BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Kehidupan kita sehari-hari akrab sekali dengan keberadaan Brand. Brand atau
merek adalah identitas dan seperangkat nilai-nilai keunggulan yang mewakili suatu produk. Seringkali bahkan kita menunjuk suatu jenis produk dengan nama Brand yang paling terkenal dari jenis produk tersebut. Sebagai contoh bila ingin membeli produk air mineral konsumen akan menyebut dengan istilah ‘Aqua’. Padahal ‘Aqua’ adalah salah satu Brand yang spesifik merujuk satu produk air mineral dan belum tentu produk yang diinginkan konsumen tersebut harus produk ‘Aqua’. Namun tetap saja bila ingin membeli air mineral konsumen akan menyebut dengan istilah ‘Aqua’. Hal tersebut merupakan contoh bagaimana sebuah Brand dapat menjadi faktor penting dari sebuah keberhasilan suatu produk. Pengambilan keputusan dalam transaksi adalah salah satu tugas dari sebuah Brand. Membuat agar konsumen hanya melihat satu produk saja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Level tertinggi keterikatan Brand dengan konsumen disebut dengan Top of Mind. Dimana suatu Brand di benak konsumen menjadi satu-satunya jawaban paling baik dan paling bisa memuaskan, mengalahkan Brand lainnya untuk satu jenis produk yang sama. Sama halnya dengan apa yang terjadi pada Brand ‘Aqua’ diatas. Tjiptono (2011: 47-51) mengungkapkan, praktik Branding sendiri telah berlangsung selama berabad-abad lalu. Kata “Brand” dalam bahasa Inggris berasal dari kata “Brandr” dalam bahasa Old Norse, yang berarti “to burn”. Pada waktu itu, pemilik peternakan menggunakan cap khusus yang dibakar lalu ditempelkan pada ternak mereka untuk menandai ternak miliknya dan membedakannya dari ternak
1
milik orang lain. Melalui cap ini pula, konsumen juga dapat mengidentifikasi kualitas ternak-ternak yang ditawarkan pemilik ternak. Dimulai dari masa Revolusi Industri (1830-1870), istilah merek lalu berkembang secara pesat hingga sekarang. Pemberian merek pada produk spesifik memungkinkan konsumen menggunakan merek sebagai pedoman atau acuan tingkat dan konsistensi kualitas. Melalui merek, citra spesifik dan aspek produk dapat dikomunikasikan produsen kepada kosumen. Menurut Keller (dalam Tjiptono, 2011: 40-41), definisi dari Brand atau merek adalah produk
yang mampu memberikan dimensi tambahan yang dapat
membedakannya dari produk-produk lain untuk memuaskan kebutuhan serupa. Perbedaan tersebut dapat bersifat rasional dan tangible (nyata) maupun simbolik, emosional, dan intangible (tidak nyata). Manfaat Brand atau merek bagi produsen menurut Keller dalam Tjiptono (2011: 43) yaitu, “Sebagai (1) Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan pencatatan akuntansi. (2) Bentuk proteksi terhadap fitur atau aspek produk yang unik. (3) Sinyal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. (4) Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing. (5) Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. (6) Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.” Masing-masing
perusahaan
atau
produsen
berlomba-lomba
mengkomunikasikan keunggulan mereknya. Merek dapat membuat suatu produk yang dari segi fisik, bahan, fungsi ataupun cara pengolahannya biasa saja menjadi suatu materi yang luar biasa karena nilai emosional tertentu yang terkandung di dalamnya. Sulaksana (2013: 16) mengungkapkan merek yang sukses adalah yang mampu mengikat konsumen secara emosional, mampu mengisi kehidupan mereka dengan membentuk imajinasi dan realisme baru, serta mendorong lahirnya hubungan yang lebih dalam dan abadi antara konsumen dengan produsen.
