BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih memunculkan berbagai macam barang elektronik yang dapat memudahkan dan memanjakan manusia dalam melakukan beberapa hal. Salah satunya adalah penggunaan gas Clorofluorocarbon (CFC) sebagai medium pendingin pada mesin pendingin dan bahan aktif untuk pemadam kebakaran. Pada dasarnya gas CFC tidak berbahaya karena memiliki sifat tidak beracun, stabil, dan tidak mudah terbakar. Namun penggunaan gas CFC yang berlebih dapat mengakibatkan rusaknya lapisan ozon yang melindungi bumi dari radiasi matahari, sehingga gas CFC menjadi gas yang tidak ramah lingkungan. Selain itu, gas CFC juga menjadi salah satu pemegang andil dalam gas efek rumah kaca. Ozon (O3) merupakan molekul yang terdiri dari tiga atom oksigen yang berbentuk gas pada suhu kamar. Ikatan antar atom oksigen pada molekul ozon agak lemah dibanding molekul oksigen yang terdiri dari dua atom (O2), sehingga salah satu dari ketiga atom oksigen tersebut mudah lepas dan bereaksi dengan molekul lain. Lapisan ozon yang terdapat di stratosphere memegang peranan yang sangat penting untuk melindungi bumi dari bahaya sinar ultraviolet. CFC menguraikan ozon menjadi oksigen dan sebuah oksigen bebas radikal yang menimbulkan suatu lapisan oksigen sehingga lapisan ozon menjadi semakin tipis dan mudah tertembus sinar ultraviolet dari matahari. Sinar ultraviolet yang masuk ke bumi dapat membahayakan kehidupan manusia. Karena sinar ultraviolet yang masuk ke bumi memiliki intensitas tinggi, sehingga dapat mengakibatkan penyakit kanker kulit, katarak, serta penurunan sistem kekebalan tubuh. Oleh karena itu, diperlukan suatu medium pengganti yang ramah lingkungan untuk menggantikan gas CFC atau freon sebagai bahan pendingin (refrigerant). Salah satu alternatifnya adalah menggunakan piranti termoakustik. Penggunaan piranti termoakustik diharapkan dapat menggantikan mesin kontainer dingin (cold storage) yang menggunakan medium pendingin CFC atau freon. 1
2
Piranti termoakustik tersebut adalah pendingin termoakustik yang menggunakan medium udara atau gas mulia yang ramah lingkungan sebagai bahan pendinginnya (refrigerant). Berdasarkan cara kerjanya piranti termoakustik dibedakan menjadi dua, yaitu mesin kalor (heat engine) dan pemompa kalor (heat pump) atau pendingin (refrigerator). Mesin kalor merupakan piranti termoakustik yang dapat membangkitkan gelombang bunyi dengan adanya perbedaan suhu. Sebaliknya pompa kalor atau pendingin merupakan piranti termoakustik yang memanfaatkan efek termoakustik, yaitu perbedaan suhu akibat adanya gelombang bunyi (Setiawan dkk, 2005). Berdasarkan pada gelombang yang digunakan, jenis piranti termoakustik dibedakan menjadi dua, yaitu jenis gelombang berdiri/tegak dan jenis gelombang berjalan (Swift, 2002). Piranti pendingin termoakustik memiliki beberapa keunggulan yang menyebabkan teknologi tersebut digunakan sebagai alternatif pengganti pendingin konvensional. Selain penggunaan medium kerja yang ramah lingkungan, piranti termoakustik memiliki konstruksi yang relatif lebih sederhana, kemudian ketersediaan alat dan bahan yang mudah dijangkau, sehingga pembuatannya memerlukan biaya yang relatif murah. Penelitian mengenai pendingin termoakustik telah banyak dilakukan, salah satunya di Laboratorium Fisika Atom dan Inti, Universitas Gadjah Mada. Penelitian tersebut terkait dengan beberapa parameter yang dapat mempengaruhi perubahan suhu pada pendingin termoakustik. Beberapa parameter diantaranya adalah pengaruh frekuensi harmonik orde 1,3,5, dan 7 untuk berbagai macam stack berpori lingkaran (Cahyono, 2007), dimensi resonator silindris meliputi panjang dan diameter resonator (Setiawan dkk, 2008), stack berpori lingkaran (Kristiawan, 2008), porositas dan bahan stack (Achmadin, 2013), frekuensi resonansi tabung dan panjang stack (Murti, 2013), variasi tegangan speaker (Dyatmika, 2013), bahan organik gambas (luffa acutangula) kering (Candraresita, 2013), hot heat exchanger (HHE) dan cold heat exchanger (CHE) (Putri, 2013), dan lain sebagainya. Semua penelitian tersebut menggunakan sistem pendingin termoakustik gelombang berdiri.
3
Penelitian yang akan dilakukan adalah menggunakan sistem termoakustik gelombang
berdiri
dan
gelombang
berjalan.
