BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang, termasuk di bidang agraria. Sebagai catatan dimana mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Serta dengan melihat luas lahan pertanian yang sangat melimpah, tentu negara ini akan memprioritaskan sektor pertanian sebagai salah satu cara menyejahterakan rakyatnya. Maka bila hal tersebut terlaksana dengan baik diharapkan negara Indonesia dapat menyejajarkan tekhnologi pertanian dengan negara lain. Terutama untuk memenuhi cadangan kebutuhan pangan nasional. Tentunya hal ini harus dilaksanakan dengan sistem yang bersifat berkesinambungan. Namun salah satu faktor penghambat yang sampai sekarang ini masih ditemui adalah adanya lahan di Indonesia yang berpotensi tidak dimanfaatkan dengan maksimal karena sistem pengolahan yang kurang tepat. Dalam upaya mengatasi hal tersebut maka Presiden RI pada tanggal 11 Juni 2005 telah mencanangkan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) sebagai strategi umum : 1. Peningkatan kesejahteraan petani, nelayan dan petani hutan. 2. Meningkatkan daya saing produk pertanian, perikanan dan kehutanan. 3. Menjaga kelestariaan sumber daya pertanian, perikanan dan kehutanan. Sejalan dengan RPPK maka departemen pertanian telah menetapkan Visi Pembangunan Pertanian yaitu : Terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani dan keluarganya. Mengingat ciri pertanian di Indonesia sendiri masih sangat bergantung pada kondisi alamnya, maka ada beberapa pertanian yang sifatnya identik dari daerah tertentu yang sesuai dengan kondisi alam masing-masing daerah, misalnya cengkeh, tembakau, sagu, wortel, bawang merah, dan lain-lain. Apabila jumlah produksi bahan 1
pangan dalam negeri masih belum mencukupi pasokan nasional maka mau tidak mau harus di lakukan impor kebutuhan bahan pangan. Akan tetapi untuk melindungi para petani dalam negeri pemerintah melakukan pengaturan importasi kebutuhan pangan. Bawang merah sebagai salah satu kebutuhan premier rumah tangga tentunya membutuhkan perancangan yang matang untuk melindungi semua pihak yang terlibat didalamnya baik produsen (petani) maupun konsumen (kebutuhan rumah tangga). Bardasarkan data Kementerian Pertanian, permintaan bawang merah Indonesia diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pengembangan pengolahan komoditas bawang merah. Dengan pengaturan importasi, mulai pertengahan tahun 2012 jumlah bawang merah yang diimpor ditentukan oleh stok bawang merah yang ada di petani. Implikasinya, saat petani tidak mampu mengelola stok dan manajemen budidaya dengan baik, misalnya setiap kekurangan 100 kg pada seorang petani, akan berimplikasi hilangnya ribuan ton stok di tingkat nasional. Bila menengok ke belakang di tahun 2011, ketika itu belum ada pengaturan impor bawang merah akibatnya harga bawang merah di tingkat petani mengalami penurunan. Akibat rendahnya harga banyak petani yang merugi dan tidak semangat lagi menanam bawang merah. Kondisi ini berakibat menurunnya stok benih di tingkat petani. Dampak berlanjut pada produksi bawang merah yang menurun pada panen raya 2012. Rendahnya stok bawang di tingkat petani ini menyebabkan harga naik tidak terkendali. Melihat kondisi ini maka Direktorat Pemasaran Domestik Departemen Pertanian melalui Direktorat Jendral (DITJEN) Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) menginisiasi bawang merah untuk menjadi komoditas yang dapat diresigudangkan. Pada tanggal 18 Juli 2013 dilakukan rapat permulaan dengan menghadirkan para pemangku kepentingan di bidang bawang merah. Adapun poin-poin hasil pertemuan tersebut adalah : 1. Kabupaten Brebes sebagai sentra bawang merah dengan kontribusi 40% kebutuhan nasional. Siklus panennya adalah bulan Juni Agustus terjadi panen raya, September – Oktober produksi turun, dan Desember – Januari produksi naik dimana harga biasanya turun. Namun kondisi pada periode Juni - Juli 2013, harga bawang merah justru meningkat mencapai Rp.50 – 70 ribu per kg. Hal ini disebabkan masa transisi kebijakan pengaturan impor hortikultura, 2
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), ketersediaan dan harga bibit saat tanam. Selain itu, bulan siklus produksi sangat dipengaruhi oleh curah hujan (anomali iklim). Pada periode Maret – April 2013, karena curah hujan tinggi maka petani beralih untuk menanam padi sehingga produksi bawang sedikit. 2. Bawang merah merupakan komoditas strategis dan kebutuhan pokok masyarakat. Musim panen terjadi pada bulan tertentu dengan kebutuhan sepanjang tahun. Data produksi nasional bawang merah berkisar 1 juta ton/tahun, sedangkan kebutuhan nasional sekitar 620 ribu ton/tahun. 3. Penerapan Sistem Resi Gudang (SRG) pada masa panen raya adalah salah satu solusi untuk mengatasi ketersediaan dan fluktuasi harga sehingga dapat memenuhi kebutuhan secara stabil sepanjang tahun. Selain itu, ketersediaan dan harga bibit saat tanam perlu mendapat perhatian agar biaya saprodi (tenaga kerja, pupuk, pestisda dan bibit) budidaya bawang merah rendah. Secara umum persyaratan penerapan SRG adalah produk yang akan disimpan harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan gudang sudah sesuai standar. Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang mencakup penerbitan, pengalihan, penjaminan dan transaksi resi gudang. Resi gudang sendiri berarti dokumen bukti kepemilikan barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh BAPPEBTI (Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi). 4. Penyusutan pada saat penyimpanan menjadi faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penerapan SRG bawang merah. Penyimpanan konvensional di gudang kering selama 4 bulan, penyusutannya sekitar 40%. Pada periode yang sama, PT. Cahaya Mustika Abadi di Brebes melakukan penyimpanan di ruang berpendingin (cold storage), penyusutannya maksimal 5 %. Biaya sewa gudang Rp 250/kg/bulan. Petani bawang merah sebagian besar adalah petani kecil. Umumnya mereka sudah terbiasa dengan sistem ijon (menjual hasil produksi sebelum masa panen) dan terkait pinjaman dengan pedagang, sehingga penerapan sistem resi gudang
3
