BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dikaruniai lautan yang cukup luas dengan nilai ± 6 juta km2 dan panjang total garis pantai sekitar 54.673 km (Wibisono 2005). Dari perairan yang sangat luas tersebut, kekayaan sumber daya laut merupakan asset yang dimiliki Negara Indonesia dan seluruh masyarakatnya. Potensi kekayaan sumber daya laut tersebut perlu dikelola secara tepat agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari bagi kesejahteraan rakyat. Salah satu komoditas kelautan yang sangat potensial adalah tiram mutiara. Konsep budidaya merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan tiram mutiara tersebut, agar kedepannya dapat dikelola sehingga mengahasilkan mutiara dengan kualitas terbaik. Kabupaten Pesawaran telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan dengan Keputusan Nomor KEP 32/MeN/2010, memiliki luas perairan laut 689 km2 atau 68900 Ha dengan panjang garis pantai 96 km dengan kedalaman rata-rata 50 meter (DKP Pesawaran 2010). Pengembangan daerah potensial perikanan di Kabupaten Pesawaran berdsarakan konsep kawasan minapolitan menggunakan konsep pendekatan Klaster Industri, suatu pendekatan klaster yang lebih menekankan pada peningkatan dan berkelanjutan daya saing suatu usaha ekonomi yang mengintegrasikan ketergantungan dari sektor hulu hingga sektor hilir berikut sektor terkait, sektor penunjang dan sektor pendukungnya (DKP Pesawaran 2010).
Potensi usaha budidaya laut yang dapat dikembangkan di Kabupaten
Pesawaran sesuai dengan SK Gubernur Lampung No.G/256/BII/HK/1982 tanggal 31 Desember 1982 dengan luas ± 3.685,5 Ha dengan perincian; untuk budidaya tiram mutiara 3.260,5 Ha, rumput laut 250 Ha, ikan kerapu 50 Ha, ikan baronang 50 dan budidaya teripang 25 Ha (DKP Pesawaran 2010). Selanjutnya, salah satu misi dalam Rencana Strategi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pesawaran Tahun 2008-2013 adalah meningkatkan
1
2
pemanfaatan
sumberdaya
kelautan
dan
perikanan
secara
optimal
dan
berkelanjutan (DKP Pesawaran 2010). Saat ini pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan Kabupaten pesawaran khususnya di bidang budidaya kelautan sudah cukup berjalan. Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pesawaran pada tahun 2007 di kecamatan Padang Cermin dan kecamatan Punduh Pidada telah dimanfaatkan sebagai kegiatan budidaya laut dengan luas perairan ± 2.360,5 Ha, dengan komoditas tiram mutiara
telah
dimanfaatkaan seluas 2.260,5 Ha. Teluk Hurun yang termasuk dalam perairan Teluk Lampung terletak di Desa Hanura Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Terdapatnya dua perusahaan modal asing dari Jepang, yaitu PT. Hikari dan PT. Kyoko Shinju, yang bergerak dibidang pembudidayaan mutiara yang setidaknya telah mengkapling lahan secara ekslusif sekitar 4000 ha perairan sekitar Teluk Lampung dimana Teluk Hurun termasuk dalam bagian tersebut, membuat areal tersebut mutlak tidak bisa dimasuki oleh para nelayan. Bahkan sering terjadi pengusiran terhadap nelayan yang sengaja atau tidak sengaja mendekat ke pelampung-pelampung pembatas areal budidaya. Daerah tersebut juga selalu dijaga seorang anggota marinir Angkatan Laut yang selalu siaga di kantor perusahaaan, maka sering pula terjadi intimidasi oleh Angakatan Laut terhadap nelayan. Padahal bagi masyarakat sekitar areal kaplingan perusahaan tersebut dulunya merupakan areal tangkapan ikan mereka. Dengan demikian, daerah tangkapan yang dimiliki nelayan semakin sempit (Rizani dan Karim 2009). Pemetaan zona potensial khusus untuk budidaya tiram mutiara harus dilakukan karena dengan terzonasinya lokasi yang khusus untuk budidaya tiram mutiara dapat menjadi bahan informasi yang mendukung untuk berkelanjutannya suatu perairan yang didalamnya tidak terdapat tumpang tindih lahan dalam pemanfaatan antara perairan budidaya dengan perairan tangkap. Selain itu untuk menjalankan suatu usaha budidaya laut banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilannya, salah satunya adalah pemilihan lokasi yang tepat dan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi adalah kondisi yang terdiri dari parameter
3
fisika, kimia, dan biologi dan non teknis yang berupa pangsa pasar, keamanan dan sumber daya manusia (Milne 1979 ; Pillay 1990 dalam Kangkan 2006). Belum adanya penentuan lokasi potensial budidaya laut yang sesuai dengan memperhitungkan parameter-parameter yang sesuai memungkinkan terjadinya konflik dalam pemanfataan lahan.
1.2 Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah belum adanya pengaturan antara kawasan khusus budidaya tiram mutiara dengan daerah tangkapan ikan menimbulkan terjadinya konflik pemanfaatan lahan pada perairan Teluk Hurun sehingga salah satu upaya untuk mengurangi konflik pemanfaatan lahan di Teluk Hurun adalah dengan membuat pemetaan daerah yang potensial untuk budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima) berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi perairan.
