BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Globalisasi merupakan salah satu fase yang memiliki pengaruh sangat luas bagi kehidupan di seluruh dunia. Globalisasi membuka kesempatan yang lebih besar di segala bidang, termasuk di dalamnya bidang ekonomi dunia. Migrasi internasional menjadi salah satu hasil dari proses globalisasi ekonomi dunia. Terbukanya akses yang lebih lebar ini menjadikan keleluasan yang lebih untuk melaksanakan perjanjian kerja sama antar negara. Perjanjian kerjasama yang menjadi semakin fleksibel inilah yang mendorong semakin maraknya migrasi antar Negara. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) juga turut mempengaruhi proses migrasi, termasuk di dalam migrasi internasional. Perkembangan IPTEK membawa suatu peningkatan baik dari standar hidup maupun gaya hidup yang cenderung bersifat konsumtif. Perubahan standar dan gaya hidup masyarakat secara global tidak diimbangi oleh pendapatan individu. Kebutuhan akan gaya hidup konsumtif tersebut kemudian menjadi rangsangan langsung maupun tidak langsung untuk melakukan rangsangan pendapatan yang lebih tinggi. Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal menuju daerah tujuan yang berkaitan langsung dengan pertimbangan keuntungan dan kerugian sebagai landasan pengambilan keputusan bermigrasi. Martin (2003) menyatakan proses perpindahan disebabkan karena adanya perbedaan dari kedua daerah tersebut. Perbedaan kondisi ekonomi merupakan faktor dominan yang mendorong terjadinya
migrasi.
Terdapat
tiga
kelompok
faktor
yang
mendorong
dilaksanakannya migrasi, yaitu demand pull, supply push, dan network. Demand pull menyatakan suatu kondisi dimana terdapat permintaan karena kekurangan tenaga kerja sehingga menyebabkan terjadinya migrasi. Supply push adalah kondisi terdapat ketidakmampuan lapangan kerja menyerap semua tenaga kerja
1
yang ada di suatu daerah sehingga mengharuskan penduduk berpindah ke tempat lain guna memenuhi kebutuhan. Network factor mengandung unsur informasi yang mampu membantu migran untuk mengambil keputusan bermigrasi. Migrasi internasional terjadi melibatkan negara-negara di seluruh dunia. Wilayah Asia pun turut terlibat dari adanya proses migrasi internasional. Fenomena migrasi antar negara telah lama terjadi pada zaman sebelum perang dunia kedua. Migrasi antar negara pada masa
tersebut dipengaruhi oleh
kedatangan dari bangsa Eropa yang mendiami beberapa wilayah di Asia. Pergerakan tenaga kerja di wilayah Asia Timur dan Tenggara, khususnya, dimulai pada akhir abad ke-19 yang dipengaruhi oleh kebutuhan pemerintah kolonial akan tenaga kerja. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Inggris dalam memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja mengambil pekerja asing dari Cina Selatan, India Selatan, dan Pulau Jawa sebagai tenaga kerja perkebunan di Malaya (Kassim dalam United Nations, 2003). Tidak hanya terjadi pergerakan tenaga kerja antar negara di Asia. Tenaga kerja Asia juga melakukan pergerakan ke Amerika. Tenaga kerja yang kebanyakan melakukan pergerakan ini adalah tenaga kerja Asia Timur yaitu Cina dan Jepang. Hugo (1998) menyatakan bahwa migrasi tenaga kerja internasional di Asia merupakan kompleksitas proses yang berasal dari keterkaitan perubahan ekonomi, sosial, dan politik yang ada, terlebih karena adanya kecenderungan pengaruh dari proses globalisasi. Sekitar tahun 1970, migrasi internasional yang terjadi di wilayah Asia Tenggara mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan adanya kebutuhan negaranegara penghasil minyak di Asia Barat akan tenaga kerja migran pada tahun 1973 bersamaan dengan kenaikan harga minyak dunia. Filipina merupakan negara yang paling banyak melakukan migrasi antar negara keluar dari Asia Tenggara pada tahun tersebut. Lebih dari dua per tiga pekerja yang berasal dari Filipina mendapatkan kerja di Asia Barat, atau sekitar 29.000 orang dari 42.000 orang pekerja (United Nations, 2003). Migrasi internasional yang banyak terjadi di wilayah Asia Tenggara adalah migrasi yang melibatkan pergerakan tenaga kerja tidak tetap. Kondisi ini kemudian berubah seiring dengan meningkatnya kebutuhan negara-negara
2
penghasil minyak di Asia Barat, seperti yang dijelaskan sebelumnya, akan tenaga kerja pada tahun 1973. Kenaikan jumlah migran internasional (migran keluar) terjadi di sejumlah negara yang memiliki kelebihan tenaga kerja. Negara di Asia merupakan tujuan terbanyak negara-negara di Asia Tenggara tersebut. Terdapat dua tipe migrasi tenaga kerja internasional di Asia Tenggara. Tipe pertama adalah tipe yang dominan terjadi. Tipe ini terdiri dari pekerja yang unskilled maupun semi-skilled. Pekerja ini dipekerjakan dengan upah dan status rendah yang biasa disebut pekerjaan 3D (Dirty, Dangerous, and Difficult). Pekerja yang termasuk di dalam tipe ini biasanya berasal dari Indonesia, Thailand, Filipina, Myanmar, dan Vietnam. Tipe kedua yaitu pekerja yang memiliki keahlian dan keterampilan tinggi. Pekerja yang masuk dalam tipe ini berasal dari Singapura, Malaysia, dan Filipina, termasuk juga sedikit dari Indonesia (Hugo, 2004). Tenaga kerja internasional yang dimiliki oleh Asia Tenggara secara umum cenderung berlatar belakang pendidikan relatif rendah dan keterampilan yang kurang memadai (Gardner dalam Haris, 1997). Migrasi internasional awalnya hanya dipandang sebagai salah satu macam mobilitas penduduk dalam memenuhi tantangan hidup serta merupakan hal yang berkaitan dengan pribadi masing-masing. Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun awal abad 20 atau tepatnya 1997. Krisis ekonomi secara cepat juga menyebar di daerah Hongkong, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Republik Korea. Krisis ekonomi ini kemudian menyebabkan semakin melambannya pertumbuhan ekonomi negara. Krisis ekonomi kemudian menyebabkan semakin banyaknya pengangguran di negara asal migran serta perubahan alokasi pekerjaan bagi tenaga kerja asing dan lokal di negara tujuan. Migran dianggap sebagai suatu beban bagi negara penerima. Krisis ekonomi yang terjadi kemudian menyebabkan adanya campur tangan dari pemerintah negara setempat. Pemerintah saat itu menjadikan pengiriman migran internasional sebagai salah satu strategi bertahan di saat krisis melanda. Pemerintah Indonesia juga melakukan adaptasi strategi yang sama untuk memulihkan kondisi perkekonomian negara. Migrasi internasional oleh negara berkembang kemudian dipandang sebagai suatu strategi kebijakan yang ditempuh untuk mengurangi masalah perekonomian negara.