perlu diawali dengan suatu uji coba (pilot project). Hal ini berlaku untuk bawang merah konsumsi dan bibit. 5. Sebelum menetapkan bawang merah sebagai komoditas yang dapat dilakukan SRG, perlu dilakukan kajian penerapan SRG. Kajian dimulai dari musim tanam dan panen, harga saat panen raya, standarisasi produk sesuai SNI, standardisasi gudang. Juga pada mekanisme penyimpanan untuk mendapatkan model penyimpanan bawang merah yang lebih efisien dengan melibatkan instansi dan lembaga terkait di sentra produksi. 6. Sebagai tahap percobaan akan dilakukan uji coba penerapan SRG bawang merah di Kabupaten Brebes, tepatnya di kawasan pengembangan bawang merah seluas 50 Ha yang mendapat bantuan bibit dan pupuk dari DITJEN Hortikultura. Dengan asumsi produktivitas 9 – 10 ton/Ha, diperkirakan produksi bawang merah untuk uji coba SRG mencapai 450 - 500 ton. 7. Program Bank Indonesia (BI) Pusat dalam mendukung bawang merah di Jawa Tengah adalah pengembangan cluster bawang merah. Sebagai pelaksana adalah BI Tegal dan BI Cirebon. Sebagai negara agraris tentunya kebijakan pemerintah khususnya Departemen Pertanian tersebut diharapkan membantu para pelaku pertanian di Indonesia untuk menghasilkan produk pertanian yang berkualitas. Kebutuhan nasional terhadap hasil pertanian akan mudah terpenuhi jika para pelaku pertanian di Indonesia mempunyai kemampuan yang berkualitas sehingga swasembada pangan akan tercapai dan di harapkan Indonesia tidak lagi terlalu bergantung pada produk impor pangan untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional. Menurut Kementrian Pertanian komoditas sayuran hortikultura khususnya bawang merah ada beberapa sentra pusat penghasil bawang merah di Indonesia yang utama yakni Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta, Bali, Sulawesi Tenggara, dan Sumatra Utara. Rata-rata pertumbuhan produksi bawang merah di sentra-sentra produksi tersebut dari tahun 2006 sampai dengan 2010 cenderung meningkat lambat, kecuali di Propinsi Jawa Timur dan DI Yogyakarta. Dalam upaya memenuhi kebutuhan bawang merah skala nasional maka ada beberapa daerah yang sekarang juga membudidayakan pertanian 4
bawang merah diantaranya misalnya di Kabupaten Kampar Provinsi Riau, hal ini juga akan mengurangi ketergantungan pasokan permintaan produksi tanaman bawang merah dari pulau Jawa. Salah satu provinsi dengan hasil utama pertanian berupa penghasil bawang merah adalah Provinsi Jawa Tengah, sebagian besar terdapat di Kabupaten Brebes. Kabupaten Brebes sendiri yang sebagian besar wilayahnya masih berupa lahan pertanian tentunya akan sangat bergantung dari hasil pertanian sebagai salah satu sumber potensi wilayahnya, terutama komoditas pertanian berupa pertanian bawang merah. Hal ini juga berbanding lurus dengan jenis mata pencaharian penduduknya yang sebagaian juga sebagai pelaku pertanian. Akan tetapi tidak semua wilayah di Kabupaten Brebes menjadikan bawang merah sebagai produk utama pertaniannya karena memang lahan dan kondisi alamnya haruslah sesuai dengan sifat budidaya pertanian bawang merah. Di daerah yang lahan dan kondisi alamnya sesuai dengan penanaman bawang merah tentunya menjadikan tanaman bawang merah sebagai komoditas utama di bidang pertanian. Ada beberapa sentra pusat pertanian bawang merah di Kabupaten Brebes di antaranya Kecamatan Brebes, Kecamatan Larangan, Kecamatan Songgom, Kecamatan Jatibarang, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Wanasari. Di beberapa daerah yang termasuk dalam pola agihan pertanian bawang merah di Kabupaten Brebes tentunya mempunyai gambaran spasial yang cocok untuk budi daya tanaman bawang merah. Seperti di Kecamatan Larangan misal nya, yang sebagian wilayah nya terletak di dataran yang relatif datar sehingga sangat cocok dengan tipe dari budi daya bawang merah. Selain itu sistem irigasi akan sangat merata menjangkau semua lahan yang terletak di daerah yang cenderung datar. Dari hasil survay ke petani dengan metode questioner diketahui pula bahwa faktor penentu yang tidak kalah pentingnya terkait budidaya pertanian bawang merah adalah angin musiman di Kecamatan Larangan berupa angin kumbang. Untuk dapat menjadi petani yang tangguh maka diperlukan sebuah Penerapan Visi Pembangunan Pertanian. Visi tersebut tentunya memerlukan dukungan Sumbar Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dengan ciri mandiri, profesional, berjiwa wirausaha, berdedikasi, etos kerja yang baik, disiplin dan moral yang tinggi serta berwawasan global. Dalam upaya menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dibidang pertanian maka perlu 5
dikembangkan Sistem Penyuluhan Pertanian yang mampu memberdayakan petani dan keluarganya serta pelaku usaha
pertanian lainnya. Penyuluhan
pertanian dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Kehutanan dan Konservasi Tanah Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes. Revitalisasi penyuluhan pertanian dimaksudkan untuk mendukung dan memberdayakan penyuluhan pertanian sebagai bagian dari pembangunan di bidang pertanian. Dengan demikian sistem penyuluhan pertanian perlu dikembangkan agar sesuai dengan kebutuhan petani serta sebagai wadah penyerapan informasi di bidang pertanian. Beberapa program penyuluhan pertanian tersebut adalah pembentukan kelompok tani. Kelompok tani dibentuk sebagai ajang sharing para petani yang mempunyai berbagai masalah yang berhubungan dengan pertanian bawang merah, misalnya berbagi informasi tentang program subsidi pupuk dari pemerintah. Informasi tersebut dapat diperoleh para petani dari Dinas Pertanian Kehutanan dan Konservasi Tanah Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes. Untuk dapat bersaing dengan persaingan global serta dengan makin berkembangnya teknologi informasi, terutama dalam bidang Sistem Informasi Geografi (SIG) maka dirasakan pula perlunya sebuah basis data untuk berbagai keperluan dibidang pertanian. Akhirnya tidak hanya berupa sistem non formal saja yang perlu diberdayakan tetapi juga sistem formal. Diantaranya adalah sebagai data statistik dalam bidang pertanian yang mana dalam kasus ini adalah pertanian bawang merah, sehingga dapat menyerap alih teknologi yang sedang berkembang tersebut. Hal ini jika tersusun dengan rapi maka akan mempermudah berbagai kajian para pelaku pertanian di Kecamatan Larangan. Untuk kepentingan monitoring hasil panen maka diperlukan adanya sebuah basis data hasil produksi tanaman bawang merah di Kecamatan Larangan. Dengan makin bertambahnya jumlah data tekstual dan data spasial/keruangan yang masih bersifat analog (hardcopy) yang terkumpul di Dinas Pertanian Kehutanan dan Konservasi Tanah Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes, ini merupakan kendala tersendri dalam upaya menciptakan sistem pertanian berbasis tekhnologi. Ada beberapa kekurangan dari sebuah data yang masih bersifat manual ini. Keterbatasan tersebut yakni dalam mengolah data menjadi sebuah informasi yang masih dilakukan secara manual, sehingga membutuhkan waktu ekstra dalam pengerjaanya, disinilah perlunya diadakan sebuah pembentukan 6
