BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang dikenal dengan
sumberdaya alamnya yang sangat melimpah seperti sumberdaya lahan, hutan, air, hasil tambang, dan lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman saat ini sumberdaya alam yang ada dieksploitasi secara terus menerus tanpa adanya tindakan untuk menjaganya atau mengelolanya, contohnya saat ini dengan berubahnya fungsi suatu penutup dan penggunaan lahan yang sangat cepat (Hardiwinarto et al, 2006). Semakin berkembangnya suatu wilayah maka semakin banyak pula kegiatan pembangunan.
Kegiatan
pembangunan
tersebut
secara
langsung
banyak
mengakibatkan konflik pengelolaan sumberdaya alam untuk pembukaan suatu lahan terutama perubahan lahan hutan menjadi lahan tambang, lahan pertanian menjadi permukiman dan seterusnya sehingga pada akhirnya akan terjadi degradasi lahan yang akan mengancam sistem ekologis di wilayah tersebut. (Pujowati, 2006). Kegiatan pembukaan lahan yang dilakukan secara intensif dan terus menerus akan mengakibatkan pengaruh yang buruk terhadap tanah dan tutupan lahan diatasnya. Akibat adanya kegiatan tersebut telah memberikan dampak yang sangat besar terhadap lingkungan, sehingga pada akhirnya akan terjadi suatu degradasi. Salah satu bentuk ancaman degradasi yang dominan di Indonesia adalah terjadinya erosi tanah yang berakibat terhadap luas dan kualitas lahan kritis yang semakin meluas dan memberikan dampak yang negatif bagi daerah sekitarnya. Sejak beberapa tahun belakangan ini erosi diakui secara luas sebagai suatu permasalahan global yang serius. Untuk itu diperlukan suatu kajian mengenai bahaya erosi, yang mana hal tersebut dikarenakan tidak setiap tempat memiliki karakteristik lahan yang sama.
1
Erosi yang banyak terjadi saat ini bukan saja berdampak terhadap daerah yang langsung terkena dari efek pembukaan lahan, tetapi juga daerah hilirnya, antara lain berupa pendangkalan dam-dam penyimpan cadangan air, saluran-saluran irigasi, dan pendangkalan sungai. Dengan demikian bukan saja lahan yang menjadi rusak, tetapi juga kondisi sumberdaya air menjadi lebih buruk. Menyadari bahwa permasalahan erosi yang terjadi akibat kegiatan pembukaan lahan yang sedemikian kompleks maka diperlukan suatu upaya dalam rangka pemantauan secara berkala sejauh mana erosi yang terjadi dan upaya konservasi dalam rangka pengendalian dan pengurangan terjadinya erosi serta variabel penyusunyang mempengaruhi agar nantinya dari hasil pemantauan tersebut dapat dibuat suatu kebijakan dan strategi dalam hal peningkatan penanganan dampak kegiatan pembukaan lahan dengan melibatkan semua pihak baik dari sisi stakeholders dan instansi terkait bersama-sama guna mencegah, menanggulangi dan memulihkan dampak lingkungan tersebut. Menurut Pujowati (2006), Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai suatu daerah penting dengan batas ekologis merupakan satu kesatuan kawasan hulu dan hilir yang harus dikelola secara terintegrasi. Perubahan yang terjadi pada satu kawasan akan berpengaruh terhadap kawasan yang lain. Sub DAS Karang Mumus dimana merupakan salah satu daerah aliran sungai yang hilirnya berada di Kota Samarinda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hardiwinarto et al (2006), Saat ini dengan semakin maraknya kegiatan pembukaan lahan dari hulu sampai hilir mengakibatkan ekosistem di Sub DAS Karang Mumus mengalami persoalan terkait lingkungan. Kawasan Sub DAS Karang Mumus merupakan DAS di Kalimantan Timur dengan tingkat kerusakan dan kekritisan prioritas pertama dibanding daerah aliran sungai lainnya.