3
Negara pengirim migran seperti Indonesia, menjadikan migrasi internasional sebagai upaya untuk mengurangi masalah pengangguran, meningkatkan devisa negara, dan mendorong pertumbuhan ekonomi baik dalam skala individu maupun negara. Kebijakan pengiriman migran bahkan dijadikan sebagai salah satu rencana pembangunan bagi negara berkembang sebagai respon keberadaan remitan yang hadir dari proses migrasi internasional. Martin (2001) berpendapat bahwa aliran dana remitan merupakan kontribusi penting dari migran pada negara asalnya yang secara umum merupakan negara yang sedang berkembang. Remitan yang menuju negara sedang berkembang meningkat dua kali lipat dari sebesar US$ 33 miliar tahun 1991 menjadi US$ 65 miliar tahun 1999. Remitan yang menuju negara berkembang sebesar 62,1% dari total remitan dunia pada tahun 1999. Indonesia, Kolumbia, Peru, dan Mexico merupakan empat negara yang menerima aliran dana remitan yang begitu besar. Keberadaan
remitan
dianggap
sebagai
hal
yang
penting
bagi
perekonomian negara, termasuk pula Indonesia. Tenaga kerja yang berasal dari Nusa Tenggara Timur, salah satu provinsi sebagai kantong TKI di Indonesia, tercatat mengirimkan remitan sebesar kurang lebih 120 miliar per tahunnya. Besarnya remitan yang dikirim oleh para TKI yang berada di Malaysia ini lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran belanja provinsi yang hanya sekitar 80,4 miliar rupiah (Dwiyanto dalam Sukamdi, 2004). Peranan remitan lebih lanjut dijelaskan oleh Dilip Ratha (2003) dalam Human Right Watch (-) bahwa remitan yang diperoleh dari proses migrasi merupakan sumber pendapatan yang lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan penanaman modal asing langsung, Remitan dianggap kurang rentan terhadap fenomena gejolak ekonomi dibandingkan dengan penanaman modal asing langsung. 1.2 Perumusan Masalah Asia Tenggara merupakan negara pengirim tenaga kerja internasional dalam jumlah besar selama proses migrasi internasional terjadi. Latar belakang pendidikan dan keterampilan yang rendah dapat membuka kesempatan masuknya
4
tenaga kerja internasional dari negara-negara di Asia Tenggara yang lebih maju maupun negara-negara di luar kawasan Asia Tenggara. Arus migrasi yang terjadi di Asia Tenggara memiliki dampak yang secara umum diperoleh oleh negara pelaku migrasi internasional lainnya, salah satunya yaitu penerimaan remitan. Remitan merupakan uang yang masuk atau kembali ke negara asal migran dan dapat berfungsi mendukung perekonomian pada skala lokal maupun nasional. Arus migrasi dan remitan negara-negara Asia Tenggara perlu dikaji secara spasial sehingga dapat diketahui pola umum yang terbentuk. Kajian spasial dapat memberikan gambaran yang lebih komunikatif mengenai migrasi internasional yang terjadi sehingga mampu memberikan masukan terkait kebijakan migrasi internasional, khususnya bagi Indonesia. Menariknya topik pergerakan pergerakan pekerja migran internasional menjadikan penelitian ini mengkaji mengenai “Arus Migrasi dan Remitan Indonesia dalam Konteks Negara-Negara Asia Tenggara Tahun 2010“. Berdasarkan perumusan masalah yang ada, muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1.
bagaimana pola arus migrasi dan remitan negara-negara di Asia Tenggara tahun 2010?
2.
apa faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan negara tujuan migrasi negaranegara di Asia Tenggara tahun 2010?
3.
bagaimana posisi Indonesia dalam migrasi internasional Intra Asia Tenggara dan Inter Asia Tenggara?
1.3 Tujuan Penelitian Arus Migrasi dan Remitan Indonesia dalam Konteks Negara-Negara Asia Tenggara Tahun 2010 perlu dilakukan untuk dapat memberikan gambaran yang lebih komunikatif mengenai migrasi internasional yang terjadi. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini yaitu: 1.
menemukenali pola arus migrasi dan remitan negara-negara di Asia Tenggara tahun 2010
5
2.
menemukenali faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan negara tujuan migrasi negara-negara di Asia Tenggara tahun 2010
3.
mengkaji posisi Indonesia dalam migrasi internasional Intra Asia Tenggara dan Inter Asia Tenggara
1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat antara lain: 1. Bagi peneliti, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S1 di Fakultas Geografi UGM. 2. Bagi peneliti yang akan datang, sebagai referensi dalam pengembangan penelitian yang terkait dengan migrasi internasional migran beserta remitan. 3. Bagi pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementrian Tenaga Kerja, sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan terkait pekerja migran. 1.5 Keaslian Penelitian Penulisan penelitian ini menggunakan hasil penelitian sebelumnya yang dipublikasikan baik dalam lingkup nasional maupun internasional sebagai referensi penulisan penelitian. Penelitian ini secara garis besar melihat serta mengkaji secara keruangan arus migrasi dan remitan negara-negara di Asia Tenggara. Beberapa referensi tersebut disajikan dalam bentuk tabel (Tabel 1.1) yang dilampirkan dalam penelitian ini. Asian Development Bank pada tahun 2005 meneliti mengenai Brain Drain Versus Brain Gain: The Study of Remittances in Southeast Asia and Promoting Knowledge Exchange Through Diasporas. Penelitian ini mengidentifikasi trend dan pola aliran remitan regional. Migran Indonesia, Malaysia, dan Filipina sebanyak kurang lebih 2 juta orang mengirimkan US$ 3 miliar ke negara asalnya. Kebanyakan penerima remitan adalah orangtua migran. Remitan menjadikan pendapatan yang diterima lebih besar daripada rata-rata pendapatan nasional. Penelitian lain yang berkaitan dengan migrasi internasional di kawasan Asia, tepatnya Asia Pasifik, dilakukan oleh Graeme Hugo pada tahun 2005. Penelitian ini terkait dengan migrasi yang terjadi di kawasan Asia Pasifik.
6
Penelitian yang berjudul Migration in the Asia-Pasific Region mengungkapkan bahwa terdapat perubahan pola migrasi internasional serta masuknya wanita dalam kegiatan migrasi internasional. Perubahan fenomena migrasi yang terjadi di kawasan Asia akan membawa dampak bagi perubahan sosial, ekonomi, politik, dan kondisi demografi. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Wisnu Harto Adi Wijoyo pada tahun 2011 yang meneliti mengenai determinan migrasi internasional terkait migrasi netto negara ASEAN+6 (Cina, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan Arab Saudi) dan gravitasi migrasi keluar dari Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola migrasi yang terjadi secara historis di ASEAN dengan memasukkan negara lain yang memiliki kaitan erat dengan ASEAN selama tiga dekade terakhir. Penelitian ini memiliki hasil bahwa faktor penarik seperti lebih tingginya pendapatan di negara tujuan berlaku lebih kuat dibandingkan dengan faktor pendorong. ASEAN+6 mengikuti pola dari teori neoklasik dan dualisme tenaga kerja. Sementara Indonesia masih relevan dengan teori neoklasik. Hasil analisis dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa untuk kasus ASEAN+6 faktor penarik (pendapatan perkapita) lebih kuat dibandingkan faktor pendorong (tingkat pengangguran), sementara untuk Indonesia hanya rasio pendapatan perkapita yang terbukti berkorelasi positif dengan migrasi keluar Indonesia. Rupa Chanda, seorang profesor Ekonomi dari Indian Institute of Management Bangalore, meneliti Migrasi antara Asia Selatan dan Asia Tenggara pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tren dan isu-isu yang berada di kedua kawasan tersebut. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa baik Asia Tenggara maupun Asia Selatan sangat penting peranannya dalam pergerakan migrasi Asia. Migran yang berasal dari Asia Selatan ke Asia Tenggara terdiri dari migran berketerampilan rendah maupun tinggi. Pasar kerja yang menjadi tujuan utama di Asia Tenggara adalah Singapura dan Malaysia. Hubungan migrasi kedua negara ini diwarnai dengan banyak masalah, seperti kekerasan, diskriminasi, serta perebutan hak pekerja.