basis data yang bersifat spasial atau keruangan. Penerapan ilmu SIG akan dapat mempermudah hal tersebut, mulai dari memasukan data (data hasil panen bawang merah), pengolahan data, maupun hasil keluaran dari data (peta hasil produksi bawang merah). Konsep basis data merupakan unsur utama SIG, hal tersebut yang membedakan dengan sistem pemetaan komputer lainnya yang hanya mampu memproduksi tampilan informasi grafis yang baik. SIG mengorganisasi data geografik dalam suatu basis data. Basis data SIG menghubungkan data spasial dan informasi geografis tentang suatu tema tertentu pada peta. Informasi geografis ini merupakan data tematis (atribut) yang mendeskripsikan lebih jauh kenampakan yang sebenarnya. Konsep hubungan data spasial dan data atribut dalam SIG merupakan implementasi dari model data relasional. Dengan adanya hubungan tersebut informasi deskriptif dapat ditanyakan kedalam sebuah peta. Sebaliknya, dengan tabel atribut (hasil produksi tanaman bawang merah) dapat pula diperoleh sebuah peta (tematik). Pengguna (User)
Sistem Informasi Geografi (Software + Database)
Dunia Nyata (Real World)
Hasil Gambar 1.1 Pola Keterlibatan Sistem Informasi Geografi (Sumber : BAKOSURTANAL) Seperti gambar 1.1 diatas, SIG merupakan sebuah sistem yang berangkaian satu dengan yang lainnya. BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) menjabarkan SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personel dalam hal ini manusia untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi. Dengan adanya proses basis data hasil produksi tanaman bawang merah di Kecamatan Larangan ini, data dan informasi mengenai berbagai macam hal dapat disajikan dengan lebih efisien. Terutama yang terkait erat dengan kegiatan budi
7
daya tanaman bawang merah sehingga nantinya data tersebut dapat dengan cepat disajikan dan dapat pula dengan mudah diperbaharui sehingga memudahkan bagi pengguna dalam pemanfaatannya.
1.2 Perumusan Masalah Dalam upaya Kabupaten Brebes menjadi salah satu pusat sentra komoditas tanaman bawang merah unggulan, maka ada beberapa poin pokok permasalahan yang mendasari penulisan laporan ini, diantaranya sebagai berikut : 1. Kurangnya data spasial atau keruangan berbasis komputerisasi dibidang pertanian bawang merah di Kecamatan Larangan. 2. Minimnya data statistik hasil produksi tahunan di Kecamatan Larangan. 3. Ingin mengetahui hasil produksi tanaman bawang merah secara berkala. 4. Menginformasikan data hasil produksi bawang merah dalam bentuk peta. Sehubungan dengan hal tersebut, setiap wilayah perlu melakukan penyusunan pewilayahan (Zonasi) komoditas pertanian dan neraca ketersediaan lahan secara komputerisasi agar pengembangan komoditas unggulan wilayah tersebut dapat dilakukan secara terarah sesuai dengan potensi sumber daya lahannya. Zonasi komoditas dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan perencanaan pembangunan bagi pemerintah daerah, investasi, penerapan teknologi yang tepat dalam upaya mengoptimalkan penggunaan sumber daya lahan secara baik dan berkelanjutan dalam rangka pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Disinilah letak korelasi SIG dalam bidang pertanian bawang merah. Sistem Informasi Geografis (SIG) memungkinkan proses analisis dan penyusunan Zonasi sampai penyajiannya bisa dilakukan dengan lebih cepat, akurat dan bahkan menampilkannya secara on-line. Pengkajian dan aplikasi Inderaja (Penginderaan Jauh) dan SIG di bidang ini telah dilakukan oleh Tim Bidang Karakterisasi Sumber Daya Alam. Sebuah data perlu dipetakan agar memudahkan pengguna dalam memahami informasi yang disampaikan dan untuk mendapatkan informasi baru yang 8
berkaitan dengan data tersebut (hasil produksi tanaman bawang merah). Hal tersebut tidak jauh dari fungsi peta itu sendiri yaitu untuk mengetahui persebaran secara keruangan dari data itu sendiri dan dapat dianalisis secara spasial. Berdasarkan uraian diatas penulis mengambil judul penelitian sebagai berikut “Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010 Dengan Menggunakan Software ArcView 3.2”.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian tentang Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang merah di Kecamatan Larangan ini adalah sebagai salah satu sarana untuk menginformasikan hasil produksi kedalam sebuah peta tematik baik berupa peta berbentuk hardcopy maupun softcopy. Kedepannya data tersebut dapat disimpan, diolah, dianalisis, dimanipulasi, diperbaharui dan disajikan kembali secara lebih efisien. Apabila basis data hasil pertanian terpenuhi maka akan mudah dilakukan monitoring hasil panennya, apakah hasil panen meningkat atau menurun dari tahun sebelumnya. Lebih jauh diharapkan dari data statistik hasil pertanian tersebut dapat memotivasi para petani di daerah penelitian untuk meningkatkan hasil pruduksi bawang merah.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Pemetaan hasil produksi tanaman bawah merah dapat menjadi alat untuk memantau hasil panen. Diharapkan dengan adanya peta hasil produksi ini dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas dari hasil panen tanaman bawang merah. 2. Dapat menjadi gambaran untuk Dinas Pertanian di daerah Kecamatan Larangan supaya lebih banyak lagi diadakan penyuluhan pertanian yang mampu memberdayakan petani dan keluarganya serta pelaku usaha pertanian lainnya. 3. Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat tani dapat memaksimalkan peruntukan lahan yang tepat sesuai dengan kondisi spasial di daerahnya masing-masing. 9
4. Sebagai data statistik tahunan mengenai hasil produksi tanaman bawang merah yang bersifat berkesinambungan. 5. Penelitian ini diharapkan dapat menambah banyak perbendaharaan penelitian berbasis Sistem Informasi Geografi dalam aplikasinya dibidang pertanian pada umumnya ataupun pertanian bawang merah pada khususnya.
