BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pada kegiatan pemeliharaan ikan, salah satu hal yang perlu diperhatikan
adalah pemberian pakan. Pakan merupakan faktor penting dalam usaha budidaya ikan intensif dan termasuk biaya variabel terbesar dalam proses produksi ikan intensif yaitu 30% - 60% (Webster dan Liem 2002). Penggunaan pakan buatan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan mempunyai nutrisi yang baik merupakan hal yang sangat berperan dalam kegiatan budidaya ikan namun, pemenuhan kebutuhan pakan tersebut diikuti dengan peningkatan impor bahan baku utama pakan. Bahan baku pakan ikan yang diimpor tersebut adalah tepung ikan, tepung cumi, tepung krustasea, Meat Bone Meal (MBM), Poultry Meat Meal (PMM), tepung kedelai, terigu, serta berbagai jenis vitamin dan mineral (Direktorat Produksi, Dirjen Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan 2009). Ketergantungan industri pakan Indonesia terhadap bahan baku pakan juga terlihat dari kenaikan jumlah impor jagung tiap tahunnya dengan tingkat kenaikan drastis terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 3.500.000 ton (Badan Pusat Statistik 2011). Sisi lain, produksi sektor perikanan budidaya nasional dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada triwulan II 2012 produksi perikanan budidaya mencapai 10,89 juta ton atau 73,28% dari target tahun 2012 sebesar 14,86 juta ton dan pada tahun 2013, produksi perikanan budidaya ditargetkan mampu menembus angka 14,8 juta ton (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2012). Salah satu ikan budidaya yang dapat ditingkatkan produksinya di Indonesia yaitu ikan nilem (Osteochilus hasselti). Ikan nilem sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk unggulan perikanan budidaya dari kawasan Priangan yang berdasarkan segi ekonomi, kelestarian lingkungan dan kesehatan, budidaya ikan ini dapat menguntungkan. Nilai ekonomis ikan meningkat setelah dijadikan produk olahan seperti baby fish goreng, dendeng, pindang, diasap dan
1
2
dikalengkan (Rahardjo dan Marliani 2007). Telur ikan nilem juga digemari masyarakat karena rasanya yang lezat dan mempunyai peluang sebagai komoditas ekspor (Djajasewaka et al. 2005). Menurut hasil penelitian Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, ikan nilem goreng memiliki kandungan kadar protein yang cukup besar mencapai 38,83%, kadar kalsium 0,98% dan kadar air 3,14%. Ikan nilem merupakan ikan endemik (asli) Indonesia yang ditargetkan sebagai ikan potensial untuk minapadi di daerah Tasikmalaya dan kabupaten Bandung (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan 2011). Benih ikan nilem dapat dilatih sebagai ikan terapi karena mampu menyembuhkan luka dengan melakukan terapi pembersihan pada permukaan kulit (Sudarmo 2011). Keunggulan-keunggulan yang dimiliki ikan nilem tersebut dapat menunjang perikanan di Indonesia karena prospek yang baik untuk dibudidayakan. Kegiatan budidaya tersebut harus didukung dengan ketersediaan bahan baku pakan yang sangat menentukan pencapaian target produksi perikanan budidaya. Oleh karena itu, perlu dicari bahan penyusun pakan alternatif yang murah, berkualitas, dan dapat tersedia dengan mudah. Pada
beberapa
jenis
dedaunan
mempunyai
potensi
untuk
dapat
dipergunakan sebagai bahan penyusun pakan ikan herbivora dengan persyaratan seperti kandungan nutrisi yang cukup memadai, mudah tersedia, relatif murah harganya, serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satu tanaman air yaitu apu-apu (Pistia stratiotes) dianggap gulma oleh sebagian besar petani. Produksi biomassa bahan kering tanaman apu-apu mencapai 16,1 ton BK/ha/tahun (Sutama 2005). Tanaman ini, dapat berpotensi sebagai bahan penyusun pakan ikan herbivora karena, berdasarkan berat kering mengandung BETN 37,0%, protein kasar 19,5%, kadar abu 25,6%, lemak kasar 1,3% dan mengandung serat kasar 11,7% (Diler et al. 2007). Tanaman air apu-apu juga merupakan tanaman air yang disukai ikan dan unggas (Sutama 2005). Kendala utama dalam penggunaan tanaman apu-apu sebagai bahan pakan ikan yaitu tingginya kandungan serat kasar yang kurang baik untuk pencernaan dan dapat menghambat pertumbuhan pada benih ikan salah satunya pada benih
3
ikan nilem. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan menggunakan teknologi fermentasi. Bahan utama yang diperlukan dalam berlangsungnya suatu proses fermentasi yaitu mikroorganisme yang dapat menghasilkan berbagai enzim menguntungkan (Judoamidjojo et al. 1992). Enzim yang dihasilkan dalam proses fermentasi dapat memperbaiki nilai nutrisi, pertumbuhan serta meningkatkan daya cerna serat kasar, protein dan nutrisi pakan lainnya (Winarno 1997). Salah satu jenis kapang yang dapat digunakan untuk fermentasi daun apu-apu adalah Aspergillus niger. Aspergillus niger adalah kapang penghasil enzim selulase, asam sitrat, dan pektinase (Selvakumar et al. 1996). Adanya enzim selulase yang dihasilkan oleh Aspergillus niger mampu mendegradasi selulosa secara