BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, menjelaskan bahwa Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan sebesar besar untuk kemakmuran rakyat. Berdasarkan undangundang jalan tersebut, dalam konteks ekonomi manfaat strategis jalan harus dapat menciptakan lapangan pekerjaan baik berskala kecil, menengah maupun besar, harus dapat meningkatkan penggunaan sumber daya dalam negeri serta harus dapat meningkatkan sektor riil dengan menciptakan multiplier effect (efek penggada) bagi perekonomian nasional. Peran jalan tersebut di atas dapat dilakukan dengan menghubungkan pusat-pusat ekonomi yaitu pusat produksi, pusat distribusi, dan pusat pemasaran. Pergerakan ekonomi, jaringan distribusi dan sistem logistik barang dan jasa di Indonesia masih sangat tergantung pada sistem jalan raya” (Munawar, 2007). Hal ini sejalan dengan penyampaian dari Direktur Jenderal Bina Marga pada Focused Group Discussion (FGD, 2009), bahwa “infrastruktur jalan di Indonesia mempunyai peran yang penting dalam sistem transportasi nasional dengan melayani sekitar 92% angkutan penumpang dan 90% angkutan barang pada jaringan jalan yang ada”. Ini artinya bahwa, ide atau gagasan pengembangan dan pembangunan prasarana jaringan jalan merupakan implikasidari proses pemenuhan kebutuhan manusia atau peningkatan nilai ekonomis dari suatu barang. Masyarakat khususnya yang bertempat tinggal di perdesaan merupakan masyarakat yang selama ini masih sangat membutuhkan sentuhan pembangunan prasarana (infrastruktur) jalan. Salah satu masalah yang dihadapi dalam peningkatan ekonomi lokal adalah kurang tersedianya infrastruktur jalan yang memadai, terutama di daerah perdesaan. Banyak lokasi perdesaan dan masyarakat
1
perdesaan di Indonesia masih sangat terisolasi dari berbagai fasilitas, sehingga secara spasial (keruangan) maupun sosial, masyarakat desa masih berada dalam kondisi kemiskinan, hal ini terlihat dari sebagian besar penduduk desa tertinggal harus menempuh jarak 6-10 km ke pusat pemasaran terutama ke pusat kecamatan. Bahkan di desa-desa lainnya penduduk harus menempuh jarak lebih dari 10 km dengan kondisi jalan yang memprihatinkan. Di sisi lain kawasan perdesaan menyimpan berbagai potensi besar seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan bahkan pertambangan yang apabila tidak didukung oleh ketersediaan infrastruktur jalan yang memadai, maka potensi tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengangkat kualitas hidup dan aktivitas perekonomian masyarakat di desa. Penanganan jaringan jalan khususnya daerahdaerah (kawasan) yang terisolasi (perdesaan) ini sangat perlu dilakukan, sehingga hambatan spasial (ruang) dan jarak yang dialami masyarakat yang terisolir, atau jauh dari pusat kegiatan dapat ditanggulangi. Tantangan pembangunan infrastruktur jalan dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari realitas timpangnya sebaran penduduk, perbedaan luas wilayah dan keberagaman kondisi geografis yang ada. Dari data sebaran jumlah penduduk, luas wilayah, panjang jalan, dan jumlah kendaraan yang ada, terlihat bahwa penyebaran penduduk di Indonesia tidak merata di seluruh wilayah yang ada. Misalnya di Pulau Jawa yang mencakup 7,2% dari luas wilayah Indonesia dihuni 59,12% penduduk, sementara Kalimantan, Sulawesi dan Maluku termasuk Papua yang luasnya 32,3%, 10,8% dan 25,0% dari luas wilayah Indonesia masingmasing hanya memiliki jumlah penduduk 5,80%, 7,31% dan 1,08/1,52% saja (BPS, 2010). Demikian pula sebaran jaringan jalan Nasional, lebih dari 47% jaringan jalan yang ada pada saat ini terdapat di pulau Sumatera, 30,50% di Jawa dan 16,23% di Bali yang luas wilayahnya hanya mencakup sekitar 31% dari seluruh wilayah Indonesia. Sisanya 23% berada di Kalimantan, Sulawesi dan NTB (44% dari luas wilayah Nasional), dan hanya 7% yang melayani kawasan NTT, Maluku dan Papua yang memiliki 25% luas wilayah Nasional (BPS, 2010). Selain permasalahan yang telah disebutkan di atas, ada beberapa isu lain yang berhubungan dengan permasalahan jaringan jalan terutama di wilayah 2