7
Beberapa penelitian tersebut cenderung membahas migrasi internasional dari sudut pandang ekonomi saja, aspek keruangan masih belum dijadikan sebagai pendekatan penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Graeme Hugo pada tahun 2005 sudah memasukkan peta sebagai sarana representatif dari data spasial yang ada. Namun pendekatan yang dipakai belum menekankan lebih dalam pada pendekatan keruangan. Penelitian berjudul “Arus Migrasi dan Remitan Indonesia dalam Konteks Negara-Negara Asia Tenggara Tahun 2010 “ lebih lanjut dapat menjadi penelitian lanjutan atau update dari penelitian yang dilakukan oleh Graeme Hugo pada tahun 2005. Penelitian ini menitikberatkan pada penyajian data secara spasial dengan menyajikan peta arus migrasi dan remitan. Penelitian ini mengambil cakupan penelitian pada skala yang lebih kecil dibandingkan dengan penelitian yang telah Graeme Hugo lakukan. Penetapan Asia Tenggara sebagai obyek penelitian dikarenakan peranan Asia Tenggara yang teramati cukup besar berkaitan dengan proses migrasi yang terjadi di dunia. Indonesia merupakan negara yang dibahas lebih mendalam dalam penelitian karena tingginya minat orang Indonesia untuk bermigrasi ke luar negeri. Keputusan Tahun 2010 dipilih sebagai tahun yang akan diteliti dikarenakan update data terbaru yang tersedia terkait jumlah migrasi yang terjadi. Penelitian ini juga menggunakan analisis data deskriptif dari data sekunder yang ada. Faktor-faktor yang dibahas dalam kajian penelitian ini hanya menekankan pada faktor ekonomi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan keruangan terkait interaksi satu negara dengan negara lainnya.
8
Tabel 1.1. Keaslian Penelitian No
Judul Penelitian/ Tahun
Nama Penulis
Hasil Penelitian
1
Brain Drain Versus Brain Gain: The Study of Remittances in Southeast Asia and Promoting Knowledge Exchange Through Diasporas/ 2005
Asian Development Bank
Lebih dari 2 juta migran Indonesia, Malaysia, dan Filipina yang tinggal di Hongkong, Jepang, Malaysia, dan Singapura mengirimkan uang sekitar US$ 3 miliar. Penerima remitan banyaknya adalah orang tua migran Pentingnya peraturan di negara asal maupun tujuan terkait perputaran uang remitan guna mengekang atau mengurangi pencucian uang ataupun aktivitas kriminal lainnya Pengirim dan Penerima Remitan memiliki sedikit kontak dengan bank perantara ketika remitan ditransfer dalam bentuk tabungan Perantara finansial dan Transfer Remitan memiliki koneksi terlemah sebagai hal yang sangat penting dari hubungan antara remitan dan pembangunan
2
Migration in the Asia-Pasific Region/ 2005
Graeme Hugo
Terjadi peningkatan mobilitas penduduk dalam skala dan kompleksitas perpindahan penduduk yang menyebabkan perubahan di kondisi sosial, ekonomi, politik, dan demografi
9
Lanjutan Tabel 1.1 .... Adanya peningkatan kualitas jaringan sosial antara negara sedang berkembang menuju negara maju akan menjadikan negara berkembang lebih mendorong dan memfasilitasi migrasi
3
Determinan Migrasi Intenasional: Migrasi Netto Studi Kasus ASEAN+6 dan Gravitasi Migrasi Keluar dari Indonesia / 2011
Wisnu Harto Adi Wijoyo
4
Migration between South and Southeast Asia: Overview of Trend and Issues/ 2012
Rupa Chanda
Terjadi banyak dilema yang dialami oleh unskilled workers (notabene mayoritas pekerja migran internasional asal Asia) Faktor penarik seperti lebih tingginya pendapatan di negara tujuan berlaku lebih kuat dibandingkan dengan faktor pendorong ASEAN+6 mengikuti pola dari teori neoklasik dan dualisme tenaga kerja. Sementara Indonesia masih relevan dengan teori neoklasik. Asia Tenggara maupun Asia Selatan sangat penting peranannya dalam pergerakan migrasi Asia. Migran yang berasal dari Asia Selatan ke Asia Tenggara terdiri dari migran berketerampilan rendah maupun tinggi. Pasar kerja yang menjadi tujuan utama di Asia Tenggara adalah Singapura dan Malaysia. Hubungan migrasi kedua negara ini diwarnai dengan banyak masalah, seperti kekerasan.
10
Lanjutan Tabel 1.1 .... 5
Arus Migrasi dan Remitan Indonesia dalam Konteks NegaraNegara Asia Tenggara Tahun 2010/ 2014
Lucky Anggi
Dinamika Migrasi masuk dan keluar negaranegara Asia Tenggara tergolong sangat tinggi. Hubungan antara jumlah migran dan remitan belum tentu bersifat linier. Besarnya remitan juga dipengaruhi oleh jenis pekerjaan migran dan tingkat upah berlaku di negara tujuan. Dinamika yang tinggi turut pula menghadirkan pola spasial yang terjadi pada migrasi masuk dan keluar negara – negara di Asia Tenggara. Pola spasial yang terjadi pada migrasi keluar oleh negara-negara Asia Tenggara adalah kecenderungan migrasi South – North (negara berkembang menuju negara maju). Sedangkan kecenderungan pola spasial yang berlaku pada migrasi masuk Asia Tenggara adalah migrasi South – South (negara berkembang menuju negara berkembang). Terjadi migrasi berskala lokal kawasan yang tinggi dikarenakan negara asal migrasi masuk Asia Tenggara didominasi oleh negara-negara Asia Tenggara lainnya.
11
Lanjutan Tabel 1.1 .... Faktor ekonomi berupa tingginya pendapatan per kapita yang dimiliki oleh negara tujuan menjadi faktor utama terjadinya migrasi di Asia Tenggara beserta pemilihan negara tujuan. Namun, pertimbangan terkait dengan jarak, jaringan yang sudah ada di antara dua negara, dan kondisi pasar kerja kedua negara juga turut menjadi faktor terjadinya migrasi beserta pemilihan negara tujuan di samping faktor pendapatan per kapita. Migran asal Indonesia cenderung memilih menjalani pekerjaan kasar (blue collar workers), pekerjaan informal serta pekerjaan domestik atau dapat dikatakan sebagai pekerjaan 3D (Dirty, Dangerous, Difficult) sehingga seringkali menjadikan pekerja migran asal Indonesia sebagai korban atas hubungan kerja yang ada.
