BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pertambangan merupakan suatu bidang usaha yang karena sifat
kegiatannya pada dasarnya selalu menimbulkan perubahan pada alam lingkungannya (BPLHD Jabar, 2005). Aktivitas pertambangan selalu berpengaruh terhadap dua sisi. Sisi pertama adalah memacu kemakmuran ekonomi negara, sisi yang lainnya adalah timbulnya dampak lingkungan yang memerlukan tenaga, pikiran, dan biaya yang cukup signifikan untuk proses pemulihannya. Salah satu komoditi tambang yang banyak diusahakan saat ini, untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia adalah batubara. Pada saat ini Indonesia memiliki potensi sumberdaya batubara sekitar 60 miliar ton dengan cadangan 7 miliar ton (Witoro, 2007). Cara pemanfaatan potensi sumberdaya pertambangan batubara dilakukan dengan banyak cara, yaitu dilakukan dengan tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Tambang terbuka merupakan salah satu cara pemanfaatan potensi sumberdaya pertambangan batubara yang sangat umum digunakan di Indonesia, walaupun ada beberapa yang menggunakan tambang bawah tanah (underground mining), sehingga akan berdampak terhadap perubahan bentang alam, sifat fisik, kimia, dan biologis tanah, serta secara umum menimbulkan kerusakan pada permukaan bumi. Dampak ini secara otomatis akan mengganggu ekosistem di atasnya, termasuk tata air (Subardja, 2007). Permasalahan utama lingkungan dalam aktivitas pertambangan batubara disebabkan karena terjadinya hujan. Hujan merupakan air yang jatuh dalam bentuk tetesan yang dikondensasikan dari uap air di atmosfer (Seyhan, 1977). Hujan yang turun disuatu tempat dan suatu waktu akan berbeda satu sama lain. Secara geografis, faktor-faktor yang mempengaruhi variasi curah hujan antara lain : a) garis lintang, b) ketinggian tempat, c) jarak dan sumber air, d) posisi dan ukuran benua, e) hubungannya dengan deretan gunung
2
dan pegunungan, dan f) suhu permukaan tanah dan lautan yang berdekatan. Secara meteorologi, radiasi matahari, suhu udara, kelembapan, arah dan kecepatan angin turut berpengaruh terhadap curah hujan yang turun di suatu wilayah. Curah hujan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap kawasan pertambangan. Curah hujan adalah salah satu bentuk dari presipitasi dalam bentuk titik air yang berukuran diameter antara 1 hingga 5 mm. Syarat untuk terjadinya awan dan hujan adalah tersedianya noisture yang cukup untuk kondensasi, terjadinya proses pendinginan untuk mencapai kondensasi dan tersedianya nukleous untuk terjadinya hujan. Inti kondensasi yang baik berupa garam dapur hasil proses evaporasi dari lautan. Curah hujan yang dipengaruhi oleh karakteristiknya baik itu durasi dan frekuensi akan berdampak pada lingkungan yang berada dikawasan pertambangan tersebut, baik itu lingkungan pertambangan maupun lingkungan hidup yang berada didalamnya. Curah hujan dengan frekuensi yang besar dan durasi yang lama tentunya akan berpengaruh besar terhadap aktivitas pertambangan. Namun, terjadinya curah hujan yang tinggi bukan meningkatkan produktivitas penambangan batubara melainkan curah hujan yang tinggi menimbulkan kerugian produktivitas pertambangan (Simatupang, 1992). Beberapa tahun belakangan ini diduga telah terjadi perubahan cuaca dalam bentuk bertambahnya “periode” musim hujan yang seharusnya pada bulan Juni mengalami musim kemarau, tetapi pada kenyataannya hujan masih terjadi. Hal seperti ini mengakibatkan hujan sebagai salah satu faktor yang dapat menggangu kegiatan pertambangan. Hujan yang mengalami perubahan dari tahun ketahun juga akan mendistribusikan permasalahan spasial yang terjadi di kawasan pertambangan. Perubahan intensitas curah hujan dipengaruhi oleh perubahan iklim. Dampak yang ditimbulkan dari adanya keadaan tersebut juga memicu permasalahan pada lingkungan disekitar kawasan pertambangan. Kawasan yang berpotensi mengalami perubahan dampak lingkungan akibat pengaruh curah hujan adalah kawasan tambang terbuka. Kawasan Tambang terbuka merupakan suatu tempat yang khusus difungsikan untuk kegiatan pertambangan berdasarkan unit-unit aktivitas penambangan (Supriadi, 2007). 3
Salah satu kawasan tambang batubara yang menggunakan cara pemanfaatan potensi sumberdaya tambang batubara menggunakan tambang terbuka adalah PT. Bukit Asam Persero,Tbk. Selain itu, kajian sifat hujan secara spasial dan temporal di kawasan pertambangan PT. Bukit Asam belum pernah dilakukan sebelumnya sehingga alasan inilah yang menjadi dasar untuk dilakukan penelitian. PT. Bukit Asam merupakan perusahaan tambang yang melakukan eksploitasi batubara dengan menggunakan metode tambang terbuka (open pit). Eksploitasi dilakukan dengan dua sistem, yaitu sistem continous mining dan sistem konvensional. Continous mining menggunakan Bucket Ehell Excavator (BWE) sebagai alat tambang utama sedangkan sistem konvensional menggunakan Shovel and Truck. Kegiatan utamanya berupa land clearing, pengupasan tanah atas (top soil), pengupasan lapisan tanah/batuan penutup (overburden), peledakan, pemuatan dan pengangkutan material tambang. Sedangkan sistem konvensional merupakan sistem penambangan alat gali muat dan alat angkut terpisah. Alat gali muat menggunakan shovel sedangkan alat angkutnya menggunakan truk. Penggunaan metode ini lebih rentan terganggu oleh cuaca buruk. Secara temporal, curah hujan yang tinggi akan menghambat produksi batubara dari sistem shovel and truck. Selain itu secara spasial, kawasan pertambangan di PT. Bukit Asam Persero,Tbk mengalami permasalahan aktivitas pertambangan yang dipengaruhi oleh karakteristik hujan dengan timbulnya air larian. Metode penambangan dengan tambang terbuka tentunya akan menyebabkan terbentuknya cekungan yang luas sehingga sangat potensial untuk menjadi daerah tampungan air, baik yang berasal dari air limpasan permukaan maupun air tanah. Pada saat kondisi cuaca ekstrim berupa adanya curah hujan yang tinggi maka air yang berasal dari limpasan permukaan dapat menggenangi lantai dasar dan menyebabkan berlumpurnya front penambangan. Dalam orientasi lapangan di temukan sump pada area penambangan tidak memadai dalam mengatasi adanya air yang masuk pada pit. Hal ini bisa di sebabkan adanya debit curah hujan yang tinggi sehingga kapasitas daya tampung sump berkurang. Oleh karena itu di perlukan adanya kajian karakteristik hujan
4
baik secara spasial dan temporal untuk mengetahui besarnya pengaruh hujan terhadap aktivitas pertambangan. Kondisi inilah yang perlu dikaji di kawasan pertambangan batubara PT. Bukit Asam Persero,Tbk dan pengaruhnya terhadap produktivitas pertambangan dan upaya konservasi akibat terbentuknya air larian maupun air asam tambang. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan studi khusus mengenai “Sifat Hujan di Kawasan Pertambangan Batubara di PT. Bukit Asam (Persero,Tbk)”.
