BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Menurut sejarah seni kerajinan di Indonesia sudah ada semenjak zaman pra sejarah yaitu zaman Neolitikum. Pada saat itu manusia mulai pada perkembangan hidup menetap di suatu tempat tinggal secara berkelompok dan mulai mengenal bercocok tanam. Pada saat kehidupan manusia mulai menetap dengan bercocok tanam dan beternak terdapatlah waktu luang atau senggang. Terdapatnya waktu senggang antara waktu bertanam hingga tiba masa panen. Hal ini merupakan kesempatan
yang
digunakan
untuk
mengembangkan
berbagai
macam
keterampilan guna memenuhi kebutuhannya seperti membuat berbagai bentuk wadah dari tanah liat atau logam, menganyam, menenun, dan sebagainya. Pekerjaan ini dilakukan secara tradisional dengan tangan, serta mempergunakan bahan-bahan yang ada di sekitarnya, sehingga bentuk yang dihasilkan sangat sederhana. Pekerjaan ini biasanya dikerjakan oleh kaum perempuan dengan dibantu anak-anaknya.
Sejalan dengan perkembangan waktu dan daya pikir manusia, hasil kerja tersebut tidak saja untuk memenuhi kebutuhan pokok tetapi dapat dijadikan hiasan dengan meningkatkan mutu baik bentuk maupun ragam hiasnya. Barang-barang kerajinan tersebut dapat diberi hiasan dengan cara mengukir, melukis, menyulam, menyongket, serta memberi warna dengan berbagai motif dan corak, sehingga hasil kerajinan tersebut kelihatan lebih bagus, bahkan ada sebagian dari hasil kerajinan tersebut yang menjadi peralatan dalam upacara adat.
Kerajinan tenun Indonesia pada masa itu corak desain yang dibuat berupa ikat lungsi, sedangkan motif atau ragam hias disesuaikan dengan keadaan alam, lingkungan sekitar. Bahkan kadang-kadang disesuaikan pula dengan situasi dan
1
kondisi pemakai. Sumatera Selatan adalah salah satu propinsi penghasil tenun, disamping propinsi-propinsi lain yang ada di wilayah Republik Indonesia. Kemahsyuran hasil tenun ini telah membawa harum nama Sumatera Selatan pada umumnya dan khususnya Palembang ke tingkat nasional.
Tumbuh dan berkembangnya seni tenun dalam suatu masyarakat, sangat tergantung dari perkembangan budaya umat manusia. Semakin pesat dan kompleks pertumbuhan dan perkembangan yang dianut oleh suatu masyarakat, semakin maju dan kompleks pula seni budaya yang dimiliki. Sehubung dengan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa seni tenun dengan segala pola ragam hiasnya merupakan salah satu identitas dari pendukung suatu kebudayaan yang tentunya mempunyai arti penting dalam kehidupan suatu bangsa atau suku bangsa. Seperti yang dikatakan Edi Sedyawati (budaya Palembang 200:6): “Selama berabad-abad tiap kelompok masyarakat dalam mengembangkan tekstil tidak pernah lepas dari struktur sosial dan sistem simbol dalam kebudayaan masyarakat tersebut.
Tenunan Sumatera Selatan mempunyai hubungan erat dengan tenunan di Asia Tenggara
pada
umumnya,
menurut
Thelma.R.Newman
dalam
bukunya
“Contemporary South Easts Arts and Crafts”,Th 1977. Kain tenun di Asia Tenggara khususnya pada tenun ikat mendapat pengaruh yang besar dari Kebudayaan Dongson dan Chou. Selain itu besar juga pengaruhnya perdagangan tenunan Gujarat yang dibawa oleh pedagang-pedagang Islam yang mulai dari Malaysia sampai di Indonesia. Di Sumatera Selatan khususnya daerah Kab.OKI yang dikenal sebagai daerah penghasil kerajinan tenun, tetapi sejak kapan masuknya kerajinan menenun di Sumatera Selatan secara pasti sampai sekarang masih di dalam tahap penelitian para ahli.