12
1.6 Tinjauan Pustaka 1.6.1 Konsep dan Teori Migrasi Internasional Migrasi adalah perpindahan penduduk yang melintasi batas wilayah menuju ke batas wilayah lain dalam periode waktu tertentu (Mantra, 2000). Migrasi penduduk dapat bersifat permanen maupun non-permanen Migrasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu migrasi internal dan migrasi internasional. Migrasi internal merupakan migrasi yang terjadi hanya pada lingkup kecil atau hanya dalam cakupan satu negara, antar provinsi, kota ataupun batas administrasi yang lain. Sedangkan migrasi internasional, merupakan migrasi dalam lingkup lebih luas, atau antar negara. Menurut Lee (2000) migrasi internasional merupakan aktivitas perpindahan penduduk yang mencakup aspek perubahan tempat tinggal, tujuan bermigrasi maupun keinginan menetap atau tidak menetap di daerah tujuan. Migrasi dapat dianggap sebagai penyeimbang pasar kerja yang ada karena migrasi dilakukan menuju daerah yang dianggap menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Zelinsky (1971) seperti dikutip Hanafie (2010) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat modernisasi suatu daerah dengan perkembangan mobilitas penduduk. Mobilitas permanen cenderung meningkat pada masyarakat modern. Ravenstein (1895) dalam Bandono (2010) mengembangkan The Laws of Migration. Ravenstein menyatakan hukum migrasi dalam tujuh butir. Ravenstein beranggapan bahwa pada saat hukum tersebut dikembangkan faktor ekonomi merupakan faktor yang sangat kuat memengaruhi migrasi. Hal ini tetapi juga tidak memberikan satu anggapan bahwa faktor non-ekonomi dapat diabaikan dengan mudah. Hukum Migrasi yang dinyatakan oleh Ravenstein (1885) seperti yang dikutip Lee (2000) adalah sebagai berikut: a.
Migrasi memiliki keterkaitan kuat dengan jarak. Migrasi memiliki kecenderungan dilakukan pada jarak dekat. Jikapun memang ada, migrasi dengan jarak jauh umumnya menuju ke pusat perdagangan dan industri.
13
b.
Migrasi berlangsung secara bertahap Turunnya jumlah penduduk di pedesaan akibat migrasi ke kota akan digantikan oleh migran dari tempat yang lebih jauh. Hal ini akan terus terjadi hingga daya tarik dari kota-kota yang tumbuh tersebut dapat mempengaruhi daerah pelosok.
c.
Migrasi menimbulkan arus balik Tiap arus migrasi akan menimbulkan arus balik sebagai penggantinya.
d.
Perbedaan minat migrasi penduduk desa dan kota Oleh karena sudah cukup terpenuhinya sebagian besar kebutuhan dari penduduk kota, minat migrasi yang ada cenderung lebih kecil.
e.
Perempuan cenderung bermigrasi ke daerah dekat Hal ini terkait dengan peranannnya dalam rumah tangga ataupun bermasyarakat.
Kewajiban
untuk
mengurus
rumah
tangga,
tidak
memungkinkan untuk melakukan migrasi jarak jauh. f.
Perubahan teknologi dan komunikasi cenderung meningkatkan migrasi
g.
Motif ekonomi mendominasi pengambilan keputusan bermigrasi. Menurut Todaro (2003) migrasi berkembang karena perbedaan-perbedaan
antara pendapatan yang diharapkan dan yang terjadi di daerah perdesaan dan di daerah perkotaaan. Model migrasi Todaro berisi transfer tenaga kerja sektor tradisional ke sektor modern. Teori migrasi menurut Todaro menyatakan bahwa terdapat unsur-unsur migrasi, yaitu: a.
Migrasi terutama sering dirangsang oleh pertimbangan ekonomis yang rasional. Misalnya pertimbangan manfaat dan biaya, terutama sekali secara finansial tetapi juga secara psikologis.
b.
Keputusan untuk bermigrasi lebih tergantung pada perbedaan upah riil yang diharapkan dari pada yang terjadi antara perdesaan dan perkotaaan. Dimana perbedaan yang diharapkan itu ditentukan oleh interaksi antara dua variabel yaitu perbedaan upah perdesaan-perkotaaan yang terjadi dan kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di sektor perkotaan.
c.
Kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan di perkotaan berhubungan terbalik dengan tingkat pengangguran di perkotaan.
14
Terdapat berbagai macam konsep dan definisi terkait dengan migrasi internasional. Faktor waktu menjadi salah satu pertimbangan timbulnya perbedaan definisi serta konsep tentang migrasi internasional. Secara garis besar, migrasi internasional dapat dibedakan menjadi dua cakupan, berdasarkan aspek spasial dan waktu. Namun, aspek spasial merupakan aspek yang dianggap cenderung kurang berpengaruh terhadap penentuan status migrasi individu. Migrasi internasional merupakan hasil dari perubahan ekonomi, sosial, dan politik yang kemudian memengaruhi keputusan bermigrasi. Migran membuat keputusan berdasarkan jaringan-jaringan hubungan personal, pengalaman yang sudah ada, dan keyakinannya (Keban, 1998). Migrasi internasional tidak dilakukan oleh sembarang orang. Proses migrasi internasional berlangsung selektif, hanya orang dengan karakteristik pribadi dan dari daerah tertentu pula yang dapat melakukan migrasi. Hubungan ekonomi, politik, dan budaya internasional memiliki peran penting dalam menentukan arus migrasi internasional (Kasto, 2002) Terdapat empat tipe kajian migrasi internasional (ICPD, 1994) dalam Mantra et al (2001). Pertama, pembangunan dan migrasi internasional dimana migrasi dilihat melalui konteks hubungan negara pengirim dan penerima dalam pembangunan sebagai bentuk saling menguntungkan. Kedua, migran yang terdaftar. Tipe ini fokus pada upaya yang dilakukan oleh negara penerima kepada migran yang telah terdaftar serta memenuhi persyaratan lama tinggal bagi keluarga migran, serta perlakuan hak asasi yang sama seperti warga negara. Ketiga, migran yang tidak terdaftar. Tipe ini fokus pada bentuk kebijakan migrasi yang perlu diambil oleh pemerintah negara penerima dan pengirim agar terjadi pengurangan jumlah migran illegal hingga pencegahan terhadap terjadinya eksploitasi. Keempat, pengungsi, pencari suaka, dan orang terlantar. Fokus kajian keempat terletak pada penanganan akar masalah dari adanya pengungsi dan orang-orang yang terusir dari negaranya, terkait konflik ataupun yang lainnya. Pelaksanaan migrasi internasional tidak terlepas dari pengaruh faktor ekonomi yang membuat individu melakukan perpindahan melewati batas antar negara. Faktor ekonomi dipandang sebagai faktor kuat terjadinya perpindahan.
