BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Membeli dengan cara kredit sudah menjadi hal yang sangat biasa ditengah masyarakat dewasa ini, baik masyarakat diperkotaan sampai masyarakat dipedesaan terutama untuk memenuhi kebutuhan yang sulit dijangkau dengan cara membeli cash atau tunai, seperti kepemilikan rumah dan kepemilikan kendaraan. Selain bank dan koperasi yang sudah dikenal masyarakat dalam penyaluran kredit permodalan, melalui surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri tahun 1974, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan, lahirlah lembaga pembiayaan (Multi Finance) di Indonesia (Dahlan, 2006). Pada tahun 1999 perusahaan pembiayaan mampu berkembang cukup mengesankan, tepat setelah bangsa Indonesia dilanda krisis moneter pada tahun 1997 sampai 1998. Jumlahnya terus mengalami peningkatan pesat, yaitu sebanyak 6,778 perusahaan sampai tahun 2007 menjadi sebanyak 11,204 perusahaan. Hal tersebut dipengaruhi iklim investasi dan perekonomian Indonesia yang sudah mengalami pemulihan, bahkan berdasarkan ramalan Asosiasi Sepeda Motor Indonesia (AISI) perusahaan pembiayaan terutama yang bergerak dibidang pembiayaan otomotif akan terus mengalami penambahan sampai akhir tahun 2014 (Jurnal PT. FIF, 2008). Perusahaan leasing di Indonesia telah ikut berperan aktif dalam memberikan kredit kepada masyarakat, jika sebelumnya hanya terfokus pada
pembiayaan
transportasi,
pembiayaannya pada keperluan
kini
semakin
memperluas
produk
alat-alat kantor, manufaktur,
konstruksi dan alat-alat pertanian. Melalui perusahaan pembiayaan atau leasing, setiap calon nasabah yang modalnya kurang atau menengah dapat memperoleh barang-barang untuk kegiatan operasional dengan mudah dan cepat.
Hal ini sungguh berbeda jika mengajukan kredit
kepada bank konvensional yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar, sehingga menghemat biaya dalam hal pengeluaran dana dibandingkan dengan membeli secara tunai (Djohan, 2006). Salah satu perusahaan yang bergerak dibidang jasa pembiayaan adalah
PT.FIF (Federal International Finance), merupakan anak
perusahaan dari Astra Group Company (AGC) yang bergerak dibidang pembiayaan sepeda motor produksi
Astra Honda Motor (AHM).
berdiri pada tanggal 1 Mei 1989 dengan nama
PT. FIF
PT. Mitrapusaka Artha
Finance yang bergerak dibidang multi finance
dan pada tahun
1991 berubah nama menjadi PT. Federal International Finance
setelah
bergabung dibawah bendera perusahaan PT. Astra International Tbk. Kemudian PT. FIF ditempatkan pada Divisi Jasa Keuangan Pembiayaan Konsumen,
yaitu pembiayaan kredit sepeda motor merek
Honda produksi PT.AHM PT.FIF
memberikan
(Astra Honda Motor) dari Divisi Otomotif. fasilitas
kemudahan
bagi
semua
calon
konsumennya untuk mengambil kredit sepeda motor, yaitu dengan hanya menunjukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), serta dengan memberikan uang muka, maka kendaraan sepeda motor dapat langsung dibawa pulang. maksimal
untuk
Selain itu PT. FIF juga memberikan pelayanan
melakukan
pembayaran
angsuran
kapanpun
dan
dimanapun secara on line, yaitu : melalui kantor post, debet ATM (Anjungan Tunai Mandiri) Bank BNI, BRI, BCA, NISP dan PERMATA, serta menempatkan CS (Customer Service) di Dealer-dealer Honda dan service Collector yang melakukan pengambilan angsuran ke rumah-rumah konsumen secara langsung. 1.2 Perumusan Masalah
PT. FIF
fokus pada usaha pembiayaan sepeda motor untuk
masyarakat secara umum dari semua kalangan baik disektor agribisnis ataupun sektor non agribisnis, seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Konsumen PT. FIF Pada Sektor Agribisnis dan Sektor Non Agribisnis No
1 2 3 4
Sektor Agribisnis Persenta Bidang Usaha se (%)
Petani Nelayan Pedagang agribisnis Peternak
4,49 3,68 7,88 3,44
Sektor Non Agribisnis Persentase Bidang Usaha (%)
Jasa Karyawan Pedagang agribisnis Wiraswasta
30,54 21,67 non
16,87 11,43
Sumber : Marketing HO PT.FIF (Federal International Finance) 2008
Tabel 1 menunjukan bahwa konsumen PT. FIF dari sektor non agribisnis lebih banyak dibandingkan dengan konsumen sektor agribisnis, terutama dari konsumen yang bekerja dibidang jasa sebanyak 30,54 persen, yaitu didominasi oleh konsumen yang bekerja pada jasa sewa angkutan dengan sepeda motor atau yang sering disebut ojek. Sedangkan konsumen pada sektor agribisnis meskipun masih terbilang sedikit, tapi peluang untuk dikembangkan sebagai pangsa pasar potensial bagi PT. FIF sangat tinggi terutama di Bogor.
