BAB I PENDAHULUAN 1.1.
LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair
payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena tempat tumbuhnya berupa substrat lumpur yang berada di pesisir pantai atau muara sungai. Hutan mangrove tumbuh paling baik pada daerah yang memiliki kadar air tawar dan kadar air asin yang seimbang, sehingga dapat mendukung pertumbuhan vegetasi mangrove secara optimal. Vegetasi penyusun hutan mangrove mempunyai banyak bentuk perakaran karena sebagai adaptasinya terhadap kondisi substrat lumpur dan salinitas. Hutan mangrove mempunyai arti yang sangat penting. Berbagai jenis hewan termasuk hewan laut yang hidup di kawasan ini sangat tergantung pada keberadaan mangrove (Pagoray, 2002). Kerusakan ekosistem mangrove akan berdampak pada (1) terjadinya degradasi mangrove yang sangat cepat yang berdampak pada mempercepatnya kehilangan pulau dan wilayah pesisir. (2) Penurunan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang merupakan spesies spesifik hutan mangrove, diantaranya : flora Rhizophora sp, dan Bruguiera sp. (hutan mangrove). (3) Fenomena intrusi yang sangat dirasakan pada daerah-daerah pesisir hutan yang ekosistem hutannya sudah rusak karena hutan mangrove yang berfungsi sebagai bufferzone menjadi tidak atau kurang berfungsi akibat rusaknya ekosistem tersebut, sehingga pada akhirnya menyebabkan masalah-masalah lingkungan. (4) Fenomena abrasi juga dirasakan oleh masyarakat terutama di pantai yang berhadapan dengan selat dan laut. Hal ini disebabkan karena tingkat kerapatan pohon per hektar dari jenis-jenis mangrove sangat sedikit, sehingga kemampuan mangrove mencegah abrasi menjadi berkurang. (5) Adanya fenomena banjir. (6) Adanya prediksi akan hilangnya pulau-pulau kecil yang menjadikan ekosistem mangrove sebagai bufferzone.
1
Menurut data FAO (2007), luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan dari 4.200.000 ha menjadi 2.900.000 ha pada tahun 1990 samapi 2005. Selama dalam kurun waktu 2000 – 2005, luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan sebesar 50.000 Ha atau sekitar 1,6% dari luas totalnya. Ekspetasi yang berlebihan terhadap hutan mangrove menyebabkan terjadinya penyusutan luasan hutan mangrove di Indonesia. Penyusutan ekosistem mangrove di Indonesia terjadi juga di Desa Bedono, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Bentuk tekanan terhadap kawasan mangrove yang paling besar adalah pengalih-fungsian (konversi) lahan mangrove menjadi tambak udang atau ikan, sekaligus pemanfaatan kayunya untuk diperdagangkan. Selain itu, juga tumbuhnya berbagai konflik akibat berbagai kepentingan antar lintas instansi sektoral maupun antar lintas wilayah administratif. Secara ideal, pemanfaatan kawasan mangrove harus mempertimbangkan kebutuhan masyarakat tetapi tidak sampai mengakibatkan kerusakan terhadap keberadaan mangrove. Selain itu, yang menjadi pertimbangan paling mendasar adalah pengembangan kegiatan yang menguntungkan bagi masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kelestarian fungsi mangrove secara ekologis (fisik-kimia dan biologis). Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga ekosistem pesisir, ekosistem pulau dan ekosistem mangrove salah satunya yaitu dengan rehabilitasi. Rehabilitasi di wilayah pesisir adalah upaya yang harus dilakukan karena memiliki
banyak
manfaat.
Rehabilitasi
mangrove
di
Indonesia
untuk
menanggulangi penyusutan luasan hutan mangrove sudah banyak dilakukan. Rehabilitasi mangrove merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi habitat yang sudah rusak. Upaya pengelolaan serta rehabilitasi yang dilakukan pada kawasan mangrove pada dasarnya dilakukan untuk menjaga ekosistem mangrove agar dapat memberikan manfaat yang banyak bagi masyarakat serta lingkungan sekitar. Selain itu, wilayah pesisir akan terlindung dari erosi dan abrasi serta angin kencang dari arah laut ke darat sehingga wilayah tersebut akan stabil.
