BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana alam yang tinggi. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang berada pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Australia, Benua Asia, Samudera Pasifik dan Lempeng Samudera Hindia. Hal tersebut dipertegas dengan Undang-undang no 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana bahwa wilayah Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Salah satu bencana alam yang sering terjadi adalah bencana longsor. Hal tersebut disebabkan karena jenis tanah yang banyak ditemui di Indonesia adalah hasil letusan gunung api. Tanah jenis ini bersifat subur dengan komposisi sebagian besar lempung dan sedikit pasir. Tanah pelapukan yang ada diatas batuan kedap air pada pegunungan atau dengan kemiringan sedang sampai terjal, berpotensi menimbulkan kelongsoran pada musim hujan. Jika diperbukitan tidak ada tanaman keras berakar maka kawasan tersebut rawan bencana longsor. Data dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologis menyebutkan setidaknya terdapat 918 lokasi rawan tanah longsor tersebar di berbagai daerah antara lain, Jawa Tengah 327 lokasi, Jawa Barat 276 lokasi, Sumatera Barat 100 lokasi, Sumatera Utara 53 lokasi, Yogyakarta 30 lokasi, Kalimantan Barat 23 lokasi, dan sisanya tersebar di NTT, Riau, Kalimantan Timur, Bali, dan Jawa Timur. Setiap tahunnya kerugian yang ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta. (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologis, 2006) Longsor terjadi karena proses alami dalam perubahan struktur muka bumi, yakni adanya gangguan kestabilan pada tanah atau batuan penyusun lereng. 1
Gangguan kestabilan lereng ini dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi terutama faktor kemiringan lereng, kondisi batuan ataupun tanah penyusun lereng, dan kondisi hidrologi atau tata air pada lereng. Dengan adanya Sistem Informasi Geografis memudahkan dalam penyajian informasi spasial karakteristik medan sebagai dasar identifikasi daerah potensi bencana longsor. Selain itu penggunaan citra Penginderaan jauh digunakan untuk memperoleh informasi obyek tanpa melalui kontak langsung dan dapat mengidentifikasikan obyek pada daerah yang sulit dijangkau dengan survey terrestrial.
1.2. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul merupakan salah satu daerah yang memiliki topografi yang beraneka ragam, mulai dari datar sampai curam sehingga memungkinkan wilayah tersebut rawan terhadap longsor. Upaya penanggulangan bencana longsor membutuhkan informasi daerah-daerah yang rentan terhadap bahaya longsor. Informasi tersebut kemudian disajikan dalam bentuk peta zonasi tingkat kerentanan longsor, yang memuat informasi daerah yang rentan terhadap bahaya longsor. Pembuatan peta zonasi tingkat kerentanan longsor digunakan untuk mengetahui daerah dengan
kerentanan
longsor
tinggi
yang berpotensi
menimbulkan korban jiwa, sehingga dapat diupayakan risiko yang ditimbulkan oleh longsor lahan di masa yang akan datang. Berdasarkan hal tersebut penyusun memilih judul “ Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Zonasi Tingkat Kerentanan Longsor di Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul” sebagai judul Tugas Akhir. Berdasarkan latar belakang tersebut, salah satu upaya penanggulangan tanah longsor adalah dengan pembuatan peta zonasi tingkat kerentanan longsor dan peta tingkat risiko kerentanan longsor dengan menggunakan sistem informasi geografis, maka yang menjadi permasalahan adalah : 1. Bagaimana menyusun basis data wilayah yang terkait dengan zonasi daerah rentan longsor di Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul. 2
2. Bagaimana menyusun zonasi tingkat kerentanan dan Risiko kerentanan longsor di Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul. 3. Bagaimana distribusi daerah yang rentan longsor di Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul.
1.3. Tujuan Penelitian 1.
Menyusun basis data wilayah yang terkait dengan zonasi daerah rawan rentan longsor di Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul.
2.
Memetakan distribusi zonasi daerah yang rentan longsor di Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul.
1.4. Manfaat Penelitian 1.
Penelitian ini diharapkan dapat memperdalam ilmu pengetahuan khususnya dibidang penginderaan jauh dan Sistem informasi Geografi untuk estimasi daerah yang berpotensi mengalami longsor lahan.
2.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini, diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan bagi Pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan penggunaan lahan dan pemanfaatan lahan yang tentunya tidak mempengaruhi keseimbangan lingkungan sekitar.
3.
Penelitian ini diharapakan dapat digunakan sebagai sumber informasi, acuan dan referensi untuk penelitian-penelitian yang sejenis.