2
Merek dapat mempengaruhi proses keputusan pembelian yang kita ambil dikarenakan merek dapat merepresentasikan nilai-nilai tertentu yang juga ingin dimiliki oleh orang yang mengkonsumsinya. Jadi, tidak heran bila untuk satu jenis produk yang sama sebenarnya tidak benar-benar sama berkaitan dengan asosiasi merek yang dimiliki masing-masing produk tersebut. Bila Brand berhubungan dengan identitas dan seperangkat nilai yang mewakili suatu produk, Branding berkaitan dengan proses penciptaan Brand agar dapat tertanam kuat di benak konsumen dan memenangi persaingan dengan produk lain. Jadi, dalam Branding akan dibahas mengenai pengelolaan nilai-nilai guna dan citra positif suatu produk untuk dapat dikolaborasikan menjadi sebuah Brand yang kaya dan lengkap. Omojola mengungkapkan (2008) Branding atau manajemen Brand adalah penciptaan dan pengembangan nilai-nilai yang berbeda untuk produk atau jasa dengan cara yang membuatnya menarik dan berbeda dari orang lain, dengan tujuan memberikan identitas yang jelas dan mudah dikenali. Pada saat ini, seperti yang disebutkan Tedjakusuma, Yuwono, dan Kurniawan (2014), Branding tidak hanya terbatas pada produk atau jasa, tetapi Branding juga dapat diterapkan pada seorang individu dengan berbagai bidang yang dikuasainya. Proses pencitraan individu ini disebut dengan Personal Branding. Salah satu hal nyata yang sering kali kita temui adalah Personal Branding pada beberapa calon maupun wakil calon presiden, para artis maupun aktor dalam dunia entertainment, dan lain sebagainya. Sama halnya dengan pada produk, Brand yang ditujukan pada seorang figur tertentu dapat membantu membedakan dirinya dengan orang lain. Masyarakat juga dapat dengan mudah mengingat dan mengenali keunggulan serta diferensiasi yang dimiliki oleh figur tersebut. Hal tersebut sama dengan apa yang dihadapi oleh para kandidat Politik. Dalam negara yang menganut paham Demokrasi, Pemilihan Umum menjadi agenda wajib yang dilaksanakan secara berkala dalam hal memilih pemimpin
3
yang dapat memberi kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Oleh sebab itu perlu dibuat strategi khusus yang dapat membuat seorang kandidat berbeda dengan lainnya tentunya dalam hal yang positif agar dapat dipilih oleh rakyat. Tujuan dari Branding ini adalah untuk memberi identitas dan citra yang dapat menarik simpati publik. Sebagaimana yang dinyatakan Sandra (2013) Political Branding adalah cara strategis dari Consumer Branding untuk membangun citra Politik dengan memasukkan sisi emosional dan memberikan tanda yang membuat pemilih bisa memilih kandidat dengan lebih mudah. Tujuan Political Branding menurut Wasesa (2011: 282-283) antara lain: 1. Masyarakat luas semakin mengenal kandidat 2. Menampilkan keunggulan kompetitif dibanding kandidat lain 3. Menciptakan citra yang diinginkan kandidat dalam benak pemilih 4. Menunjukkan konsistensi kandidat dalam suatu bidang (kekhasan) Strategi Political Branding dapat secara nyata kita amati pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu. Dua pasangan capres dan cawapres saling bersaing memperebutkan posisi Presiden dan Wakil Presiden. Pasangan nomor urut satu adalah Prabowo Subianto – Hatta Rajasa dan nomor urut dua, Joko Widodo – Jusuf Kalla. Suasana perpolitikan Indonesia kala itu sedang panas. Masyarakat terbelah menjadi dua kelompok besar demi mendukung pasangan capres dan cawapres masing-masing. Masing-masing pasangan capres dan cawapres memiliki citra yang terus dikomunikasikan kepada masyarakat sebagai target pemasaran mereka. Seperti kampanye pada umumnya berbagai cara dilakukan kedua kubu untuk mendongkrak dukungan suara demi memenangkan Pilpres. Dari berbagai cara yang ada bahkan banyak diantaranya disebut sebagai Black Campaign, muncullah kampanye kreatif yang digagas pendukung salah satu pasangan capres dan cawapres.