1.2
PERTANYAAN PENELITIAN Beberapa tahun belakangan ini diduga telah terjadi perubahan cuaca dalam
bentuk bertambahnya “periode” musim hujan yang seharusnya pada bulan Juni mengalami musim kemarau, tetapi pada kenyataannya hujan masih terjadi. Hal seperti ini mengakibatkan hujan sebagai salah satu faktor yang dapat menggangu kegiatan pertambangan. Hujan yang mengalami perubahan dari tahun ketahun juga akan mendistribusikan permasalahan spasial yang terjadi di kawasan pertambangan. Perubahan intensitas curah hujan dipengaruhi oleh perubahan iklim. Dampak yang ditimbulkan dari adanya keadaan tersebut juga memicu permasalahan pada lingkungan disekitar kawasan pertambangan. Secara temporal, curah hujan yang tinggi akan menghambat produksi batubara dari sistem shovel and truck. Selain itu secara spasial, PT. Bukit Asam Persero,Tbk merupakan salah satu perusahaan pertambangan yang mengalami permasalahan aktivitas pertambangan yang dipengaruhi oleh karakteristik hujan dengan timbulnya air asam tambang. Karakteristik hujan di kawasan pertambangan dapat dilihat dari unsur-unsur yang terkandung dalam air hujan dikawasan pertambangan tersebut. Permasalahan yang disebabkan oleh adanya hujan dengan metode penambangan ini yaitu terbentuknya cekungan yang luas sehingga sangat potensial untuk menjadi daerah tampungan air, baik yang berasal dari air limpasan permukaan maupun air tanah. Pada saat kondisi cuaca ekstrim berupa adanya
5
curah hujan yang tinggi maka air yang berasal dari limpasan permukaan dapat menggenangi lantai dasar dan menyebabkan berlumpurnya front penambangan. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan penelitian seperti berikut ini. 1.
Bagaimanakah karakteristik curah hujan secara temporal dan spasial di kawasan pertambangan batubara PT. Bukit Asam (Persero),Tbk?
2.
Bagaimanakah
hubungan
curah
hujan
terhadap
produktivitas
pertambangan batubara di PT. Bukit Asam (Persero), Tbk? 3.
Bagaimanakah hubungan hujan aktual yang terjadi di kawasan pertambangan dengan air yang terakumulasi di sump ?
1.3
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Menganalisis sifat hujan secara temporal dan spasial di kawasan pertambangan PT. Bukit Asam Persero,Tbk.
2.
Mengetahui hubungan curah hujan secara temporal dengan produktivitas pertambangan di PT. Bukit Asam (Persero),Tbk.
3.
Mengetahui hubungan antara hujan secara aktual dengan air yang terakumulasi di sump.
1.4
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah 1.
Manfaat Pengembangan Akademis Sebagai pengembangan di bidang ilmu Geografi, terutama yang terfokus kedalam kajian meteorologi lingkungan khususnya meteorologi dan klimatologi. Disamping itu juga dapat dijadikan sebagai sumber referensi dalam pengembangan metode wavelet di dalam Sistem Informasi Geografis (SIG).
6
2.
Manfaat Praktis a.
Memberikan
gambaran
karakteristik
hujan
di
kawasan
pertambangan dan pengaruh curah hujan terhadap lingkungan wilayah pertambangan. Sehingga dapat dilakukan strategi penambangan untuk peningkatan hasil produksi. b.
Memberikan gambaran untuk dilakukan treatment pengelolaan
hasil tambang guna meningkatkan produktivitas batubara yang dihasilkan di kawasan pertambangan.
1.5
Tinjauan Pustaka A. Hujan Secara Temporal Hujan merupakan turunnya air dipermukaan bumi. Hujan berasal dari dari
uap air di atmosfer, sehingga bentuk dan jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi seperti angin, temperatur dan tekanan atmosfer. Uap air tersebut akan naik ke atmosfer sehingga mendingin dan terjadi kondensasi menjadi butir-butir air dan kristal-kristal es yang akhirnya jatuh sebagai hujan (Triatmojo,2008). Curah hujan adalah jumlah atau volume air hujan yang jatuh pada satu luasan tertentu, dinyatakan dalam satuan mm. 1 mm berarti pada luasan 1 m2 jumlah air hujan yang jatuh sebanyak 1 liter. Curah hujan 1 mm berarti 1 liter per m2 atau 10 m3/ha. Sumber utama air permukaan pada suatu tambang terbuka adalah air hujan. Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem penyaliran, karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya air tambang yang harus diatasi. Besar curah hujan dapat dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada areal tertentu. Oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam meter kubik per satuan luas, secara umum dinyatakan dalam tinggi air (mm). Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat penakar hujan. Banyaknya hujan sebagai hasil pengukuran dengan alat penakar hujan selama beberapa waktu (tahun) dapat digunakan untuk menentukan sifat (karakteristik) curah hujan di suatu tempat. Dalam proses pengalihragaman hujan
7
menjadi aliran ada beberapa sifat hujan yang penting untuk diperhatikan, antara lain adalah intensitas hujan (I), lama waktu hujan (t), kedalaman hujan (d), Frekuensi (f), dan luas daerah pengaruh hujan (Soemarno, 1987). Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Dengan kata lain bahwa intensitas curah hujan menyatakan besarnya curah hujan dalam jangka pendek dengan memberikan gambaran derasnya hujan per jam (Asdak, 1995). Apabila diambil nilai rata-rata curah hujan selama beberapa tahun, maka nilai rata-rata curah hujan itu disebut curah hujan normal. Angka ini digunakan sebagai patokan untuk mengevaluasi apakah curah hujan suatu waktu berada di atas normal (AN) atau di bawah normal (BN) (Hanafi, 1988). Sedangkan durasi (lama waktu hujan) adalah lamanya suatu kejadian hujan (Sudjarwadi 1987). Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas (Sudjarwadi 1987). Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit. Fluktuasi curah hujan di daerah monsoon merupakan parameter penting dalam penentuan perubahan iklim disamping parameter-parameter lain. Dengan demikian maka daerah ekuatorial mempunyai distribusi pola curah hujan maksimum ganda (dalam satu tahun). Hujan lebat yang berlangsung berjam-jam untuk daerah yang cukup luas. Kawasan tambang juga merupakan salah satu kawasan yang terkena dampak tersebut. (Gernowo dan Tony, 2010) Curah hujan adalah banyaknya hujan yang terjadi pada suatu daerah. Curah hujan merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan sistem penirisan, karena besar kecilnya curah hujan pada suatu daerah tambang akan mempengaruhi besar kecilnya air tambang yang harus ditanggulangi. Angka– angka curah hujan yang diperoleh merupakan data yang tidak dapat digunakan secara langsung untuk perencanaan pembuatan sarana pengendalian air tambang, tetapi harus diolah terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai curah hujan yang
8
