BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempurung kelapa merupakan salah satu bahan yang baik dijadikan arang, karena memiliki sifat keras oleh kandungan silikat (SiO2) yang tinggi, kadar karbon terikat tinggi, dan kadar abu mineral rendah. Arang tempurung kelapa adalah produk utama dari proses porolisis tempurung kelapa dan hasil sampingnya yaitu komponen volatil, air dan abu (Palungkun, 1992; Woodroof, 1970). Komponen penyusun arang terdiri dari karbon terikat, abu, air, nitrogen dan sulfur. Sebagian besar pori-pori arang masih tertutup dengan hidrokarbon, tar, dan senyawa organik lain (Marsh dan Reinoso, 2005; Bansal dan Goyal, 2005). Arang hasil proses pirolisis tersebut sangat potensial diolah menjadi karbon aktif. Produk karbon aktif yang dihasilkan dari arang tempurung kelapa memiliki mikropori yang banyak, luas permukaan besar dan daya adsorpsi yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan nilai komersialnya tinggi, sehingga memiliki peranan penting dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Karbon aktif tersebut dapat dimanfaatkan antara lain untuk pemurnian cairan dan gas, pemisahan campuran, dan sebagai pengemban katalis logam karena mempunyai luas permukaan yang besar dengan
aktivitas katalitik intrinsiknya yang
rendah
(Kenneth, 2002; Fraga dkk., 2002; Manocha, 2003). Konsumsi karbon aktif dunia semakin meningkat setiap tahunnya, misalnya pada tahun 2007 mencapai 300.000 ton per tahun. Negara besar seperti Amerika Serikat kebutuhan perkapitanya mencapai 0,4 kg per tahun dan Jepang berkisar 0,2 kg per tahun. Sementara itu kebutuhan karbon aktif untuk Indonesia lebih dari 200 ton per bulan atau 2.400 ton per tahun, yang sebagian besar diantaranya masih diimpor untuk keperluan seperti industri farmasi dan industri lainnya (Bansal dan Goyan, 2005). Kebutuhan karbon aktif meningkat sejalan dengan perkembangan dunia industri. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik kebutuhan karbon aktif di dalam negeri mencapai 35.942 ton per tahun (Anonim, 2012).
Pada dasarnya proses pembuatan karbon aktif berlangsung dalam dua tahap, yaitu proses karbonisasi dan aktivasi. Produk utama yang dihasilkan pada proses karbonisasi adalah arang dengan hasil samping berupa tar dan asap cair. Arang yang dihasilkan tersebut mempunyai sifat lentur seperti karbon aktif, akan tetapi luas permukaannya masih rendah dan daya adsorpsi sangat kecil. Oleh karena itu proses aktivasi perlu dilanjutkan untuk membangun porositas dan memperbesar luas permukaan (Rodenas dkk., 2003; Cuhadaroglu dan Uygun, 2008). Metode aktivasi yang umum digunakan pada pembuatan karbon aktif adalah aktivasi fisika dan aktivasi kimia. Proses aktivasi fisika adalah aktivasi yang dilakukan untuk pengembangan pori dari karbon aktif dengan bantuan uap panas dan gas pengaktif inert pada kondisi temperatur yang tinggi antara 800-1100°C (Teng dkk.,1998; Hong dkk., 2000; Lee dan Lee, 2001; Rodenas dkk., 2003). Temperatur aktivasi merupakan salah satu variabel yang sangat mempengaruhi karakteristik karbon aktif. Pada kondisi operasi temperatur tinggi tanpa udara akan menghasilkan kualitas karbon aktif bermutu tinggi yang komponen-komponen volatil akan hilang, sehingga kadar karbon terikat juga menjadi tinggi. Namun demikian proses aktivasi fisika yang dilakukan pada kondisi temperatur tinggi harus membutuhkan energi listrik yang cukup besar dan juga gas pengaktif. Hal ini menyebabkan proses aktivasi karbon tersebut sulit dilakukan, biaya pembuatan karbon aktif menjadi tinggi dan tidak ekonomis khususnya untuk skala industri kecil, sehingga tidak semua orang dapat melakukannya. Yang dkk. (2003); Sanchez dkk. (2002) telah melakukan penelitian terhadap bahan yang mengandung karbon menggunakan metode aktivasi fisika dua tahap dengan gas pengaktif CO2 pada rentang temperatur 800-900 °C. Penelitian tersebut menemukan bahwa variabel temperatur merupakan parameter yang mempengaruhi kualitas karbon aktif yang dihasilkan. Proses aktivasi fisika sangat efektif jika dilakukan pada temperatur tinggi, tetapi hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada permukaan struktur karbon karena pembakaran
berlebihan yang dapat
menurunkan luas permukaan (Guo dan Lua, 2000). Oleh karena itu untuk mengatasi