perkotaan yaitu volume pergerakan di wilayah perkotaan cenderung meningkat terutama pada jam-jam sibuk sementara jaringan jalan yang ada kurang memadai. Hal ini menyebabkan kecepatan tempuh rata-rata kendaraan menjadi semakin rendah dan tidak jarang terjadi kemacetan serta mengakibatkan tingkat polusi yang meningkat. Kemacetan lalu lintas yang terjadi di perkotaan dapat dilihat dari rendahnya kecepatan rata-rata kendaraan. Bahkan berdasarkan data BPS dan Bina Marga Jakarta pada tahun 2004 saja, diperoleh bahwa kecepatan tempuh rata-rata kendaraan di perkotaan berkisar antara 40-60 km/jam, sedangkan kecepatan tempuh rata-rata yang terjadi di kota-kota metropolitan berkisar antara 15-20 km/jam, dan untuk kota-kota besar berkisar antara 30-40 km/jam. Indikator lain dari kinerja jaringan jalan dapat dilihat dari volume/capacity ratio (VCR), yaitu perbandingan antara jumlah kendaraan yang melewati suatu ruas jalan dengan kapasitas dari ruas jalan tersebut dalam satuan kendaraan per jam. Secara ideal V/C ratio untuk daerah perkotaan lebih kecil dari 0.8 (MKJI, 1997). Pada kenyataannya untuk kota-kota besar di Indonesia V/C berada di antara 0.5-0.7, untuk kota metropolitan antara 0.8-1.0 sementara di Jakarta V/C sudah lebih besar dari 1. Dari data polusi , tingkat polusi udara di Jakarta adalah yang tertinggi dibandingkan tingkat polusi di kota-kota lainnya di Indonesia. Kadar SO2 di Jakarta adalah 0,1077 ppm/24 jam dimana telah melampaui batas standar maksimum yaitu 0,10 ppm/24 jam. Tingkat kebisingan di Jakarta adalah 79 dBA telah melewati batas standar maksimum untuk kebisingan yaitu 55 dBA. Berdasarkan isu-isu penting permasalahan transportasi tersebut di atas, dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembangunan jaringan jalan merupakan kegiatan yang sangat kompleks, baik dilihat dari aspek teknis, aspek ekonomi (finansial), dan aspek lingkungan. Dari aspek teknis perlu dipastikan apakah kawasan yang akan dilalui memungkinkan untuk dibangun infrastuktur jalan secara mudah dan murah, serta memenuhi standar teknis yang dipersyaratkan, dari aspek yang terkait dengan tata ruang harus dipastikan informasi tentang kondisi geologi lingkungan maupun penggunaan lahan. Kondisi tata guna lahan di sepanjang koridor jalan perlu dilihat apakah merupakan lahan yang secara fisik dapat dibangun untuk infrastruktur jalan. Dari aspek ekonomis umumnya yang 3
terkait dengan perhitungan biaya dan manfaat investasi di bidang jalan yang akan dilakukan, yaitu pembangunan jalan dibangun apabila ada kepastian demand terhadap infrastruktur jalan. Kepastian demand ini ditunjukkan oleh volume lalu lintas atau aktivitas perekonomian wilayah yang ada atau diperkirakan akan ada disekitar koridor jalan tersebut. Dari aspek lingkungan, yang perlu dilihat adalah apakah ruas jalan yang akan dibangun melalui kawasan-kawasan sensitif, seperti hutan lindung, sawah irigasi teknis, wilayah adat, dan kawasan-kawasan yang diperuntukkan bagi konservasi budaya, cagar alam atau kawasan pertahanan keamanan. Kawasan-kawasan tersebut secara prinsip harus dihindari agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan resiko keterlambatan pekerjaan jalan akibat adanya penolakan dari aspek lingkungan hidup. Pada kawasan-kawasan yang relatif baru berkembang, umumnya kelayakan ekonomi maupun finansial masih sulit dipenuhi, karena penyediaan infrakstruktur bersifat perintis. Sebaliknya pada kawasan-kawasan perkotaan yang sudah lebih berkembang, pembangunan infrastruktur umumnya dapat lebih layak baik secara ekonomi maupun finasial. Pengetahuan tentang informasi rencana pengembangan jaringan jalan tersebut, dimaksudkan untuk menghindari adanya unsur spekulasi dan terjadinya resiko kerugian akibat penyediaan infrastruktur jalan yang tidak tepat, baik dari segi lokasi, desain, pelaksanaan maupun waktu pelaksanaan. Itulah