Penelitian
tersebut
akan
menggunakan jenis stack berbahan organik, seperti gambas (luffa acutangula), batang padi, dan serat nanas. Hal tersebut dikarenakan masih sedikitnya penelitian dengan menggunakan stack berbahan organik, padahal bahan organik merupakan bahan isolator (konduktivitas termal kecil), sehingga sangat cocok digunakan sebagai stack. Selain itu, penggunaan stack berbahan organik relatif lebih murah biayanya dibanding dengan bahan anorganik. Pemilihan bahan stack gambas dikarenakan bahan tersebut memiliki bentuk pori tak sejajar (pori acak) dari gambas yang sudah dikeringkan. Stack batang padi memiliki pori sejajar seperti silinder berongga, sedangkan serat nanas kering memiliki bentuk seperti helaian rambut dan porinya terbentuk dari tumpukan-tumpukan serat nanas (pori sejajar) dan memiliki konduktivitas termal yang relatif rendah, yaitu 0,0273 watt/m.K (Marsoem dkk, 2009). Pori tersebut berfungsi sebagai tempat untuk transfer kalor dari tandon dingin ke tandon panas. Candraresita (2013) meneliti variasi frekuensi resonansi dan panjang stack berbahan organik gambas kering dengan panjang resonator 83 cm dan diameter 5,25 cm. Hasil yang didapatkan, frekuensi optimum 103 Hz dengan penurunan suhu 4,7 oC dan panjang stack optimum 6 cm, penurunan suhunya 5,3 oC. Putri (2013) meneliti penukar panas untuk tandon dingin dan panas menggunakan stack gambas yang panjangnya 6 cm. Hasil yang diperoleh adalah jarak optimum CHE adalah 35 cm dari loudspeaker yang menghasilkan ΔTC terbesar yaitu 7,2 oC untuk daya masukan 90 W. Berawal dari latar belakang tersebut, dilakukan penelitian untuk menyelidiki pengaruh stack berbahan organik terhadap perubahan suhu pada sistem termoakustik gelombang berdiri dan gelombang berjalan. Parameter yang digunakan untuk mengetahui perubahan suhu pada sistem termoakustik adalah jenis bahan, bentuk bahan (pori), panjang stack masing-masing bahan, frekuensi resonansi tabung resonator, dan daya loudspeaker. Penggunaan stack berbahan organik pada sistem termoakustik diharapkan dapat menghasilkan penurunan suhu yang maksimum dengan parameter tersebut.
4
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana pengaruh keberadaan stack terhadap pergeseran frekuensi resonansi tabung resonator pada sistem pendingin termoakustik ? 2. Bagaimana pengaruh penggunaan jenis stack berbahan organik yang berbedabeda bentuk pori terhadap perubahan suhu ? 3. Bagaimana pengaruh panjang stack berbahan organik terhadap perubahan suhu pendingin termoakustik gelombang berdiri ? 4. Bagaimana pengaruh variasi daya loudspeaker terhadap perubahan suhu dan perbandingan perubahan suhu pada pendingin termoakustik gelombang berdiri dan gelombang berjalan ?
1.3 Batasan Masalah Berdasarkan dari perumusan masalah, pada penelitian ini dilakukan pembatasan-pembatasan agar masalah yang dibahas menjadi lebih terarah antara lain : 1. Alat yang digunakan adalah pendingin termoakustik gelombang berdiri dan gelombang berjalan. 2. Jenis stack berbahan organik yang digunakan adalah gambas (luffa acutangula), batang padi, dan serat nanas. 3. Mengabaikan pengaruh kadar air yang terkandung dalam stack batang padi. 4. Bahan stack terbaik pada pendingin termoakustik gelombang berdiri kemudian diaplikasikan ke pendingin termoakustik gelombang berjalan.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Menentukan pergeseran frekuensi resonansi akibat keberadaan stack pada tabung resonator. 2. Menentukan pengaruh jenis stack berbahan organik yang berbeda-beda bentuk pori terhadap perubahan suhu.
5
3. Menentukan pengaruh panjang stack terhadap perubahan suhu pada pendingin termoakustik gelombang berdiri. 4. Menentukan pengaruh variasi daya loudspeaker terhadap perubahan suhu dan perbandingan perubahan suhu pada pendingin termoakustik gelombang berdiri dan berjalan.
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah 1. Dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk menentukan variabel-variabel optimum lain pada sistem pendingin termoakustik gelombang berdiri dan gelombang berjalan. 2. Penelitian ini dapat diterapkan untuk membuat sistem pendingin yang murah, efisien, dan ramah lingkungan.
1.6 Hipotesa Hipotesa dalam penelitian ini adalah 1. Keberadaan stack di dalam tabung resonator, menyebabkan terjadinya pergeseran frekuensi resonansi akibat volume tabung yang berkurang. 2. Penggunaan jenis stack bahan organik (gambas, batang padi, dan serat nanas) dengan berbagai bentuk pori akan menghasilkan penurunan suhu yang cukup besar karena jenis stack memiliki konduktivitas yang relatif kecil. 3. Panjang stack dan daya loudspeaker yang divariasi pada jenis bahan akan diperoleh panjang optimum dan daya optimum bahan yang menghasilkan penurunan suhu maksimum. 4. Penggunaan sistem termoakustik gelombang berjalan dengan jenis stack bahan organik akan diperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan sistem termoakustik gelombang berdiri. Secara teori, proses transfer kalor pada sistem termoakustik gelombang berdiri berlangsung irreversibel.