakupan KN b. Program Jaminan Persalinan (Jampersal) Program Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Jampersal diperuntukkan bagi seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan.Sasaran yang dijamin Jampersal antara lain: 1) 2) 3) 4)
Ibu hamil Ibu bersalin Ibu nifas (sampai 42 hari setelah melahirkan) Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)
Adapun jaminan pembiayaannya meliputi : 12
1) 2) 3) 4) 5)
Pemeriksaan kesehatan Pertolongan persalinan Pelayanan nifas Pelayanan KB pasca persalinaN Pelayanan bayi baru lahir
Peserta program Jampersal adalah seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan (tidak tertanggung di dalam kepesertaan ASKES, Jamkesmas, Jamkesda, Jamsostek dan asuransi lainnya).Pelayan yang didapat oleh peserta Jampersal meliputi: 1) Pemeriksaan kehamilan (ANC) sekurang-kurangnya 4 kali (1kali di trimester I, 1 kali di trimester II, dan 2 kali di trimester III) 2) Persalinan normal 3) Pelayanan nifas normal 4) Pelayanan bayi baru lahir normal 5) Pemeriksaan kehamilan resiko tinggi 6) Pelayanan pasca keguguran 7) Persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar 8) Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi dasar 9) Pemeriksaan rujukan kehamilan pada kehamilan resiko tinggi 10) Penanganan rujukan pasca keguguran 11) Penanganan kehamilan ektopik terganggu (KET) 12) Persalinan dengan tindakan emergensi komprehensif 13) Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi komprehensif 14) Pelayanan KB pasca persalinan 15) Pelayanan Jampersal tidak mengenal batas wilayah, artinga peserta berhak
mendapatkan
pelayanan
dimanapun
berada
dengan
menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) / Identitas diri lainnya. 2.2.1.3 Pemecahan masalah pada kasus PNC Masalah umum yang sering terjadi pada asuhan post natal meliputi : kehamilan remaja, anemia pada kehamilan, aborsi yang tidak aman serta tidak melakukan kunjungan antenatal. Hal ini paling sering terjadi dimasyarakat, untuk itu beberapa pemecahan masalah yang ditawarkan seperti : Masalah ibu post partum berdasarkan
Solusi Permasalahan
13
kasus Ibu mengalami PENANGANAN SEPSIS PUERPURALIS infeksi 1. Peka terhadap tanda awal / gejala infeksi nifas 2. Periksa ibu dari kepala sampai kaki untuk mencari sumber infeksi. 3. Bidan mencuci tangan dengan seksama sebelum dan sesudah memeriksa ibu 4. Melakukan penatalaksaan pada ibu yang mengalami sepsis 5. Alat – alat yang dipakai ibu jangan dipakai untuk keperluan lain, terutama untuk ibu nifas lain. 6. Beri nasehat kepada ibu pentingnya kebersihan diri, penggunaan pembalut sendiri dan membuangnya pada tempatnya 7. Menekankan pada anggota keluarga tentang pentingnya istirahat, gizi baik dan banyak minum bagi ibu. 8. Motivasi ibu untuk tetap memberikan ASI 9. Lakukan semua Pencatatan dengan seksama. 10. Amati ibu dengan seksama dan jika kondisinya tidak membaik dalam 24 jam, segera rujuk ke RS. 11. Jika syok terjadi ikuti langkah – langkah penatalasaan syok sesuai standar 21 (Penatalaksanaan syok). Yang penting diperhatikan oleh bidan: Semua ibu nifas berisiko terkena infeksi, dan ibu yang telah melahirkan bayi dalam keadaan mati, persalinan yang memanjang, pecahnya selaput ketuban yang lama mempunyai risiko yang lebih tinggi. Kebersihan dan cuci tangan sangatlah penting, baik untuk pencegahan maupun penanganan sepsis. Infeksi bisa menyebabkan perdarahan postpartum sekunder. Keadaan ibu akan semakin memburuk jika antibiotika tidak diberikan secara dini dan memadai. Lakukan tes sensitivitas sebelum memberikan suntikan antibiotika Ibu dengan sepsis puerpuralis perlu dukungan moril, karena keadaan umumnya dapat menyebabkannya menjadi sangat letih dan depresi.