sebabnya aspek-aspek penting yang perlu perhatikan dalam pembangunan jaringan jalan akan tercapai apabila melalui kebijakan dari Stakeholder (pemerintah) yang tepat. Ketepatan ini diukur dari pengembangan terhadap keserasian penanganan dan optimalisasi potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan (infrastruktur). Dardak (2005) mengemukakan bahwa, kebijakan pembangunan yang tidak bertumpu pada ketiga potensi sumber daya (resources) tersebut akan sulit mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini sudah dialami dengan terjadinya banjir di jalur-jalur utama ekonomi yang disebabkan oleh pembangunan yang kurang memperhatikan daya dukung wilayah sehingga fungsi sistem (sungai dan drainase) tidak memadai. Ini juga telah dialami dengan terjadinya kemacetan-kemacetan (bottleneck) di berbagai jaringan transportasi 4
yang disebabkan oleh pembangunan yang tidak memperhatikan tata guna lahan sehingga kapasitas sumber daya fisik (buatan) tidak lagi mampu menampung perjalanan barang dan manusia yang dihasilkan oleh tata guna lahan. Untuk menyikapi permasalahn tersebut di atas, diperlukan alternatif pendekatan untuk pengembangan jaringan jalan, salah satunya adalah melalui pendekatan kajian Geografi dengan berbasis “daya dukung wilayah”. Daya dukung wilayah adalah merupakan acuan bagi penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Artinya secara hirarki dalam konteks pengembangan jaringan jalan harus dilakukan sesuai dengan skenario pengembangan kawasan yang tercantum dalam Rencana Tata Ruang (RTR), yang antara lain ditujukan untuk meningkatkan akesibilitas dari sentra produksi ke pemasaran dalam rangka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, dan juga diarahkan untuk membuka kawasan-kawasan tertinggal (terisolasi) agar kesenjangan wilayah dapat semakin dikurangi. Perhatian terhadap daya dukung wilayah merupakan kunci bagi perwujudan ruang hidup yang nyaman dan berkelanjutan. Daya dukung wilayah merupakan kemampuan wilayah untuk mengakomodir kegiatan-kegiatan yang berkembang di dalamnya, dilihat dari ketersediaan sumber daya manusia, sumber daya alam dan buatan yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan yang ada, serta kemampuan wilayah dalam mentolerir dampak negatif yang ditimbulkan. Perhatian terhadap daya dukung wilayah seyogyanya tidak terbatas pada ruang (lokasi) di mana sebuah kegiatan berlangsung, namun harus mencakup wilayah yang lebih luas dalam satu ekosistem. Dengan demikian, keseimbangan ekologis yang terwujud juga tidak bersifat lokal, namun merupakan keseimbangan dalam satu ekosistem. Terkait dengan daya dukung wilayah, terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan ruang yaitu; (1) ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan yang akan
dikembangkan.
Dalam
konteks
ini
ketersediaan
tersebut
harus
diperhitungkan secara cermat, agar pemanfaatan sumber daya alam dapat dijaga pada tingkat yang memungkinkan upaya pelestariannya, (2) jenis kegiatan yang 5
akan dikembangkan harus sesuai dengan karakteristik geomorfologis lokasi (bentuk lahan, kemiringan lereng, struktur geologi), hal ini dimaksudkan agar kawasan (baik dalam bentuk lahan maupun non lahan) dapat didorong untuk dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan sifat fisiknya, (3) intensitas kegiatan yang akan dikembangkan dilihat dari luas kawasan yang dibutuhkan dan skala produksi yang ditetapkan, hal ini sangat terkait dengan pemenuhan kebutuhan sumber daya alam dan sumber daya buatan. Intensitas kegiatan yang tinggi akan membutuhkan sumber daya dalam jumlah besar yang mungkin tidak sesuai dengan ketersediaannya, (4) dampak yang mungkin timbul dari kegiatan yang akan dikembangkan terhadap lingkungan sekitar dan kawasan lain dalam satu ekosistem, baik dampak lingkungan maupun dampak sosial. Hal ini dimaksudkan agar pengelola kegiatan yang memanfaatkan ruang dapat menyusun langkahlangkah antisipasi untuk meminimalkan