Warga Bogor sebanyak 33 persen memiliki mata
pencaharian disektor agribisnis, seperti : pertanian, perkebunan, peternakan, agrowisata, perdagangan hasil pertanian dan lainnya (Kartini.R, 2002). PT. FIF yang fokus pada pembiayaan sepeda motor memiliki peluang untuk mendapatkan konsumen dari sektor agribisnis di Bogor, terutama pada pedagang Ayam Broiler dan pedagang sayur. perusahaan ayam Broiler
Jumlah
di Bogor meningkat mulai tahun 1999 dari 36
perusahaan menjadi 64 perusaahaan pada tahun 2000 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2000). Sedangkan jumlah pedagang sayuran di Bogor juga terus mengalami peningkatan sekitar 65 persen pada tahun 2000. Mulai dari pedagang besar atau tengkulak, pedagang pengecer, sampai pedagang keliling yang
terkonsentrasi dibeberapa pasar, seperti : pasar Kebon Kembang, pasar Baru/pasar Anyar, pasar Ramayana, pasar Merdeka, pasar Sukasari, pasar Gunung Batu, pasar Citeureup, pasar Cibinong, pasar Leuwiliang, pasar Ciawi dan pasar Cipanas (Kartini.R, 2002) Kondisi geografis wilayah di Bogor yang sebagian besar pegunungan dengan infrastruktur jalan secara umum kurang baik, membuka peluang untuk menggunakan alat transportasi seperti sepeda motor. Para pedagang ayam
Broiler
dan
pedagang
sayur
tidak
harus
menunggu
sampai
mendapatkan dana yang cukup untuk membeli secara tunai, cukup menunjukan kartu identitas dan
surat keterangan usaha untuk
mendapatkan kredit sepeda motor pada PT. FIF (Federal International Finance). Dalam menjalankan kegiatan usahanya PT. FIF memiliki kendala yang menjadi resiko dalam bisnis pembiayaan, seperti kredit macet. Pada tahun 2008
PT. FIF membukukan asset bisnis sebesar 13 Triliun dengan nilai NPL
(non perfoming loan) sebesar 6,2 persen, yang berada 1,2 persen lebih tinggi dibandingkan ketentuan dari Bank Indonesia untuk rasio NPL yang efektif, yaitu sebesar 5 persen. PT. FIF cabang Bogor, adalah salah satu cabang dengan predikat Big Branch atau cabang dengan jumlah konsumen yang besar. Sampai akhir tahun 2008 PT.FIF cabang Bogor membukukan konsumen sebanyak 40.264 konsumen, dimana 347 konsumen atau 0,86 persen adalah pedagang ayam Broiler dan 2.675 konsumen atau 6,64 persen adalah pedagang sayur dengan tingkat kelancaran pembayaran angsuran seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Konsumen PT. FIF Cab Bogor Tingkat Pedagang Ayam Broiler dan Pedagang Sayur Tahun 2008 BULAN JANUARI FEBRUARI MARET
PEDAGANG AYAM BROILER TDK TDK LANCAR LANCAR LANCAR (unit) (unit) (%) 285 33 10,37 298 29 8,86 335 32 8,71
PEDAGANG SAYUR TDK TDK LANCAR LANCAR LANCAR (unit) (unit) (%) 2163 292 11,89 2198 280 11,29 2525 237 8,58
APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBER DESEMBER
352 355 353 338 358 344 342 339 314
36 34 35 31 27 31 26 27 33
9,27 8,74 9,02 8,40 7,01 8,26 7,06 7,37 9,51
2617 2685 2598 2483 2659 2576 2618 2465 2435
289 271 202 257 227 277 200 296 240
9,94 9,16 7,21 9,37 7,86 9,70 7,09 10,72 8,978
Sumber : Data Konsumen PT.FIF Cabang Bogor Tahun 2008
Berdasarkan Tabel 2 Terjadi fluktuatif kelancaran dan ketidak lancaran pembayaran angsuran dalam rangka proses pengembalian kredit dari pedagang ayam Broiler dan pedagang sayur kepada PT. FIF. Setiap bisnis tentunya memiliki resiko usaha terlebih untuk sektor agribisnis dengan karakteristik barang yang diperdagangkan mudah rusak, demikian pada pedagang ayam Broiler dan pedagang sayur, dalam pengembalian kredit sepeda motor kedapa PT. FIF terlihat mengalami tingkat kemacetan kredit yang cukup tinggi.