2
Tabel.1.1. Urutan Prioritas Kekritisan pada 25 DAS dan Sub DAS di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Total Nilai (%) No. Nama DAS/Sub DAS Luas (Ha) 1 Sub DAS Karang Mumus 32527.73 72.40 2
DAS Telake
222968.51
69.35
3
Sub DAS Belayan
997728.75
67.95
4
DAS Kendilo
354033.82
67.95
5
DAS Tunan
80345.21
67.35
6
DAS Santan
125475.79
66.30
7
DAS Sepaku
32539.66
66.15
8
DAS Riko
66021.54
65.95
9
DAS Semoi
24329.05
64.90
10
Sub DAS Enggelam
47132.00
64.15
11
Sub DAS Kedang Kepala
1028600.00
62.75
12
Sub DAS Mahakam (Melak)
2637300.00
62.70
13
DAS Bontang
11699.67
61.70
14
DAS Manggar
13250.33
61.70
15
Sub DAS Kahala
82156.00
61.55
16
DAS Kelay
664829.20
61.50
17
DAS Karangan
477050.63
61.50
18
DAS Bengalun
283900.00
61.50
19
Sub DAS Kedang Pahu
680034.16
61.35
20
DAS Sebuku
552147.30
60.95
21
DAS Sembakung
524896.62
60.95
22
DAS Sesayap
1003300.00
58.35
23
DAS Segah
639317.39
56.10
24
DAS Kayan
3605117.34
55.50
25 DAS Wain 10539.49 48.10 Sumber : S.K. Dirjen Reboisasi dan Rehabilitas Lahan, Dephut RI No. 128/Kpts/V/1997
Telah banyak penelitian terutama yang terkait erosi yang terjadi di berbagai daerah tetapi untuk daerah Sub DAS Karang Mumus penelitian mengenai erosi masih sangat kurang dan banyak dibutuhkan. Penelitian ini merupakan salah satu penelitian terapan dalam Penginderaan Jauh (PJ) yang bersifat multitemporal dan menggunakan pemodelan Sistem Informasi Geografi (SIG). Penggunaan citra satelit penginderaan jauh yang semakin berkembang saat ini memberikan kemudahan terkait data yang
3
diperlukan dengan perekaman yang dilakukan secara multitemporal dan berbagai tingkat kedetailan data yang diperlukan. Dengan adanya data penginderaan jauh tesebut cukup membantu dalam hal pengidentifikasian objek serta efesiensi dalam hal biaya dan waktu untuk melakukan kegiatan survey dengan ketelitian yang cukup mumpuni sehingga penerapan data Penginderaan Jauh yang bersifat temporal selanjutnya coba diintegrasikan ke dalam suatu Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk sistem pemetaan erosi melalui pengukuran model USLE (Universal Soil Loss Equation), dari hasil pemetaan tersebut dapat diketahui Tingkat Bahaya Erosi yang terjadi dan dampak lainnya sehingga nantinya dapat digunakan untuk kajian erosi yang diakibatkan perubahan jenis penggunaan lahan yang terjadi di kawasan Sub DAS Karang Mumus. 1.2.
Rumusan Masalah Sub DAS Karang Mumus dengan daerah hilirnya berada di Kota Samarinda
merupakan contoh nyata terjadinya suatu ketidakseimbangan eksosistem, dimana banyak terjadi pembukaan lahan mulai dari daerah hulu sampai daerah hilir kawasan DAS tersebut. Kegiatan pembukaan lahan secara tidak langsung telah mengubah bentang alam yang di kawasan tersebut mulai dari perubahan topografi sampai hilangnya tutupan lahan seperti hutan yang berfungsi sebagai penyangga dan daerah resapan agar tidak terjadi limpasan permukaan sampai ke daerah hilir DAS tersebut. Diperlukan suatu pengelolaan DAS terutama terkait permasalahan erosi agar dampak dari permasalahan tersebut dapat diminimalisir, karena pada akhirnya secara perlahan apabila tidak dikelola secara optimal maka erosi yang telah terjadi saat ini dapat menjadi bencana yang memberikan dampak sangat buruk bagi masyarakat. Terlebih lagi kondisi lahan yang ada sangat bervariasi sehingga upaya konservasi perlu direncanakan dengan melihat fungsi kawasan pada Sub DAS Karang Mumus tersebut. Kunci dalam penelitian ini adalah ingin mengkaji terkait perubahan lahan serta Tingkat Bahaya Erosi yang terjadi akibat pembukaan lahan yang ada.