dampak yang timbul, dan (5) alternatif metoda penanganan dampak yang tersedia untuk memastikan bahwa dampak yang mungkin timbul oleh kegiatan yang akan dikembangkan dapat diselesaikan tanpa mengorbankan kepentingan lingkungan, ekonomi, dan sosial-budaya masyarakat. Sejalan dengan uraian tersebut di atas, khusus di Provinsi Gorontalo orientasi pembangunan transportasi diarahkan pada peningkatan ketersediaan dan kualitas pelayanan agar tercapai suatu sistem transportasi antar moda yang erat kaitannya dengan kondisi fisik dan geografis wilayah, dan mampu meningkatkan efektifitas transportasi antara daerah dan kawasan pertumbuhan, serta mampu memberikan pelayanan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat yang meliputi transportasi darat, laut dan transportasi udara. Peningkatan ketersediaan transportasi darat diarahkan pada menambah jalur-jalur jalan baru, dan untuk peningkatan kualitas pelayanan diarahkan pada memelihara dan memperbaiki permukaan dan menambah lebar jalur-jalur darat yang telah ada. Salah satu agenda pokok yang telah dijalankan Provinsi Gorontalo adalah inovasi dalam menumbuhkembangkan ekonomi rakyat berbasis desa yang diarahkan untuk meningkatkan kinerja sektor unggulan daerah dalam menunjang produktivitas daerah yang bertumpu pada ekonomi desa. Agenda ini diarahkan untuk memenuhi hak-hak dasar, masyarakat dalam bentuk bebas dari kemiskinan, 6
pengangguran, minimnya sandang, pangan, dan papan, serta keterbatasan infrastruktur dasar ekonomi. Untuk itu, peningkatan ekonomi masyarakat lebih ditekankan pada peningkatan akses masyarakat ke sumber-sumber ekonomi dalam frame agropolitan sehingga kinerja sektor unggulan daerah meliputi pertanian, perkebunan, perikanan kelautan, dan peternakan secara nyata dapat meningkatkan kemakmuran rakyat. Selain itu, akan ditempuh kebijakan untuk membangkitkan industri dan usaha kecil menengah yang berbasis pada kompetensi daerah, peningkatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta peningkatan investasi di daerah. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dalam bidang ekonomi adalah terpenuhinya hak untuk berusaha, hak untuk memeperoleh akses atas kebutuhan infrastruktur dasar ekonomi, hak berinovasi, hak untuk memperoleh akses permodalan, hak atas kesetaraan ekonomi, hak atas pemerataan distribusi barang dan jasa, hak atas informasi, serta hak atas pengelolaan SDA. Begitu pentingnya fungsi jalan ini menuntut pemerintah untuk mempunyai suatu strategi perencanaan dan penanganan jalan yang cepat, tepat dan akurat. Hal ini tentu sangat memerlukan ketersediaan informasi data historis jaringan jalan dan jembatan beserta kondisinya yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, dan RTRW Pulau Sulawesi serta analisis RTRWP Gorontalo 2010–2030 ditetapkan bahwa kawasan andalan di wilayah Provinsi Gorontalo adalah; (a) Kawasan andalan Gorontalo dan sekitarnya dengan sektor unggulan pemerintahan, perdagangan, pertanian, perikanan, perkebunan, industri, pariwisata, dan pertambangan; (b) Kawasan andalan Marisa dan sekitarnya dengan sektor unggulan pertanian, perkebunan, perikanan, dan pariwisata; (c) Kawasan andalan Teluk Tomini dan sekitarnya dengan sektor unggulan perikanan dan pariwisata; (d) Kawasan andalan Laut Sulawesi dan sekitarnya dengan sektor unggulan perikanan, pariwisata bahari dan transportasi laut. Dalam rangka menunjang agenda pembangunan Provinsi Gorontalo tersebut, maka pembangunan infrastruktur khusunya jaringan jalan yang baik menjadi sangat penting, sehingga dalam penelitian ini berusaha mengkaji 7