3
1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Bencana Bencana menurut UU No. 24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. (UU No.24 tahun 2007) Jika terjadi suatu perubahan penggunaan lahan yang dapat berakibat menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis, itulah dapat dikatakan perubahan penggunaan lahan yang menjadi bencana. Quareantelli (1998) memberikan pengertian bencana sebagai suatu kejadian actual, lebih dari suatu ancaman potensial atau dengan istilah sebagai realisasi dari bahaya. Bencana pada dasarnya merupakan fenomena yang terjadi pada suatu masa dimana suatu komunitas mengalami kerugian akibat bencana tersebut. Secara lebih rinci definisi bencana difokuskan pada ruang dan waktu ketika suatu komunitas menghadapi bahaya yang lebih besar dan hancurnya berbagai fasilitas, jatuhnya korban manusia, kerusakan harta benda dan lingkungan sehingga berpengaruh pada kemampuan komunitas tersebut untuk mengatasinya.(Smith, 2007) Bencana tidak mungkin dihindari, tetapi yang dapat dilakukan adalah memperkecil terjadinya korban jiwa, harta maupun lingkungan. Banyaknya korban jiwa maupun harta benda dalam peristiwa bencana yang selama ini terjadi, lebih sering disebabkan kurangnya kesadaran dan pemahaman pemerintah maupun masyarakat terhadap potensi kerentanan bencana serta upaya mitigasinya. Menurut PerMendagri No. 33 tahun 2006, upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari bencana baik bencana alam, bencana akibat ulah manusia maupun gabungan keduanya dalam suatu masyarakat disebut dengan mitigasi bencana.
4
Bencana (disaster) disebabkan oleh faktor alam dan/atau manusia yang dapat menimbulkan bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability) terhadap manusia dan lingkungan itu sendiri. Hazard dan kerentanan saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain (interdependensi). Bahaya adalah kemungkinan dari kejadian dalam jangka waktu tertentu pada suatu wilayah yang berpotensi terhadap rusaknya fenomena alam. Selanjutnya kerentanan diartikan sebagai tingkat kerusakan dari suatu unsur resiko dari suatu fenomena alam pada skala tertentu yaitu 0 (tidak ada kerusakan) sampai 1 (kerusakan total). (Kotter, 2004).
1.5.2. Tanah Longsor Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut. (www.wikipedia.org) Longsor (land slide) atau dengan kata lain gerakan massa tanah adalah suatu proses perpindahan tanah atau batuan dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap karena pengaruh grafitasi dengan gerakan berbentuk rotasi dan translasi, selain dari itu longsor juga biasa diartikan sebagai suatu bentuk erosi yang pengangkutan dan pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume yang besar. Longsor ini berbeda dari bentuk-bentuk erosi lainnya, pada longsor pengangkutan tanahnya terjadi sekaligus, (Hardiyatmo, 2006). Secara teoritis, tanah longsor terjadi disebabkan adanya gaya gravitasi yang bekerja pada suatu massa (tanah dan atau batuan). Dalam hal ini, besarnya pengaruh gaya gravitasi terhadap massa tersebut, ditentukan oleh besarnya sudut kemiringan lereng terhadap bidang horizontal (slope). Semakin besar slope, akan semakin besar kemungkinan terjadinya gerakan massa, begitu juga sebaliknya. 5
Karnawati (2004) menjelaskan bahwa terjadinya longsor karena adanya faktorfaktor pengontrol gerakan dan proses-proses pemicu gerakan. Selanjutnya, tipe gerakan massa,menurut klasifikasi Varnes (1978) dalam Cooke dan Doornkamp (1990), secara rinci dijelaskan sebagai berikut : a. Jatuhan (Falls) Rock Falls adalah gerakan pecahan batuan dan jatuh bebas. Peristiwa ini sangat umum terjadi pada lereng yang sangat terjal, dimana material lepas tidak dapat tetap tinggal. Pecahan batuan ini dapat langsung jatuh atau membenturbentur dinding tebing sebelum sampai di bawah tebing. Peristiwa rock falls ini banyak terjadi pada batuan yang mengalami pelapukan fisik karena proses pemanasan dan pendinginan batuan atau oleh pertumbuhan akar tumbuhan. Contohnya, pada tebing di pinggir jalan yang baru dikupas, terutama yang batuannya masih segar atau agak lapuk dan banyak rekahan. Selain rock falls, dalam terminologi jatuhan juga dikenal istilah soil falls, yaitu gerakan yang terjadi akibat pemotongan pada massa tanah (soil) atau muka teras. Soil falls ini biasanya terjadi pada bagian yang tidak stabil. Prosesnya dimulai pada saat massa terpisah dari tebing terjal yang disebabkan retakan, sebelum lereng terjal tersebut runtuh.
b. Robohan (Topples) Merupakan gerakan robohan ke arah depan. Topples dapat terjadi pada batuan maupun tanah, dan biasanya merupakan hasil dari retakan-retakan setelah terjadinya massa yang jatuh. Selanjutnya material robohan tersebut bergerak sebagai aliran (flow) atau sebagai longsoran (slide).
c. Longsoran (Slides) Longsoran (slides) merupakan perpindahan masa batuan atau tanah melalui suatu permukaan bidang. Permukaan bidang tersebut dapat merupakan kekar, sesar, atau bidang perlapisan yang searah dengan kemiringan lereng.