1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Pengertian Bawang Merah Berdasarkan
Balai
Penelitian
Tanaman
Sayuran
(BALITSA)
Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian tanaman bawang merah (Allium Ascalonicum L) merupakan salah satu komoditas sayuran dataran rendah, tanaman ini berasal dari Syria dan telah dibudidayakan semenjak 5.000 tahun yang lalu. Bawang merah merupakan tanaman semusim yang memiliki umbi yang berlapis, berakar serabut, dengan daun berbentuk silinder berongga. Umbi bawang merah terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk batang yang berubah bentuk dan fungsi, membesar dan membentuk umbi. Umbi terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar dan bersatu. Tanaman ini dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi yang tidak lebih dari 1200 mdpl (meter diatas permukaan laut). Di daratan tinggi umbinya lebih kecil dibanding dataran rendah. Kegunaan utama bawang merah adalah sebagai bumbu masak. Meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok, bawang merah cenderung selalu dibutuhkan sebagai pelengkap bumbu masak makanan sehari-hari. Kegunaan lainnya adalah sebagai obat tradisional (sebagai kompres penurun panas, diabetes, penurun kadar gula dan kolesterol darah, mencegah penebalan dan pengerasan pembuluh darah dan maag) karena kandungan senyawa Allin dan Allisin yang bersifat bakterisida atau pembunuh bakteri. Adapun
klasifikasi ilmiah dari tanaman bawang merah yang
mempunyai nama binomial Allium Ascalonicum adalah seperti tertera di bawah ini : 10
Tabel 1.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Bawang Merah Kerajaan Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies
Plantae Magnoliophyta Liliopsida Liliales Alliaceae Allium A. ascalonicum
Sumber : http://plants.usda.gov
Kelopak bunga
Gambar 1.2 Kelopak Bunga (Sumber : www.google.com) Daun
Umbi
Akar Gambar 1.3 Daun, Umbi dan Akar (Sumber : www.google.com)
Lapisan umbi
Gambar 1.4 Lapisan Umbi (Sumber : www.google.com)
11
1.5.2 Faktor Penghambat Hasil Produksi Apabila ada beberapa hambatan atau masalah tentunya akan mempengaruhi jumlah dari hasil produksi tanaman bawang merah. Hal ini juga sekaligus menjadi catatan yang sangat penting bahwa pertanian di Indonesia masih bergantung dengan kondisi iklim. Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi bawang merah, di antaranya sebagai berikut : A. Penyimpangan atau anomali cuaca, cuaca yang tidak menentu menyebabkan produksi bawang merah Indonesia turun hingga 50 persen dari biasanya. Ketua Asosiasi Petani Bawang Merah Indonesia (APBMI) Agusman, mengatakan akibat anomali cuaca ini otomatis menurunkan jumlah produksi. Cuaca akibat hujan yang mengguyur pada musim penghujan atau pun di bulan-bulan dengan intensitas hujan yang tinggi ini menyebabkan tanaman bawang menjadi busuk dan mudah terkena serangan hama. B. Penggunaan pupuk anorganik yang terus menerus dan berlebihan tanpa dibarengi dengan pemberian pupuk organik dapat menurunkan produksi dan juga merusak tanah. Untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (± 25 mdpl) pada Januari sampai April 2010 menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktor Ganda yaitu varietas bawang lokal (jenis Katumi, Maja dan Bima) dan pupuk (pupuk kandang, pupuk anorganik, pupuk organik baik bios maupun cair serta pupuk anorganik). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah siung per sampel, dan produksi umbi per plot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun. Pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan produksi umbi per plot. Interaksi perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Hasil terbaik diperoleh pada varietas jenis Maja dengan pupuk kandang. C. Luas lahan berpengaruh tergadap produksi bawang merah. Luas lahan pertanian
bawang
merah
berbanding
lurus
dengan
jumlah
produksinya, semakin besar luas lahan maka akan semakin banyak pula hasil produksinya. 12
D. Bibit berpengaruh terhadap produksi bawang merah. Ada beberapa jenis varietas bibit bawang merah diantaranya adalah bawang luar (jenis Pilipin) dan bawang lokal (jenis Katumi, Maja dan Bima) dimana tiap-tiap varietas tentunya mempunyai karakteristik tumbuh sendiri-sendiri sesuai dengan beberapa faktor pendukungnya misal ketinggian tempat, daya tahan terhadap unsur hara ataupun intensitas air hujan. Oleh karena itu pemilihan bibit juga berpengaruh terhadap hasil produksi tanaman bawang merah itu sendiri. E. Tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi bawang merah. Tanaman bawang merah merupakan tanaman hortikultura dimana cara penanganannya diperlukan keahlian khusus. Pengetahuan akan cara penanganan masalah dari para petani akan mempunyai andil yang cukup besar terhadap hasil produksi.
1.5.3 Tata Cara Budidaya Bawang Merah Berikut merupakan tata cara budidaya tanaman bawang merah yang diambil dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang Bandung, dan berbagai sumber lainnya, yaitu sebagai berikut : 1) Syarat Tumbuh Bawang Merah Bawang merah dapat tumbuh pada tanah sawah atau tegalan, berstruktur lemah, dan bertekstur sedang sampai liat. Jenis tanah Alluvial, Glei Humus atau Latosol, PH tanah 5,6 - 6,5. Tanaman bawang merah memerlukan udara hangat untuk pertumbuhannya (25 s/d 32°C), curah hujan 300 – 2500 mm pertahun, ketinggian 0 - 400 mdpal, dan kelembaban 50 - 70 %. 2) Pengolahan Tanah Pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan lapisan tanah yang gembur, memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan permukaan tanah, dan mengendalikan gulma. Tanah dibajak atau dicangkul dengan kedalaman 20 cm, kemudian dibuat bedengan selebar 120 – 170 cm, tinggi 25 – 30 cm, serta panjang sesuai disesuaikan dengan kondisi lahan. Saluran drainase dibuat dengan lebar 40 - 50 cm dan kedalaman 50 - 60 cm. Apabila PH tanah kurang
13
dari 5,6 diberi Dolomit dosis ±1,5 ton/ha disebarkan di atas bedengan dan diaduk rata dengan tanah lalu biarkan 2 minggu. Untuk mencegah serangan penyakit layu taburkan GLIO 100 gr (1 bungkus GLIO) dicampur 25 – 50 kg pupuk kandang matang, diamkan 1 minggu lalu taburkan merata di atas galengan tanah. ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
I
≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
II
0,5m ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
1,7m
≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
III
≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
0,5m ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈ ≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈ ≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈ ≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈ ≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈ IV V Air VI Air ≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈ ≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈ ≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈ ≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈ ≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈ Gambar 1.5 Sketsa Penampang Atas Lahan (Sumber : Hasil Survay Lapangan) Keterangan Gambar 1.5 di atas adalah sebagai berikut : I. Tahap ini membuat lahan menjadi gendokan (parit tempat aliran air) lebarnya 0,5 meter dan galengan (meninggikan tanah) lebarnya 1,7 meter. Tanah dari sisa membuat cekungan gendokan lalu dialihkan ke bagian galengan. II. Setelah 5 hari dari tahap I lalu dilakukan tahap kedua yakni meratakan tanah di bagian galengan yang masih belum rata. III. Kemudian jarak 5 hari lagi di lakukan pencangkulan tanah supaya tanah galengan lebih halus dari kondisi tanah sebelumnya.