bagaimana konsep mengembangkan jalan berbasis daya dukung wilayah di Provinsi Gorontalo. 1.2 Perumusan Masalah Provinsi Gorontalo dalam skala Nasional, merupakan bagian dari koridor ekonomi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang memiliki berbagai keunggulan, khususnya yang dominan di sektor pertanian dan sektor kelautan. Potensi tersebut umumnya tersebar pada kawasankawasan pergunungan yang memiliki aksessibilitas yang terbatas. Secara administrasi Provinsi Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Daerah Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, dan secara geografis mempunyai luas 12.215,44 km2. Provinsi Gorontalo terdiri dari 6 (enam) wilayah kota/kab (satu Kota dan lima Kabupaten). Luas wilayah dan panjang jalan di masing-masing Kabupaten dan Kota ditunjukkan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Luas dan Panjang Jalan per Kab/Kota di Provinsi Gorontalo 2010 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Wilayah (Kab/Kota) Kota Gorontalo Gorontalo Boalemo Pohuwato Bone Bolango Gorontalo Utara Jumlah
Luas (Km2) 64,79 1.846,4 2.510,40 4.244,31 1.984,31 1.580,58 12.215,44
Luas Panjang (%) Jalan (Km) 0.53 262,831 15.10 1315,180 20.53 868,950 34.70 1393,640 16.22 2032,970 12.92 578,620 100 6452,191
Panjang (%) 4,07 20,38 13,47 21,60 31,51 8,97 100
Rasio (km/km2) 4,057 0,712 0,346 0,328 1,025 0,366 0,528
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten/Kota (2010) Panjang jalan yang tersebar di Provinsi Gorontalo sampai dengan tahun 2009, kurang lebih 6.452,191 km. Dari total panjang jalan yang ada tersebut, proporsi jalan Nasional 616,24 km (9,55%), jalan Provinsi 406,26 km (6,33%), dan jalan kota/kabupaten kurang lebih 5.427,691 km (84,12%). Jika dibandingkan dengan luas wilayah Provinsi Gorontalo, kerapatan (rasio) jalan terhadap luas wilayah tergolong kecil yaitu berkisar 0,528 kilometer per satuan luas (km/km2). Sebagai respon terhadap permasalahan yang dihadapi tersebut dan dengan mempertimbangkan urgensitas di sektor transportasi, maka Pemerintah melalui
8
Rencana Tata Ruang Wilayah memprioritaskan peningkatan pembangunan daerah, dan salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan meningkatkan ekonomi wilayah. Peningkatan tersebut diiringi dengan cara meningkatkan aksesibilitas wilayah hingga ke daerah terpencil dan terisolasi sehingga dapat mendukung kelancaran aliran investasi dan produksi antar wilayah. Pengembangan sistem transportasi darat di Provinsi Gorontalo saat ini meliputi jalur utama nasional, jalur utama Provinsi dan jalur pengembangan. Jalur utama merupakan bagian dari jalur transportasi nasional dan Provinsi. Dari sisi perekonomian, jalur ini diharapkan akan berperan penting dalam memperkuat dan mempercepat orientasi arus perdagangan yang berfokus ke Kota Gorontalo. Jalur pengembangan merupakan jalur pendukung yang terdiri dari; lintas Barat dengan rute Kwandang – Tolinggula dan lintas Tengah dengan rute Isimu – Paguyaman – Marisa. Jalur pengembangan ini diharapkan untuk memperpendek jarak tempuh arus barang dan jasa. Rencana lain yang dilakukan pemerintah akan datang adalah dalam upaya mendukung aksesibilitas wilayah segitiga Paguyaman–Kwandang– Gorontalo, maka direncanakan akses jalan yang lebih singkat menghubungkan ketiga kota tersebut, dengan melewati pelabuhan Anggrek dan Isimu. Untuk menghubungkan pusat pemerintahan Provinsi Gorontalo di Kota Gorontalo dengan Bandara Djalaluddin serta wilayah lainnya, guna memudahkan pelayanan pergerakan barang dan penduduk di sekitar wilayah tersebut, maka saat ini telah dibangun jalan by-pass Kota Gorontalo–Bandara Jalaludin (Gorontalo By-Pass), Talumolo–Bundaran Telaga, Telaga–Bundaran Bandara (Akses Bandara), dan Ruas Jalan Limboto–Isimu. Berdasarkan rencana tata ruang wilayah Provinsi Gorontalo, tercantum rencana di bidang transportasi darat, yaitu pengembangan jaringan jalan baru yang menghubungkan antara wilayah dalam lingkup wilayah Provinsi Gorontalo. Antara lain yang menjadi lokus dalam penelitian ini adalah pembangunan/ peningkatan jaringan jalan (1) Marisa-Tolinggula, (2) Tapa-Atinggola, dan (3) Aladi-Tulabolo. Sasaran yang ingin dicapai terhadap pembangunan jaringan jalan tersebut adalah untuk meningkatkan perekonomian pada daerah-daerah yang
9