15
Cohen (1996) membedakan teori dan konsep migrasi menjadi empat, yaitu (a) teori ilmu ekonomi neo-klasik (makro ekonomi) - teori ilmu ekonomi neo-klasik (mikro ekonomi); (b) teori ekonomi baru; (c) teori Dual Labor Market; (d) teori World System. Teori ilmu ekonomi neo-klasik merupakan teori migrasi tertua. Teori neoklasik memandang bahwa perbedaan jumlah upah antar dua region/ wilayah adalah alasan utama terjadinya migrasi tenaga kerja (Wijoyo, 2011). Cohen (1996) kemudian membagi teori neo-klasik menjadi dua bagian, yaitu makro ekonomi dan mikro ekonomi. Teori neo-klasik makro ekonomi menekankan pada perbedaan geografis dalam hal pasokan dan permintaan tenaga kerja. Teori neoklasik mikro ekonomi menyatakan bahwa pelaku migrasi merupakan pribadi rasional yang mengambil keputusan bermigrasi menggunakan perhitungan biayamanfaat. Perhitungan biaya-manfaat kemudian membuat pelaku migrasi berharap mendapatkan keuntungan dari kegiatan migrasi. Teori ekonomi baru tenaga kerja menyatakan bahwa keputusan bermigrasi tidak dibuat semata-mata oleh individu, tetapi dipengaruhi oleh unit yang lebih besar, seperti keluarga atau rumah tangga. Stark (1985) dalam Wijoyo (2011) menyatakan bahwa salah satu kemungkinan untuk mengurangi resiko terkait pendapatan rumah tangga adalah dengan tambahan pendapatan yang berasal dari remitan anggota keluarga. Remitan memiliki dua konsekuensi, bersifat positif terhadap pembangunan negara (berkembang) atau produktivitas dalam negeri berkurang sebagai akibat dari berkurangnya tenaga kerja akif di dalam negeri (Jennisen 2004 dalam Wijoyo, 2011). Teori Dual-Labor Market menjelaskan bahwa migrasi internasional disebabkan oleh permintaan akan buruh migran dari negara maju (Piore dalam Cohen, 1996). Piore menjelaskan mengenai kemungkinan alasan permintaan tenaga kerja asing di negara maju, yaitu: kekurangan tenaga kerja secara umum, kebutuhan
untuk mengisi pekerjaan tingkat bawah (unskilled labor), dan
kekurangan tenaga kerja pada sektor sekunder suatu negara. Migrasi internasional menurut teori ini terjadi karena kekuatan faktor penarik yang lebih sehingga para migran berbondong-bondong pindah ke negara tujuan migrasi.
16
Teori World System menekankan bahwa migrasi internasional merupakan dampak dari proses perkembangan ekonomi kapitalis di berbagai negara (Richmond dalam Cohen, 1996). Sistem kapitalisme memaksa negara untuk mencari sumberdaya alam baru, sumberdaya manusia baru yang lebih murah serta pasar baru. Migrasi internasional hadir dan terjadi untuk mengisi celah-celah kapitalisme. Migrasi yang dilakukan oleh penduduk dunia kini tidak terbatas hanya pada migrasi internal, melainkan migrasi internasional. Maraknya migrasi internasional ini dapat dikarenakan karena sudah semakin lengkapnya sarana prasarana dalam memfasilitasi terjadinya migrasi. Migrasi internasional dapat menjadi salah satu cara adaptasi penduduk dalam menghadapi tantangan pasar kerja global. 1.6.2
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Migrasi Pada dasarnya orang berpindah tempat akan senantiasa di dukung oleh
berbagai alasan, alasan yang sifatnya pribadi, alasan lingkungan dan lain sebagainya. Menurut Everett S. Lee dalam Mantra (2000) terdapat 4 faktor yang mempengaruhi arus migrasi, yaitu: 1.
faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, seperti sempitnya lapangan kerja yang ada di daerah asal.
2.
faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan, seperti tawaran upah yang cenderung lebih tinggi.
3.
rintangan antara, seperti kondisi fisik antara darah asal dan daerah tujuan
4.
faktor individu Empat faktor tersebut di atas merupakan faktor yang dapat memengaruhi
migrasi penduduk. Keempat faktor tersebut secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis faktor menurut asalnya, yaitu faktor yang bersifat internal dan ekternal. Faktor individu merupakan satu-satunya faktor yang bersifat internal atau berasal dari dalam diri migran. Faktor individu dapat dikatakan sebagai faktor utama terciptanya keputusan dilakukannya perpindahan atau tidak.
17
Sumber: Mantra, 2000
Gambar 1.1. Faktor Daerah Asal dan Daerah Tujuan Serta Penghalang Antara dalam Migrasi
Pembahasan mengenai migrasi penduduk tidak dapat terlepas dari daerah asal, daerah tujuan, dan rintangan yang menghambat. Faktor-faktor yang mampu memengaruhi keputusan untuk meninggalkan suatu daerah digambarkan dalam tanda + dan – pada Gambar 1. Tanda O menyatakan faktor yang tidak berpengaruh sama sekali pada keputusan berpindah penduduk. Pemaknaan faktor + dan – , baik di daerah asal maupun tujuan, bervariasi pada tiap individu. Proses pengambilan keputusan untuk berpindah atau tidak sangatlah bergantung dari bagaimana individu mampu mengatasi ataupun menyesuaikan diri dengan faktorfaktor yang ada baik di daerah asal maupun daerah tujuan. Migrasi penduduk terjadi juga karena adanya perbedaan nilai kefaedahan antara daerah asal dan daerah tujuan. Todaro (2003) menyatakan bahwa terdapat faktor selain faktor ekonomi yang memengaruhi migrasi, yaitu antara lain: a.
Faktor sosial, termasuk di dalamnya keinginan para migran melepaskan diri dari masalah-masalah yang membelit hidupnya
b.
Faktor fisik, seperti bencana alam
c.
Faktor demografi, termasuk penurunan tingkat kematian dan pertambahan laju pertumbuhan penduduk pedesaan
d.
Faktor cultural
e.
Faktor komunikasi
18
Tabel 1.2. Hirarki Kebutuhan Manusia Menurut Abraham Maslow Jenjang Needs
Deskripsi
Kebutuhan
Self Actualization Needs
Kebutuhan orang untuk menjadi yang
Berkembang
(Metaneeds)
seharusnya sesuai dengan potensinya. Kebutuhan kreatif, realisasi diri, perkembangan
(Metaneeds)
self Kebutuhan harkat kemanusiaan untuk mencapai tujuan, terus maju, menjadi lebih baik. Being Values → 17 kebutuhan berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman, pemakaian kemampuan kognitif secara positif mencari kebahagiaan dan pemenuhan kepuasan alih-alih menghindari rasa sakit. Masingmasing kebutuhan berpotensi sama, satu bisa mengganti lainnya. Kebutuhan
Esteem Needs
1. Kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, kepercayaan diri, kemandirian.
Karena Kekurangan
2. Kebutuhan prestise, penghargaan dari orang
(Basic Needs)
lain,status, ketenaran, dominasi, menjadi penting kehormatan dan apresiasi. Love Needs/ Belonging-
Kebutuhan kasih sayang keluarga, sejawat,
ness
pasangan, anak. Kebutuhan menjadi bagian kelompok, masyarakat. (Manurut Maslow, kegagalan kebutuhan cinta & memiliki ini menjadi sumber hampir semua bentuk psikopatologi)
Safety Needs
Kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur, hukum, keteraturan, batas, bebas dari takut dan cemas.