14
IV.Tahap yang ke IV di lakukan berjarak 7 hari dari tahap III, hal ini dilakukan karena menunggu tanah menjadi kering, tahap ini dilakukan pencangkulan kembali supaya tanah menjadi ideal untuk tumbuhnya bawang merah. V. Setelah 7 hari dari tahap IV maka selanjutnya tahap V yakni masih sama seperti tahap sebelumnya, yaitu mengeringkan tanah dan dilakukan pencangkulan supaya kondisi tanah lebih halus lagi dan kondisi tanah menjadi gembur. Karena jika kondisi tanah masih terlalu keras dan liat maka bawang merah tidak akan bagus pertumbuhannya. VI.Kemudian setelah 6 hari dari tahap sebelumnya dan tanah kembali mengering, maka dilakukan tahap yang terakhir menyiapkan tanah untuk siap di tanami bibit bawang merah.
Gambar 1.6 Proses Pengolahan Tanah (Sumber : Hasil Survay Lapangan) 3) Penyediaan Bibit Pada umumnya perbanyakan bawang merah dilakukan dengan menggunakan umbi sebagai bibit. Kualitas umbi bibit merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil produksi bawang merah. Umbi yang baik untuk bibit harus berasal dari tanaman yang cukup tua yaitu berumur 120 - 130 hari setelah tanam, dengan ukuran sedang (beratnya 5 - 10 gram, diameter 1,5 - 1,8 cm). Umbi bibit tersebut harus terlihat segar dan sehat, tidak keriput, dan warnanya cerah. Umbi bibit telah siap tanam apabila telah disimpan 2 - 4 bulan sejak dipanen dan tunasnya sudah sampai ke ujung umbi. Pengadaan bibit unggul di Brebes lewat kerja sama dengan Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, maupun UNS.
15
Umbi bibit ditanam dengan jarak 10 x 20 cm atau 15 x 15 cm. Lobang tanaman dibuat setinggi umbi dengan menggunakan alat penugal. Umbi bawang merah dimasukkan ke dalam lobang tanaman dengan gerakan seperti memutar sekrup, hingga ujung umbi tampak rata dengan permukaan tanah. Setelah tanam dilakukan penyiraman dengan menggunakan embrat yang halus. 4) Penanaman dan Pemberian Pupuk Dasar Setelah tanah selesai diolah dan bibit bawang telah di tanam maka selanjutnya dilakukan kegiatan pemupukan. Dari pengakuan para petani ada beberapa jenis pupuk yang harganya di subsidi oleh pemerintah. Hal ini tentunya sangat membantu para petani untuk menekan biaya pembudidayaan tanaman bawang merah. Adapun perincian pemberian pupuk dengan contoh luas lahan ¼ bau yaitu sebagai berikut : Tabel 1.2 Pemberian Pupuk Jumlah Pupuk (Kg)
Jenis Pupuk
Waktu Pemupukan Pasca Tanam
Pemupukan I
60
SP36/Kompos
10 Hari
Pemupukan II
60
NPK Mutiara(20Kg)+UREA(40Kg)
20 Hari
Pemupukan III
60
NPK Holland(30Kg)+ZA(30Kg)
30 Hari
Pemupukan IV
40
KCL(25Kg)+KAMAS(15Kg)
36 Hari
Tahap
Sumber : Hasil Survay Lapangan 5) Pengairan Tanaman bawang membutuhkan air yang cukup dalam pertumbuhannya. Penyiraman pada musim kemarau dilakukan 1 kali dalam sehari pada pagi hari atau sore, sejak tanam sampai menjelang panen. Sumber irigasi di Brebes di antaranya berasal dari Waduk Malahayu, Waduk Penjalin, Sungai Pemali, dan sejumlah anak Sungai Pemali. Pola pengairan yaitu menggunakan pintu air sebagai pengendali air yang akan masuk ke persawahan, yang sudah di buat saluran-saluran air dari sumber air.
16
Gambar 1.7 Proses Penyiraman (Sumber : Hasil Survay Lapangan) 6) Menyiangan dan Pembumbunan Menyiang dilakukan sesuai dengan kondisi gulma, minimal dilakukan dua kali/musim, yaitu menjelang dilakukannya pemupukan susulan. Kegiatan membumbun dilakukan saat tanaman umur 30 dan 45 hari setelah tanam atau disesuaikan dengan kondisi umbi sampai muncul ke permukaan tanah. 7) Pengendalian Hama dan Penyakit Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman bawang merah adalah ulat tanah, ulat daun, ulat grayak, kutu daun, nematoda akar, bercak ungu alternaria, embun tepung, busuk leher batang, otomatis/antraknose, busuk umbi, layu fusarium dan busuk basah. Ada beberapa jenis hama atau penyakit yang dapat menyerang tanaman bawang merah yang mana akan dapat mempengaruhi hasil produksi tanaman bawang merah, diantara adalah sebagai berikut : a. Hama ulat bawang (Spodoptera spp). Serangan hama ini ditandai dengan bercak putih transparan pada daun. Pengendaliannya adalah : Telur dan ulat dikumpulkan lalu dimusnahkan, pasang perangkap ngengat (feromonoid seks) ulat bawang 40 buah/ha, jika intensitas kerusakan daun lebih besar atau sama dengan 5 % per rumpun atau telah ditemukan 1 paket telur/10 tanaman, dilakukan penyemprotan dengan insektisida efektif, misalnya Hostathion 40 EC, Cascade 50 EC, Atabron 50 EC atau Florbac. Dari hasil survay di Kecamatan Larangan di dapatkan beberapa cara pencegahan hama ulat yakni menggunakan cahaya lampu yang disertai wadah berisi oli di bawahnya dan dipasangkan di
17
beberapa titik di persawahan. Cara ini cukup efektif untuk menarik kupu-kupu ke dalam cahaya lampu kemudian kupukupu tersebut jatuh ke dalam wadah berisi oli, kupu-kupu adalah indukan dari hama ulat berasal.