lebih akurat. Curah hujan merupakan data utama dalam perencanaan kegiatan penirisan tambang terbuka. Dalam kegiatan penirisan tambang, hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertambangan maupun kegiatan lainnya seperti pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Bayong (2004) mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim. a) Tipe Hujan Hujan dibedakan menjadi empat tipe, pembagiannya berdasarkan faktor yang menyebabkan terjadinya hujan tersebut : 1. Hujan Orografi Hujan ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai hujan. Bagian lereng yang menghadap angina hujannya akan lebih lebat dari pada bagian lereng yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang lebih tinggi sampai suatu ketinggian tertentu. 2. Hujan Konvektif Hujan ini merupakan hujan yang paling umum yang terjadi didaerah tropis. Panas yang menyebabkan udara naik keatas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi dingin dan berkondensasi dan akan jatuh sebagai
9
hujan. Proses ini khas buat terjadinya badai guntur yang terjadi di siang hari yang menghasilkan hujan lebat pada daerah yang sempit. Badai guntur lebih sering terjadi di lautan dari pada di daratan. 3. Hujan Frontal Hujan ini terjadi karena ada front panas, awan yang terbentuk biasanya tipe stratus dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan pada front dingin awan yang terjadi adalah biasanya tipe cumulus dan cumulunimbus dimana hujannya lebat dan cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan front ini tidak terjadi di Indonesia karena di Indonesia tidak terjadi front. 4. Hujan Siklon Tropis Siklon tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara dan selatan dan tidak berkaitan dengan front, karena siklon ini berkaitan dengan sistem tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang panas, karena energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah yang dilaluinya.
b) Distribusi Hujan Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannnya sangat tinggi baik menurut waktu maupun menurut tempat. Oleh karena itu kajian tentang iklim lebih banyak diarahkan pada hujan. Berdasarkan pola hujan, wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tiga (Boerema, 1988), yaitu pola Monsoon, pola ekuatorial dan pola lokal. 1. Pola Moonson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan yaitu sekitar Desember). Selama enam bulan curah hujan relatif tinggi (biasanya disebut musim hujan) dan enam bulan berikutnya rendah (bisanya disebut musim kemarau). Secara umum musim kemarau berlangsung dari April sampai September dan musim hujan dari Oktober sampai Maret.
10
2. Pola equatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal, yaitu dua puncak hujan yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober saat matahari berada dekat equator. 3. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal (satu puncak hujan) tapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan pada tipe moonson
c) Pengamatan Curah Hujan Pengamatan curah hujan dilakukan dengan alat pengukur curah hujan. Ada dua jenis alat pengukur curah hujan, yaitu alat ukur manual dan otomatis. Pengamatan curah hujan dilakukan dengan alat pengukur curah hujan. Ada dua jenis alat pengukur curah hujan, yaitu alat ukur manual dan otomatis. Alat ini biasanya diletakkan ditempat terbuka agar air hujan yang jatuh tidak terhalang oleh bangunan atau pepohonan. Terdapat dua jenis alat ukur hujan yaitu : 1.
Alat ukur hujan biasa (Manual Raingauge) Data yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat
ini, berupa data hasil pencatatan oleh petugas pada setiap periode tertentu. Alat pengukur hujan ini berupa suatu corong dan sebuah gelas ukur, yang masing-masing berfungsi untuk menampung jumlah air hujan dalam satu hari (hujan harian). 2.
Alat ukur hujan otomatis (Automatic Raingauge) Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan
alat ini, berupa data pencatatan secara menerus pada kertas pencatat yang dipasang pada alat ukur. Berdasarkan data ini akan dapat dilakukan analisis untuk memperoleh besaran intensitas hujan. Alat ini biasanya diletakkan ditempat terbuka agar air hujan yang jatuh tidak terhalang oleh bangunan atau pepohonan. Data tersebut berguna pada saat penentuan hujan rencana. Analisa terhadap data curah hujan ini dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu : Annual series, yaitu
11
dengan mengambil satu data maksimum setiap tahunnya yang berarti bahwa hanya besaran maksimum setiap tahun saja yang dianggap berpengaruh dalam analisa data. Partial Duration Series, yaitu dengan menentukan lebih dahulu batas bawah tertentu dari curah hujan, selanjutnya data yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil dan dijadikan data yang akan dianalisa. B. Hujan Secara Spasial Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Hujan sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan yang terjadi di suatu tempat. Perbedaan kegiatan di suatu tempat dan tempat lain akan mempengaruhi karakteristik hujan secara spasial. Industri di suatu wilayah sangat mempengaruhi karakteristik hujan yang terjadi. Banyak sekali gas dan aerosol yang dapat menjadi polutan bagi udara sebenarnya memang menjadi komposisi atmosfer yang bersifat normal. Namun, gas dan aerosol ini menjadi polutan ketika konsentrasi substrat ini naik ke tingkat yang dapat mengancam benda-benda hidup atau mengganggu proses-proses fisik maupun biologi (Moran, 1997). Tabel 1.1. Komposisi udara bersih dalam atmosfer Gas Nitrogen Oksigen Argon Karbondioksida Neon Helium Metana Kripton
Volume (%) 78,08 20,95 0,934 0,0314 0,00182 0,0000524 0,0002 0,000114
Ppm 780,800 209,500 9,340 314 18 5 2 1
Sumber : Barakalla, 2008
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa udara di alam tidak pernah dijumpai dalam keadaan bersih tanpa polutan sama sekali. Beberapa gas seperti sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfida (H2S) dan karbondioksida (CO) selalu dibebaskan ke udara sebagai produk sampingan dari proses alami seperti
12
aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan, dan sebagainya. Selain itu, partikel – partikel padat atau cair berukuran kecil dapat tersebar di udara oleh angin, letusan vulkanik, atau gangguan alam lainnya. Selain disebabkan oleh polutan alami tersebut, pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia. Akumulasi polutan dari buangan industri di udara persebarannya dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin. Namun sumbernya yang bersifat stasioner menyebabkan resiko pencemaran lingkungan yang paling tinggi. Beberapa industri yang potensial sebagai sumber pencemaran partikel disajikan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 jenis industri dan jenis limbah yang dikeluarkannya Jenis industri Industri pupuk Industri pangan Industri pertambangan Industri metalurgi Industri kimia Industri pulp
Jenis limbah Uap asam, NH3, bau, partikel. Hidrokarbon, bau, partikel, CO, H2S, dan uap asam. NOx, SOx, CO, Hidrokarbon, bau, dan partikel. NOx, SOx, CO, Hidrokarbon, H2S, Klor, bau, dan partikel Hidrokarbon, CO, NH3, bau dan partikel SOx, CO, NH3, H2S dan bau.