4
Kampanye kreatif ini dinamakan dengan ‘Kisah Blusukan Jokowi’. Yaitu seri sampul luar komik yang menggambarkan Joko Widodo (Jokowi) tengah blusukan di berbagai wilayah di Indonesia. Penggagas dan Kreator Kisah Blusukan ini adalah Yoga Adhistrina dan Hari Prast. Keduanya merupakan karyawan dari salah satu advertising agency di Jakarta, yaitu Berakar Komunikasi. Setelah menentukan pilihan dukungan kepada salah satu pasangan, yaitu Jokowi-JK mereka merasa perlu memberikan dukungan karya. Salah satunya adalah dengan membuat materi kampanye, khususnya dalam hal materi kampanye visual. Mereka ingin memberi warna baru dalam kampanye sekaligus mengaplikasikan kreativitas yang mereka miliki dalam bidang periklanan ke dalam ranah kampanye politik. Citra blusukan memang identitas yang paling melekat dan membedakan Jokowi dengan kandidat lainnya atau bahkan seluruh politisi di negeri ini. Tak heran citra ini yang dijadikan keunggulan Jokowi yang disampaikan melalui media sampul luar komik berseri ini. Total ada 17 seri sampul luar yang merupakan buatan asli kreator Kisah Blusukan Jokowi. Sedangkan karya buatan pendukung lainnya dengan mengambil tema yang sama tak terhitung jumahnya.
5
Gambar 1.1 Seri Sampul Luar Kisah Blusukan Jokowi
Sumber: http://www.darirakyatuntukindonesia.com (diakses pada 20 Mei 2015 pukul 13.00 WIB)
Hal yang menarik perhatian adalah gaya ilustrasi seri sampul luar komik ini identik dengan gaya ilustrasi komik Tintin. Les Adventures de Tintin et Milou adalah seri komik yang terkenal di seluruh dunia buatan Hergé, seorang komikus asal Belgia. Tokoh utama serial komik ini adalah Tintin, seorang wartawan muda dan sering berpetualang ke berbagai tempat di seluruh dunia.
6
Kesamaan gaya ilustrasi tersebut bukanlah tanpa sebab. Alasan membuat persepsi baru bahwa Jokowi merupakan Tintin-nya Indonesia disampaikan oleh kreator kampanye kreatif tersebut (Prast, Adhistrina, dan Wibowo, 2014: 44) sebagai berikut: “Kenapa Tintin ? Karakter Jokowi dan Tintin mempunyai banyak kesamaan. Sama-sama suka blusukan ke berbagai lokasi. Sama-sama jujur dan senang membantu. Sama-sama menghormati keberagaman dan memiliki banyak sahabat dengan berbagai latar belakang. Sama-sama dipercaya oleh orangorang yang mengenalnya. Sama-sama rendah hati. Sama-sama action oriented.”
Gambar 1.2 Perbandingan Ilustrasi Jokowi dan Tintin
Sumber: http://www.static.rogerebert.com dan yudiweb.files.wordpress.com/2014/06/kisah-jokowi-blusukan.jpg (diakses pada 13 Mei 2015 pukul 14.15 WIB)
7
Senin, 2 Juni 2014, tepat pukul 19:53 WIB merupakan kemunculan perdana kampanye kreatif Kisah Blusukan Jokowi. Media yang digunakan untuk menyebarkannya pertama kali adalah melalui media sosial Path. Sejak saat itulah kampanye kreatif ‘Kisah Blusukan Jokowi’ yang berbentuk sampul luar komik berseri terus disebarkan secara luas dan menyebar dengan cepat oleh para pendukung capres-cawapres nomor urut dua ini (Prast, Adhistrina, dan Wibowo, 2014: 180). Puncaknya adalah ketika berlangsungnya Konser Salam 2 Jari di Gelora Bung Karno (GBK) pada hari Sabtu, 5 Juli 2014. Konser ini dibuat sebagai penutup rangkaian kampanye yang telah dilakukan kubu capres-cawapres Jokowi-JK. Seluruh pendukung capres-cawapres Jokowi-JK berkumpul disana. Acara diisi oleh sederet artis dan pelaku industri kreatif yang juga mendukung capres-cawapres yang sama. Semua masyarakat yang hadir menggunakan atribut khas pasangan nomor urut dua tersebut. Kreator Kisah Blusukan Jokowi juga menyiapkan dua buah Backdrop. Satu Backdrop memiliki konsep wajah bolong yang bisa diisi wajah pengunjung yang berfoto dan satu lagi Backdrop versi Bayangan. Gambar yang terdapat pada Backdrop Versi Bayangan sesungguhnya adalah gambar ilustrasi versi Master Kisah Blusukan Jokowi. Hanya saja karakter Jokowi dihilangkan sehingga hanya nampak bayangannya saja. Konsep Backdrop ini adalah: “Ayo jadi action oriented seperti Jokowi!”. Alasan mengapa Backdrop dijadikan Media Branding adalah untuk membentuk persepsi pada masyarakat bahwa semua orang bisa menjadi seperti Jokowi yang action oriented (Prast, Adhistrina, dan Wibowo, 2014: 180).