masalah tersebut, maka aktivasi karbon dapat dilakukan pada temperatur yang relatif rendah melalui aktivasi kimia dengan menggunakan aktivator. Proses aktivasi kimia pada pembuatan karbon aktif dengan menggunakan aktivator dapat memberikan keuntungan, antara lain aktivasi karbon dapat berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan operasinya relatif rendah. Selain itu efek penggunaan aktivator kimia mampu meningkatkan jumlah pori-pori dalam karbon aktif hasil aktivasi (Lillo-Rodenas dkk., 2004; Suzuki, 2007). Di samping itu juga pada kondisi tersebut dapat menghambat pembentukan tar, dan mengurangi bahkan menghilangkan produk volatil lainnya. Selain itu, pengunaan aktivator dapat berfungsi sebagai jembatan pembentukan polimer, mempersingkat waktu perlakuan dan aktivator
yang digunakan dapat dihilangkan pada akhir
proses aktivasi. Namun di sisi lain pembuatan karbon aktif dengan aktivasi kimia saja, ternyata memiliki beberapa kelemahan, antara lain terjadi proses korosi karena adanya tahap pencucian dan karbon aktif
tidak dapat mengatur pembentukan pori
yang dihasilkan (Lozano-Castello, 2001; Balci dkk., 1994;
Sricharoenchaikul, 2008; Timur dkk., 2006; Su-Ling Liu dkk., 2014). Pembuatan karbon aktif jika dilakukan dengan aktivasi fisika, maka akan berlangsung pada temperatur tinggi tetapi dapat mengatur pengembangan pori. Sementara itu, jika hanya dilakukan dengan aktivasi kimia, maka dapat berlangsung pada temperatur relatif rendah tetapi tidak dapat mengatur pembentukan pori. Oleh karena itu salah satu solusi mengatasi hal tersebut yaitu dengan melakukan proses pembuatan aktif melalui metode kombinasi aktivasi kimia dan fisika. Penggunaan aktivator kimia dalam aktivasi kimia, maka akan tercapai temperatur aktivasi yang relatif rendah dan kemudian dikombinasikan dengan aktivasi fisika akan dapat mengatur pembentukan pori. Penelitian tentang karbon aktif telah banyak dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang mengandung karbon, jenis aktivator, dan gas pengaktif berbeda. Beberapa peneliti (Sricharoenchaikul dkk., 2008; Kennedy dkk., 2004; Tawalbeh dkk., 2005), telah menggunakan antara lain KOH, NaOH, ZnCl2, KCl, H3PO4, dan
HCl sebagai aktivator dalam pembuatan karbon aktif dengan aktivasi kimia. Ternyata penggunaan aktivator-aktivator tersebut
memberikan efek yang berbeda-beda
terhadap luas permukaan maupun volume pori karbon aktif yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena kondisi, prosedur dan karakteristik sifat kimia-fisika yang dilakukan berbeda. Pengaruh konsentrasi dan rasio impregnasi H3PO4 dan KOH pada batubara bitumen (Jibril dkk., 2007) dan ZnCl2 pada kraft lignin, batubara bitumen, dan date’ stone (Serrano dkk., 1997; Teng dan Yeh, 1998; Alhamed, 2006), merupakan metode yang relatif sederhana dan cukup efektif. Hasil pengamatan menunjukkan variasi konsentrasi aktivator-aktivator dapat meningkatkan luas permukaan dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi karbon aktif. Proses aktivasi tersebut menyebabkan dehidrasi dan dehidrogenasi, sehingga terjadi pembentukan ikatan silang dan polimerisasi molekul dengan sifat fisik yang kaku. Dari beberapa penelitian yang telah dilaporkan di atas, kajian aspek metode kombinasi aktivasi kimia dan fisika dengan menggabungkan beberapa variabel antara lain konsentrasi, lama perendaman aktivator, temperatur, dan lama aktivasi masih sangat terbatas. Penelitian tentang karbon aktif yang terbuat dari arang tempurung kelapa melalui aktivasi kimia atau aktivasi fisika sudah dilaporkan. Namun demikian, untuk preparasi karbon aktif dari arang tempurung kelapa dengan melakukan kombinasi aktivasi kimia dan fisika dengan aktivator KOH, H3PO4, dan ZnCl2 pada variasi konsentrasi, lama perendaman, temperatur aktivasi, dan pengujiannya untuk adsorpsi BM belum dilakukan dan dilaporkan. Sementara itu juga kajian terhadap kinetika adsorpsi belum dibahas secara mendalam. Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini dilakukan preparasi dan karakterisasi karbon aktif dari arang tempurung kelapa serta aplikasinya sebagai adsorben biru metilena. Kajian terhadap kondisi optimum preparasi karbon aktif dipelajari melalui aktivasi kimia dengan menggunakan aktivator KOH, H3PO4, dan ZnCl2 dengan variasi konsentrasi, lama perendaman, serta aktivasi fisika meliputi variasi temperatur dan lama aktivasi.