Gambar 1.8 Penanggulangan Hama Ulat (Sumber : Hasil Survay Lapangan) b. Hama trip (Thrips sp.). Gejala serangan hama thrip ditandai dengan adanya bercak putih beralur pada daun. Penanganannya dengan penyemprotan insektisida efektif, misalnya Mesurol 50 WP atau Pegasus 500 EC.
Gambar 1.9 Penyemprotan Insektisida (Sumber : Hasil Survay Lapangan) c. Penyakit layu Fusarium. Ditandai dengan daun menguning, daun terpelintir dan pangkal batang membusuk. Jika ditemukan gejala demikian, tanaman dicabut dan dimusnahkan. d. Penyakit otomatis atau Antraknose. Gejalanya
bercak
putih
pada
daun,
selanjutnya
terbentuk lekukan pada bercak tersebut yang menyebabkan daun patah atau terkulai. Untuk mengatasinya, semprot dengan fungisida Daconil 70 WP atau Antracol 70 WP.
18
e. Penyakit trotol atau bercak ungu (Alternaria). Ditandai dengan bercak putih pada daun dengan titik pusat berwarna ungu. Gunakan fungisida efektif, antara lain Antracol 70 WP, Daconil 70 WP, dll untuk membasminya. f. Gulma dan rumput liar. Tanaman
liar
berupa
gulma
dan
rumput
liar.
Membasminya dengan cara mencerabut gulma dan rumput liar tersebut sampai ke akar-akarnya.
Gambar 1.10 Proses Pemberantasan Gulma (Sumber : Hasil Survay Lapangan) 8) Panen dan Pasca Panen. Bawang merah dipanen apabila umurnya sudah cukup tua, biasanya pada umur 60 - 70 hari setelah tanam. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat tanda-tanda 60 - 70% daun telah rebah atau leher batang lunak, sedangkan untuk bibit kerebahan daun lebih dari 90%. Panen dilakukan waktu udara cerah. Pada waktu panen, bawang merah diikat dalam ikatan-ikatan kecil (1 - 1,5 kg/ikat), kemudian dijemur selama (5 - 7 hari). Setelah kering (penjemuran 5 - 7 hari), 3 - 4 ikatan bawang merah diikat menjadi satu, kemudian bawang dijemur dengan posisi penjemuran bagian umbi di atas selama 3 - 4 hari. Pada penjemuran tahap kedua dilakukan pembersihan umbi bawang dari tanah dan kotoran. Bila sudah cukup kering (kadar air kurang lebih 85 %), umbi bawang merah siap dipasarkan atau disimpan di gudang. 9) Kriteria Kualitas Bawang Merah. Kriteria kualitas bawang merah yang dikehendaki oleh konsumen rumah tangga adalah : umbi berukuran besar, bentuk umbi
19
bulat, warna kulit merah keunguan, dan umbi kering askip. Sedangkan konsumen luar (export) yang dikehendaki adalah : umbi berukuran besar, bentuk umbi bulat, warna kulit merah muda, dan umbi kering lokal. 10) Persiapan, Pemeliharaan, Panen dan Pasca Panen Secara garis besar pembudidayaan tanaman bawang merah dapat dibagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut : a. Persiapan Terdiri dari penyiapan bibit, pengolahan lahan. b. Pemeliharaan Pemeliharaan pertanian bawang merah terdiri dari : penyiraman, pemupukan, pemberantasan hama, penyiangan. c. Panen - Waktu panen Pemanenan bawang di daerah ini yaitu setelah berumur 60 - 65 hari. Dengan ciri-ciri tanamannya adalah sebagai berikut :
Daunnya sudah mulai layu dan menguning.
Pangkal batang mengeras.
Umbi telah tersumbul keatas tanah dan lapisan umbi telah penuh berisi dan berwarna merah.
- Cara panen Bawang merah dalam cara pemanennya di cabut dengan menggunakan tangan dan umbinya di bersihkan dari tanah yang melekat. d. Pasca Panen Yaitu
terdiri
dari
pembersihan,
pengeringan
dan
pemilihan umbi yang baik.
1.5.4 Sistem Informasi Geografi (SIG) Teknologi SIG saat ini telah diterapkan diberbagai bidang dan kegiatan, dari organisasi pemerintah hingga swasta, untuk kegiatan perencanan maupun pemantauan (Dulbahri, 1993). Teknologi ini
20
dimanfaatkan untuk memecahkan suatu masalah, menentukan pilihan ataupun menentukan suatu kebijakan berdasarkan metode analisis spasial dengan menggunakan komputer sebagai alat untuk pengelolaan dan pengolahan data sumberdaya yang diperoleh khususnya dalam penelitian tingkat hasil produksi tanaman bawang merah. Berbagai batasan SIG yang dikemukakan oleh (Marble et al, 1983; Burrough, 1986; Culkin and Tomlinson, 1984 dalam Dulbahri, 1993), mengarah pada suatu pengertian SIG yang berkembang saat ini. Pengertian ini dikemukakan oleh (Aronoff, 1989) yang menyatakan bahwa SIG adalah suatu sistem informasi yang mendasarkan pada kerja komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data geografis, meliputi kemampuan untuk memasukkan, mengolah, memanipulasi, dan analisa data serta memberi keluaran. SIG merupakan alat yang bermanfaat untuk menangani data spasial yang mana di dalam SIG, data tersimpan dalam format digital. Jumlah data yang besar dapat disimpan dan diambil kembali secara cepat dengan biaya yang rendah dengan memanfaatkan sistem informasi berbasis kerja komputer. Keunggulan SIG yang lainnya adalah kemampuan manipulasi dan analisis data spasial dengan mengkaitkan data dan informasi atribut untuk menyatukan tipe data yang berbeda kedalam suatu analisis tunggal. Penerapan teknologi SIG yang berbasis kerja komputer di dalam pemrosesan data dan penyajian keluaran dikatakan oleh (Dulbahri, 1993) mencirikan adanya dinamisasi proses masukan, klarifikasi, analisis dan keluaran hasil yang memungkinkan sistem informasi ini dapat menerima dan memproses data dalam jumlah besar dan waktu relatif singkat. Perencanaan suatu tindakan maupun pengambilan suatu keputusan memerlukan analisis data yang mempunyai rujukan spasial atau geografis (Dulbahri,
1993).