8
Gambar 1.3 Backdrop & Gambar Ilustrasi Kisah Blusukan Jokowi Versi Bayangan
Sumber: www.citrapariwara.org (diakses pada 5 Februari 2014 pukul 19.21 WIB)
Dipilihnya sampul luar versi Master untuk konsep Backdrop (yang penyebutannya diubah menjadi versi Bayangan setelah dibuat Backdrop) karena desainnya dianggap paling ikonik dibanding 16 sampul luar komik berseri yang lainnya. Desain sampul luar versi Bayangan tidak menggambarkan secara spesifik karakter Jokowi tengah Blusukan di suatu lokasi atau wilayah tertentu. Desain versi ini dianggap paling mampu menjelaskan keseluruhan konsep besar Kisah Blusukan Jokowi, yaitu menunjukkan persamaan antara karakter Jokowi dengan karakter Tintin dalam nilai action oriented yang sama-sama dimiliki kedua sosok tersebut (Prast, Adhistrina, dan Wibowo, 2014: 57). Selain itu, desain ini sesuai dengan konsep yang ingin disampaikan melalui Backdrop, yaitu semua orang bisa menjadi Jokowi (Hari Pras, Wawancara via email Selasa 26 Juni 2015).
9
Backdrop termasuk kedalam Ambient Media, media yang memanfaatkan lingkungan (berkolaborasi dengan lingkungan) dan seringkali atribut yang ada pada lingkungan menjadi bagian dari pesan itu sendiri. Ambient Media memberikan efek yang mengejutkan (surprising effect) dan memberikan pengalaman yang tidak terlupakan (memorable experience) kepada konsumen. Sama seperti konsep yang diusung Backdrop Kisah Blusukan Jokowi versi Bayangan, semua orang diberikan kesempatan untuk menjadi seperti Jokowi walaupun hanya dalam pose foto dan diwakili oleh gambar bayangan Jokowi yang ada pada Backdrop Kisah Blusukan Jokowi versi Bayangan. Melalui penelitian ini penulis bertujuan menganalisis tanda dan makna yang terdapat pada Ambient Media Backdrop dalam kaitannya terhadap Political Branding yang dilakukan tim relawan capres-cawapres Jokowi-JK. Strategi Political Branding yang dilakukan tim relawan membantu pasangan tersebut meraih dukungan masyarakat sehingga dapat memenangkan Pemilu Presiden (Pilpres) tahun 2014. Penulis meyakini desain yang terdapat pada Backdrop Kisah Blusukan Jokowi versi Bayangan mengandung pesan dan makna baik yang tersurat maupun tersirat terkait dengan citra yang ingin ditonjolkan terhadap sosok Jokowi demi merebut perhatian dan dukungan masyarakat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan semiotika. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian dengan metode kualitatif. Sobur (2012: 147-148) mengatakan bahwa sesuai dengan paradigma, analisis semiotika bersifat kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (lawan dari eksperimen) dimana peneliti adalah instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna dibanding generalisasi (Sugiyono, 2013: 1-2).
10
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Penulis memandang bahwa penafsiran desain Backdrop Kisah Blusukan Jokowi versi Bayangan mengandung makna dan realitas sosial. Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistemologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material (Ardianto dan Q-Aness, 2009: 151-152). Menurut Rusmana, semiotika adalah studi tentang bagaimana masyarakat memproduksi makna dan nilai-nilai dalam sebuah sistem komunikasi, berasal dari seemion, istilah Yunani, yang berarti tanda. Disebut juga sebagai semeiotikos yang berarti teori tanda. Sedangkan menurut Cobey kata dasar semiotika diambil dari kata dasar Seme (Yunani) yang berarti penafsir tanda (Vera, 2014: 2). Penelitian ini menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes. Pada model Barthes, signifikasi tanda terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, denotasi yaitu menjelaskan hubungan signifier (ekspresi) dan signified (content). Tahap kedua, konotasi yaitu menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan pembaca serta nilai kebudayaan yang dianut dan hubungannya dengan mitos. Tanda bekerja melalui mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam (Wibowo, 2011: 21-22). Oleh karena itu penulis melakukan penelitian dengan judul “POLITICAL BRANDING MELALUI AMBIENT MEDIA (Analisis Semiotika Barthes pada Backdrop Kisah Blusukan Jokowi Versi Bayangan dalam Konser Salam 2 Jari di Gelora Bung Karno 5 Juli 2014)”.