2
Faktor lingkungan sangat penting bagi perkembangan hutan mangrove selain organisme yang ada didalamnya. Hal ini dikarenakan selain untuk menunjang pertumbuhan vegetasi juga untuk kelangsungan kehidupan yang ada didalamnya. Faktor biotik dan abiotik kawasan mangrove sangat perlu diketahui sehingga dapat mengelola kawasan tersebut secara efektif dan efisien. Hal ini dikarenakan kawasan rehabilitasi mangrove mempunyai fungsi penting bagi daerah pesisir pantai dan sekitarmya. Upaya rehabilitasi akan membentuk karakteristik habitat sehingga dapat mendukung keanekaragaman jenis biota perairan penghuni mangrove. Pentingnya peranan hutan mangrove sebagai suatu ekosistem bagi komunitas beragam jenis binatang laut dan perairan payau ini menjadi alasan dilakukannya penelitian mengenai fungsi hutan mangrove. Salah satu cara untuk mengetahui peranan hutan mangrove dalam menjaga keseimbangan ekosistem adalah dengan meneliti kondisi habitat perairan yang ada di hutan mangrove dengan mengetahui kondisi komponen biotik dan abiotiknya. Komponen biotik itu meliputi kerapatan vegetasi, kepadatan plankton, kelimpahan nekton, dan kepadatan benthosnya. Komponen abiotik meliputi kondisi fisik kimia lingkungannya antara lain kadar oksigen terlarut, suhu, salinitas air, pH, dan ketebalan lumpur. Upaya rehabilitasi akan mengembalikan fungsi habitat sehingga dapat mendukung kelangsungan hidup flora dan fauna penghuni mangrove. Ekosistem mangrove membutuhkan kondisi habitat yang sesuai agar vegetasi mangrove dapat tumbuh dengan baik dan dapat memberi manfaat bagi lingkungan maupun masyarakat sekitar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik habitat dan keanekaragaman jenis biota perairan mangrove di Pantai Utara, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
3
1.2
RUMUSAN MASALAH Hutan mangrove merupakan mata rantai utama dalam jaringan makanan di
ekosistem perairan. Sebagai suatu ekosistem, peranan hutan mangrove ini berperan penting menciptakan keseimbangan dan kestabilan ekosistem, salah satu indikatornya adalah kerapatan vegetasi, sifat fisik kimia perairan, dan biota perairan. Adanya keberadaan biota perairan plankton dalam ekosistem mangrove berperan dalam kegiatan penyedia makanan bagi konsumen perairan (nekton) dalam rantai makanan dan benthos sebagai pengurai/pendekomposisi. Seiring
dengan
tumbuhnya
mangrove,
karakteristik
habitat
dan
keanekaragaman jenis biota perairannya juga mengalami perubahan. Semakin lama dilakukan rehabilitasi dimungkinkan semakin baik pula karakteristik habitat dan keanekaragaman jenis biota perairan suatu ekosistem mangrove. Oleh sebab itu, perlu diketahui juga karakteristik habitat dan keanekaragaman jenis biota perairan mangrove pada berbagai tahun tanam di pantai utara Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Hal tersebut dilakukan agar dapat mengetahui tindakan yang perlu dilakukan unutk pihak pengelola terhadap pengelolaan kawasan rehabilitasi mangrove tersebut.
4
1.3
TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui karakteristik habitat mangrove pada berbagai tahun tanam di kawasan rehabilitasi di Desa Bedono, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. 2. Mengetahui keanekaragaman jenis biota perairan pada kawasan rehabilitasi di Desa Bedono, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
1.4
MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah untuk : 1. Manfaat bagi ilmu pengetahuan adalah menjelaskan peranan hutan mangrove dalam menjaga dan memberikan ruang hidup bagi biota perairan termasuk plankton, nekton dan makrobenthos. 2. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi Pemerintah Daerah maupun pihak yang terkait sebagai dasar rekomendasi serta evaluasi dalam pengelolaan kawasan mangrove di Desa Bedono, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
5