Sumber : Barakalla, 2008
Pada dasarnya air hujan bukan merupakan air murni. Beberapa gas seperti sulfit (SO3), sulfat (SO4), klorida dan amonia telah ada di udara, yang mana gasgas ini akan mempengaruhi kompisisi hujan (Hem, 1970). Gas yang ada di udara seperti sulfat dan nitrat terutama berasal dari pemakaian bahan bakar dalam kegiatan industri dan transportasi (Wardana, 1995). Kegiatan industri dan transportasi itu merupakan sumber bagi pencemaran udara yang akan berpengaruh terhadap kualitas air hujan seperti terlihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Sumber pencemaran udara dan persentasenya Sumber Transportasi Rumah Tangga Industri Sisa Pembakaran Lain-lain
% 51 16 14 4 15
Sumber : Rohwijayanti ,2008
Menurut Hem (1970) air hujan juga merupakan elektrolit yang mengandung berbagai ion mayor seperti natrium, kalium, magnesium, kalsium, klorida, bikarbonat, sulfat, ammonia, nitrat, dan nitrogen serta ion minor yang
13
berupa besi, silica, boron, bromin, dan iodin. Unsur-unsur berasal dari laut, danau, letusan gunung berapi, kegiatan industri, dan transportasi. Air hujan memiliki komposisi yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Komposisi air hujan ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan daerah yang bersangkutan termasuk aktivitas yang ada di daerah tersebut, yang berkaitan dengan proses ini. Komposisi air hujan juga terpengaruh angin sebagai media perantara terdistribusinya unsur-unsur yang ada di udara. Komposisi air hujan akan ditentukan oleh uap air dan ion-ion atau unsur yang terkandung di udara (Apello, 1986 dalam Rohwijayanti, 2008). Pada daerah pantai, komposisi air hujan akan menyerupai air laut, yakni mengandung ion klor, natrium, dan magnesium yang berasal dari laut. Air hujan ini akan berubah komposisinya bila bercampur dengan massa air yang membawa debu dan gas-gas hasil kegiatan industri. C. Kualitas/mutu Air Hujan Air hujan mengandung benda-benda larutan yang sebagian besar ditentukan oleh kualitas udara. Air hujan yang jatuh pada daerah-daerah yang mengalami polusi udara berat mengakumulasi karbondioksida, nitrat fosfor, dan sulfur (Linsley, 1986). Sebaran kualitas air hujan sangat dipengaruhi oleh besar kadar pencemar dan intensitas angin sebagai tenaga yang mempengaruhi sebarannya. Penentu utama kadar pencemar adalah jumlah pencemar yang dipancarkan ke dalam udara. Namun yang kerap terjadi adalah walaupun sumber yang sama mengeluarkan pencemar dari hari ke hari, kadang kala udara cukup bersih dan ada kalanya udara sangat tercemar. Kadar cemaran bergantung pada keadaan cuaca. Faktor yang mempengaruhi kadar cemaran udara adalah jumlah total cemaran yang dikeluarkan atau dipancarkan, keadaan meteorologi, dan bentuk susunan sumber. Menurut Hem (1970), beberapa gas seperti sulfida, sulfat, klorida, dan amonia telah ada diudara sebagai hasil pencemaran udara oleh manusia, letusan gunung berapi, hasil proses kimia maupun biologi, dan gas ini dapat
14
mempengaruhi komposisi air hujan, sedangkan sebaran air hujan sangat dipengaruhi oleh kondisi meteorologi setempat. Hal ini dapat mempengaruhi sebaran kualitas hujan secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor penentu kualitas air hujan antara lain (Sutanto, 1996) : a. Jarak tempat terjadinya hujan dengan laut b. Jenis dan macam industri yang terdapat di daerah tersebut c. Pengaruh vulkanisme pada daerah tersebut Kualitas air hujan berbeda di setiap tempatnya dan memiliki kekhasan sendiri-sendiri, karena adanya pengaruh faktor setempat. Hubungan antara keadaan hujan dan curah hujan dapat dilihat pada Tabel 1.4. Tabel 1.4. Keadaan dan Curah Hujan Keadaan Curah Hujan Hujan sangat ringan Hujan ringan Hujan normal Hujan lebat Hujan sangat lebat
Curah Hujan 1 Jam < 1 mm 1 – 5 mm 5 – 10 mm 10 – 15 mm >20 mm
24 Jam < 5 mm 5 – 20 mm 20 – 50 mm 50 – 100 mm >100 mm
Sumber : Arianto, 2013
D. Daerah Tangkapan Hujan Daerah tangkapan hujan (catchment area) adalah luasnya permukaan yang apabila terjadinya hujan, maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang lebih rendah menuju titik pengaliran. Air yang jatuh ke permukaan sebagian akan meresap ke dalam tanah
(infiltrasi), sebagian ditahan oleh tumbuhan
(intersepsi), dan sebagian lagi akan mengisi liku-liku permukaan bumi dan akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yang dapat mengakibatkan air limpasan permukaan (run off) mengalir ke suatu tempat (daerah penambangan yang lebih lebih rendah). Daerah tangkapan hujan dibatasi oleh pegunungan dan bukit-bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara. Luas daerah tangkapan hujan ini dapat ditentukan dengan bantuan peta topografi untuk daerah yang masih asli, sedangkan untuk daerah yang sudah terganggu digunakan peta situasi. Dari peta topografi ataupun peta situasi akan ditetapkan titik-titik tertinggi (punggung-punggung perbukitan) di sekitar daerah
15