kimiawi sehingga menurunkan kadar serat kasar (Rimbault 1998). Aspergillus niger dapat menghasilkan enzim urease yang dapat digunakan untuk menghidrolisa urea menjadi ion NH4+ dan CO2. Ion NH4+ selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino (Sugiyono 2008). Proses fermentasi yang dilakukan pada tanaman apu-apu diharapkan dapat meningkatkan kualitas daun apu-apu sebagai bahan pakan alternatif sumber protein nabati dan dapat berpotensi bagi pertumbuhan ikan herbivora. Penelitian mengenai penggunaan daun apu-apu hasil fermentasi kapang Aspergillus niger sebagai bahan pakan ikan nilem sebelumnya belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian mengenai persentase optimal penggunaan daun apu-apu dalam pakan buatan benih ikan nilem yang dapat memberikan laju pertumbuhan terbaik perlu untuk dilakukan.
1.2
Identifikasi Masalah Masalah yang dapat diidentifikasi adalah sejauh mana pengaruh persentase
penggunaan daun apu-apu yang difermentasi kapang Aspergillus niger dalam pakan buatan terhadap pertumbuhan benih ikan nilem.
4
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase optimal penggunaan
daun apu-apu yang difermentasi oleh kapang Aspergillus niger dalam pakan buatan yang dapat menghasilkan laju pertumbuhan tertinggi pada benih ikan nilem.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan daun
apu-apu yang difermentasi oleh kapang Aspergillus niger sebagai bahan pakan alternatif sumber protein nabati untuk ikan herbivora yang dapat memberikan laju pertumbuhan optimal pada benih ikan nilem dan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi para pembudidaya ikan, pembuat pakan, dan masyarakat pada umumnya.
1.5
Kerangka Pemikiran Ikan nilem termasuk ikan golongan herbivora yaitu ikan yang memakan
tumbuh-tumbuhan sebagai komponen dalam pemenuhan kebutuhan pakannya. Ikan nilem memiliki kebiasaan makan yang bersifat penggerogot (grazer) dan pada saat larva, ikan nilem memakan jenis fitoplankton. Ikan nilem sangat responsif
terhadap
pelet
buatan,
bahkan
terhadap
hijauan
sekalipun
(Agung et al. 2007). Sisi lain, tidak semua jenis makanan yang tersedia dapat dimakan dan dapat dicerna dengan baik oleh ikan yang berukuran lebih kecil karena sistem pencernaannya yang masih belum sempurna. Kebutuhan pakan ikan dapat diperhatikan salah satunya dengan cara pemberian pakan buatan. Pakan merupakan sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan. Pakan buatan sangat tepat digunakan untuk budidaya perikanan secara intensif karena pakan buatan memiliki banyak keuntungan, salah satunya yaitu mudah disesuaikan dengan kebutuhan ikan. Pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan dapat mempercepat pertumbuhan. Kebutuhan nutrisi pada tingkat stadia muda umumnya membutuhkan komposisi pakan dengan kandungan protein lebih tinggi dibanding stadia dewasa karena, zat
5
makanan berfungsi untuk mempertahankan hidup saat stadia muda. Kebutuhan protein pada ikan nilem yaitu 27% - 42% (Djajasewaka et al. 2005). Protein merupakan salah satu zat makanan yang dibutuhkan ikan dan perlu dipenuhi guna mencapai pertumbuhan yang optimal. Ketersediaan pakan dalam kuantitas, kualitas dan kontinuitas merupakan beberapa faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan suatu usaha budidaya ikan. Pada pemenuhan kebutuhan pakan saat ini, seiring dengan tingginya tingkat impor bahan baku pakan ikan sehingga, diperlukan adanya bahan pakan alternatif yaitu dengan penggunaan tanaman air sebagai sumber protein nabati. Tanaman air apu-apu merupakan salah satu gulma yang memiliki pertumbuhan yang cepat, mudah tersedia di perairan, memiliki kandungan nutrisi yang cukup memadai dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan alternatif. Sisi lain, kendala dalam penyusunan pakan menggunakan tanaman air apu-apu yaitu tingginya kandungan serat kasar yang dapat menyebabkan pakan kurang tercerna dengan baik oleh ikan. Serat kasar berlebih akan berpengaruh terhadap nilai kecernaan protein (Cho et al. 1985). Serat kasar yang tidak tercerna akan membawa sebagian zat-zat makanan terutama protein dan energi keluar bersama feses sehingga zat-zat tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pembentukan jaringan tubuh (Mairizal 2009). Pada penyusunan formulasi pakan ikan yang berbasis bahan nabati, perhatian harus ditekankan pada level optimal pemberian dalam pakan dan teknik pengolahan yang tepat agar pemanfaatannya efektif (Francis et al. 2001). Penggunaan daun apu-apu sebagai bahan penyusun pakan ikan herbivora, sebaiknya dilakukan pengolahan terlebih dahulu yaitu dengan teknologi fermentasi. Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa kompleks menjadi lebih sederhana sebelum dicerna dalam organ pencernaan (pre digestion). Hasil fermentasi dapat menyebabkan terjadinya perbaikan nilai gizi pada produk dan sifat-sifat bahan dasar seperti meningkatkan kecernaan, menghilangkan senyawa beracun dan menimbulkan rasa dan aroma yang disukai (Supriyati et al. 1998).