mempunyai pendapatan rendah, sekaligus membuka daerah – daerah terisolir yang banyak tersebar di wilayah tersebut. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka fokus penelitian dirumuskan dalam permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah daya dukung wilayah Provinsi Gorontalo dalam rangka upaya pengembangan jaringan jalan? 2. Wilayah atau kawasan mana yang masih potensial (memungkinkan) untuk pengembangan jaringan jalan berdasarkan daya dukung wilayah di Provinsi Gorontalo? 3. Bagaimanakah arahan pengembangan jaringan jalan berdasarkan kondisi daya dukung wilayah di Provinsi Gorontalo? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, secara umum penelitian ini dirancang untuk menerapkan kajian geografi secara kritis dan mendalam dalam mengkaji pengembangan jaringan jalan yang berbasis daya dukung wilayah. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji daya dukung wilayah Provinsi Gorontalo dalam rangka upaya pengembangan jaringan jalan; 2. Menganalisis wilayah atau kawasan yang masih potensial (memungkinkan) untuk pengembangan jaringan jalan berdasarkan daya dukung wilayah di Provinsi Gorontalo; 3. Menyusun arahan pengembangan jaringan jalan berdasarkan kondisi daya dukung wilayah di Provinsi Gorontalo. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis, diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya konsepsi pengembangan jaringan jalan berdasarkan daya dukung wilayah. 10
2. Manfaat praktis, diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pengambil keputusan dalam pengembangan jaringan jalan di Provinsi Gorontalo. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian “Pengembangan Jaringan Jalan Berdasarkan Daya Dukung Wilayah Di Provinsi Gorontalo”, melalui pendekatan analisis keruangan (spatial approach). Ruang lingkup penelitian ini dapat dikelompokkan dalam dua ruang lingkup, yaitu ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah. 1.5.1
Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materi yang dibahas dalam penelitian ”Pengembangan
Jaringan Jalan Berdasarkan Daya Dukung Wilayah Di Provinsi Gorontalo” dibatasi pada hal-hal sebagai berikut: a. Menelaah aspek-aspek lingkungan fisik dasar (geobiofisik wilayah) yang mempengaruhi
Daya
Dukung
Wilyah
(DDW)
untuk
pemanfaatan
pengembangan jaringan jalan, berupa aspek gemorfologi (bentuk lahan), kelerengan, geologi, tanah, erosi, banjir, kelongsoran berdasarkan data Geospasial (Peta Citra, Peta Rupa Bumi, Peta Geologi dan lain-lain) serta hasil survei lapangan. b. Mengklasifikasikan tingkat DDW kawasan yang sesuai atau cocok untuk pengembangan jaringan jalan berdasarkan kombinasi analisis overley peta dan analisis skoring yang diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografi (SIG), dengan mempertimbangkan pengaruh aspek penggunaan lahan, aspek fungsi kawasan, aspek ekonomi, sosial dan budaya. c. Menyususun arahan pengembangan jaringan jalan di Provinsi Gorontalo, yaitu (1) arahan pengembangan jaringan jalan berdasarkan 3 (tiga) alternatif pilihan letak lintas (trase) jalan, (2) arahan pengembangan jaringan jalan berdasarkan arahan pengembangan jaringan jalan primer. (3) arahan pengembangan jaringan jalan berdasarkan potensi infrastruktur yang dibutuhkan. 1.5.2
Ruang Lingkup Wilayah Wilayah yang menjadi lingkup penelitian ”Pengembangan Jaringan Jalan
Berdasarkan Daya Dukung Wilayah Di Provinsi Gorontalo”, yaitu terdapat di 3 11