penelitian yang nantinya akan menjadi batas daerah tangkapan hujan. Setelah batas-batas catchment area di tentukan, kemudian luas daerahnya dihitung dengan menggunakan milimeter blok atau dengan alat planimeter. E. Pertambangan Batubara Menurut Gandataruna, 1988, Pertambangan adalah semua galian buatan dengan tujuan memperoleh mineral berharga, yang termasuk didalamnya caracara penambangan terbuka dan bawah tanah untuk memperoleh metal, batubara, minyak bumi, gas, dan bahan galian industri. Tidak termasuk didalamnya adalah penggalian untuk parit, saluran air, dan penggalian-penggalian yang bukan bertujuan mengeksploitasi mineral. Usaha pertambangan bersifat padat modal dan padat teknologi. Usaha pertambangan juga berisiko tinggi dan sangat terpengaruh oleh pasar niaga mineral dunia. Tingkat perkembangan pertambangan Indonesia dewasa ini, dapat dikatakan merupakan hasil perkembangan sejarah dan kebijaksanaa peraturan perundang-undangan dan mencerminkan potensi mineral yang sesungguhnya dimiliki negeri ini. Sesuai peraturan perundangan yang berlaku, pada dasarnya ada tiga golongan pengusaha yang berusaha dibidang pertambangan, yaitu golongan usaha nasional, usaha asing ataupun patungan dan rakyat setempat. Usaha menambang bahan galian memiliki corak yang khas. Hal itu disebabkan karena mineral hanya dapat diambil sekali saja dan tak terbaharui, berbeda dengan tanah dan air dapat digunakan secara terus menerus, asal saja dipelihara sebagaimana mestinya. Karena sifat yang hanya sekali difungsikan maka penambang harus berhati-hati agar jangan sampai merusak keadaan lingkungan dan juga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat disekitar tambang. Salah satu unit usaha bidang pertambangan adalah pertambangan batubara. Batubara merupakan bahan bakar hidro-karbon padat yang terbentuk dari tetumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lama sekali. Proses yang disebut pembatubaraan 16
(coalification) ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun dan pada tahap awal pembentukannya selanjutnya
menghasilkan
batubara
gambut
sub-bituminous,
(peat)
kemudian
bituminous,
dan
lignit,
disusul
akhirnya
antrasit
(Simatupang dan Sigit, 1991). Proses pertambangan batubara akan mempengaruhi bentuk lahan tertentu. (Thornbury,1969) mengemukakan konsep dasar keempat menyatakan bahwa proses-proses geomorfologi meninggalkan bekas-bekasnya pada bentuklahan dan setiap proses geomorfik yang berkembang akan mempunyai karakteristik bentuklahan tertentu pula. Proses geomorfik yang merupakan proses utama yang bekerja pada kulit bumi berupa eksogen (tenaga asal luar), proses endogen (proses asal dalam) dan proses ekstraterestrial. Dari konsep inilah dapat diketahui dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas pertambangan. Akibat primer proyek pertambangan yaitu hasil langsung proyek dalam bentuk menambah devisa, alih teknonologi berupa manfaat yang dapat maupun tidak dapat dipasarkan, selain itu akibat sekunder atau tidak langsung pada kondisi sosial ekonomi dan kualitas lingkungan (Reksohadiprojo, 1984). Usaha
inventarisasi
dan
evaluasi
sumberdaya
alam,
khususnya
sumberdaya bahan galian disuatu daerah tidak terlepas dari informasi geologinya. Informasi geologi tersebut antara lain dapat diperoleh melalui teknik penginderaan jauh dengan menyadap data fisiografik kenampakan fisik permukaan, karena pada dasarnya citra penginderaan jauh menggambarkan objekobjek atau fenomena yang tampak langsung dipermukaan bumi (Sutanto, 1988). Hasibuan (1993) mengatakan dalam eksploitasi pertambangan, komponen kegiatan yang utama adalah penggalian dan pengangkutan. Kegiatan penggalian, merupakan ciri khas kegiatan pertambangan yang dapat menyebabkan, perubahan bentang lahan, gangguan pada hidrologi setempat, erosi, debu karena penggalian (terutama pada musim kemarau).
17
E.1 Air Asam Tambang Air Asam Tambang – AAT (acid mine drainage - AMD atau air asam batuan – acid rock drainage - ARD) adalah air yang bersifat asam (tingkat keasaman yang tinggi dan sering ditandai dengan nilai pH yang rendah di bawah 5) sebagai hasil dari oksidasi mineral sulfida yang terpajan atau terdedah (exposed) di udara dengan kehadiran air. Kegiatan penambangan, yang kegiatan utamanya adalah penggalian, mempercepat proses pembentukan AAT karena mengakibatkan terpajannya mineral sulfida ke udara, air dan mikroorganisme (Gautama, 2012). Air asam tambang adalah salah satu permasalahan lingkungan yang dihasilkan oleh industri pertambangan. Air asam tambang merupakan hasil dari oksidasi batuan yang mengandung pirit (FeS2) dan mineral sulfida dari sisa batuan yang terpapar oleh oksigen yang berada dalam air (Elberling.et.al, 2008) Pengolaan Air asam tambang dapat dilakukan dari data curah hujan yang terjadi di kawasan pertambangan. Pengolahan data curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan data curah hujan yang siap pakai untuk analisis, evaluasi, dan optimasi produksi serta perencanaan sistem penyaliran dalam mengurangi air asam tambang. Dalam rentan waktu yang lama pengolahan data curah hujan akan menunjukkan aliran air yang terbentuk karena pengaruhnya. Pengolahan data ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah metode Gumbel, yaitu suatu metode yang didasarkan atas distribusi normal (distribusi harga ekstrim). Gumbel beranggapan bahwa distribusi variabel-variabel meteorologis tidak terbatas, sehingga harus digunakan distribusi dari harga-harga yang terbesar (harga maksimal).
E.2 Sistem Penirisan Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka secara umum menurut dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
18
1. Cara langsung ( preventive ) Yaitu sistem penirisan dengan jalan mencegah air masuk ke area penambangan dengan jalan memompakannya terlebih dahulu. 2.