11
1.2 Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menentukan fokus penelitian pada penelitian ini sebagai berikut : “Bagaimana Pemaknaan Political Branding melalui Ambient Media Backdrop Kisah Blusukan Jokowi Versi Bayangan ?” Adapun pertanyaan-pertanyaan yang muncul terkait fokus penelitian diatas adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana Makna Kredibilitas dalam Political Branding melalui Ambient Media Backdrop Kisah Blusukan Jokowi Versi Bayangan ? 2. Bagaimana Makna Kepribadian dalam dalam Political Branding melalui Ambient Media Backdrop Kisah Blusukan Jokowi Versi Bayangan ?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Makna Kredibilitas dalam Political Branding melalui Ambient Media Backdrop Kisah Blusukan Jokowi Versi Bayangan. 2. Makna Kepribadian dalam dalam Political Branding melalui Ambient Media Backdrop Kisah Blusukan Jokowi Versi Bayangan.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Aspek Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu demi perkembangan dan pendalaman studi Ilmu Komunikasi khususnya tentang topik Political Branding dan Ambient Media dengan pendekatan semiotika.
1.4.2 Aspek Praktis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran pada praktisi Branding, Political Branding, dan perencana media untuk mengemas
12
kampanye penciptaan citra dengan lebih kreatif, inovatif dan edukatif bagi masyarakat. Selain itu juga memberikan pemahaman bagi masyarakat agar dapat memaknai praktik Branding khususnya Political Branding dengan lebih bijak.
1.5
Tahapan Penelitian Tahapan penelitian dengan analisis semiotika memiliki proses penelitian
seperti yang dijelaskan Christomy (dalam Sobur, 2001: 154) sebagai berikut: 1. Cari topik yang menarik perhatian. 2. Buat pertanyaan penelitian yang menarik (mengapa, bagaimana, dimana, apa). 3. Tentukan alasan dari penelitian. 4. Rumuskan tesis penelitian dengan mempertimbangkan tiga langkah sebelumnya (topik, tujuan, dan rationale). 5. Tentukan metode pengolahan data (kualitatif/semiotika). 6. Klasifikasi data a. Identifikasi teks (tanda-tanda); b. Berikan alasan mengapa teks (tanda) tersebut dipilih dan perlu diidentifikasi; c. Tentukan pola semiosis yang umum dengan mempertimbangkan hierarki maupun sekuennya atau, pola sintagmatik dan paradigmatik; d. Tentukan kekhasan wacananya dengan mempertimbangkan elemen semiotika yang ada. 7. Analisis data berdasarkan a. Ideologi, interpretan kelompok, framework budaya; b. Pragmatik, aspek sosial, komunikatif; c. Lapis makna, intekstualitas, kaitan makna dengan tanda-tanda yang lain, hukum yang mengaturnya; d. Kamus vs ensiklopedi. 8. Kesimpulan. 13
1.6 Waktu Penelitian Tabel 1.1 Waktu Penelitian Bulan Kegiatan
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
(2014)
(2015)
(2015)
(2015)
(2015)
(2015)
(2015)
Pencarian ide, topik, dan fokus penelitian. Melakukan kajian penelitian terdahulu. Mencari dan mengumpulkan data sekunder berupa referensi penelitian terdahulu, landasan teori, dan literatur terkait penelitian. Menyusun proposal penelitian. (Bab 1 sampai dengan Bab 3). Mengumpulkan data primer. Melakukan analisis dan pengolahan data penelitian. Membuat kesimpulan dan saran dari penelitian yang telah dilakukan.
Sumber: Olahan Penulis
14