Pemilihan H3PO4 dan ZnCl2 sebagai aktivator, karena keduanya bersifat asam yang dapat bereaksi dengan oksigen melalui gugus fungsi yang terikat pada material karbon aktif (Teng, 2000). Selain itu kedua aktivator tersebut merupakan oksidator yang mampu mengoksidasi dan mengikis permukaan karbon aktif, sehingga dapat membuka pori yang mula-mula tertutup serta memperbesar pori yang ada pada karbon aktif (Allwar dkk., 2008). Sementara itu, KOH yang bersifat basa kuat mempunyai keuntungan sebagai aktivator. Kalium hidroksida dapat bereaksi dengan matriks karbon suatu bahan baku menyebabkan pembentukan situs aktif -OK dan terjadi ikatan silang di dalam lamelar, sehingga membentuk pori yang baru. Selain itu pada permukaan karbon dihasilkan CO2 yang berdifusi ke permukaan karbon, sehingga dapat mnghilangkan pengotor berupa hidrokarbon dan memperbesar pori karbon aktif (Marsh dan Reinoso, 2005; Rodenas dkk., 2003). Aktivator-aktivator yang digunakan dalam aktivasi kimia berperan untuk mengeluarkan hidrokarbon, pengotor dan membuka struktur pori yang terbentuk dari hasil proses karbonisasi. Hal ini mampu meningkatkan struktur kisi kristal karbon, sehingga semakin banyak struktur karbon aktif yang terbentuk dan semakin meningkatkan luas permukaan (Manocha, 2003; Abechi dkk., 2013). Dengan melibatkan aktivasi kimia menggunakan aktivator sebagai zat pengaktif, maka dapat mempermudah proses aktivasi fisika untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang mudah menguap yang masih tertinggal melalui pemanasan. Proses aktivasi fisika tersebut bertujuan untuk memperbesar volume pori, memperbesar diameter pori yang terbentuk selama karbonisasi dan dapat menghasilkan pori yang baru (Balci, 1992; Bansal dan Goyal, 2005; Ngernyen dkk., 2006). Selain itu kehadiran gas CO2 dapat membantu pengembangan struktur rongga yang ada pada arang dengan menghilangkan hidrokarbon atau zat-zat sukar menguap yang menutupi pori-pori karbon aktif, sehingga memperbesar permukaan karbon aktif sekaligus menata strukturnya (Sudaryanto, 2006).
Proses pembuatan karbon aktif dengan metode kombinasi aktivasi, maka dapat menurunkan temperatur aktivasi yang diharapkan pembuatan karbon aktif akan lebih mudah dengan biaya murah tapi nilai komersialnya tinggi. Hal tersebut dapat memberikan sumbangan ilmu dan teknologi pembuatan karbon aktif bermanfaat bagi dunia industri di masa depan yang dapat mengembangkan secara optimal distribusi ukuran pori sesuai dengan kebutuhan industri. Karbon aktif yang dihasilkan tersebut memenuhi persyaratan industri, sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Kontrol kondisi
dalam proses adsorpsi suatu adsorben dapat diprediksi
dengan parameter konsentrasi adsorbat terhadap perubahan waktu. Salah satu sifat karakteristik dari permukaan suatu zat adalah dapat diaplikasikan untuk adsorpsi. Karbon aktif dari tempurung kelapa memenuhi persyaratan sebagai adsorben yang baik karena mempunyai luas permukaan dan volume mikropori banyak serta ukuran pori yang besar untuk perpindahan molekul di dalam adsorben tersebut. Oleh karena itu karbon aktif dari arang tempurung kelapa akan diuji kemampuannya mengadsorpsi partikel dengan berat molekul lebih rendah seperti iodium (Cheremisinoff, 1978). Selain itu dapat mengevaluasi kapasitas karbon aktif sebagai adsorben yang dapat diaplikasikan untuk pemurnian suatu campuran, di mana mengunakan salah satu adsorbat yaitu senyawa biru metilena sebagai model senyawa penyerap zat warna (Ghosh dan Bhattacharyya, 2002). Pengujian karbon aktif yang dihasilkan dilakukan analisis yaitu
Fourier
Transform Infra Red (FTIR) untuk mengetahui gugus fungsi yang menyusun struktur karbon aktif, X-Ray Diffraction (XRD) untuk identifikasi kekristalan material karbon, Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui morfologi perubahan struktur permukaan, Transmission Electron Microscopy (TEM) untuk mengetahui struktur mikro terutama keseragaman pori yang terbentuk. Metode adsorpsi gas Brunauer-Emmet-Teller (BET) untuk menentukan luas permukaan spesifik, volume total pori dan rerata jari-jari pori, Thermogravimetry/Differential Thermal Analysis (TG/DTA). Uji aktivitas karbon aktif untuk mengadsorpsi biru metilena dengan cara
menentukan kondisi optimum adsorpsi meliputi pH, waktu kontak, konsentrasi biru metilena. Efektivitas adsorpsi dapat ditentukan isoterm adsorpsi, kinetika adsorpsi, kapasitas adsorpsi. Analisis larutan biru metilena dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang optimum.