(tiga) lokasi kawasan sebagai sampel wilayah yang terdiri dari (a) kawasan Marisa-Tolinggula, (b) kawasan Tapa-Atinggola, dan (c) kawasan AladiTulabolo. 1.6 Keaslian Penelitian Untuk menunjukkan keaslian penelitian ini dapat dilihat dari beberapa penelitian relevan yang pernah dilakukan. Laiko (2010) dalam penelitiannya mengemukakan, bahwa aspek kemampuan lahan sangat berpengaruh terhadap penentuan lokasi permukiman, disusul aspek penggunaan lahan dan sosial ekonomi budaya masyarakat. Hasil penelitian Laiko (2010) tersebut menyimpulkan; ada empat kelas kemampuan lahan yang memungkinkan lokasi tersebut untuk pengembangan permukiman, yaitu (1) kelas kawasan yang sangat baik tidak terdapat kendala yang berarti, (2) kelas kawasan dengan kendala 1 karena faktor fisik lahan, (3) kelas kawasan dengan kendala 2 faktor fisik dan lingkungan, (4) kelas kawasan dengan kendala lahan berfungsi lindung. Suryanto (2010) didalam penelitiannya mengemukakan, bahwa dalam menentukan kawasan permukiman di daerah DAS adalah dengan cara mengkaji daya dungkung lingkungan, yang dijabarkan dalam penilaian terhadap aspek fisik lahan, aspek kependudukan dan aspek ketersediaan prasarana penunjang untuk kawasan permukiman. Kesimpulan dari penelitian Suryanto (2010) tersebut diperoleh, sebaran wilayah yang layak dan tidak layak untuk mengembangan permukiman di kawasan DAS. Riyadi (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kerusakan jalur jalan yang bersifat alami dapat dikaji melalui pendekatan kondisi (fisik) geomorfologis wilayah dengan cara mengkaji satuan medannya, sehingga akan diperoleh kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan. Saruksuk (2006), mengkaji konsep pengembangan jaringan jalan di daerah rawan bencana berdasarkan varibel kondisi fisik alam dan pola pergerakan penduduk, dengan menggunakan analisis NetWork Analyst ArcView GIS. Dari hasil penelitiannya tersebut diperoleh rute jalur jalan terpendek yang sesuai untuk mobilisasi korban bencana. Nelly (2006), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa parameter fisik lahan digunakan
12
sebagai acuan dalam menentukan keterlintasan jalur jalan. Peneliti yang lain yakni Safrel (2000), menjelaskan dalam penelitiannya bahwa foto udara Pankromatik Hitam Putih Skala 1:25.000, dapat digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan untuk jalur dengan tingkat ketelitian mencapai 80%. Berdasarkan uraian berbagai penelitian yang telah dilakukan itu, maka dapat disimpulkan bahwa; (1) Secara umum (makro) peneliti mengkaji pengembangan suatu kawasan untuk kegiatan penggunaan tertentu baik untuk kawasan permukiman, kawasan industri, maupun pengembangan kawasan untuk jalur jalan, berdasarkan potensi fisik wilayah dan kendala fisik wilayah. Kemudian peneliti tersebut berusaha mencari model atau strategi yang cocok untuk penerapan pengembangan wilayah, baik untuk permukiman, industri maupun pengembangan jaringan jalan. (2) objek vital yang dianalisis yaitu kararkteristik fisik lahan, (3) formulasi analisis hanya terbatas pada evaluasi kesesuaian berdasarkan satuan lahan atau satuan medan. Perbedaan penelitan terdahulu dengan penelitian yang dilakukan ini adalah; (1) penelitian ini lebih memfokuskan pada kajian daya dukung wilayah dan model spasial pengembangan jaringan jalan dengan berbagai kriteria-kriteria pendukungnya. (2) Formulasi pendekatan kajian daya dukung wilayah yang dibangun dalam penelitian ini menggunakan 3 (tiga) komponen pendekatan
variabel analisis yaitu (a)
komponen variabel daya dukung lingkungan fisik, yang terdiri dari variabel potensi fisik dan kendala fisik wilayah, (b) komponen variabel daya tampung lingkungan, yang didasarkan pada variabel ambang batas wilayah terhadap tekanan penduduk, dan (c) komponen variabel penggunaan lahan, yang didasarkan pada variabel jenis penggunaan lahan eksisting. Beberapa penelitian yang terkait dengan model pengembangan dan daya dukung yang pernah dilakukan dan sedang dilakukan saait ini, dapat ditunjukkan pada Tabel 1.2.
13
Tabel 1.2. Perbedaan Penelitian Terdahulu dan Keterkaitan Dengan Penelitian Kajian Pengembangan Jaringan Jalan Berdasarkan Daya Dukung Wilayah No 1.
Lokasi, Peneliti dan Tahun Kabupaten Gorontalo, Laiko (2010)
Tujuan Menganalisis kemampuan lahan berdasarkan aspek-aspek kemampuan lahan yang dibutuhkan bagi kegiatan pengembangan permukiman
2.
Kota Semarang, Suryanto (2010)
Mengkaji daya dukung lingkungan DAS Beringin, dan lokasi yang memungkinkan untuk pengembangan kawasan permukiman
3.