6
d. Nendatan (Slump) Nendatan (slump) merupakan perpindahan massa batuan atau material lepas dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah melalui suatu bidang luncur yang lengkung. Pada proses nendatan, material yang dipindahkan tidak terlalu besar kecepatannya dan tidak terlalu jauh. Proses ini merupakan sedimen kohesif yang tebal seperti lempung. Permukaan retakan blok slump dicirikan oleh bentuk seperti sendok dan cekung ke arah atas. Pada saat terjadi pergerakan, terbentuk tebing yang lengkung dan blok yang terletak dipermukaan akan berputar ke belakang. Umumnya slump terjadi karena kemiringan lereng terlalu terjal, dapat juga terjadi karena beban pada kemiringan lereng terlalu besar, yang menyebabkan terjadinya internal stress pada meterial di bawahnya. Slump terjadi pada material yang lemah dan kaya akan lempung berada di bawah material yang lebih keras atau resisten seperti batu pasir. Air tanah yang meresap melalui batu pasir akan melemahkan lempung yang berada di bawahnya.
e. Aliran (Flow) Aliran pada tanah penting juga untuk diperhatikan, mengingat gerakan massa jenis ini sering menimbulkan malapetaka. Dalam hal gerakan massa jenis flow ini, dapat berupa debris flow (aliran bahan rombakan) dengan material berukuran butir kasar, sampai dengan mudflow (aliran lumpur), yakni aliran material dengan ukuran butir secara dominan adalah lempung. Aliran lumpur (mudflow) terjadi apabila material cairan kental bergerak menuruni lereng dengan cepat. Biasanya materialnya jenuh air dan utamanya partikel halus (debris). Tipe gerakan massa ini umum terjadi di daerah yang curah hujannya tinggi, seperti di Indonesia. Selanjutnya, kecepatan alirnya tidak hanya bergantung pada kecuraman lereng tetapi juga dipengaruhi oleh kandungan air. Aliran campuran lumpur, tanah, batuan, dan air ini mampu membawa atau mendorong bongkah yang besar, pohon-pohon atau bahkan bangunan besar seperti rumah. Di daerah gunung api aktif, terdapat aliran (flow) dari gerakan massa yang sangat khas, yakni lahar. Lahar merupakan aliran piroklastik, berukuran dari debu vulkanik sampai bongkah (bomb), yang jenuh air menuruni lereng. Komponen utama yang 7
membedakan berbagai macam aliran tersebut, adalah dalam hal kandungan air dan dapat terlihat pada bentukan akhir lahan yang mengalami kerusakan akibat flow ini. Apabila bentukan akhir lahannya cenderung berlumpur, maka dapat disimpulkan bahwa tingginya kandungan air pada aliran tersebut, begitu juga sebaliknya. Aliran (flow) berdasarkan kandungan air dapat dibedakan menjadi dua, yaitu mudflow dan earthflow. Karena dipengaruhi oleh kandungan air yang ada, mudflow lebih banyak terjadi di daerah semi arid. Sedangkan earthflow lebih sering terjadi di daerah bawah (humid) akibat hujan yang terus menerus. Selain sering terjadi pada lereng perbukitan, earthflow juga sering terjadi berasosiasi dengan slump. Selanjutnya, kecepatan earthflow sangat tergantung pada kemiringan lereng dan konsistensi dari materialnya. Berdasarkan kekentalannya, kecepatan earthflow dan mudflow jauh berbeda. Karena eartflow agak kental, maka alirannya tidak secepat mudflow.
f. Kompleks/Campuran (Complex) Gerakan massa kompleks terjadi bilamana beberapa tipe gerakan terjadi dalam satu kejadian dan dalam waktu yang sama. Kombinasi yang khas terjadi adalah gerakan massa berupa rockfalls dengan debris avalanches serta rockfalls dengan rock flowsides, rotational slides, dan earthflow (atau pada umumnya mudflows).
g. Avalanches Gerakan massa tipe avalanches ini biasa terjadi pada salju atau es. Lahan yang terbentuk mempunyai kategori yang berbeda dari tipe gerakan massa yang lain, karena dalam media yang ada ikut berperan.
h. Solifluction Gerakan massa tipe ini te rmasuk lambat dan hanya terjadi pada elevasi tinggi dan dengan suhu dingin. Pada musim semi dan panas, hanya bagian atas es atau salju yang mencair, sedangkan tanah di bawahnya masih beku. Air dari pencairan es ini tidak mengalir dan membuat tanah menjadi jenuh. Kejenuhan tanah akan air membuatnya mudah bergerak, seperti halnya pada rayapan. 8
1.5.3. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh atau disingkat inderaja, berasal dari bahasa Inggris yaitu remote sensing. Pada awal perkembangannya, inderaja hanya merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan iptek, ternyata inderaja seringkali berfungsi sebagai suatu ilmu. Everett dan Simonett mengemukakan bahwa hakikat penginderaan jauh sebagai suatu ilmu, karena terdapat suatu sistematika tertentu untuk dapat menganalisis informasi tentang permukaan bumi. Berikut adalah pengetian penginderaan jauh menurut para ahli: 1. Menurut Lillesand dan Kiefer (1979), Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji. 2.