Songket, Gebeng, tenun Pelangi adalah tiga nama tenun yang tidak dapat dipisahkan dari ATBM karena kedua jenis tenunan ini selalu melalui proses waktu yang cukup lama, hampir lebih kurang satu bulan untuk satu kain. Pekerjaan
2
menenun ini merupakan kepandaian yang disosialisasikan dari generasi ke generasi secara informal tidak hanya keterampilan menjalankan alat tenun tetapi juga motif-motif yang terdapat pada ragam hias kain. Motif-motif ini mengandung arti simbolis dalam kehidupan dan hubungannya dengan lingkungan hidup seharihari.
Pada abad 19, Tenun Songket, Gebeng, Pelangi hanya digunakan pada acara-acara resmi atau upacara-upacara adat dan hanya terbatas pada sarung, selendang, dan tanjak. Kemudian pada zaman penjajahan belanda, dimana terjadi perubahan struktur kehidupan masyarakat sampai menjelang Perang Dunia II. Kerajinan menenun tidak lagi merupakan adat daerah, namun masih mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat, perkembangannya pada masa itu mulai merosot.
Di zaman penjajahan Jepang dan revolusi fisik sampai sekitar tahun 1950, kain tenun songket ini hampir lenyap sama sekali, terutama karena keadaan perekonomian di tanah air yang pada waktu itu mengalami krisis, sehingga sulit mendapatkan bahan baku disamping sulitnya pemasaran hasil tenun tersebut.
Setelah sekian tahun berhenti, barulah di sekitar akhir tahun 1966, usaha kerajinan ini banyak dikerjakan lagi oleh para pengerajin yaitu dengan masuknya benang sutra dari RRC dan Taiwan melalui pedagang-pedagang Singapura. Sampai saat ini masyarakat Sumatera Selatan masih gemar bertenun dan tetap mempergunakan perangkat ATBM yang sistem kerjanya lebih cepat dan produksinya lebih besar sebagai alat bantu untuk menghasilkan karya-karya tenun. Motivasi bertenun saat ini bukan hanya sebagai ekspresi seni tetapi lebih cenderung berorientasi ke pasar. Budaya bertenun tersebut kian hari kian kurang peminat karena orang lebih cederung membeli daripada membuat sendiri. Jadi amat disayangkan jika budaya bertenun tersebut sampai kehilangan peminat hanya karena mahalnya harga bahan baku dan ketidak praktisan dalam pembuatan. Oleh karena itu warisan budaya daerah tenun tradisional ini perlu dilestarikan dan dikembangkan sehingga kerajinan tenun tradisional yang masih dibuat dan dikerjakan dengan alat
3
tradisional tidak akan dengan mudah digantikan dengan tenun modern yang menggunakan peralatan modern. Kecenderungan itu dapat saja terjadi walaupun kerajinan tenun tradisional yang masih dikerjakan dengan alat sederhana tersebut dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan sehingga barang atau kain yang dihasilkan mempunyai nilai tinggi dan indah.
Melihat kondisi diatas maka pembinaan dan pengembangan kerajinan tenun tradisional tersebut perlu digalakkan karena selain merupakan upaya melestarikan warisan budaya bangsa, kerajinan tenun tradisional dapat juga menambah penghasilan dan memperluas lapangan kerja. Kerajinan tenun tradisional ini pun pada masa sekarang sudah banyak mengalami perubahan karena adanya inovasi dalam peningkatan benda-benda kerajinan yang menyangkut proses pembuatan maupun simbol-simbol yang digunakan. Pembinaan dan pengembangan kerajinan tenun tradisional tersebut tidak dapat dipungkiri tanpa melihat jalur pemasaran yang merupakan salah satu pendorong berkembangnya suatu kerajinan tenun songket tradisional Palembang. Akan tetapi di pihak pengrajin tradisional itu sendiri harus tercipta suatu kondisi yang kondusif untuk berkarya. Kondisi yang kondusif ini antara lain ditemukan dan dipilih dalam pola kehidupan sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.
Seiring dengan perubahan zaman selain tenun tradisional Sumatera Selatan ini mengalami pergeseran baik nilai maupun kegunaan peralatan tenun itu sendiri ternyata membawa perubahan pula pada fungsi kain tenun tradisional. Di zaman dahulu kain tenun seperti songket misalnya dikenal sebagai lambang status dan kekayaan. Hal ini dapat dilihat bahwa mereka yang mempunyai kedudukan dalam masyarakat diharuskan mempunyai kain songket dengan motif dan corak tertentu sesuai dengan kedudukan atau tingkat sosial seseorang. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini mencoba mengkaji bentuk dan makna yang terkandung dalam beberapa bentuk dari motif ragam hias Palembang. Hal ini menarik untuk diungkapkan melalui penelitian ini, bagaimana mengkaji serta menganalisa bentuk dan makna simbol motif ragam hias songket Palembang melalui pendekatan terhadap keadaan lingkungan sosial budaya masyarakat Palembang.