14
Ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayi
Ibu belum menggunakan alat kontrasepsi
Memberi informasi tentang manfaat ASI Memberi informasi tentang kerugian ibu dan bayi jika tidak mendapatkan ASI eksklusif Memberi informasi tentang kerugian memberi susu formula Melatih ibu untuk menyusui bayi dan menstimulasi payudara Membimbing ibu agar menyusui anaknya Memotivasi keluarga agar mendukung ibu memberikan ASI eksklusif, karena dukungan suami (Breastfeeding father) dan keluarga sangat membantu keberhasilan menyusui. Jika kondisi ibu pulih, dianjurkan agar bergabung dengan grup post Memberikan konseling keluarga berencana kepada ibu Memotivasi ibu agar menggunakan alat kontrasepsi yang sesuai untuk ibu. Memfasilitasi ibu menggunakan alat kontrasepsi
2.2.1.4 Pemecahan masalah pada kasus BBL Masalah BBL BBLR
Infeksi tali pusat
Solusi Pemecahan Masalah 1. Persiapan kehamilan yang intensif, baik kajian terhadap nutrisi saat kehamilan serta pemantauan tumbuh kembang bayi 2. Melakukan perawatan BBLR di sarana kesehatan yang memadai, untuk mencegah terjadinya komplikasi dan mencegah peningkatan angka mortalitas dan morbiditas BBL 1. Melakukan teknik pemotongan tali pusat dengan tindakan steril 2. Melakukan perawatan tali pusat dirumah, dengan a. Selalu mencuci tangan sebelum melakukan perawatan tali pusat b. Biarkan tali pusat terbuka dan selalu dalam keadaan kering c. Saat mandi bersihkan tali pusat d. Setelah selesai keringkan dengan handuk lembut atau cukup diangin – anginkan e. Saat ini tidak dianjurkan lagi membungkus dengan kassa steril yang di basahi dengn alcohol 70 % f. Setelah tali pusar lepas, oleskan pangkalnya dengan betadine dengan menggunakan cotton bud g. Bila tali pusat basah, berbau atau dinding perut disekitarnya kemerahan harus segera dibawa ke petugas kesehatan, poskesdes, puskesmas atau 15
Ikterus
fasilitas kesehatan yang lain. Kebiasaan yang merugikan bayi : a. Membubuhi tali pusat dengan ramuan dapat menyebabkan infeksi b. Bayi boleh keluar rumah sebelum umur 40 hari untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dengan tetap menjaga kehangatan dan hindarkan dari orang sakit. c. Ibu tidak perlu khawatir dengan imunisasi, imunisasi mungkin menyebabkan demam tetapi tidak berbahaya dan bisa diatasi dengan pemberian obat penurun panas. d. Jangan mengobati sendiri jika bayi sakit. 1. Mengajarkan kepada ibu postpartum cara perawatan bayi dirumah, untuk menghindari terjadinya beberapa masalah yang sering terjadi pada BBL, seperti : infeksi tali pusat, ikterus, tetanus neonatorum, ruam popok, masalah hygiene, dll. 2. Melakukan kunjungan neonatus (KN), untuk melihat keadaan bayi. 3. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi asupan nutrisi yang cukup untuk kualitas dan kuantitas ASI, sehingga bayi mendapat ASI yang cukup. 4. Mengajari ibu perawatan bayi yang ikterus dirumah seperti : menjemur bayi, karena sinar matahari dan udara segar sangat penting untuk pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan. Bayi sejak berumur beberapa hari sebaiknya setiap pagi dibawa keluar untuk mendapatkan sinar matahari dan hawa sejuk. a. Jemurlah bayi pada pagi antara pukul 07 – 8 selama 15-30 menit dengan posisi terlentang dan tengkurap 2. Jemur saat sebelum mandi b. Bukalah baju bayi dan pakaikan popok yang minim c. Hindarkan mata dari sinar matahari lngung d. ganti posisi setiap 15 menit
