BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kini manusia semakin dimudahkan dan dimanjakan dengan kemajuan teknologi yang ada. Banyak hal bisa didapatkan secara instan dan cepat. Dengan bantuan peralatan memasak modern misalnya, bahan makanan mentah akan siap disantap dalam hitungan menit. Selain makanan, kebutuhan tubuh akan air mudah terpenuhi karena air bersih dialirkan langsung ke tiaptiap rumah, bahkan sekarang banyak sekali jenis minuman kemasan beraneka rasa dan jenis yang bisa dibeli di toko terdekat tanpa kita perlu membuatnya sendiri. Tingkat kebutuhan manusia juga bergeser, yang dulunya kebutuhan sekunder atau tersier berubah menjadi kebutuhan primer. Demi kenyamanan manusia diciptakanlah mesin-mesin pengganti tenaga manusia. Awalnya hanya beberapa mesin besar tapi kemudian diproduksi masal dan menjadi milik perseorangan. Segala hal yang membuat manusia repot bisa diatasi oleh mesin-mesin kecil di sekitar kita. Sampai akhirnya, manusia mencoba memanipulasi alam. Jika musim dingin tiba, telah ada pemanas ruangan yang bisa segera dinyalakan untuk membuat ruangan tetap hangat. Ketika cuaca di luar rumah terlalu panas, beberapa derajat lebih tinggi dari suhu tubuh manusia (dalam keadaan sehat), kita bisa menggunakan pendingin. Pendingin yang kini sering digunakan di dalam ruangan adalah AC (air conditioning). Selain sebagai pendingin, AC juga dilengkapi dengan pengatur kelembaban udara di dalam ruangan karena udara dingin yang keluar dari AC cenderung kering. Industri
AC
berkembang
pesat
hingga
hampir
setiap
rumah
memilikinya. Manusia tidak perlu khawatir lagi menghadapi panasnya musim panas ataupun dinginnya musim dingin. Semua musim bisa dilalui dengan nyaman.
Namun
semua
kenyamanan
1
itu
ternyata
harus
dibayar
2
mahal dengan menipisnya lapisan ozon yang membungkus bumi agar tetap layak untuk dihuni. Dalam proses pendinginannya, AC memerlukan gas refrigeran yang berfungsi sebagai media pendingin. Media ini mampu menyerap sekaligus melepaskan kalor. Refrigeran yang biasanya digunakan untuk mesin pendingin adalah
CFC (Chlorofluorocarbons) yang terbentuk dari atom
klorin (Cl-chlorine), florin (F-fluorin), dan karbon (C-carbon). Ketiga atom ini termasuk atom yang memiliki jumlah elektron valensi yang relatif kurang stabil atau mudah terikat oleh atom lainnya. Jika gas refrigeran ini sampai bocor, biasanya karena AC telah digunakan dalam waktu yang lama (beberapa tahun), peristiwa ini bisa memicu munculnya lubang ozon. Saat CFC telah menyebar ke lapisan ozon dan terkena sinar UV, energi UV memecah atom klorin dari molekul CFC. Klorin memecah molekul ozon dan membentuk klorin monoksida dan dua atom oksigen yang terlepas ke atmosfer. Atom oksigen tersebut kemudian memecah molekul klorin monoksida dan menghasilkan oksigen dan klorin sebagai radikal bebas, siklus perusakan ozon oleh klorin dimulai lagi. Lama kelamaan kandungan molekul ozon (O3) di atmosfer akan semakin berkurang lalu menipis di tempat tertentu sampai akhirnya lapisan ozon berlubang, sehingga fungsinya sebagai filter radiasi matahari akan hilang. Mulai tahun 1994 penggunaan bahan-bahan refrigeran seperti CFCs, HFCs, dan HCFCs dilarang di beberapa negara. Selain dapat merusak lapisan ozon, mereka juga menjadi penyebab terjadinya pemanasan global. Karena begitu banyaknya resiko penggunaan mesin pendingin ini, perlu adanya mesin pendingin lain yang lebih ramah lingkungan. Salah satu alternatif yang bisa dipertimbangkan adalah menggunakan pendingin termoakustik. Beberapa kelebihan pendingin termoakusik dibandingkan pendingin yang lain yaitu tidak adanya komponen yang bergerak, gas yang digunakan adalah jenis-jenis gas yang tidak akan merusak lapisan ozon jika sampai bocor keluar dari sistem. Di samping itu, sususan piranti termoakustik relatif sederhana, sehingga sistem ini tidak memakan banyak biaya dalam