4
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka timbul beberapa rumusan masalah yang akan menjadi landasan dan titik tolak penelitian. Penelitian ini memperjelas arah permasalahan-permasalahan sebagai berikut: a. Mengkaji bentuk songket tradisional Palembang yang melatarbelakangi kondisi lingkungan alam, sejarah, dan sosial budaya masyarakat Palembang. b. Mengkaji makna ragam hias songket Palembang.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka perlu diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimana pengaruh kondisi lingkungan alam, sejarah, dan sosial budaya masyarakat Palembang terhadap bentuk songket tradisional Palembang ? b. Bagaimana makna ragam hias songket tradisional Palembang ?
5
1.4 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian tesis tersebut yang berjudul “Kajian Bentuk Songket Palembang” hanya dibatasi pada: a. Lokasi penelitian di sentra songket wilayah Ki Gede Ing Suro Kotamadia Palembang. Meliputi para pengrajin, pengusaha songket dan masyarakat Palembang yang berada di wilayah Ki Gede Ing Suro serta masyarakat yang berada di sepanjang tepian aliran sungai Musi, sebagai penunjang dan pelengkap data tentang bentuk songket Palembang.
b. Penelitian bentuk songket Palembang hanya dibatasi pada masa tahun 1983 sampai 2006. Pembatasan kurun waktu ini berdasarkan data-data yang ada, baik di perpustakaan maupun dari para pakar songket yang ada di Palembang dan pakar songket yang mendukung perkembangan songket Palembang.
c. Objek penelitian dibatasi pada beberapa bentuk songket lepus dan songket tawur serta mengakaji beberapa makna ragam hias songket Palembang yang melatarbelakangi pada sejarah, kondisi lingkungan alam, dan keadaan sosial budaya masyarakat setempat. Bentuk dari motif dan keteknikan dalam songket sangat berhubungan dengan analisis visual desain.
Kajian bentuk songket tradisional dibatasi pada motif bagian kepala kain (tumpal), badan kain (kembang tengah), dan bagian pinggiran kain (tretes). Semuanya ini dikarenakan songket Palembang banyak menghasilkan kain sewet (sarung) dan selendang.
Sedangkan kajian untuk makna ragam hias songket dibatasi pada ornamen pucuk rebung, gunungan, nampan perak, naga besaung, bunga melati, bunga mawar, bunga tanjung, ombak-ombak, dan ornamen apit. Hanya beberapa bentuk ragam hias saja, yang memiliki nilai-nilai simbolik bagi masyarakat Palembang, seperti yang telah uraikan diatas.
6
1.5
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Ada beberapa hal yang diharapkan dengan dilaksanakannya penelitian ini. Tujuan dan manfaat penelitian ini dirumuskan sebagi berikut: 1.5.1
Tujuan Penelitian
1. Mengkaji bentuk-bentuk motif songket, warna serta nilai-nilai filosofi yang terdapat pada motif hias songket Palembang, guna memperdalam ilmu pengetahun kriya tenun songket. 2. Mengkaji kemunculan tradisi seni songket Palembang, guna mengetahui secara mendalam mengenai budaya Palembang. 3. Menggali nilai-nilai unggul dari khsanah kekayaan motif hias tradisional Indonesia khususnya pada kerajinan tenun songket Palembang.
1.5.2
Manfaat Penelitian
1. Melengkapi kajian-kajian tenun songket Palembang yang telah ada sehingga memperkaya keilmuan khasanah pertenunan songket Palembang. 2. Turut mempertahankan dan menjaga kelestarian kekayaan budaya Indonesia melalui kain songket.