16
2.3 Strategi Pelayanan Kebidanan di Komunitas 2.3.1 Pendekatan Edukatif dalam Peran Serta Masyarakat Pendekatan edukatif adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis, terencana, terarah, dengan partisipasi aktif individu, keluarga, masyarakat secara keseluruhan untuk memecahkan masalah yang dirasakan oleh masyarakat dengan memperhitungkan faktor ekonomi dan budaya setempat. Dasar pemikiran : 1. Pelayanan kesehatan harus dikembangkan dan bertolak dari pola hidup dibidang kesehatan 2. Pelayanan kesehatan merupakan bagian integral dari sistem kesehatan nasional dan pola pelayanan di masiing-masing tingkat administrasi harus serasi dan saling menunjang 3. Pelayanan kesehatan terintegrasi dengan kegiatan sektor lain dan merupakan pelayanan terpadu dan terkoordinir 4. Masyarakat setempat harus dilibatkan secara
aktif
dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program sesuai dengan masalah dan kebutuhan prioritas setempat. Oleh karena itu perlu interaksi yang dinamis, timbal balik dan berkesinambunganantara masyarakat dan prosedur 5. Pelayanan yang diberikan harus mampu memacu, menggali dan memanfaatkan potensi yang ada 6. Pelayanan yang diberikan hendaklah dilaksanakan oleh petugas yang bisa diterima oleh masyarakat dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang sudah disiapkan Partisipasi diarahkan untuk : 1. Meningkatkan pengetahuan dan awareness (kesadaran) tentang tanda bahaya (masyarakat, tokoh masyarakat dan organisasi masyarakat) 2. Meningkatkan kesiapan keluarga dan masyarakat dalam menghadapi persalinan dan bahaya yang mungkin terjadi (pendanaan dan transportasi) 3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan dan pemanfaatn pelayanan kesehatan ibu dan anak 4. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penjagaan mutu pelayanan
17
2.3.2
Pelayanan yang Berorientasi pada Kebutuhan Masyarakat Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (Kode Etik Bidan Indonesia) 1. Sikap bidan terhadap klien, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan 2.
kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klie, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
Langkah-langkah : 1.
Bersama tim kesehatan dan pemuka masayarakat mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan dan mengembangkan program pelayanan
2.
kesehatan di wilayah kerja Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama
3.
masyarakat Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta sesuai dengan rencana Dengan makin terlihatnya ketersediaan sumber daya termasuk
pembiayaan pelayanan kesehatan ibu dan anak, penentuan kegiatan prioritas yang langsung mempengaruhi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sangat penting. Untuk itu, program harus mampu merencanakan kegiatan yang cost effective berdasarkan sumber daya yang ada dan menggali sumber daya dari sector lain, swasta dan masyarakat.
18
2.3.3
Menggunakan / Memanfaatkan Fasilitas dan Potensi yang Ada di Masyarakat 1. Mengembangkan
strategi
untuk
meningkatkan
kesehatan
masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta Keluarga Berencana (KB) termasuk sumber-sumber yang ada pada program dan sektor terkait. 2.
Menggerakkan, mengembangkan kemampuan masyarakat dalam memelihara kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.