Psychological Needs
Kebutuhan Homeostatik : makan, minum, gula, garam, protein, serta kebutuhan istirahat dan seks
Sumber: Lisa, _
19
Teori kebutuhan dan tekanan menjelaskan bahwa setiap individu memiliki kebutuhan yang perlu dipenuhi. Maslow dalam Kustiani (2005) menyatakan bahwa terdapat empat kebutuhan dasar dan 1 kebutuhan berkembang. Kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah harus relatif terpuaskan atau terpenuhi sebelum beranjak ke kebutuhan yang lebih lanjut. Kebutuhan masyarakat dunia yang cenderung berada pada masa modernisasi sudah mengarah pada pemenuhan kebutuhan dasar keempat yaitu kebutuhan akan harga diri (Self Esteem) dan selanjutnya. Kebutuhan akan prestise, penguasaan, kompetensi, maupun status (dapat dilihat pada tabel 1.2). Keinginan pemenuhan kebutuhan akan hal inilah yang kemudian memunculkan terjadinya migrasi. Migrasi tidak hanya dipandang sebagai salah satu cara pemenuhan atas desakan kebutuhan ekonomi saja melainkan pula terhadap aspek lain, seperti halnya aspek psikologi, berupa perolehan status ataupun derajat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan manusia tersebut. Kebutuhan manusia yang bervariasi turut pula menghadirkan tekanan (stress) dalam hidup manusia. Tekanan akan muncul apabila kebutuhan tidak dapat terpenuhi. Individu cenderung tidak akan berpindah apabila individu tersebut masih memiliki toleransi yang kuat terhadap tingkat stress yang ada (Mantra, 2000). Individu cenderung memilih tepat yang memiliki nilai manfaat tinggi dimana kebutuhannya dapat terpenuhi (Khotijah, 2008). Menurut Lewis (1982) dalam http://marthapratama. wordpress.com terdapat dua jenis faktor yang menjadi penentu perpindahan penduduk, yaitu faktor pendorong dan penarik. Faktor ini dikelompokkan berdasarkan kekuatan daya dorong dan daya tarik dari suatu daerah. Faktor pendorong dari daerah asal identik dengan faktor negatif yang dimiliki daerah asal dan faktor yang menarik dari daerah tujuan identik dengan faktor positif yang dimiliki daerah tujuan. Faktor pendorong maupun penarik migrasi menurut Lewis kemudian lebih lanjut dikaitkan secara luas pada migrasi internasional. Faktor pendorong dan penarik menurut Lewis ini kemudian oleh Jenissen dalam Wijoyo (2011) digolongkan menjadi 5 ruang lingkup faktor, yaitu faktor ekonomi, sosial-budaya, politik, demografi dan lingkungan negara asal. Faktor
20
ekonomi yang menjadi faktor pendorong terjadinya migrasi dapat berupa gap kemiskinan negara asal. Perbedaan pendapatan antar penduduk yang begitu signifikan menjadikan penduduk dengan pendapatan lebih rendah mencari peluang untuk meningkatkan pendapatannya, salah satu caranya dengan bermigrasi, termasuk di dalamnya migrasi internasional. Selain itu, tingginya angka pengangguran yang disebabkan oleh semakin menyempitnya lahan pekerjaan di negara asal turut pula menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya migrasi. Semakin sempitnya kesempatan kerja di negara asal terkait dengan struktur demografis negara. Banyaknya penduduk usia produktif suatu negara yang tidak sebanding dengan pertumbuhan lapangan kerja dalam negeri dapat menciptakan kelompok-kelompok penduduk yang tidak mampu diserap masuk pasar kerja. Kelompok penduduk tersebut yang kemudian seringkali disebut sebagai pengangguran, oleh karena desakan ekonomi mencari peluang kerja yang lebih besar di negara lain. Tabel 1.3. Faktor Pendorong Migrasi Internasional (Lewis, 1982) Faktor
Kasus
Ekonomi
Gap Kemiskinan
Demografi
Tingginya angka pengangguran
Lingkungan
Kerusakan Ekosistem Bencana Alam
Politik
Tekanan dari pihak penguasa
Sosial Kurangnya fasilitas (pendidikan) di tempat asal Sumber: Wijoyo, 2011; Chotib, 2010; Jennisen, 2004 Kondisi alam daerah juga turut berperan membawa pengaruh dalam migrasi penduduk seperti halnya terkait sumberdaya alam yang semakin menipis serta terjadinya bencana alam. Hal-hal tersebut mampu menciptakan kemudian kondisi yang tidak kondusif bagi kelangsungan hidup penduduk. Semakin menipisnya sumberdaya alam berdampak pada tidak terpenuhinya secara baik kebutuhan penduduk akan sumberdaya alam tertentu. Dorongan kebutuhan akan
21
sumberdaya alam dapat menjadi hal yang berdaya dorong kuat pada pelaksanaan migrasi penduduk. Tabel 1.4. Faktor Penarik Migrasi Internasional (Lewis, 1982) Faktor
Kasus
Ekonomi
Upah yang lebih tinggi di negara tujuan
Demografi
Kurangnya usia produktif di negara tujuan
Lingkungan
Polusi lebih rendah Banyak keindahan alam di negara tujuan
Politik
Kebijakan pro migran
Sosial Fasilitas (pendidikan) yang lebih baik di negara tujuan Sumber: Wijoyo, 2011; Chotib, 2010; Jennisen, 2004 Migrasi penduduk keluar dari negara asal dapat terjadi secara paksa apabila datangnya suatu bencana alam di negara tersebut. Bencana alam yang dapat menjadi pendorong terjadinya migrasi dapat berupa bencana yang secara rutin terjadi di daerah asal ataupun bencana alam yang memberikan dampak negatif besar terhadap penduduk, seperti terdapat banyaknya korban jiwa. Migrasi dari daerah asal juga dapat terjadi apabila terdapat kurangnya fasilitas seperti pendidikan di daerah asal. Keinginan untuk mendapatkan fasilitas yang lebih baik akan mampu memberikan suatu dorongan yang cukup kuat untuk meninggalkan daerah asal. Faktor pendorong migrasi di daerah asal tidak hanya berasal dari penduduk melainkan dari pihak sistem politik yang sedang berlaku di daerah asal. Tekanan dari pihak penguasa, baik berupa kebijakan maupun sikap pemerintah, dapat memberikan satu pengaruh negatif pada kehidupan penduduk sehingga memutuskan untuk berpindah. Keberadaan faktor penarik merupakan lawan dari faktor pendorong di negara asal (Tabel 1.4). Negara tujuan dipandang sebagai obyek yang menarik untuk dijadikan tempat memperoleh sesuatu hal yang tidak mungkin didapati atau terbatas di negara asal. Keberadaan kondisi upah yang relatif lebih tinggi merupakan satu alasan kuat bagi para migran, terutama pekerja migran, untuk melakukan migrasi ke negara tujuan sehingga diharapkan akan mendapatkan
22
kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan negara asal. Peluang masuknya migran dari negara asal juga turut didukung oleh kondisi demografi negara tujuan. Negara tujuan yang secara umum kekurangan penduduk usia produktif. Kondisi yang umumnya dialami oleh negara maju ini membuka suatu peluang bagi pekerja migran yang berasal dari luar negaranya. Tahap titik balik negara maju dengan kondisi penduduk yang sudah menua dan tenaga kerja muda yang semakin berkurang menjadikan kebutuhan akan tenaga kerja yang berbau 3D (Dirty, Dangerous, and Difficult) semakin besar (Ananta, 2002). Migran yang terdidik dari negara pengirim cenderung memilih untuk mengisi kekosongan tersebut. Kebijakan yang bersifat pro atau berpihak pada kegiatan migrasi internasional beserta pelakunya,menjadikan negara tujuan sangat menarik untuk dipilih, Hal ini dikarenakan dengan adanya kebijakan yang berpihak kepada migran, maka faktor keamanan dan kenyamanan migran selama berada di negara tujuan seolah sudah menjadi satu jaminan oleh negara tujuan atau penerima. 1.6.3 Remitan Pengertian remitan (remmitance) secara umum berasal dari transfer, dalam bentuk cash ataupun sejenisnya, dari seorang asing kepada sanak famili di negara asalnya. Remitan (Sorensen dalam Elanvito, 2010) menurut bentuknya terbagi atas dua macam, yaitu: a.