Kabupaten Grobogan, Riyadi (2007)
Mengetahui satuan medan dan kelas kesesuaian medan untuk jalur jalan
4.
Kota Sibolga, Saruksuk (2006)
Mengkaji konsep pengembangan jaringan jalan pada kota yang rawan bencana gempa dan tsunami dengan menggunakan NetWork Analyst ArcView GIS.
5.
Kabupaten Kutai Kertanegara, Nelly (2006)
Mengetahui parameter fisik lahan yang digunakan untuk keterlintasan jalan Membuat alternatif letak jalur jalan antara kecamatan
Metode dan Analisa Pendekatan Keruangan Kuantitatif Satuan wilayah Scoring Purposive Observasi, dokumentasi Proses SIG
Pendekatan Keruangan Kuantitatif & Kualitatif Satuan wilayah Scoring Purposive Observasi, wawancara, dokumentasi Proses SIG Pendekatan Keruangan Kuantitaif Satuan medan Purposive Scoring Obesrvasi, dokumentasi Proses SIG Pendekatan Keruangan Kuantitatif & Kualitatif Komparatif Purposive Observasi, kuisioner, wawancara Simulasi Pendekatan Keruangan Kualitatif Interpretasi foto udara Satuan lahan Stratified
Hasil Penelitian Empat kelas kemampuan lahan (1) kemungkinan (potensi) merupakan kawasan yang sangat baik, (2) kendala I, (3) kendala II merupakan kawasan yang memiliki hambatan fisik dan lingkungan, dan (4) kendala lahan limitasi (lindung) merupakan kawasan yang mutlak tidak diizinkan untuk pengembangan permukiman. 84,68% wilayah DAS Beringin mempunyai daya dukung lingkungan fisik yang layak untuk pengembangan permukiman dengan Kategori Baik.
Diperoleh dua kelas kesesuaian medan yang dilalui jalur jalan eksisting; kelas kesesuaian III (cukup), dan kelas kesesuaian IV (tidak sesuai), dengan faktor perhambat relief tanah, geologi, hidrologi dan penggunaan tanah.
Terjadi kemacetan lalu lintas dalam pergerakan penduduk sehingga memperlambat waktu tempuh ke zona aman Dengan pelebaran ruas dan radius simpang jalan eksisting akan mepersingkat waktu 15 menit dalam pergerakan penduduk dari kawasan pantai ke zona aman. Peta keterlintasan jalan, dan peta jalur jalan alternatif
14
Lanjutan Tabel 1.2. No
Lokasi, Peneliti dan Tahun
Tujuan Tenggarong dengan kecamatan Loa Kulu
6.
Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Safrel (2000)
Mengkaji besarnya peran foto udara Pankromatik Hitam Putih Skala 1 : 25.000 sebagai sumber data fisik untuk evaluasi kesuaian lahan terutama untuk pembangunan jalan
7.
Provinsi Gorontalo, Anton Kaharu (2012)
Mengkaji daya dukung wilayah Provinsi Gorontalo dalam upaya pengembangan jaringan jalan; Menganalisis wilayah atau kawasan yang masih potensial (memungkinkan) untuk pengembangan jaringan jalan berdasarkan daya dukung wilayah di Provinsi Gorontalo; Menyusun arahan pengembangan jaringan jalan berdasarkan daya dukung wilayah di Provinsi Gorontalo.
Metode dan Analisa random Scoring Proses SIG Pendekatan Keruangan Kualitatif Interpretasi foto udara Observasi lapangan Satuan lahan Proses SIG Pendekatan Keruangan Kuantitatif & Kualitatif Interpretasi Foto Citra Satelit & Peta RBI Observasi, dokumentasi Stratified proporsional Satuan unit medan Scoring Proses SIG Skenario
Hasil Penelitian
Kesesuaian lahan untuk jalur jalan dengan tingkat ketelitian 80% Peta kesesuaian lahan untuk jalur jalan.
Luas dan sebaran daya dukung wilayah Provinsi Gorontalo Peta Daya Dukung Wilayah Provinsi Gorontalo untuk Lokasi Potensial pengembangan jaringan jalan. Letak dan luas kawasan potensial untuk pengembangan jaringan jalan. Peta letak dan profil jalur jalan alternatif. Jaringan Jalan alternatif berdasarkan fungsi jalan Arahan Pengembangan Jaringan Jalan
15