6
Setiap fermentasi didasari oleh adanya proses enzimatis dan tergantung pada metabolisme mikroorganisme. Aspergillus niger merupakan kapang yang mampu menghasilkan beberapa enzim seperti enzim selulase dan hemisellulase yang akan mendegradasi selulosa dan hemisellulosa tersebut menjadi komponen sederhana seperti monosakarida, disakarida dan sellobiose yang lebih larut sehingga mampu menurunkan serat kasar pada bahan baku pakan (Mangisah et al. 2009). Komponen sederhana tersebut menjadi lebih mudah untuk dicerna dalam tubuh ikan sehingga dapat mendukung pertumbuhan ikan. Aspergillus niger juga mengandung asam nukleat yang dapat memberikan kontribusi nitrogen sehingga meningkatkan kandungan protein dan jenis kapang ini juga terlihat lebih mudah tumbuh pada berbagai jenis substrat dan tidak sulit untuk mendapatkannya (Pasaribu 2007). Informasi lain menunjukan bahwa substitusi dedak dengan tepung daun apu-apu tanpa fermentasi dalam pakan berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila GIFT namun, pakan yang dihasilkan masih memiliki kandungan serat kasar tinggi yaitu 14,18% - 16,99% (Mubarok 2012). Kandungan serat kasar yang mampu dicerna secara optimal oleh ikan herbivora adalah 8% (Mudjiman 2009). Penggunaan daun mata lele (Azolla sp.) fermentasi sebagai bahan baku pakan ikan nila (Oreochromis sp.) juga mampu meningkatkan kualitas nutrisi daun mata lele (Azolla sp.) berupa penurunan serat kasar sebesar 37,19% dan peningkatan
kandungan
protein
sebanyak
38,65%
(Nurfadhilah
2011).
Penggunaan tepung eceng gondok yang difermentasi Aspergillus niger sampai tingkat 15% mampu menurunkan serat kasar 18% dan meningkatkan protein kasar 61,81% pada pakan buatan (Mahmilia 2005). Penggunaan tepung eceng gondok yang difermentasi oleh kapang Aspergillus niger menghasilkan kecernaan bahan organik berbeda nyata yaitu sebesar 37,31% dan 30,15% bagi yang tanpa difermentasi (Wahyono et al. 2005). Fermentasi eceng gondok dengan menggunakan Aspergillus niger mampu menurunkan kadar serat kasar 19,67% dan meningkatkan kadar protein kasar 13,55% (Mangisah et al. 2003). Penggunaan tepung azolla fermentasi dapat
7
digunakan sebagai substitusi tepung kedelai sebesar 15% (Handajani 2008). Pemberian 15% tepung eceng gondok fermentasi Aspergillus niger yang dikombinasikan dengan paku air 10% (Azolla pinnata) terfermentasi pada pakan ayam broiler memberikan pertambahan bobot dengan rataan tertinggi sebesar 235,63 g/ekor/minggu (Saleh et al. 2005). Penelitian lebih lanjut mengenai persentase optimal penggunaan daun apu-apu sebagai bahan penyusun pakan benih ikan nilem yang difermentasi oleh kapang Aspergillus niger perlu dilakukan dengan harapan dapat memperbaiki kualitas pakan dan meningkatkan laju pertumbuhan terbaik pada benih ikan nilem.
1.6
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran, maka dapat diajukan hipotesis bahwa
pemberian daun apu-apu yang difermentasi oleh kapang Aspergillus niger sebagai bahan penyusun pakan ikan herbivora sebesar 15% dapat memberikan laju pertumbuhan harian terbaik pada benih ikan nilem.