1.6 Metode Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif merupakan penelitian untuk mengumpulkan informasi mengenai gejala yang ada pada saat penelitian. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis, tetapi menggambarkan apa adanya tentang suatu variable, gejala atau keadaan. Metoda deskriptif yang digunakan dengan pendekatan kualitatif. Secara kualitatif akan dipaparkan data tentang aktualitas sosial budaya masyarakat dan kondisi lingkungan alam daerah Palembang terhadap kajian bentuk songket Palembang sejak tahun 1983. Sedangkan penelitian merupakan instrumen penting dalam penelitian ini hingga wawancara, pengamatan, dan observasi lapangan merupakan alat dalam mengumpulkan
7
data-data yang diharapkan. Pembicaraan yang sebenarnya, isyarat, dan tindakan sosial lainnya adalah bahan mental untuk analisis kualitatif. (Deddy Mulyana,2005:150)
Sedangkan untuk menganalisa kajian bentuk songket Palembang dipergunakan pendekatan budaya, melalui estetika bentuk menurut Djelantik yaitu mengkaji proses penciptaan motif-motif hias dari bentuk asli ke dalam subyek motif songket pada bentuk songket Palembang melalui unsur-unsur estetika secara visual dan analisis komparatif dengan bentuk songket-songket lain yang dinilai berkaitan dengan subyek penelitian. Kajian hermeneutik juga dilakukan untuk pembacaan atau penelusuran makna atas motif-motif pada songket Palembang periode awal. Dengan demikian melalui penelitian ini kemunculan dan perkembangan persongketan di wilayah Palembang dapat diketahui dan dicatat.
Pendekatan sosial budaya digunakan di sini dengan asumsi bahwa terbentuknya suatu produk budaya sudah pasti tidak akan terlepas dari keadaan sosial maupun lingkungan yang melingkupinya. Penelitian ini akan mengkaji secara bersamaan keadaan sosial, seni budaya, teknologi pembuatan songket, sejarah, ekonomi, maupun pandangan hidupnya, yang tercermin dalam motif dan ragam hias pada songket Palembang hal tersebut diduga saling berkaitan erat satu sama lain atau saling mempengaruhi.
8
1.6.1 Teknik Pengumpulan Data Beberapa teknik yang sesuai dengan tujuan dan bahan kajian penelitian ini dilakukan bersama secara simultan hal tersebut meliputi teknik observasi, wawancara, studi kepustakaan dan studi dokumentasi yang terkait erat dengan objek penelitian itu sendiri.
Teknik wawancara akan dilakukan secara terstruktur dan terpimpin dengan fokus pada penggalian informasi atas segala sesuatu mengenai songket, Khususnya mengenai motif-motif yang terdapat pada songket Palembang.
Nara sumber atau informan dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang memiliki informasi dan memiliki kaitan erat dengan songket Palembang, diantaranya adalah: -
Pimpinan CV. Kemas Muhammad Ali, pengrajin songket Palembang.
-
Show room Cek Ipah, sekaligus pengrajin songket Palembang.
-
Pihak-pihak dari Museum Balai Putera Dewa Palembang.
-
Ibu Nuni Said sebagai salah satu kolektor songket Palembang
-
Sumber-sumber lain yang terkait sebagai tambahan.
Sumber data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi : -
Dokumen mengenai wilayah kota Palembang
-
Dokumen mengenai sejarah dan keadaan kota Palembang (baik secara geografis, ekonomis, maupun sosial dan budaya).
-
Dokumen tertulis dari kepustakaan atau literatur yang berkaitan erat dengan kajian penelitian diambil dari buku-buku, majalah, harian umum di perpustakaan yang ada.
-
Foto-foto atau gambar-gambar mengenai budaya Palembang yang memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan songket Palembang.
9
1.6.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu: 1. Mencari semua data yang diperlukan mengenai songket secara umum baik mengenai latar belakang dan perkembangannya maupun kekhasan motif dan ragam hias masing-masing.
2. Mencari data-data kepustakaan mengenai landasan teori yang mendukung dan dapat menjelaskan fenomena maupun proses kemunculan songket Palembang dan perkembangannya.
3. Menganalisa corak atau motif-motif khusus yang terdapat dalam tenun songket Palembang juga hal-hal mengenai teknik pembuatan, warna, gaya, sejarah, filosofi, simbol dan sebagainya guna menemukan keunikan dan kekhasan songket Palembang ditinjau dari sudut perupaan atau visualisasinya meliputi unsur garis, bentuk, rupa, warna tekstur, dan sejenisnya, juga material atau bahan yang dipakai serta fungsinya.