Pedagang ayam Broiler 8,52 persen mengalami kredit
macet, sedangkan pedagang sayur 9,31 persen macet dalam pengembalian kredit sepeda motornya. Hal tersebut mencerminkan adanya beberapa faktor yang terindikasi mempengaruhi kelancaran atau ketidak lancaran pengembalian kredit dari pedagang ayam Broiler dan pedagang sayur yang terjadi di PT.FIF cabang Bogor.
Faktor-faktor yang diduga kuat mempengaruhi kelancaran atau
ketidak lancaran, seperti : faktor usia,
faktor tingkat pendidikan,
faktor
tanggungan keluarga, faktor pengalaman usaha, faktor omzet usaha, faktor jangka waktu pengembalian kredit, faktor pengalaman ambil kredit dan faktor beban bunga kredit. Faktor-faktor yang diduga kuat berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian
kredit,
dikarenakan
dapat
mempengaruhi
karakteristik
individu dan karakteritik usaha konsumen. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi karakteristik individu konsumen, seperti faktor usia yang mempengaruhi keberanian dalam mengambil keputusan dan menjadi prasyarat
pengajuan
kredit,
faktor
tanggungan
keluarga
yang
mempengaruhi pengeluaran dan bertambahnya beban biaya hidup, faktor jangka waktu pengembalian yang mempengaruhi pola pembayaran angsuran,
faktor
pengalaman
ambil
kredit
yang
mempengaruhi
pengetahuan konsumen terhadap peratuan kredit dan faktor tingkat pendidikan mempengaruhi pemahaman dalam proses akad kredit seperti : jatuh tempo pembayaran, asuransi dan pasal-pasal hukum yang disepakati. Sedangkan beberapa faktor yang diduga mempengaruhi karakteristik usaha konsumen, seperti faktor pengalaman usaha yang mempengaruhi resiko
kegagalan
kemampuan
usaha,
faktor
pembayaran
beban
angsuran
bunga
dan
faktor
yang
mempengaruhi
omzet
usaha
yang
menentukan tingkat pendapatan usaha. Faktor-faktor yang sudah diduga berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit inilah yang akan dianalisis dalam penelitian ini, sehingga dapat diketahui apakah faktor-faktor tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap kelancaran pengembalian kredit. PT.FIF
menawarkan
beberapa
keuntungan
kepada
calon
konsumennya untuk memberikan daya tarik tersendiri, seperti : pemberian hadiah, kredit tanpa uang muka dan cepatnya proses pencairan kredit. Bagi PT. FIF meningkatnya jumlah pedagang ayam Broiler dan pedagang sayur yang mengajukan kredit sepeda motor, haruslah bisa ditangani secara cermat dan menerapkan prinsip kehati-hatian pada awal pengajuan kredit untuk meminimalisir kerugian. Pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi informasi sebagai bahan pertimbangan dan saran yang bermanfaat bagi PT. FIF.
Lebih spesifik lagi permasalahannya adalah : 1. Fakor-faktor
apa
saja
yang
mempengaruhi
tingkat
pengembalian kredit bagi pedagang ayam Broiler ?.
kelancaran
2. Fakor-faktor
apa
saja
yang
mempengaruhi
tingkat
kelancaran
pengembalian kredit bagi pedagang sayur?. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan
permasalahan
yang
telah
dirumuskan,
maka
tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis
fakor-faktor
yang
mempengaruhi
tingkat
kelancaran
tingkat
kelancaran
pengembalian kredit bagi pedagang ayam Broiler. 2. Menganalisis
fakor-faktor
yang
mempengaruhi
pengembalian kredit bagi pedagang sayur. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perusahaan sebagai bahan pertimbangan pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengajuan kredit sampai pada proses pengembalian angsurannya. Bagi peneliti, mahasiswa
dan
pihak-pihak
yang
memerlukan
informasi
tentang
pembiayaan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan wacana penelitian lebih lanjut. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sarana melatih diri dalam mengamati dan menganalisis fenomena yang terjadi dimasyarakat. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Fokus dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh pengembalian
nyata
terhadap
kelancaran
dan
ketidak
lancaran
kredit sepeda motor pedagang ayam Broiler dan
pedagang sayur kepada
PT FIF. Studi ini dibatasi pada kasus yang
terjadi di PT FIF cabang Bogor, terutama pengembalian kredit dari pedagang ayam Broiler dan pedagang sayur tingkat menengah dan kecil. Data yang dibutuhkan adalah data hasil wawancara dengan pedagang ayam Broiler