2.4 Aspek Perlindungan Hukum Bagi Bidan di Komunitas 2.4.1 Standar Pelayanan Kebidanan Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun
1996
Depkes
No.572/PER/Menkes/VI/96
telah yang
menerbitkan memberikan
Permenkes
wewenang
dan
perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir. Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negaranegara di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat. Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan
19
sehingga standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek sehari-hari. Standar ini dapat juga digunakan sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan kurikulum pendidikan serta dapat membantu dalam penentuan kebutuhan operasional untuk penerapannya, misalnya kebutuhan pengorganisasian, mekanisme, peralatan dan obat yang diperlukan serta ketrampilan bidan. Maka, ketika audit terhadap pelayanan kebidanan dilakukan, kekurangan yang berkaitan dengan hal-hal tersebut akan ditemukan sehingga perbaikannya dapat dilakukan secara lebih spesifik. Adapun ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut : A. Standar Pelayanan Umum (2 standar) Standar 1 : Persiapan untuk Kehidupan Keluarga Sehat Standar 2 : Pencatatan dan pelaporan B. Standar Pelayanan Antenatal (6 standar) Standar 3 : Identifikasi Ibu Hamil Standar 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal Standar 5 : Palpasi Abdominal Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan Standar 8 : Persiapan Persalinan C. Standar Pertolongan Persalinan (4 standar) Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I Standar 10 : Persalinan kala II yang Aman Standar 11 : Penatalaksanaan aktif persalinan kala III Standar 12 : Kala II dengan Gawat Janin melalui Episiotomi D. Standar Pelayanan Nifas (3 standar) Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir Standar 14 : Penanganan pada Dua Jam Pertama Persalinan Standar 15 : Pelayanan bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas E. Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri – Neonatal (9 standar) Standar 16 : Penanganan Perdarahan pada Kehamilan trimester III Standar 17 : Penanganan Kegawatan pada Eklamsia Standar 18 : Penanganan Kegawatan pada Partus Lama/Macet Standar 19 : Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstraktor Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta
20
Standar 21 : Penanganan Perdarahan Postpartum Primer Standar 22 : Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis Standar 24 : Penanganan Asfiksia Neonatorum 2.4.2
Kode Etik Bidan Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal dari suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam
melaksanakan
pengabdian
kepada
profesinya
baik
yang
berhubungan dengan klien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri. Secara umum tujuan menciptakan suatu kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, serta meningkatkan mutu profesi. Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 yang disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X, petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI XII pada tahun 1998. Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yang dapat dibedakan menjadi tujuh bagian, yaitu: 1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir) 2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir) 3. Kewajiban bidan terhadap rekan sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir) 4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir) 5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir) 6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir) 7. Penutup (1 butir). 2.4.3
Standar Asuhan Kebidanan Standar asuhan kebidanan sangat penting di dalam menentukan apakah seorang bidan telah melanggar kewajibannya dalam menjalankan tugas profesinya. Adapun standar asuhan kebidanan terdiri dari : Standar I : Metode Asuhan Merupakan asuhan kebidanan yang dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan tujuh langkah, yaitu : pengumpulan data, 21
analisa data, penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi. Standar II : Pengkajian Pengumpulan data mengenai status kesehatan klien yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis. Standar III : Diagnosa Kebidanan Diagnosa Kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas dan sistematis mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien sesuai dengan wewenang bidan berdasarkan analisa data yang telah dikumpulkan. Standar IV : Rencana Asuhan Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan. Standar V : Tindakan Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien dan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien. Standar VI : Partisipasi klien Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Standar VII : Pengawasan Monitoring atau pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien. Standar VIII : Evaluasi Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan secara terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan. Standar IX : Dokumentasi Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan. 2.4.4
Registrasi Praktik Bidan Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun intenasional oleh International Confederation of Midwives (ICM). Dalam menjalankan tugasnya, seorang bidan harus memiliki kualifiksi agar mendapatkan lisensi untuk praktek . Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam
22
memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Setelah bidan melaksanakan pelayanan dilapangan, untuk menjaga kualitas dan keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kewenangannya1. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk pengawasan dan pembinaan kepada bidan yang melaksanakan praktek perlu melaksanakan tugasnya dengan baik. Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar1. Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai registrasi dan praktik bidan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari Permenkes No.572/MENKES/PER/VI/1996). Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan. Bukti tertulis seorang bidan telah mendapatkan kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Indonesia disebut dengan Surat Izin Bidan (SIB), setelah bidan dinyatakan memenuhi kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental bidan mampu melaksanakan praktek profesinya. Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh SIB dengan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada
23
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi meliputi : 1. 2. 3. 4.