Dikemukakan
bahwa
pengambilan
keputusan
memerlukan pengetahuan yang didukung oleh konsep yang mapan, sehingga informasi yang berkaitan dengan permasalahan harus dipilih dari sejumlah besar data untuk mengetahui keadaan permasalahan tersebut melalui pemrosesan dan analisis data. Menurut (Aronoff, 1989 dalam Dulbahri, 1993), SIG terdiri dari beberapa komponen yang dapat digunakan untuk menangani data spasial, 21
yaitu komponen masukan data, pengolahan data, manipulasi dan analisis data serta keluaran data. Uraian selanjutnya mengenai komponen-komponen SIG mengacu pada (Weir et al, 1988 dalam Dulbahri, 1993) seperti tertera dibawah ini : 1. Komponen Masukan Data Komponen masukan data merubah data dari berbagai bentuk dan sumber kedalam bentuk yang dapat diterima dan digunakan dalam SIG. Sumber data ini antara lain berupa peta, data lapangan maupun tabel atribut yang berkaitan dengan data hasil produksi tanaman bawang merah. Pemasukan data kedalam SIG memerlukan waktu yang lama dan merupakan salah satu keterbatasan dalam keseluruhan proses didalam SIG. Disamping itu komponen ini harus dapat menjamin konsistensi kualitas data dalam proses pemasukan dan penerimaan data agar hasilnya benar dan dapat dimanfaatkan. 2. Komponen Pengolahan Data Komponen pengolahan data SIG meliputi fungsi-fungsi yang dibutuhkan untuk menyimpan atau menimbun dan memanggil kembali data dari arsip data dasar. Efisiensi fungsi ini harus diutamakan sehingga perlu dipilih metode yang paling sesuai dengan struktur data yang digunakan. Perbaikan data dasar untuk mengurangi, menambah, ataupun memperbaharui data dapat dilakukan dengan cara mengurangi, menambah, ataupun memperbaharui data dapat dilakukan pada komponen ini. 3. Komponen Manipulasi dan Analisis Data Fungsi manipulasi dan analisis data membedakan informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Komponen ini dapat digunakan untuk mengubah format data dan memperoleh parameter. 4. Komponen Keluaran Data Komponen ini berfungsi untuk menanyakan informasi dan hasil analisis data spasial secara kualitatif maupun kuantitatif yang berupa peta ataupun arsip elektronik, yaitu tabel, data statistik, dan data dasar lainnya. Keluaran data dapat digunakan sebagai dasar untuk identifikasi informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan. 22
1.5.5 Kartografi dan Peta Kartografi merupakan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi rnengenai pembuatan peta sekaligus mencakup studinya sebagai dokumendokumen ilmiah dan hasil karya seni. Dalam konteks ini, peta dianggap sebagai suatu hasil karya seni dalam kerangka ilmiah yang benuansa ilmu pengetahuan tentang pembuatan termasuk semua tipe peta, plan (peta skala besar), charts, bentuk 3 dimensi dan globe yang menyajikan model bumi atau sebuah benda angkasa pada skala tertentu. Peta itu sendiri menurut ICA dalam Robinson A. H, 1995 adalah gambaran konvensional dan selektif yang diperkecil, biasanya dibuat pada bidang datar, dapat meliputi perwujudan (features) dari permukaan bumi atau benda angkasa. Peta dasar adalah peta yang berisikan informasi topografi dan di gunakan sebagai dasar untuk ploting informasi tematik. Peta dasar pada hakekatnya adalah peta topografi. Istilah peta dasar umumnya juga digunakan dalam pemetaan topografi, suatu peta topografi menjadi peta dasar buntuk pembuatan peta topografi lainnya. Peta yang umum digunakan sebagai peta dasar untuk pemetaan tematik adalah peta topografi disebut
juga
peta
Rupa
Bumi
Indonesia
(RBI).
Tidak
semua
elemen/kenampakan pada peta topografi digunakan dalam peta dasar. Elemen peta dasar biasanya terdiri dari : grid dan graticule, pola aliran sungai, relief, permukiman, jaringan transportasi, batas administrasi, namanama geografi. Ada 4 cara penyajian data geografi yakni : Deskriptif (ditulis, lisan, dll), tabular (tabel), grafik dan diagram, peta (dapat mengetahui hubungan keruangan). Dilihat dari segi fungsinya peta khusus atau peta tematik adalah peta yang menyajikan unsur-unsur tertentu yang rnempunyai hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya seperti ekonomi, trarnsportasi, aliran lalu lintas dan lain-lain. Begitupun dengan Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010 Dengan Menggunakan Software ArcView 3.2. Dari definisi di atas dapat dimengerti bahwa tugas seorang kartografer adalah membuat peta yaitu merancang peta yang meliputi desain simbol, tata letak peta, isi peta dan generalisasi. Peta adalah suatu media komunikasi grafis yang berarti informasi yang diberikan dalam peta 23
berupa gambar atau simbol. Peta sendiri berdasarkan isi dan skalanya dibagi menjadi dua yaitu peta umum dan peta khusus atau tematik. Peta umum merupakan
peta
yang
memuat
kenampakan
umum,
baik
kenampakan fisik maupun kenampakan sosial ekonomis (medan asli dan medan buatan) yang meliputi peta topografi, peta chorografi dan peta dunia (atlas), sedangkan peta khusus atau tematik adalah peta yang memuat kenampakan khusus atau tema-tema khusus seperti peta pariwisata, peta perdagangan dan lain sebagainya. Penggambaran peta tematik harus mencangkup tiga aspek penting yaitu desain peta dasar, desain simbol/isi peta dan desain tata letak peta/layout. A Desain Peta Dasar Dalam penyusunan peta diperlukan terlebih dahulu adalah peta dasar, yang merupakan kerangka untuk menempatkan unsur–unsur, ataupun obyek yang akan dipetakan. Peta dasar dapat diturunkan dari peta Rupa Bumi dan Peta Topografi Dalam penelitian ini sumber pembuatan peta dasar adalah peta Rupa Bumi skala 1 : 25.000. Untuk memenuhi efisiensi maka peta dasar tersebut diperkecil dengan pertimbangan. Data terbesar dan terkecil masih dapat tercermin dan jelas, unit terkecil dari wilayah administrasi dapat digambarkan. Peta dasar ini memuat unsur-unsur geografi, seperti: grid dan graticule, pola aliran, relief, unit administrasi komunikasi seperti: jalan, rel kereta api, unit administrasi dan nama–nama geografis : 1. Grid dan Graticule (Lintang dan bujur) Grid berfungsi untuk mengetahui dan menentukan koordinat titik-titik diatas peta. Graticule digunakan untuk orientasi secara kasaran dari suatu tempat. 2. Pola Aliran Pola aliran bisa berupa saluran yang yang terbentuk secara alami, seperti sungai atau buatan manusia, saluran irigasi. 3. Relief Gambaran yang menyatakan suatu tinggi rendahnya suatu permukaan fisik bumi. Dalam peta dasar relief dinyatakan dengan garis kontur. Relief digunakan untuk orientasi 24