Menurut Colwell (1984) Penginderaaan Jauh yaitu suatu pengukuran atau perolehan data pada objek di permukaan bumi dari satelit atau instrumen lain di atas atau jauh dari objek yang diindera.
3. Menurut Curran, (1985) Penginderaan Jauh yaitu penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan sehingga menghasilkan informasi yang berguna. 4. Menurut Lindgren (1985) Penginderaan Jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengindraan jauh adalah ilmu atau seni cara merekam suatu objek tanpa kontak fisik dengan menggunakan alat pada pesawat terbang, balon udara, satelit, dan lain-lain. Dalam hal ini yang direkam adalah permukaan bumi untuk berbagai kepentingan manusia. Resolusi adalah kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral 9
mempunyai kemiripan (Swain dan Davis, 1978 dalam sutanto 1986). Resolusi dalam penginderaan jauh ada empat macam yaitu : 1.
Resolusi Spasial Pengertian dari resolusi Spasial adalah ukuran terkecil obyek yang masih dapat dideteksi oleh suatu sistem pencitraan. Semakin kecil ukuran obyek (terkecil) yang dapat terdeteksi, maka semakin halus atau tinggi resolusinya. Begitu pula sebaliknya semakin besar ukuran obyek terkecil yang dapat terdeteksi, semakin besar atau rendah resolusinya.
2.
Resolusi Spektral Resolusi Spektral diartikan sebagai kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi (obyek) berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya. Semakin banyak jumlah saluran yang digunakan dalam suatu citra, maka semakin tinggi kemungkinan dalam mengenali obyek berdasarkan respon spektralnya. Maka, semakin banyak jumlah salurannya, semakin tinggi pula resolusi spektrlanya.
3.
Resolusi Temporal Resolusi Temporal adalah kemampuan untuk merekam ulang daerah yang sama. Satuan resolusi temporal adalah jam atau hari.
4.
Resolusi Radiometrik Kemampuan sensor dalam mencatat respon spektral obyek dinyatakan sebagai resolusi radiometrik. Respon spektral yang dinyatakan dalam satuan m Watt cm-2 sr-1 µm-1 datang mencapai sensor dengan intensitas yang bervariasi. Sensor yang peka dapat membedakan selisih respon yang paling lemah sekalipun. Kemampuan sensor ini secara langsung dikaitkan dengan kemampuan koding (digital coding), yaitu mengubah intensitas atau pancaran spektral menjadi angka digital. Kemampuan ini dinyatakan dalam bit.
10
1.5.4. Interpretasi Citra Pengenalan obyek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra. Untuk itu identitas dan jenis obyek pada citra sangat diperlukan dalam analisis memecahkan masalah yang dihadapi. Karakteristik obyek pada citra dapat digunakan untuk mengenali obyek yang dimaksud dengan unsur interpretasi. Unsur interpretasi yang dimaksud disini adalah :
Rona / warna Rona dan warna merupakan unsur pengenal utama atau primer terhadap suatu obyek pada citra penginderaan jauh. Fungsi utama adalah untuk identifikasi batas obyek pada citra. Penafsiran citra secara visual menuntut tingkatan rona bagian tepi yang jelas, hal ini dapat dibantu dengan teknik penajaman citra ( enhacement) Rona merupakan tingkat / gradasi keabuan yang teramati pada citra penginderaan jauh yang dipresentasikan secara hitam-putih. Permukaan obyek yang basah akan cenderung menyerap cahaya elektromagnetik sehingga akan nampak lebih hitam dibanding obyek yang relative lebih kering. Warna Merupakan wujud yang yang tampak mata dengan menggunakan spectrum sempit, lebih sempit dari spectrum elektromagnetik tampak ( Sutanto, 1986). Contoh obyek yang menyerap sinar biru dan memantulkan sinar hijau dan merah maka obyek tersebut akan tampak kuning. Dibandingkan dengan rona, perbedaaan warna lebih mudah dikenali oleh penafsir dalam mengenali obyek secara visual. Hal inilah yang dijadikan dasar untuk menciptakan citra multispektral. Bentuk Bentuk dan ukuran merupakan asosiasi sangat erat. Bentuk menunjukkan konfigurasi umum suatu obyek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh. Bentuk mempunyai dua makna yakni : a. Bentuk luar / umum. b. Bentuk rinci atau susunan bentuk yang lebih rinci dan spesifik. 11
Ukuran Ukuran merupakan bagian informasi konstektual selain bentuk dan letak. Ukuran merupakan atribut obyek yang berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan volume (sutanto, 1986). Ukuran merupakan cerminan penyajian penyajian luas daerah yang ditempati oleh kelompok individu. Tekstur Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra ( Kiefer, 1979). Tekstur dihasilkan oleh kelompok unit kenampkan yang kecil, tekstur sering dinyatakan kasar,halus, ataupu belang-belang (Sutanto, 1986). Contoh hutan primer bertekstur kasar, hutan tanaman bertekstur sedang, tanaman padi bertekstur halus.