Cara tidak langsung ( repressive curative )
Yaitu sistem penirisan yang membiarkan air masuk ke lokasi penambangan untuk ditampung di sump. Dari sump air dipompakan keluar area penambangan dengan menggunakan pompa. Dalam sistem repressive curative keberadaan sump merupakan suatu keharusan. Sump adalah tempat penampungan air hujan dan air tanah yang masuk ke front penambangan sehingga tidak mengganggu aktivitas penambangan. Debit air yang masuk ke sump merupakan jumlah limpasan permukaan pada suatu catchment area tertentu dan air tanah. Sedangkan jumlah air yang keluar adalah kapasitas pompa dan penguapan. Lamanya hujan periode ulang tertentu adalah tingkat keseringan lamanya hujan yang terjadi pada suatu daerah. Perhitungan dengan memakai periode ulang tertentu tersebut dikarenakan lamanya hujan yang terjadi selalu berfluktuasi Berdasarkan tata letak kolam penampung (sump), sistem penirisan tambang dapat dibedakan menjadi : 1. Sistem penirisan terpusat Pada sistem ini sump-sump akan ditempatkan pada setiap jenjang atau bench. Sistem pengaliran dilakukan dari jenjang paling atas menuju jenjang-jenjang yang berada di bawahnya, sehingga akhirnya air akan terpusat pada main sump untuk kemudian dipompakan keluar tambang. 2. Sistem penirisan tidak memusat Sistem ini diterapkan untuk daerah tambang yang relatif dangkal dengan keadaan geografis daerah luar tambang yang memungkinkan untuk mengalirkan air secara langsung dari sump ke luar tambang. Berdasarkan penempatannya, sump dapat dibedakan menjadi beberapa jenis :
19
1. Travelling Sump Sump ini dibuat pada daerah front tambang. Tujuan dibuatnya sump ini adalah untuk menanggulangi air permukaan. Jangka waktu penggunaan sump ini relatif singkat dan ditempatkan sesuai dengan kemajuan tambang. 2. Sump Jenjang Sump ini dibuat secara terencana baik dalam pemilihan lokasi maupun volumenya. Penempatan sump ini adalah pada jenjang tambang dan biasanya di bagian lereng tepi tambang. Sump ini disebut sebagai sump permanen karena dibuat untuk jangka waktu yang cukup lama dan biasanya dibuat dari bahan kedap air dengan tujuan untuk mencegah meresapnya air yang dapat menyebabkan longsornya jenjang. 3. Main Sump Sump ini dibuat sebagai tempat penampungan air terakhir. Pada umumnya sump ini dibuat pada elevasi terendah dari dasar tambang.
E.3 Pompa dan Pipa 1. Pompa Pompa merupakan alat angkut yang berfungsi memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan zat cair dilakukan dengan gaya tekan, yang gunannya untuk mengatasi tahanan-tahanan yang di alami oleh zat cair sewaktu pemindahan. Pompa-pompa yang terpenting dalam pengangkutan zat cair adalah pompa torak (plunger) dan pompa pusingan (centrifugal pump). Dalam sistem penirisan tambang, pompa befungsi untuk mengeluarkan air dari tambang. dalam pompa. Pompa berdasarkan jenis impelernya dapat dibagi menjadi : 1) Pompa Sentrifugal Pompa ini memiliki konstruksi sedemikian rupa hingga aliran zat cair yang keluar dari impeller akan melalui sebuah bidang tegak lurus poros pompa. Impeler dipasang pada satu ujung poros dan pada ujung
20
yang lain dipasang kopling untuk meneruskan daya dari penggerak. Poros ditumpu oleh dua buah bantalan. 2) Pompa Aliran Campur Pompa ini salah satu ujungnya dipasang impeller yang ditumpu oleh sebuah bantalan, sedangkan ujung yang lain dipasang kopling dengan sebuah bantalan luar di dekatnya. Bantalan luar terdiri dari sebuah bantalan aksial dan bantalan radial yang pada umumnya berupa bantalan gelinding. 3) Pompa Aliran Aksial Pompa ini, aliran zat cair yang meninggalkan impeller akan bergerak sepanjang permukaan silinder ke luar. Konstruksi pompa ini hampir sama dengan pompa aliran campuran kecuali bentuk impeler dan difusor keluarnya. 2. Pipa Pipa adalah saluran tertutup yang digunakan untuk mengalirkan fluida. Pipa untuk keperluan pemompaan biasanya terbuat dari baja, tetapi untuk tambang yang tidak terlalu dalam dapat mengunakan pipa HDPE (High Density Polyethylene). Pada dasarnya bahan apapun yang digunakan harus memperhatikan kemampuan pipa untuk menekan cairan didalamnya. Sistem perpipaan akan sangat berhubungan erat dengan daya serta head pompa yang dibutuhkan. Hal ini terjadi karena sistem perpipaan tidak akan terlepas dari adanya gaya gesekan pada pipa, belokan, pencabangan, bentuk katup, serta perlengkapan pipa lainnya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kehilangan energi sehingga turunnya tekanan di dalam pipa. Pada pemasangan instalasi pipa, hal-hal yang perlu diperhitungkan adalah 1. Jenis pipa yang digunakan. 2. Sudut belokan (elbow) yang dibentuk. 3. Tipe katup yang digunakan 4. Sambungan pipa. Penggunaan Pompa di Tambang Air Laya dilakukan untuk mengalirkan air tambang dari sump menuju ke kolam pengendap lumpur (KPL). Pemompaan dari
21
sump menuju kolam pengendap lumpur dilakukan dengan tipe pompa yang disajikan pada Tabel 1.5. Tabel 1.5. Tipe Pompa di Tambang Air Laya No
Tipe Pompa
Keterangan
1
MF – 420 E
rpm 1300
2
MF 420 EX
rpm 1600
3
MF 420 E
rpm 1400
Sumber : Satker Perencanaan Sipil dan Hidrologi PTBA, 2014
E.4
Kolam Pengendap Lumpur (Settling Pond) Kolam pengendapan adalah suatu daerah yang dibuat khusus untuk
menampung air limpasan sebelum dibuang langsung menuju daerah pengaliran umum. Sedangkan kolam pengendapan untuk daerah penambangan adalah kolam yang dibuat untuk menampung dan mengendapkan air limpasan yang berasal dari daerah penambangan maupun daerah sekitar penambangan. Nantinya air tersebut akan dibuang menuju tempat penampungan air umum seperti sungai, maupun danau. Kolam pengendapan berfungsi untuk mengendapkan lumpur-lumpur atau material padatan yang bercampur dengan air limpasan yang disebabkan adanya aktivitas penambangan maupun karena erosi. Disamping tempat pengendapan, kolam pengendapan juga dapat berfungsi sebagai tempat pengontrol kualitas dari air yang akan dialirkan keluar kolam pengendapan, baik itu kandungan materialnya, tingkat keasaman ataupun kandungan material lain yang dapat membahayakan lingkungan. Dengan adanya kolam pengendapan diharapkan semua air yang keluar dari daerah penambangan benar-benar air yang sudah memenuhi ambang batas yang diijinkan oleh perusahaan, sehingga nantinya dengan adanya penambangan ini, tidak ada komplain dari masyarakat dan juga mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
22
1. Bentuk kolam pengendapan Bentuk kolam pengendapan biasanya hanya digambarkan secara sederhana, yaitu berupa kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi sebenarnya bentuk tersebut dapat bermacam-macam, disesuaikan dengan keperluan dan keadaan lapangannya. Walaupun bentuknya dapat bermacammacam, namun pada setiap kolam pengendap akan selalu ada 4 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material padatan. Keempat zona yang ditunjukkan pada gambar adalah : 1) Zona masukan Adalah tempat masuknya aliran air berlumpur kedalam kolam pengendapan dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan terdistribusi secara merata. 2) Zona pengendapan Tempat dimana partikel akan mengendap, material padatan disini akan mengalami proses pengendapan disepanjang saluran masing-masing ceck dam. 3) Zona endapan lumpur Tempat dimana partikel padatan dalam cairan mengalami sedimentasi dan terkumpul pada bagian bawah saluran pengendap. 4) Zona keluaran Tempat keluarnya buangan cairan yangt relative bersih, zone ini terletak pada akhir saluran.