Monettary Remmitances Remitan dipandang secara umum dimana didefinisikan sebagai bagian dari pendapatan migran yang dikirim dari negara tujuan ke daerah asalnya. Remitan Moneter berarti transfer uang atau barang migran dari negara tujuan ke daerah asal.
b.
Social Remmitances Social Remmitance menurut Levit (1996) dalam Elanvito (2010) didefinisikan sebagai ide, perbuatan, identitas, dan social capital yang berasal dari negara tujuan. Social Remmitance ditransfer melalui surat atau bentuk komunikasi lain, termasuk internet dan telepon. Remitan jenis ini mampu berpengaruh
23
pada hubungan keluarga, peran gender, kelas dan identitas kesukuan, politik, ekonomi, dan partisipasi keagamaan. Solimano (2003) dalam Elanvito (2010) menyimpulkan motif pengiriman remitan antara lain: a.
Motif Altruistik Motif pengiriman remitan karena adanya kepedulian terhadap nasib keluarga di negara asal. Dimana remitan dapat menjadi alat untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga migran
b.
Motif Kepentingan Pribadi Pengiriman remitan yang dilatarbelakangi tujuan ekonomi dan financial untuk kepentingan pribadi migran
c.
Perjanjian Keluarga Implisit I : Pembayaran Hutang Pembayaran hutang dilakukan setelah migran memiliki kehidupan yang semakin mapan dengan tingkat pendapatan yang meningkat dari waktu ke waktu. Dalam ini, migran sebagai investasi keluarga.
d. Perjanjian Keluarga Implisit : co-insurance Dilakukan dengan prinsip diversifikasi risiko. Migran berperan dalam membantu keluarga yang mengalami kesusahan di negara asal sedangkan keluarga menjadi jaminan di kala kondisi ekonomi negara tujuan memburuk. Menurut Salama (2004) dalam Irawaty (2011), pengaruh migrasi internasional terhadap kesejahteraan rumah tangga ditandai dengan adanya pengiriman remitan oleh migran. Remitan tersebut diantaranya digunakan untuk memperbaiki rumah, pendidikan anak, kesehatan keluarga, dan untuk modal usaha. Kiriman (remitan) merupakan komponen utama dalam melestarikan ikatan dengan daerah asal. Mantra (1989) dalam Irawaty (2011) menunjukkan kesimpulan secara umum tentang pola investasi pendapatan migran, yaitu: (a) Sebagian
besar
investasi
digunakan
untuk
investasi
materi.
Hal
ini
menggambarkan keinginan untuk memiliki barang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, sebagai simbol status sosial yang berperan penting bagi sebagian migran; (b) Penggunaan investasi untuk pendidikan pun menjadi salah satu hal yang penting bagi sebagian migran yang dilihat dari tingginya pendidikan
24
anak/adik para migran; (c) Sebagian kecil migran melakukan investasi pendapatan dalam bentuk investasi modal, baik untuk pembukaan usaha ataupun pengembangan usaha; (d) Kemudian investasi sosial seperti menyantuni orang tua. Secara umum definisi remitan terfokus pada remitan yang bersifat moneter atau remitan berupa uang. Dampak remitan yang secara umum bersifat positif dalam hal perekonomian menjadikan keberadaan remitan sangat penting. Sudah sejak lama remitan terkenal sebagai penopang perekonomian lokal maupun nasional pada saat sulit sekalipun datang. Meskipun jumlahnya yang terkadang melebih pendapatan asli daerah, remitan seharusnya mendapatkan perlakuan alokasi yang bijak. Penggunaan remitan seharusnya tidak hanya terpusat pada kegiatan konsumtif melainkan kegiatan ekonomi produktif. Massey et al. (1998) menyatakan bahwa remitan memiliki manfaat yang sangat besar bukan hanya bagi penerima remitan.Remitan mungkin seringkali digunakan dalam kegiatan konsumsi, namun tidak jarang ditemui sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain dan pembuatan lapangan kerja baru. Remitan juga seringkali dimanfaatkan untuk kegiatan dalam bidang pendidikan dan rumah tangga. Pengeluaran untuk pendidikan dan rumah tangga sering dikategorikan sebagai kegiatan konsumsi meskipun sebenarnya pendidikan dan rumah tangga yang lebih baik merupakan salah satu bentuk investasi dalam modal manusia. 1.6.4
Dampak Migrasi Bagi Negara Asal dan Tujuan Tapinos (1994) memiliki dua pandangan yang berlawanan sekaligus
terhadap fenomena migrasi tenaga kerja internasional dan pembangunan ekonomi. Pandangan pertama menyatakan bahwa imigran dapat berkontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi negara penerima. Imigran dianggap sebagai pemberi variasi dalam pasar kerja di negara penerima. Pandangan negatif dititikberatkan pada aspek non ekonomi dari imigran. Pandangan ini kemudian menyarankan adanya peningkatan liberalisasi perdagangan, arus modal, relokasi kegiatan, dan kerja sama antarnegara untuk menggantikan imigran. Hal ini ditambahkan oleh Hollifield (2000) yang menyatakan bahwa migrasi bukanlah
25
ancaman baik bagi negara pengirim maupun penerima. Migrasi justru akan menjadi suatu proses yang dapat menghasilkan remitan bagi negara pengirim dan sebagai faktor bagi negara penerima. Chiswick (2000) berpendapat yang cenderung bersifat negatif. Migran yang melakukan investasi dalam bentuk destination-specific human capital dan physical capital akan mengalami capital loss saat meninggalkan negara penerima. Keputusan kembali ke negara asal dapat membuat adanya penurunan modal sumberdaya manusia yang dimiliki oleh para migran. Kondisi inilah yang kemudian melahirkan keputusan untuk berinvestasi dalam bentuk sumberdaya manusia yang dapat berpindah secara internasional sehingga keputusan untuk bermigrasi ulang akan muncul. Migrasi internasional dapat memberikan dampak bagi negara pengirim berupa suatu transformasi sosial masyarakatnya. Stalker (1994) menyatakan bahwa transformasi pada masyarakat negara pengirim akan terjadi melalui efek konsumsi dari remitan dan migran yang kembali. Hal ini akan menimbulkan kenaikkan harga di daerah pedesaan dan munculnya kelompok termiskin sebagai kelompok paling menderita. Migrasi di sisi lain dianggap sebagai upaya yang dapat mengurangi kesenjangan antara kelas bawah dan menengah dalam strata sosial. Hui (1998) mengemukakan kekhawatiran akan keberadaan migran tidak terdidik bagi negara penerima. Migran tidak terdidik dikhawatirkan akan menurunkan tingkat upah, menghambat peningkatan dan restrukturisasi industri, menciptakan masalah integrasi sosial, meningkatkan kepadatan penduduk, dan memungkinkan terciptanya dampak politik yang bersifat negatif bagi negara penerima. Hal ini turut pula didukung oleh Brandi (2001) yang mengemukakan bahwa memang pekerja asing dapat menyebabkan turunnya tingkat upah. Hal ini dikarenakan seringkali migran terdidik memiliki kualifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh pekerjaan yang diterima. Pekerja migran asing ini pun akhirnya mau menerima pekerjaan tersebut dengan upah yang lebih rendah daripada pekerja lokal.