Pola Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk mendiskripsikan tata ruang pada kenampakan di citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan beberapa obyek alamiah. Hal ini membuat pola unsur penting untuk membedakan pola alami dan hasil budidaya manusia. Sebagai contoh perkebunan karet, kelapa sawit sangat mudah dibedakan dari hutan dengan polanya dan jarak tanam yang seragam. Bayangan Bayangan merupakan unsur sekunder yang sering embantu untuk identifikasi obyek secara visual, misalnya untuk mengidentifikasi hutan jarang, gugur daun, tajuk ( hal ini lebih berguna pada citra resolusi tinggi ataupun foto udara) Situs Situs merupakan konotasi suatu obyek terhadap faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan atau keberadaan suatu obyek. Situs bukan ciri suatu obyek secara langsung, tetapi kaitanya dengan faktor lingkungan. Contoh hutan mangrove selalu bersitus pada pantai tropic, ataupun muara sungai yang berhubungan langsung dengan laut (estuaria). 12
Asosiasi (korelasi) Asosiasi menunjukkan komposisi sifat fisiognomi seragam dan tumbuh pada kondisi habitat yang sama. Asosiasi juga berarti kedekatan erat suatu obyek dengan obyek lainnya. Contoh permukiman kita identik dengan adanya jaringan transportasi jalan yang lebih kompleks dibanding permukiman pedesaan. Konvergensi bukti Dalam proses penafsiran citra penginderaan jauh sebaiknya digunakan unsur diagnostic citra sebanyak mungkin. Hal ini perlu dilakukan karena semakin banyak unsur diagnostic citra yang digunakan semakin menciut lingkupnya untuk sampai pada suatu kesimpulan suatu obyek tertentu.
1.5.4.1. Karakteristik Citra Quickbird Citra Quickbird merupakan satelit penginderaan jauh yang diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001 di California, U.S.A. Dan mulai memproduksi data pada bulan Mei 2002. Quickbird diluncurkan dengan 98º orbit sun-synchronous dan misi pertama kali satelit ini adalah menampilkan citra digital resolusi tinggi untuk kebutuhan komersil yang berisi informasi geografi seperti sumber daya alam. Satelit Quickbird mampu untuk men-download citra dari stasiun three mid-latitude yaitu Jepang, Itali dan U.S (Colorado). Quickbird juga memperoleh data tutupan lahan atau kebutuhan lain untuk keperluan GIS berdasarkan kemampuan Quickbird untuk menyimpan data dalam ukuran besar dengan resolusi tertinggi dan medium-inclination, non – polar orbit. Setelah meng-orbit selama 90 hari, Quickbird akan memperoleh citra dengan nilai resolusi, Panchromatic sebesar 61 cm dan Multispectral sebesar 2.44 meter. Pada resolusi 61 cm bangunan, jembatan, jalan-jalan serta berbagai infrastruktur lain dapat terlihat secara detail. Quickbird dapat digunakan untuk berbagai aplikasi terutama dalam hal perolehan data yang memuat infrastruktur, sumber daya alam bahkan untuk keperluan pengelolaan tanah (manajemen, pajak). Sedangkan untuk keperluan industri, citra Quickbird dapat memperoleh cakupan daerah yang cukup luas sebesar 16.5 km atau 10.3 mil. 13
. 1.5.4.2. Spesifikasi Citra Quickbird Satelit Quickbird memiliki spesifikasi tertentu sebagai berikut :
Peluncuran
Orbit Perekaman Per Orbit
Tanggal : 18 Oktober 2001 Range waktu Peluncuran : 1851-1906 GMT (1451-1506 EDT) : Roket Peluncur : Delta II Lokasi Peluncuran : SLC-2W, Vandenberg Air Force Base, California Tinggi: 450 km, 98 derajat, sun-synchronous inclination Putaran ke lokasi yg sama : 2-3 hari tergantung posisi : Lintang Periode orbit : 93.4 minutes ~128 gigabits (sekitar 57 image area tunggal)
:
Lebar Sapuan : 16.5 kilometer di atas nadir dan kemampuan sapuan tanah : 544 km di pusat daerah lintasan satelit (hingga ~30° off-nadir) Areas of interest
Lebar Sapuan & Luas Area :
Ketelitian
Single Area: 16.5 km x 16.5 km Strip: 16.5 km x 115 km
Kesalahan radius 23 meter, dan kesalahan linear 17 meter (tanpa titik kontrol) Multispektral
:
Pankromatik
Resolusi Sensor & Spectral Bandwidth :
61 centimeter (2 ft) Ground Sample Distance (GSD) pada nadir Black & White: 445 s/d 900 nanometer
Dynamic Range Kapasitas Penyimpanan
2.4 meter (8 ft) GSD pada nadir Blue: 450 – 520 nanometer Green: 520 – 600 nanometer Red: 630 – 690 nanometer Near-IR: 760 – 900 nanometer
11-bit per pixel :