1.3 Kebaruan Penelitian Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, pembuatan karbon aktif dari material yang mengandung karbon dengan aktivasi fisika dilakukan pada temperatur tinggi dengan gas pengaktif, sedangkan aktivasi kimia menggunakan aktivator sebagai zat pengaktif. Ngernyen, dkk. (2006) meneliti pengaruh temperatur dan waktu aktivasi terhadap luas permukaan dan volume pori karbon aktif dari jenis kayu Eucalyptus dan wattle melalui aktivasi fisika dengan gas CO2. Fan
dkk. (2003) melaporkan bahwa pembuatan karbon aktif dari sekam
gandum dan tongkol jagung melalui aktivasi fisika dengan steam. Girgis dkk. (2002) mempelajari pengaruh konsentrasi aktivator dan temperatur aktivasi terhadap luas permukaan BET karbon aktif dibuat dari date pits menggunakan aktivator H3PO4. Begitu pula Foo dan Lee (2010) meneliti karbon aktif yang dibuat dari polong kacang petai dengan menggunakan aktivator yang sama. Jibril dkk. (2007) mempelajari pengaruh H3PO4 dan KOH pada tahap pirolisis
karbon aktif dari
batubara bitumen terhadap luas permukaan. Guo dan Lua (2000) telah mengkarakterisasi karbon aktif dari biji kelapa sawit dengan menggunakan variasi konsentrasi aktivator ZnCl2, H3PO4 dan KOH menggunakan CO2 dengan variasi temperatur 700-900 °C. Sricharoenhaikul dkk. (2008), telah melakukan pembuatan karbon aktif dari limbah buah jarak (Jatropha curcas L.) menggunakan aktivator KOH dan H3PO4 dan aktivasi fisika menggunakan gas CO2.
Zang dkk. (2009) melaporkan bahwa telah dilakukan pembuatan karbon aktif dari batubara tar-pitch melalui
metode kombinasi aktivasi kimia dan fisika
menggunakan aktivator KOH dengan gas pengaktif CO2. Dari penelitian-penelitian tersebut, diketahui bahwa karbon aktif dapat dibuat dari berbagai bahan baku mengandung karbon. Sepanjang penelusuran pustaka yang dilakukan, ternyata belum ada publikasi hasil penelitian yang mempelajari secara detail penelitian tentang karbon aktif untuk preparasi karbon aktif dari arang tempurung kelapa dengan melakukan kombinasi aktivasi kimia dan fisika dengan aktivator KOH, H3PO4, dan ZnCl2 pada variasi konsentrasi, lama perendaman, temperatur aktivasi, dan pengujiannya untuk adsorpsi biru metilena belum dilakukan dan dilaporkan. Sementara itu, kajian terhadap kinetika adsorpsi belum dibahas secara mendalam.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian 1.
Mengkombinasikan metode aktivasi kimia dan fisika untuk menurunkan temperatur proses aktivasi fisika menggunakan aktivator kimia KOH, H3PO4 dan ZnCl2 pada pembuatan karbon aktif
2.
Mengetahui karakter karbon aktif sebagai adsorben hasil aktivasi kimia dan fisika meliputi sifat kimia-fisika yaitu analisis makro dan mikro yang terdiri dari analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR), X-ray diffraction (XRD), luas permukaan spesifik BET, Scanning Electron Microscope (SEM), Transmission Electron
Microscopy
(TEM),
dan
Diffrential
Thermal
Analysis-
Thermogravimetry Analysis (DTA-TG). 3.
Mengetahui aktivitas adsorpsi karbon aktif terhadap
biru metilena meliputi
kapasitas, energi, dan kinetika adsorpsi karbon aktif.
1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Pembuatan
karbon
aktif
dengan
temperatur
relatif
rendah,
sehingga
mempermudah masyarakat melakukannya dalam skala yang besar, biaya murah
tapi nilai komersialnya tinggi karena karbon aktif yang dihasilkan berkualitas baik. 2.
Dapat dimanfaatkan sebagai adsorben untuk aplikasi pemurnian cairan dan gas, pemisahan campuran, dan juga sebagai pengemban katalis logam.
3.
Dapat dimanfaatkan untuk penyaringan dan penghilangan bau, warna, rasa yang tidak enak
pada makanan dan
pencemar logam berat.
zat cair serta pembersih air buangan dan