4. Data yang perlu dianalisis menggunakan teknik analisis data yang meliputi langkah-langkah reduksi data dan verifikasi, penarikan kesimpulan guna memahami karakteristik songket Palembang dan mencari pembuktian bahwa songket Palembang memiliki kekhasan yang istimewa dan mempunyai peluang untuk diposisikan sebagai salah satu seni tradisional Indonesia yang berpijak pada tradisi etnis yang berharga dan mempunyai daya saing yang pontesial terhadap seni tradisi lainnya
10
1.7 Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pelaporan tertulis dari penelitian, maka tesis ini akan disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Menjelaskan latar belakang pemilihan topik dan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian bentuk songket Palembang, sekaligus menjelaskan metoda dan langkah-langkah atau tahapan penelitian yang akan dikerjakan. Seluruhnya meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, sistematika penulisan, dan kerangka berpikir.
BAB II Songket dan Kebudayaan Dalam Masyarakat Menyajikan gambaran dan latar belakang teori mengenai seni dan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Memberikan kerangka acuan tentang bagaimana karya seni muncul, lahir, berkembang dan hidup dalam suatu komunitas atau masyarakat yang melingkupinya. Bab ini juga menjelaskan mengenai tinjauan estetika, tinjauan ragam hias secara umum, pengertian songket, dan teknik pembuatan songket Palembang.
BAB III Sosial Budaya Masyarakat Palembang Bab ini memuat gambaran umum Propinsi Sumatera Selatan dan gambaran umum daerah penelitian kota Palembang meliputi letak geografis, keadaan sosial masyarakat, sejarah, seni, dan budaya juga sikap hidup masyarakat, keadaan alam, sumber daya manusia, ekonomi masyarakat, dan karakteristik songket Palembang. Karateristik daripada songket meliputi beberapa bagian yaitu songket berdasarkan fungsi dan makna serta tata warna, garis, dan lay out dalam persongketan, yang mendukung proses penelitian.
11
BAB IV Analisis Bentuk dan Makna Songket Palembang Pada bab ini semua data yang diperoleh, dibaca, dan dianalisis berdasarkan teori estetika seni rupa pada kain tradisional songket. Sehingga kajian penelitian ini dapat disimpulkan secara keseluruhan mengenai bentuk ragam hias dan makna simbol yang terdapat dalam songket Palembang.
BAB V Kesimpulan dan Saran Bab ini terbagi dalam 2 bagian yaitu simpulan dan saran simpulan memuat seluruh hasil penelitian termasuk didalamnya temuan-temuan selama penelitian berlangsung dan hasil analisa yang telah dikumpulkan dan diverifikasi. Bagian kedua adalah saran-saran bagi pemecahan masalah yang berhasil terdekteksi, saran bagi terbentuknya teori-teori baru, ataupun rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut mengenai songket pada umumnya dan songket Palembang pada khususnya.
12
1.8 Alur Kerja Penelitian Teori dan konsep penelitian ini akan dijabarkan dalam alur kerja atau kerangka pikir berikut ini: Kebudayaan Palembang
Artefak Budaya Songket Tradisional Palembang
Masyarakat Palembang
Terjadi kontak budaya dengan budaya luar Palembang (Cina, India, dan Hindu)
Aspek desain: Bentuk, warna, motif ragam hias, diversifikasi
Bentuk dan makna simbol motif ragam hias Palembang 1983-2006
Jenis bentuk motif songket Palembang: - songket Lepus - songket Tawur
Kondisi Sosial Budaya masyarakat Pengaruh: - Pengetahuan / pen didikan - Nilai agama - fleksibilitas adat - Perekonomian - Potensi masyarakat (SDM) - Potensi lingkungan
Perkembangan ilmu pengetahuan,teknologi dan informasi
Beberapa jenis makna motif ragam hias songket Palembang: - motif Pucuk rebung & Gunungan - motif Nampan perak - motif Nago besaung - motif Flora (melati, mawar, & bunga tanjung) - motif Ombak-ombak - motif Apit
Kesimpulan Bentuk dan makna motif ragam hias songket Palembang Periode 1983-2006 13