Keterangan : 1. Zona masukan 2 Z d Gambar 1.1. Zona-Zona Pada Kolam Pengendapan
23
1.6
Penelitian Sebelumnya Penelitian tentang karakteristik hujan di kawasan pertambangan Batubara
PT. Bukit Asam belum pernah dilakukan oleh peneliti lain dan dipublikasikan. Beberapa hasil penelitian sebagai pengalaman empiris berkaitan dengan masalah yang ditelaah serta mendukung keaslian penelitian adalah sebagai berikut. 1. Anonim, PT. Tambang Batubara Bukit Asam (1993) Lokasi penelitian pada kuasa pertambangan PT. Bukit Asam wilayah Muara Tiga Besar Utara Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan. Metode penelitian yang digunakan dengan random sampling analisis dengan menggunakan metode Leopol. Metode leopol merupakan metode matriks interaksi dengan penggunaan kolom aktivitas dan parameter lingkugan yang terkena dampak. Penggunaan metode ini digunakan untuk memberi informasi sebab dan akibat (interaksi) suatu aktivitas dengan lingkungan, menunjukkan secara kuantitatif (skoring). Tujuan penelitian yaitu : a. Mengidentifikasi dampak dari rencana penambangan batubara b. Mengidentifiasi kondisi awal disekitar daerah rencana kegiatan. Hasil yang dicapai adalah penambangan batubara akan berdampak negatif terhadap komponen lingkungan sekitar areal tambang. 2.
Ayat (1997) Lokasi penelitian : penambangan pada sungai enim Tanjung Enim Sumatera Selatan. Tujuan penelitian mengetahui pengaruh eksploitasi batubara terhadap kualitas dan tingkat pencemaran sungai enim. Metode penelitian yang digunakan grab sampling, sampel yang diambil di analisis lapangan dan di laboratorium untuk melihat hasil yang didapat apakh terdapat kandungan zat yang melampaui bakumutu air sungai atau tidak. Hasil dari penelitian bahwa dampak eksploitasi batubara hanya berpengaruh terhadap kandungan zat padat terlarut dan sulfida yaitu dekat saluran pembuangan air tambang.
24
3. Anjalipan, Pravita Dewi, (1999) Lokasi Penelitian berada di Kota Yogyakarta dan Sekitarnya Tujuan penelitian mengetahui kualitas air hujan di dalam kota yogyakarta dengan menghubungkan variabel meteorologi seperti tebal hujan dan lama hujan. Metode penelitian menggunakan metode analisis keruangan dan metode analisis stastistik. Metode analisis keruangan digunakan dengan melakukan analisa laboratorium dari sampel air hujan dan pemetaan diwilayah kajian, sedangkan metode analisis statistik dilakukan dengan metode korelasi, regresi,dan T-test. Hasil yang dicapai yaitu mengetahui kualitas air hujan di daerah perkotaan dan daerah pinggiran kota. 4. Hadi, Arif Ismul ., Suwarsono, dan Herliana, (2005) Lokasi penelitian : Kota Bengkulu Tujuan Penelitian adalah untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum dan mengetahui bentuk karakteristik intensitas curah hujan di Kota Bengkulu selama 30 tahun (1977-2006) Hasil yang dicapai yaitu curah hujan normal Kota Bengkulu yaitu 3413, mm/tahun. Intensitas curah hujan tertinggi paling banyak terjadi pada bulan November dan Desember sedangkan intensitas curah hujan terendah paling banyak terjadi pada bulan Juli dan Agustus. Selama 30 tahun (1977-2006) rata-rata curah hujan tertinggi terjadi pada Musim Barat, sedangkan rata-rata curah hujan terendah terjadi pada Musim Timur. Tipe curah hujan di Kota Bengkulu termasuk tipe curah hujan jenis A dengan sifat sangat basah. 5. Barakalla (2007) Lokasi penelitian : Kawasan industri Pulogadung Tujuan penelitian adalah mengetahui kualitas air hujan di kawasan industri Pulogadung dan daerah sekitarnya, mengetahui hubungan antara konsentrasi unsur-unsur dalam air hujan dengan tebal hujan sesaat dan jarak dari pusat
25
industri , dan mengetahui distribusi kualiyas air hujan di kawasan industri Pulogadung. Metode yang digunakan adalah Analisis laboratorium, Analisis grafis, Analisis keruangan dan Analisis statistik (koefisien korelasi dan standar deviasi) Hasil penelitian yaitu Daerah industri memberi pengaruh terhadap kualitas air hujan, adanya hubungan negatif antara konsentrasi unsur-unsur dalam air hujan dan tebal hujan pada satu kejadian hujan dengan jarak dari pusat industri, dan angin memberikan pengaruh terhadap distribusi kualitas air hujan. 6. Aldrian, E and Djamil ,YS, (2008) Lokasi penelitian berada di DAS Berantas Jawa Timur Tujuan Penelitian mengetahui spasial temporal curah hujan yang terjadi di DAS Brantas, Jawa Timur, Indonesia Metode Penelitian menggunakan metode wavelet dengan menampilkan peta berdasarkan ishoyet. Hasil yang dicapai yaitu Mengetahui kecenderungan curah hujan. 7. Arianto, Aris (2013) Lokasi penelitian : main sump pit III Barat, Bangko Barat, PT. Bukit Asam (Persero), Tbk, Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Tujuan Penelitian yaitu menghitung debit curah hujan dan merencanakan suatu sistem penirisan tambang yang sesuai sehingga bisa mengontrol masuknya air limpasan yang masuk ke pit. Hasil yang dicapai adalah total debit air yang masuk di Main Sump pit-III baratadalah 343,8185 m3/jam. Sedangkan perancangan penirisan tambang dilakukan dengan menggunakan jenis pompa KSB 230 KW (diesel)dan KSB 250 KW (listrik). Secara
sistematika
penelitian-penelitian
terdahulu
dapat
digambarkan
digambarkan pada Tabel 1.6.