128 gigabit 14
Dimensi & Umur Perkiraan usia : s/d tahun 2010 Satelit : Bobot : 1050 Kg, panjang 3.04-meter (10-ft). Dengan resolusi spasial yang tinggi, citra satelit Quickbird mampu menyajikan penampakan objek cukup detail dan bisa menampilkan objek hingga skala 1:2,500. Satelit Quickbird, diluncurkan pada bulan Oktober 2001, memperoleh gambar hitam dan putih dengan resolusi 61 cm dan gambar berwarna (4 band) dengan resolusi 2,44 m dengan luas permukaan sebesar 16,5 km x 16,5 km. (www.google.com) 1.5.5. Sistem Informasi Geografis Dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman dan fenomena dan kondisi yang berkaitan dengan geografi, sejalan dengan perkembangan dalam bidang ilmu komputer dan teknologi elektronika, oleh ahli-ahli di negara maju, dibangun suatu sistem yang dapat mengintegrasikan dan mengkoordinasikan segala kegiatan dan fakta yang berkaitan dengan geografi yang disebut dengan sistem informasi geografi (Prahasta, 2005). SIG bukan sekedar sistem komputer untuk pembuatan peta, melainkan dapat juga merupakan alat analisis. Keuntungan utama alat dari SIG adalah memberi kemungkinan untuk mengidentifikasi hubungan spasial diantara feature data geografis dalam bentuk peta. Cukup sulit untuk memberi batasan Sistem Informasi Geografis (selanjutnya disebut SIG atau GIS : Geographic Information System) karena banyaknya cara untuk mendefinisikan dan mengklasifikasikannya. Penekanan-penekanan dalam SIG juga beraneka ragam. Beberapa berpendapat bahwa perangkat lunak dan keras adalah fokus utama, sedangkan yang lain berpendapat bahwa intinya adalah proses informasi/aplikasi. Sebuah sistem untuk pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan atau manipulasi, analisis dan penayangan data; yang mana data tersebut secara spasial (keruangan) terkait dengan muka bumi (Lillesand and Kieffer, 1999). ESRI 1989 dalam Prahasta 2005 mendefinisikan SIG sebagai : An organized collection of computer hardware, software, geographic data and 15
personnal designed to efficiently capture, store, update, manipulate, analyze, and display all forms of geographicaly referenced information (kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil
yang
didisain
untuk
memperoleh,
menyimpan,
memperbaiki,
memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi yang mampu menangani dan menggunakan data yang menjelaskan tempat pada permukaan bumi). Dapat disimpulkan bahwa SIG merupakan suatu alat, metode, dan prosedur yang mempermudah dan mempercepat usaha untuk menemukan dan memahami persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan yang ada dalam ruang muka bumi. Keywords yang menjadi titik tolak perhatian SIG adalah lokasi geografis dan analisis spasial yang secara bersama-sama merupakan dasar penting dalam suatu sistem informasi keruangan (Lillesand and Kieffer, 1999).
1.5.5.1. Tiga Aspek Penting dari Informasi SIG 1. Kuantitas luas areal tingkatan wilayah yang diperlukan (cakupan: seluruh area negara Republik Indonesia) 2. Kualitas dan tingkat kepercayaan data yang dikumpulkan (metode dan ketelitian) 3. Kecepatan dan ketepatan perolehan inforasi yang dibutuhkan (tingkat kepuasan pemakai)
1.5.5.2. Lima Cara Perolehan Data/Informasi Geografi 1. Survei lapangan: pengukuran fisik (land marks), pengambilan sampel (polusi air), pengumpulan data non-fisik (data sosial, politik, ekonomi dan budaya). 2. Sensus: dengan pendekatan kuesioner, wawancara dan pengamatan; pengumpulan data secara nasional dan periodik (sensus jumlah penduduk, sensus kepemilikan tanah).
16
3. Statistik: merupakan metode pengumpulan data periodik/per-intervalwaktu pada stasiun pangamatan dan analisis data geografi tersebut, contoh: data curah hujan. 4. Tracking: merupakan cara pengumpulan data dalam periode tertentu untuk tujuan pemantauan atau pengamatan perubahan, contoh: kebakaran hutan, gunung meletus, debit air sungai. 5. Penginderaan jarak jauh (inderaja): merupakan ilmu dan seni untuk mendapatkan informasi suatu obyek, wilayah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dari sensor pengamat tanpa harus kontak langsung dengan obyek, wilayah atau fenomena yang diamati (Lillesand & kiefer, 1999). 1.5.5.3. Data dalam Sistem Informasi Geografis 1.