3
pembuatannya. Akan tetapi, tentu saja sistem ini memiliki beberapa kekurangan antara lain bunyi yang ditimbulkan cukup mengganggu karena sistem ini memanfaatkan bunyi (akustik) untuk menghasilkan perbedaan suhu. Kebisingan ini bisa dikurangi/diatasi dengan penggunaan peredam bunyi yang sesuai. Di samping itu, efisiensi piranti termoakustik jenis heat pump atau refrigerator masih tergolong rendah, sehingga penelitian untuk mengoptimalkan efisiensi masih terus dilakukan. Sistem termoakustik telah banyak diterapkan dalam berbagai bidang, antara lain sebagai penghasil daya di dalam sumur untuk industri gas alami, pemanfaatan panas yang dihasilkan industri-industri besar, cryocooling termoakusik dan air conditioning di perusahaan es krim (Wilhelmus, 2009). Bahkan termoakustik telah diteliti untuk diterapkan di ruang angkasa (Garrett dkk., 1993). Termoakusik bukanlah bidang yang tergolong baru, penelitian secara eksperimen serta teori yang kebanyakan menggunakan metode komputasi, telah dilakukan selama lebih dari dua abad yang lalu hingga saat ini. Termoakustik menggabungkan bidang termodinamika dan akustik untuk menggambarkan interaksi antara suhu dan bunyi. Penjelasan secara kualitatif mengenai termoakustik dimulai oleh Rayleigh pada tahun 1887 dalam bukunya The Theory of Sound, sedangkan penjelasan matematisnya dimulai oleh Rott (1980). Prinsip termoakustik dibangun dari asumsi-asumsi, pada gelombang bunyi yang merambat bukan hanya ada osilasi tekanan saja tetapi juga osilasi panas (heat). Dalam percakapan sehari-hari sebenarnya ada juga osilasi panas, namun tidak terdeteksi karena hanya menghasilkan panas sebesar 10-4 oC (Girgin, 2012). Adapun komponen utama sistem termoakustik adalah gas sebagai medium perambatan bunyi, stack, penukar panas (heat exchanger), tabung resonansi dan sumber bunyi. Perbedaan utama penelitian kali ini dengan penelitian lainnya yang telah dilakukan di Laboratorium Fisika Atom Inti Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada adalah pada jenis stack yang digunakan dan pengoperasian penukar
4
panas yang dipasang pada tandon dingin, selanjutnya disebut CHE (cold heat exchanger) sedangkan penukar panas yang ditempatkan di tandon panas disebut HHE atau hot heat exchanger. Gambas atau oyong (Luffa acutangula) biasa dikonsumsi sebagai sayur oleh masyarakat, ketika dikeringkan bentuknya menjadi seperti serat-serat acak. Melihat strukur gambas kering tersebut, penulis tertarik untuk menggunakannya sebagai stack. Selain itu, belum banyak penelitian dalam bidang termoakustik yang memakai stack berbahan organik sekaligus bersifat isolator. Masalah yang ingin diteliti lebih jauh adalah sumber panas yang mengakibatkan naiknya suhu tandon dingin dan tandon panas pada stack ketika loudspeaker diberi input berdaya besar (di atas 80 W) setelah loudspeaker dioperasikan lebih dari 10 menit. Penulis mencoba menggunakan penukar panas untuk mengeluarkan kelebihan panas ini dari sistem termoakustik. Sumber panas tersebut diduga berasal dari stack dan loudspeaker.
1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian berjudul “Studi Pengaruh Penukar Panas untuk Tandon Dingin dan Panas Terhadap Kinerja Sistem Pendingin Termoakustik Menggunakan Stack Berbahan Gambas (Luffa Acutangula)” sebagai berikut: 1.
Dimanakah sumber panas yang mengganggu sistem pendingin termoakustik?
2.
Apakah penukar panas (HHE dan CHE) mempengaruhi perubahan suhu tandon dingin dan tandon panas?
3.
Berapa jarak optimum cold heat exchanger dari sumber bunyi agar efisiensi pendingin maksimum?
4.
Apakah penambahan cold dan hot heat exchanger mempengaruhi angka kerja (COPC) pendingin?