26
Tabel 1.6. Penelitian-Penelitian Terdahulu No 1
Peneliti dan Daerah Kajian Anonim, PT. Tambang Batubara Bukit Asam (1993), ANDAL rencana pertambangan batubara di muara tiga besar utara kabupaten lahat sumsel Ayat (1997). Dampak eksploitasi batubara terhdap biota perairan dan kualitas air sungai enim di tanjung enim Sumatera Selatan
Tujuan Mengidentifikasi dampak dari rencana enambangan batubara serta kondisi awal disekitar daerah rencana kegiatan
Metode Random Sampling Analisis dengan Leopold
Hasil Penambangan batubara akan berdampak negatif terhdap komponen lingkungan sekitar areal pertambangan
Mengetahui pengaruh eksploitasi batubara terhdap kualitas dan tingkat pencemaran sungai enim
Purposive sampling Analisis data dengan tabel dan grafik
Dampak eksploitasi batubara hanya berpengaruh terhadap kandungan zat padat terlarut dan sulfide yaitu dekat dengan saluran pembuangan air tambang.
3
Anjalipan, Pravita Dewi, (1999). Studi Kualitas Air Hujan Di Daerah Perkotaan dan Daerah Pinggiran Kota.
metode analisis keruangan dan metode analisis stastistik
mengetahui kualitas air hujan di daerah perkotaan dan daerah pinggiran kota berdasarkan tebal hujan dan lama terjadinya hujan.
4
Hadi, Arif Ismul ., Suwarsono, dan Herliana, (2005) Analisis Karakteristik Intenstitas Hujan di Kota Bengkulu.
mengetahui kualitas air hujan di dalam kota yogyakarta dengan menghubungkan variabel meteorologi seperti tebal hujan dan lama hujan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum dan mengetahui bentuk karakteristik intensitas curah hujan di Kota Bengkulu selama 30 tahun (1977-2006)
Metode Grafik
curah hujan normal Kota Bengkulu yaitu 3413, mm/tahun. Intensitas curah hujan tertinggi paling banyak terjadi pada bulan November dan Desember sedangkan intensitas curah hujan terendah paling banyak terjadi pada bulan Juli dan Agustus. Selama 30 tahun (1977-2006) rata-rata curah hujan tertinggi terjadi pada Musim Barat, sedangkan rata-rata curah hujan terendah terjadi pada Musim Timur. Tipe curah hujan di Kota Bengkulu termasuk tipe curah hujan jenis A dengan sifat sangat basah
2
28
6
Aldrian, E and Djamil, YS, (2008)
Mengetahui kualitas air hujan di kawasan industri pulogadung dan daerah sekitarnya. - Mengetahu hubungan antara konsentrasi unsurunsur dalam air hujan dengan tebal hujan sesaat dan jarak dari pusat industri - Mengetahui distribusi kualitas air hujan pada kawasan industri Pulogadung Mengetahui pola spasial curah hujan di Das Brantas Jawa Timur
7
Arianto, Aris (2013) Lokasi penelitian : main sump pit III Barat, Bangko Barat, PT. Bukit Asam (Persero), Tbk, Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
menghitung debit curah hujan dan merencanakan suatu sistem penirisan tambang yang sesuai sehingga bisa mengontrol masuknya air limpasan yang masuk ke pit.
Barakalla (2007) Lokasi penelitian : kawasan industri pulogadung.
5
-
-
Analisis laboratorium Analisis grafis Analisis keruangan Analisis statistik (koefisien korelasi & standar deviasi)
-
-
Daerah industri memberi pengaruh terhadap kualitas air hujan Adanya hubungan negatif antara konsentrasi unsur-unsur dalam air hujan dengan tebal hujan pada satu kejadian hujan dan dengan jarak dari pusat industri Angin memberikan pengaruh terhadap distribusi kualitas air hujan
Metode Wavelet
Mengetahui kecenderungan curah hujan.
Metode perhitungan matematis
total debit air yang masuk di Main Sump pit-III baratadalah 343,8185 m3/jam. Sedangkan perancangan penirisan tambang dilakukan dengan menggunakan jenis pompa KSB 230 KW (diesel)dan KSB 250 KW (listrik).
Sumber : Telaah Pustaka, 2013
29
1.7
Kerangka Penelitian Proses kegiatan tambang batubara sangat berkaitan dengan pra produksi,
produksi, sampai dengan pasca operasi. Proses yang panjang dimulai dari eksplorasi, pembebasan lahan, eksploitasi, sampai reklamasi dan revegetasi bekas lahan tambang. Proses produksi tambang merupakan proses yang sangat tergantung pada curah hujan. Curah hujan yang tinggi akan menurunkan hasil produksi yang telah dilakukan. Secara
temporal,
curah
hujan
di
kawasan
pertambangan
akan
mempengaruhi produktivitas yang dilakukan maupun produktivitas yang akan dilakukan. Karateristik hujan secara temporal dilihat berdasarkan curah hujan yang terjadi di kawasan pertambangan ini. Analisis karakteristik curah hujan secara temporal sangat diperlukan, sehingga diketahui pola curah hujan yang terjadi di kawasan pertambangan ini. Secara spasial, Areal Pit Tambang Batubara Bukit Asam merupakan salah satu kawasan dengan curah hujan yang tinggi dalam 3 tahun terakhir. Pengelolaan sistem batubara yang dihasilkan tidak bisa secara langsung dilakukan karena pembentukan batubara tidak terjadi dalam kurun waktu yang cepat. Jika hujan berlangsung dengan intensitas yang besar dan durasi yang lama pada tahun-tahun berikutnya maka pembentukan kualitas batubara akan menurun serta nilai ekonomi yang dihasilkan akan sedikit. Berdasarkan kondisi inilah karakteristik hujan secara spasial perlu dianalisis agar nilai ekonomi batubara bisa dipertahankan. Untuk
meminimalkan
pengaruh
curah
hujan
terhadap
aktivitas
pertambangan, maka kajian karakteristik perlu dikaji untuk memaksimalkan hasil produksi tambang. pengelolaan meteorologis tambang dilakukan sebagai upaya peningkatan produktivitas tambang. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dilihat secara sistematis kerangka pemikiran pada Gambar 1.2.
30
Gambar 1.2 Diagram Alir Kerangka Penelitian
32