1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis tingkat kesesuaian perairan di Teluk Hurun, Kabupaten Pesawaran untuk lokasi budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima), 2. Membuat pemetaan zona potensi perairan sebagai lokasi budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima) sehingga pemanfaatan lahan di Teluk Hurun dapat digunakan secara optimal.
1.4 Kegunaan Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai salah satu masukan kepada masyarakat dan Pemerintah Daerah, tentang pengoptimalan lokasi budidaya tiram mutiara di Teluk Hurun dan diharapkan dapat mengurangi permasalahan konflik pemanfaatan lahan.
4
1.5 Kerangka Pemikiran Indonesia dalam sektor perdagangan mutiara dunia pada tahun 2005 maraih market share
41,21% pasar dunia. Jauh di atas Australia, Filipina,
Myanmar, dan lainnya yang berturut-turut memiliki pangsa pasar 34,27%, 18,15%, 5,43%, dan 0,89%. Prestasi Indonesia sebagai salah satu produsen mutiara dunia ini patut dibanggakan, apalagi mutiara yang dihasilkan merupakan jenis south sea pearl. Mutiara jenis ini hanya dihasilkan dari kerang jenis Pinctada maxima dan merupakan jenis mutiara termahal di dunia (Sujoko 2010). Tingginya permintaan pasar dunia terhadap mutiara dari Indonesia menjadikan prospek budidaya tiram mutiara di tanah air cukup cerah karena jenis tiram mutiara sebagai penghasil mutiara yang diproduksi di Indonesia merupakan salah satu jenis yang unggul dibandingkan dengan negara lain (Ambarjaya 2008). Ambarjaya (2008) juga mengatakan karakteristik perairan Indonesia yang memiliki pulau-pulau dan teluk-teluk yang terlindungi dari hempasan ombak cocok untuk lokasi pengembangan budidaya laut. Tentunya fakta ini merupakan berita baik bagi salah satu pihak diantaranya perusahaan pembudidaya tiram mutiara tetapi juga dapat menimbulkan masalah bagi pihak lain seperti para nelayan, karena semakin banyaknya lahan perairan yang digunakan untuk budidaya laut dapat menyempitkan daerah tangkapan ikan. Berkembangnya lahan perairan laut yang digunakan sebagai lokasi budidaya menyebabkan permasalahan dalam kegiatan perikanan tangkap, yaitu berkurangnya areal penangkapan. Hal ini juga terjadi di perairan sekitar pantai di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada Penyebab berkurangnya areal penangkapan ikan tersebut antara lain karena adanya alokasi ekslusif perairan untuk usaha budidaya kerang mutiara (di perairan laut sekitar Desa Hurun dan Tanjung Putus) dan adanya kawasan TNI AL (Yudha 2004). Budidaya tiram mutiara telah berkembang dengan baik di Teluk Hurun (Desa Hurun), Tanjung Putus, dan Pulau Legundi. Budidaya tiram mutiara ini dilakukan oleh PMA Jepang, yaitu PT Hikari dan PT Kyoko Shinju. Teluk Hurun digunakan sebagi areal budidaya laut karena keadaan perairan Teluk Hurun yang
5
tenang dan terlindung dari gelombang yang besar memungkinkan terlaksananya kegiatan budidaya laut yang meliputi budidaya komoditas ikan-ikan laut seperti kakap dan kerapu, juga budidaya tiram mutiara. Selain itu daerah Teluk Hurun juga dimanfaatkan oleh nelayan sekitar sebagai daerah tangkapan ikan, hal ini menyebabkan sering terjadi konflik pemanfaatan lahan antara daerah tangkapan ikan dan daerah budidaya laut (DKP Pesawaran 2010). Studi mengenai penentuan lokasi yang sesuai bagi peruntukan jenis kultivan dan pengembangan budidaya diperlukan sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya perairan yang optimal. Pengelolaan sumberdaya perairan yang tepat, mengharapkan kesesuaian yang cocok untuk setiap tujuan penggunaan sumberdaya tersebut. Karena itu, pengelolaan dan pengaturan kawasan perairan perlu dilakukan (Zonneveld et al 1991). Berdasarkan pernyataan di atas, maka diperlukan suatu pemetaan lokasi potensial untuk pengembangan budidaya laut berdasarkan karakteristik fisika, kimia dan biologi perairan Teluk Hurun, sehingga pemanfaatan perairan yang potensial tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal, dan mengurangi terjadinya tumpang tindih dalam pemanfaatan sumberdaya perairan. Kedepannya diharapkan antara para nelayan sekitar dan perusahaan budidaya tiram mutiara tidak ada yang merasa dirugikan. Alur penelitiannya adalah sebagai berikut (Gambar 1) :
6
Teluk Hurun
Data biologi, fisik dan kimia perairan Teluk Hurun
Pengolahan Data DataDadata
Matriks kesesuaian lokasi budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima)
Aplikasi teknologi dengan pendekatan spasial (SIG)
Peta tematik tingkat kesesuaian lokasi budidaya tiram mutiara Gambar 1. Alur Penelitian