Data Spasial: gambaran feature yang dapat diketahui posisisnya di permukaan bumi. Data Spasial atau data koordinat yang menggambarkan feature yang dapat diketahui lokasinya di permukaan bumi. a. Titik /point : Lokasi X dan Y y A (5,3)
x
b. Garis : X dan Y yang dihubungkan y
E (8,6) A (5,3)
x
c. Poligon : X dan Y yang dihubaungkan dan berisi data atribut y
B (8,6)
A (5,3)
C (10,3) x
17
Gambar 1.1 gambaran feature Data Spasial atau data koordinat 2.
Data Atribut: informasi yang berhubungan dengan feature geografik (data spasial) yang menerangkan feature tersebut.
3.
Data Layer: hasil kombinasi dari data spasial dan atribut. Secara esensi menambahkan database atribut ke lokasi spasial.
4.
Tipe Layer: tipe layer menunjukkan cara informasi spasial dan atribut dihubungkan. Ada 2 tipe layer, yaitu vektor dan raster.
5.
Topologi: bagaimana feature geografik dihubungkan satu dengan yang lain dan dimana mereka dihububungkan.
1.5.6. Software ArcGIS 9.3 Pada awal perkembangan software SIG mempunyai kecenderungan hanya menggunakan struktur data vektor dalam mempresentasikan model data (data mode), sedangakan software pengolahan citra terutama menggunakan struktur data raster. Dalam perkembangannya sekarang ini, software-softaware modern menggunakan kedua struktur data tersebut dalam menyajikan bahkan dalam memanipulasi dan analisis data. Hal ini disebabkan karena software-software tersebut memiliki : struktur dasar data yang dapat disimpan dan dianalisis, menyediakan fasilitas proses data yang lebih efisien, dan memiliki algoritma efektif untuk konversi data di anatar struktur data tersebut (www.esri.com) Software SIG merupakan mesin geoprocessing dari Sistem informasi Geografis, dibuat dari integrasi berbagai program komputer yang dienkapsulisasi dalam fungsi-fungsi pemrosesan geografis. Tiga kunci bagian dari software SIG : user interface, tool dan data manager. Tiga bagian ini bisa dalam satu komputer atau terpisah pada komputer yang berbeda-beda dalam sebuah departemen (bagian) atau interprise (perusahaan). Enam jenis tipe software SIG: profesional, dekstop, hand-held, component,viewer dan internet. Software data model dan customization meliputi: software data model, bagaimana model dunia nyata dipresentasikan dan dioperasikan dalam software SIG. Customization, proses memodifikasi software SIG untuk membuat aplikasi tertentu (www.esri.com) 18
ArcGIS merupakan suatu software yang diciptakan oleh ESRI yang digunakan dalam Sistem Informasi Geografi. ArcGIS merupakan software pengolah data spasial yang mampu mendukung berbagai format data gabungan dari tiga software yaitu ArcInfo, ArcView dan ArcEdit yang mempunyai kemampuan komplit dalam geoprocessing, modeling dan sripting serta mudah diaplikasikan dalam berbagai tipe data. Dekstop ArcGIS terdiri dari 4 modul yaitu : Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe dan Arc Toolbox dan model bolder (www.esri.com).
Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses, analisis peta, proses editing peta, dan juga dapat digunakan untuk mendesain secara kartogrfis.
Arc Catalog digunakan untuk data management data atau mengatur management file-file, juka dalam Winndows fungsinya sama dengan explore.
Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang universal, untuk tampilan 3D, dan juga dapat digunakan untuk menampilkan google earth.
Model Bolder digunakan untuk membuat model boolder/diagram alur.
Arc Toolbox digunakan untuk menampilakan tools tambahan.
Modul spatial adjusment merupakan suatu modul tambahan yang digunakan untuk menggabungkan peta-peta yang memiliki cakupan wilayah yang sama tetapi hasil digitasinya beda. Dalam spatial adjusment terdapat tiga modul yang digunakan yaitu transformasi koordinat, rubbersheeting, dan edge match. Transformasi koordinat merupakan suatu cara untuk merubah/memindahkan suatu koordinat peta dari asal koordinat ke koordinat tujuan. Rubeer sheeting digunakan untuk mengoreksi kesalahan koordinat dengan geometrik adjusment. Sama seperti transformasi koordinat, displacement link yang digunakan dalam rubeer sheeting ini digunakan untuk menggambarkan fitur yang dipindah. Edge match merupakan suatu proses untuk mengatur feature sepanjang edge dari suatu layer ke feature dari feature addjoint. Layer yang kurang akurat di-adjust, dan layer lainnya sebagai kontrol (www.esri.com). 19
Tipe layer dalam ArcGIS :
Point (e.g., bangunan, tempat wisata). Zero-dimensional.
Line, atau arc (e.g., jalan, sungai, jalan kereta api). One-dimensional.
Polygon (e.g., batas administrasi, slope, kerawanan bencana). Twodimensional.
Raster images (e.g., an aerial photograph or scanned topographic map). Useful as backdrops for overlaying other layers.