pembuatan peta tematik bidang teknik sipil, pembuatan irigasi atau jalan. 4. Permukiman Hal ini berkaitan dengan kepentingan sosial ekonomi. Peta sosial ekonomi ini sering diperlukan pada perencanaan kota untuk daerah permukiman. 5. Bentuk Perhubungan Jalan dan rel kereta apa merupakan unsur yang penting dalam peta dasar, unsur ini digunakan untuk orientasi. Ini sangat penting untuk kegiatan sosial ekonomi, seperti peta pariwisata. 6. Unit Administrasi Unsur ini penting untuk pembuatan peta sosial ekonomi 7. Nama–nama geografis Nama–nama geografis berupa sungai, unit administrasi dan nama daerah. 8. Detail Lainya Detail lainya dibuat diatas peta dasar secara terbatas sesuai dengan kebutuhanya, misalnya daerah hutan, pola land use dan lain-lain. Detail–detail ini biasanya dinyatakan dalam bentuk simbol (Saraswati, 1979). B Desain Simbol/Isi Peta Simbol adalah suatu alat yang berfungsi untuk menggambarkan keadaan medan dan letaknya didalam peta. Simbol yang baik adalah simbol yang sudah dikenal dan mudah digambar. Didalam pembuatan peta pemasukan simbol–simbol inilah menyebabkan peta dapat dibaca. Simbol–simbol ini mempunyai arti dan bentuk sehingga dengan mengetahui arti dan bentuk simbol tersebut maka pemilihan simbol disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari pembuatan peta. Secara garis besar simbol–simbol yang digunakan dalam peta tematik hanya mempunyai ketentuan sesuai temanya. Simbol mempunyai peran penting dalam proses komunikasi peta. Informasi dari peta dapat dibaca dengan simbol tersebut, sehingga simbol yang digunakan harus sesuai dengan tema dan tujuan pemetaan. Simbol menurut bentuk dapat dibagi menjadi 3 yaitu, simbol titik, simbol garis dan simbol 25
bidang. Sedangkan wujud simbol dalam kaitanya dengan unsur yang digambarkan dapat dibedakan abstrak, setengah abstrak dan nyata (piktorial). Pewarnaan
pada
peta
dasar
juga
merupakan
cara
berkomunikasi, pemberian warna disesuaikan dengan unsur yang digambarkan, seperti: tubuh air sesuai dengan warna biru, vegetasi dengan warna hijau dan diusahakan menarik serta memberikan kesan jelas bagi pengguna. C Desain Tata Letak Peta (Layout) Kegiatan ini merupakan perencanaan bentuk akhir dari peta, yaitu dengan pertimbangan posisi dan besarnya peta, sehingga peta tampak serasi dan seimbang. Untuk itu semua informasi tepi peta yang akan diletakan dalam peta dasar perlu diatur dan disesuaikan dengan elemen-elemen
lainnya.
Penentuan
tata
letak
peta
harus
mempertimbangkan cara-cara yang tepat dan menyentuh perasaan tertarik (sensible) dan juga unsur keindahan juga dipertimbangkan. Salah satu faktor yang diperhatikan adalah adanya keseimbangan (balance) dalam tata letak dan informasi tepi. Ukuran huruf (text), tipe huruf (style) mempunyai peranan pula dalam komposisi tata letak informasi. Secara sederhana simbol dapat diartikan sebagai suatu gambar atau tanda yang mempunyai makna tertentu. Simbol dalam peta mernpunyai peran yang sangat penting, bahkan dalam peta-peta khusus, simbol merupakan informasi utama untuk menunjukkan tema suatu peta. Menurut bentuknya, simbol dapat dibedakan menjadi simbol titik, garis dan area. Sedangkan wujud simbol dalam kaitannya dengan unsur yang digambarkan dapat dibedakan menjadi simbol abstrak, setengah abstrak dan nyata atau piktorial. Simbol piktorial adalah simbol yang dalam kenampakan wujudnya ada kemiripan dengan wujud unsur yang digambarkan, sedangkan simbol geometrik adalah abstrak simbol yang wujudnya tidak ada kemiripan dengan wujud unsur yang digambarkan. Disamping itu ada simbol huruf dan angka.
26
Dalam membuat atau mendesain sebuah peta, agar informasi yang akan disajikan dapat memenuhi kebutuhan pengguna peta maka segala informasi yang berkaitan dengan kebutuhan pengguna peta harus disajikan sebaik mungkin terutama dalam hal kemudahannya untuk dibaca dan diinterpretasi. Informasi tersebut ditempatkan pada informasi tepi yang mencakup informasi penting. Informasi tepi tersebut membentuk suatu susunan atau tata letak peta atau yang sering disebut dengan komposisi peta. Penentuan tata letak peta harus mempertimbangkan berbagai macam hal yang menimbulkan berbagai macam
kesan
keindahan
disamping
tetap
mempertahankan
keseimbangan peta secara keseluruhan agar tidak menimbulkan kesan yang rumit. Sebelum menggunakan peta, maka yang perlu diperhatikan pertama kali adalah informasi tepi yang banyak mempertimbangkan dan memberikan informasi penting untuk dipahami oleh pengguna peta. Pada peta topografi lama maupun peta rupa bumi yang dibuat oleh BAKOSURTANAL, tata letak informasi tepi ini telah dibakukan agar pengguna peta menjadi terbiasa untuk menemukan berbagai jenis informasi yang diperlukan pada bagian yang sama pada tepi semua peta meskipun berbeda skalanya. Informasi tepi peta dibedakan menjadi 2 yaitu informasi yang bersifat khusus dan yang bersifat umum. Informasi umum meliputi identifikasi peta (nomor peta, nomor lembar peta dan keterangan edisi), skala peta, kontur, interval kontur, simbol, petunjuk pembacaan grid dan gratikul, indeks lembar peta, arah utara magnetik, indeks lembar peta (istilah atau nama-nama geografi dan singkatannya yang digunakan dalam peta). Sedangkan informasi khusus terdiri dari informasi teknis mengenai grid, proyeksi datum geodesi dan tinggi, informasi mengenai revisi peta dan reabilitas serta koordinat geografi pada sudut-sudut peta. Pada peta tematik, komposisi peta terutama disusun dengan mempertahankan keseimbangan tata letak peta di samping keserasian dalam hal ukuran dan tipe huruf. lnformasi tepi yang penting hampir sama untuk semua jenis peta, yaitu paling tidak mencakup judul peta, 27
daerah yang dicakup, skala, orientasi utara, legenda, grid lintang dan bujur, serta indeks atan petunjuk letak peta.
28