Fotokopi ijazah bidan. Fotokopi transkrip nilai akademik. Surat keterangan sehat dari dokter. Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar. Bidan yang menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan
perorangan harus memiliki SIPB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dengan melampirkan persyaratan yang meliputi : 1. Fotokopi SIB yang masih berlaku. 2. Fotokopi ijazah bidan. 3. Surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai pegawai negeri atau pegawai pada sarana kesehatan. 4. Surat keterangan sehat dari dokter. 5. Rekomendasi dari organisasi profesi. 6. Pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar. SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali. 2.4.5
Kewenangan Bidan Di Komunitas Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat, yang meliputi : 1. Pengetahuan dasar a. Konsep dasar dan sasaran kebidanan komunitas. b. Masalah kebidanan komunitas. c. Pendekatan asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan masyarakat. d. Strategi pelayanan kebidanan komunitas. e. Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga dan masyarakat. f. Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak. g. Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak. 2. Pengetahuan tambahan a. Kepemimpinan untuk semua (Kesuma) b. Pemasaran social c. Peran serta masyarakat d. Audit maternal perinatal e. Perilaku kesehatan masyarakat 24
f. Program – program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak (Safe Mother Hood dan Gerakan Sayang Ibu). g. Paradigma sehat tahun 2010. 3. Keterampilan dasar a. Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita dan KB di masyarakat. b. Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak. c. Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes. d. Melaksanakan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk mendukung upaya kesehatan ibu dan anak. e. Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan. f. Melakukan pencatatan dan pelaporan 4. Keterampilan tambahan a. Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA. b. Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi. c. Mengelola dan memberikan obat – obatan sesuai dengan kewenangannya. d. Menggunakan tehnologi tepat guna. 2.5
25
BAB III KESIMPULAN Kebidanan berasal dari perawatan yang diberikan kepada ibu melahirkan oleh ibu lain dari komunitas atau keluarganya sendiri. Walaupun profesionalisasi kebidanan dengan registrasi bidan sudah ada, sebagian besar berdasarkan pada komunitas. Faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak sangat luas dan rumit. Dampaknya muncul jauh sebelum kehamilan dan akan terus berlanjut setelah pemulangan wanita dari layanan maternitas. Asuhan antenatal adalah asuhan yang diberikan kepada ibu hamil sejak konfirmasi konsepsi hingga awal persalinan. Bidan akan menggunakan pendekatan yang berpusat pada ibu dalam memberikan asuhan kepada ibu dan keluarganya dengan berbagi informasi untuk memudahkannya membuat pilihan tentang asuhan yang akan diterima. Asuhan intranatal adalah asuhan pada proses dalam pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan dan kelahiran adalah akhir kehamilan dan titik dimulainya kehidupan di luar rahim. Masa nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal. Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 - 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya . Setiap hari, sekitar 800 perempuan meninggal akibat dicegah terkait dengan kehamilan dan persalinan. 99% dar iseluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang. Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), sepsis (11%), komplikasi aborsi (6%), gangguan pada saat melahirkan (5%), dan lain-lain (26%).Indonesia telah melakukan upaya yang jauh lebih baik dalam menurunkan angka kematian pada bayi dan balita yang merupakan MDG keempat. Tahun 1990-an menunjukkan perkembangan tetap dalam menurunkan angka kematian balita, bersama-sama dengan komponen-komponennya, angka kematian bayi dan angka kematian bayi baru lahir
26