1.5.7. Penelitian Sebelumnya Irianti (1987) dalam penelitiannya sebagian perbukitan rajamandala kabupaten Bandung mengevaluasi tingkat kerentanan longsor lahan dengan menggunakan pendekatan penginderaan jauh yaitu dengan interpretasi foto udara skala 1: 50.000 terhadap data dan variable satuan lahan yang potensial mengalami longsor lahan. Parameter yang digunakan adalah kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan kedalamn material lepas/pelapukan. Penentuan daerah yang rentan terhadap bahaya longsor dilakuakn dengan penjumlahan harkat tiap-tiap parameter penyebab longsor. Perbedaan tingkat kerentanan longsor lahan dinilai dengan mengklasifikasikan skor komulatif pada masing-masing satuan medan. Skor diberikan kepada tiap-tiap variable penyebab longsor, hasil penelitian berupa peta tingkat kerentanan longsor lahan. Sutarman (1989) dalam subagya (1996) telah mempelajari kemampuan foto udara pankromatik hitam/putih skala 1 : 10.000 guna evaluasi geologi dan unsur lingkungan fisik lainnya terhadap kerusakan saluran induk kalibawang, mempelajari tipe dan agihan longsor lahan dan potensi longsor lahan yang mempengaruhi kerusakan tersebut. Hasil penelitian adalah bahwa fotoudara pankromatik hitam/putih dapat digunakan untuk interpretasi dan evaluasi geologi dan untuk lingkungan fisik terhadap kerusakan saluran karena unsur-unsur longsor. Sutikno, dkk (2002) dalam makalahnya, melakukan penyusunan sistem informasi untuk penanggulangan bencana alam tanah longsor dengan tujuan : 1) pemetaan detil daerah rawan bencana longsor dan penentuan tingkat resiko yang 20
mungkin terjadi dengan menggunakan SIG serta identifikasi karakteristik longsoran 2) penyusunan sistem informasi penanggulangan bencana alam tanah longsor untuk peningkatan kinerja manajemen penanggulangan bencana, 3) sosialisasi informasi bahaya longsoran dan upaya mitigasinya kepada masyarakat dan aparat pemerintah. Tingkat kerawanan longsor ditentukan dengan pengharkatan dan pembobotan pada setiap variable medan yaitu tekstur dan kedalaman solum tanah, tingkat pelapukan batuan, struktur perlapisan batuan, kemiringan lereng, drainase, stabilitas lereng, penggunaan lahan dan kerapatan vegetasi. Ada 3 kelas tingkat kerawanan longsor yaitu kelas I (rendah), II (sedang), III (tinggi). Hasil penelitian menunjukan bahwa di daerah kulonprogo terdapat 4 jenis longsoran yaitu tipe longsoran/slide, jatuhan batu/rock fall, nendatan/slump dan rayapan/creep. Kecamatan yang memiliki luas area kerawanan yang paling tinggi adalah Samigaluh, Girimulyo, Kokap dan Kalibawang. Zaruba dan Menchl (1982) dalam Hilmi (2002) telah menjelaskan hubungan antara curah hujan dengan pergerakan material pada lereng. Curah hujan biasanya diterima secara luas sebagai faktor utama yang mengendalikan frekuensi longsoran. Besar pengaruhnya tergantung kondisi iklim, seperti agihan curah hujan dan perubahan suhu, topografi suatu wilayah, struktur geologi, lereng, permeabilitas serta sifat-sifat tanah dan batuan.
21
1.5.8. Batasan Istilah Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana longsor adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam berupa tanah longsor. Klasifikasi tipe zona berpotensi longsor adalah pengelompokan tipe-tipe zona berpotensi
longsor
berdasarkan
tingkat
kerawanannya
yang
menghasilkan tipe-tipe zona dengan tingkat kerawanan tinggi, sedang, dan rendah. Longsor adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena pengaruh gravitasi; dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi. Tingkat kerawanan adalah ukuran yang menyatakan tinggi rendahnya atau besar kecilnya kemungkinan suatu kawasan atau zona dapat mengalami bencana longsor, serta besarnya korban dan kerugian bila terjadi bencana longsor yang diukur berdasarkan tingkat kerawanan fisik alamiah dan tingkat kerawanan karena aktifitas manusia. Tingkat kerentanan adalah ukuran tingkat kerawanan pada kawasan yang belum dimanfaatkan
sebagai
kawasan
budidaya,
dengan
hanya
mempertimbangkan aspek fisik alami, tanpa memperhitungkan besarnya kerugian yang diakibatkan. Tingkat risiko adalah tingkat kerawanan karena aktifitas manusia yakni ukuran yang menyatakan besar kecilnya kerugian manusia dari kejadian longsor 22
atau kemungkinan kejadian longsor yang diakibatkan oleh intensitas penggunaan lahan yang melebihi daya dukung, serta dampak yang ditimbulkan dari aktifitas manusia sesuai jenis usahanya, serta sarana dan prasarana.
23