5
1.3. Batasan Masalah Agar lebih terfokus pada rumusan masalah, penelitian ini dibatasi oleh beberapa
variabel
tetap
dari
komponen-komponen
utama
sistem
termoakustik. Gas yang digunakan sebagai medium perambatan bunyi adalah udara yang ada di sekitar kita. Tabung resonator terbuat dari pipa PVC sepanjang 80 cm dengan diameter 5,25 cm. Frekuensi resonansi yang dipilih adalah 103 Hz serta panjang stack 6 cm berbahan gambas (Luffa acutangula). Sumber bunyi yang digunakan adalah sebuah loudspeaker yang mampu membangkitkan gelombang bunyi dengan input daya yang besarnya lebih dari 80 W. Penukar panas untuk tandon panas dipasang berhimpit dengan tandon panas stack, sedangkan penukar panas untuk tandon dingin dipasang dengan jarak bervariasi: 15, 20, 25, 30 dan 35 cm dari sumber bunyi (loudspeaker). Total waktu yang diperlukan untuk satu kali pengambilan data adalah 120 menit (2 jam), 30 menit pertama loudspeaker dihidupkan tanpa pengoperasian penukar panas, pada menit ke-30 HHE dialiri air, kemudian pada menit ke-90 pompa untuk CHE dioperasikan hingga menit ke-120. Suhu tandon dingin dan panas dicatat tiap 1 menit. Tiap variasi jarak CHE, loudspeaker diberi input daya 80 W dan 90 W. Penukar panas untuk tandon panas (HHE) dan tandon dingin (CHE) yang memiliki struktur seperti stack diasumsikan tidak menghasilkan efek termoakustik selama pengambilan data. Dalam hal ini, kedua penukar panas tersebut juga diasumsikan tidak mengganggu mekanisme termoakustik serta pengukuran suhu di dalam stack gambas dan hanya bertindak sebagai pembuang panas dari sistem termoakustik ke lingkungan. Komponen tambahan yang digunakan namun tidak termasuk dalam komponen utama sistem termoakustik adalah sistem elektronik dalam sistem sumber bunyi dan sistem deteksi suhu serta perangkat lunak TcDAS tidak menjadi perhatian utama dalam skripsi ini. Komponen-komponen tersebut digunakan
sebagai
paket
pendukung
termoakustik pada penelitian ini.
untuk
mempelajari
fenomena
6
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian serta penulisan skripsi ini adalah: 1. Menganalisa sumber panas yang muncul melalui penggunaan penukar panas agar suhu tandon panas dan dingin tetap stabil. 2. Mencari jarak optimum cold heat exchanger (CHE) dari sumber bunyi sehingga menghasilkan efisiensi optimum yang bisa dicapai sistem. 3. Untuk mengetahui COPC pendingin termoakustik melalui pengukuran gradien suhu yang terjadi pada tandon dingin dan tandon panas stack berbahan gambas (Luffa acutangula) dengan penambahan CHE dan HHE.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penyusunan skripsi ini, yaitu: 1. Mengetahui sumber panas yang muncul dan mengganggu kestabilan tandon panas dan dingin pada sistem termoakustik. 2. Memahami fungsi penukar panas pada sistem termoakustik. 3. Mengetahui jarak optimum cold heat exchanger demi tercapainya efisiensi optimum. 4. Mengetahui COPC pendingin termoakustik yang menggunakan stack berbahan gambas. 5. Menambah referensi penggunaan stack berbahan organik sekaligus bersifat isolator. 6. Menambah
pemahaman
dan
pengetahuan
mengenai
sistem
termoakustik sebagai mesin pendingin, diharapkan teknologi ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di kemudian hari.
1.6. Sistematika Penulisan Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.
Sejarah
termoakustik
mulai
dari
pencetus
pertama
7
hingga perkembangan terbaru diuraikan dalam Bab II. Ada dua bidang yang membentuk prinsip termoakustik, yaitu termodinamika yang mempelajari panas dan akustika yang mempelajari bunyi. Bab III menjelaskan masingmasing bidang tersebut serta keterkaitannya yang menjadi dasar teori bagi penelitian ini. Hasil eksperimen berikut analisanya disajikan dalam Bab IV. Bab V berisi kesimpulan dan saran untuk penelitian selanjutnya.