4
Penginderaan jauh sebagai teknologi yang memberikan data terkait masalah spasial dan temporal dengan berbagai spesifikasi jenis citra dapat menghasilkan informasi terkait data spasial yang ada terkait penelitian ini. Ekstraksi dari informasi citra tersebut akan menghasilkan peta yang perlu diuji terlebih dahulu tingkat ketelitiannya dikarenakan akan mempengaruhi hasil analisis selanjutnya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Citra Landsat TM tahun perekaman 1997 dan Citra Landsat TM tahun perekaman 2006 serta Citra Landsat ETM+ tahun perekaman 2009. Ketiga citra tersebut menyajikan kenampakan obyek dimuka bumi dengan resolusi menengah sehingga diperlukan teknik interpretasi objek yang kompleks dalam melakukan ekstraksi informasi yang nanti akan diuji tingkat ketelitiannya. Data yang digunakan ini bersifat multitemporal sehingga dapat menggambarkan informasi secara berkala agar memudahkan dalam menganalisis peta yang akan dihasilkan. Manajemen data spasial yang diperoleh dari citra penginderaan jauh nantinya akan diproses lebih lanjut menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG). SIG ini membantu dalam proses input, manipulasi dan analisis serta output hasil akhir. Berdasarkan uraian yang telah diberikan, dalam penelitian ini terdapat beberapa permasalahan yang akan diteliti, yaitu : 1. Apakah pendekatan penginderaan jauh mampu dimanfaatkan untuk menilai perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Karang Mumus 2. Bagaimanakah Tingkat Bahaya Erosi akibat kegiatan pembukaan lahan di Sub DAS Karang Mumus 3. Variabel apakah yang dominan dalam proses erosi yang terjadi di Sub DAS Karang Mumus 1.3.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kemampuan citra penginderaan jauh untuk menilai perubahan penggunaan lahan yang terjadi 2. Mengetahui Tingkat Bahaya Erosi akibat kegiatan pembukaan lahan 3. Mengetahui variabel penyusun yang mempengaruhi dalam proses erosi
5
1.4.
Kegunaan Penelitian
1. Memberikan informasi terkait perubahan penggunaan lahan yang terjadi dari tahun 1997 sampai tahun 2009 di Sub DAS Karang Mumus 2. Memberikan informasi terkait Tingkat Bahaya Erosi dan faktor dominannya 3. Mengembangkan pemanfaatan penginderaan jauh dan sistem informasi dalam kajian lingkungan 4. Memberi masukan kepada pihak terkait dalam penentuan kebijakan terkait degradasi yang terjadi sebelum menjadi sebuah bencana yang merugikan masyarakat 1.5.
Batasan Penelitian Permasalahan yang dikemukakan ini merupakan realita yang terjadi di lokasi
penelitian. Supaya tidak terjadi pembiasan dalam penelitian ini maka perlu dibuat suatu batasan masalah sejauh mana penelitian ini dilakukan sehingga penelitian ini menjadi lebih terarah. Kegiatan penelitian ini dilakukan hanya terbatas pada mengkaji Tingkat Bahaya Erosi serta perubahan lahan yang terjadi menggunakan citra penginderaan jauh multitemporal di Sub DAS Karang Mumus.
6