26
Keluarnya migran terdidik, di sisi lain, dianggap dapat menyebabkan hilangnya investasi sumberdaya manusia bagi negara pengirim. Afolayan (2001) menunjukkan bahwa perpindahan migran terdidik pada akhirnya membawa dampak negatif bagi negara pengirim seperti India. Bukan hanya dikaitkan dalam arti kelangkaan sumberdaya manusia, namun menyangkut waktu yang harus dibutuhkan dan terbuang untuk melatih sumberdaya manusia yang ada. Pendapat lain dikemukakan oleh Maruja Asis pada tahun 2000 terkait dengan gender yang dimiliki oleh migran yang member perhatian terhadap dampak bagi negara pengirim. Maruja Asis menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang secara sistematis antara keluarga migran dan non migran apabila migran tersebut laki-laki. Berbeda halnya ketika migran tersebut seorang perempuan, maka akan terjadi pengambil alihan kewajiban yang ditinggalkan oleh migran tersebut. 1.7 Kerangka Pemikiran Migrasi internasional merupakan salah satu fenomena yang dialami secara global oleh negara-negara di dunia. Keberagaman kondisi sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia, di tiap negara menghasilkan suatu kondisi spesifik negara tersebut. Sumberdaya manusia merupakan salah satu titik berat dalam hal pembangunan negara. Sumberdaya manusia ini dipengaruhi oleh empat faktor umum, yaitu ekonomi, sosial, budaya dan politik. Faktor ekonomi berupa pertumbuhan ekonomi dan GDP per kapita suatu negara merupakan hal yang menyebabkan adanya variasi cara dalam pemenuhan kebutuhan. Pemanfaatan sumberdaya alam dan kondisi ekonomi yang berbedabeda antarnegara di dunia menyebabkan adanya interaksi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup masing-masing manusia. Interaksi yang kemudian muncul salah satunya yaitu fenomena migrasi internasional yang melibatkan negara-negara di dunia. Selain dikarenakan oleh faktor ekonomi, keberadaan faktor-faktor budaya, sosial, dan politik turut pula menjadi pertimbangan akan terjadinya migrasi internasional.
27
Migrasi internasional negara-negara di dunia kemudian difokuskan pada migrasi keluar dan masuk negara-negara di Asia Tenggara pada tahun terakhir (tahun 2010). Negara-negara di Asia Tenggara yang mengalami kenaikan volume migran semenjak tahun 1970 dan disertai dengan perubahan kebijakan pengiriman migran sebagai kebijakan resmi pemerintah di beberapa negara Asia Tenggara turut pula menghasilkan suatu klasifikasi tertentu terkait migrasi internasional yang terjadi. Klasifikasi sebagai negara pengirim dan penerima merupakan suatu implikasi nyata terkait dengan kegiatan migrasi internasional yang dilakukan oleh negara-negara di dunia, termasuk pula di dalamnya Asia Tenggara. Kegiatan migrasi internasional juga membawa dampak berupa remitan yang dianggap sebagai salah satu kontributor positif bagi perekomian negara. Adanya kegiatan migrasi internasional dan remitan dipandang perlu untuk dilakukannya pemetaan pola arus migrasi dan remitan yang diterima sehingga dapat diperoleh gambaran jelas untuk keduanya. Kajian spasial terkait kedua hal tersebut bertujuan untuk menemukenali pola arus migrasi dan remitan negaranegara di Asia Tenggara tahun 2010, menemukenali faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan negara tujuan migrasi negara-negara di Asia Tenggara tahun 2010, serta mengkaji posisi Indonesia dalam migrasi internasional Intra Asia Tenggara dan Inter Asia Tenggara . 1.8 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan sebelumnya, dibuat pertanyaan penelitian sebgaai berikut: 1.
bagaimana pola arus migran dan remitan negara-negara di Asia Tenggara tahun 2010?
2.
faktor-faktor apa yang memengaruhi pemilihan negara tujuan migrasi negaranegara di Asia Tenggara tahun 2010?
3.
bagaimana posisi Indonesia dalam migrasi internasional Intra Asia Tenggara dan Inter Asia Tenggara?
28
1.9 Hipotesis Hipotesis peneltian ini adalah migrasi berasal dari negara dengan pendapatan per kapita rendah menuju ke negara berpendapatan per kapita tinggi. Semakin besar jumlah migrasi yang terjadi, maka semakin besar pula remitan yang akan didapatkan dari negara tujuan. 1.10 Batasan Operasional a. Arus Migran adalah jumlah atau banyaknya orang yang masuk maupun keluar dari suatu wilayah menuju daerah lain dan begitu pula sebaliknya b. Kajian Spasial adalah salah satu bentuk pengkajian akan suatu hal yang menitikberatkan pada distribusi serta keberagaman ruang terkait dengan topik arus pekerja migran dan remitan c. Migran adalah seseorang atau sekumpulan orang yang melakukan perpindahan melewati batas administrasi suatu daerah ke daerah lainnya d. Migrasi Internasional adalah migrasi atau perpindahan orang dari suatu negara menuju negara lain (melewati batas negara) e. Pekerja Migran adalah seseorang atau sekumpulan orang berpindah melewati batas negara dengan motif ekonomi bekerja dan menetap di negara tujuan dalam beberapa waktu tertentu f. Pola Arus adalah gambaran umum berupa model atau struktur dari suatu hal, dalam hal ini jumlah pekerja migran dan remitan masuk di Asia Tenggara g. Remitan adalah sejumlah uang yang dikirim oleh seorang migran (pekerja migran) dari tempatnya bekerja di luar negeri kepada keluarganya di negara asal
29
Migrasi Internasional
Negara-Negara Dunia
Negara-Negara Asia Tenggara
SDM
SDA
Ekonomi Sosial Politik Budaya
Pertumbuhan Ekonomi
GDP per Kapita
Penerima Migran
Pengirim Migran
Remitan
TUJUAN: 1. Menemukenali pola arus migrasi dan remitan negaranegara di Asia Tenggara tahun 2010
Pemetaan Arus Migrasi dan Remitan
2. Menemukenali faktor-faktor yang memengaruhi
pemilihan negara tujuan migrasi negara-negara di Asia Tenggara tahun 2010 3. Mengkaji posisi Indonesia dalam migrasi internasional Intra-ASEAN dan Inter-ASEAN
Gambar 1.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
30