BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda-beda. Hal tersebut merupakan representasi psikologis masing-masing orang yang dibangun dari latar belakang kehidupan setiap orang yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut kadang menjadi sebuah pemicu sebuah permasalahan dalam berkehidupan sosial. Dalam hal psikologis, salah satu permasalahan yang dapat terjadi ialah disebabkan oleh gangguan mental dalam diri seseorang. Menurut Semiun (2006:9) gangguan mental adalah gangguan yang menghalangi seseorang untuk hidup sehat seperti yang diinginkan oleh setiap orang atau individu itu sendiri. Hal ini dapat terjadi seperti sulitnya seseorang dalam beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang disebabkan oleh gangguan-gangguan emosional dari dalam maupun luar dirinya. Terdapat klasifikasi yang berbeda-beda pada berbagai bidang yang terkait dengan kesehatan mental, seperti psikiatri, psikologi, sosiologi, dan antropologi. Dalam bidang psikologi, ketidakmampuan seseorang dalam membedakan realita atau fantasi dirinya disebut psikosis. Psikosis membuat seseorang dengan gangguan kesehatan mental sulit dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan baik secara sadar maupun tidak. Dalam hal ini, psikosis dibagi menjadi dua hal. Pertama, psikosis organik atau gangguan mental yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf pada individu. Kedua, psikosis fungsional adalah gangguan mental yang disebabkan oleh keseluruhan kepribadian pada individu atau tanpa adanya kerusakan pada jaringan saraf. Gangguan mental ini dapat membuat seseorang mengalami perubahan-perubahan suasana hati yang kadang tidak sesuai dengan kondisi dimana dia berada (Semiun, 2006: 19). Bipolar Disorder merupakan bagian dari psikosis fungsional, yaitu salah satu gangguan kesehatan mental yang memperlihatkan peralihan dua kutub suasana hati yang berbeda secara drastis dalam diri seseorang. Kedua suasana hati tersebut 1
adalah manik dan depresif. Manik adalah kondisi pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang menunjukkan ekspresi kegembiraan secara berlebihan, sedangkan depresif adalah kondisi pikiran yang negatif, putus asa, dan tidak ada ide. Kedua hal ini merupakan sebuah gangguan kesehatan mental yang sulit dikendalikan oleh orang yang mengalaminya pada tingkatan tertentu (Semiun, 2006:106). Fenomena Bipolar Disorder menjadi suatu permasalahan dalam lingkungan sosial namun sulit dikenali oleh orang awam pada umumnya. Banyak kasus yang dialami oleh masyarakat tentang keberadaan penderita Bipolar Disorder yang meresahkan lingkungannya. Dalam buku “Apakah Aku Bipolar?” (Panggabean dan Rona, 2015) tertulis beberapa contoh kasus nyata di Indonesia memiliki permasalahan dengan Bipolar Disorder, baik penderita maupun lingkungan itu sendiri. Banyak lingkungan yang belum mengerti cara penanganan yang tepat terhadap penderita Bipolar Disorder. Salah satunya dalam lingkungan keluarga yang di dalamnya terdapat anggota yang menderita Bipolar Disorder, memiliki kemungkinan besar akan berlanjut pada keturunan si penderita tersebut. Terdapat beberapa kasus Bipolar Disorder pula yang diderita oleh beberapa selebriti yang sempat meramaikan media massa. Ketidakpahaman sebagian masyarakat terhadap gangguan ini menyebabkan terjadinya banyak dugaan dan perbincangan negatif yang tidak sesuai terhadap kondisi penderita itu sendiri. Hal ini membuat penderita merasa lebih tertekan dan mampu menimbulkan gejalagejala yang lebih parah lagi. Depresi yang berlebihan dapat menimbulkan perasaan kesedihan, tidak berharga terhadap diri sendiri, dan bahkan dapat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri.
National Alliance of Mental Illness (2013) melakukan riset di
Amerika Serikat yang menunjukan pada data statistik, yaitu sekitar 2,6% dari orang dewasa di Amerika Serikat atau sekitar 6,1 juta orang menderita Bipolar Disorder. Sebelumnya National Institute of Mental Health (2009) juga menyebutkan jumlah kematian akibat bunuh diri adalah 90% yang disebabkan oleh gangguan kesehatan mental dan depresi, dimana depresi juga merupakan bagian dari Bipolar Disorder.
2
Penderita Bipolar Disorder harus ditangani dengan perlakuan yang semestinya. Hal ini membuat pentingnya penyebaran informasi mengenai gejala dan penanganan yang benar terhadap penderita Bipolar Disorder. Saat ini, jumlah literatur yang membahas gangguan kesehatan mental masih sangat minim yang berbahasa Indonesia. Selain itu biasanya literatur yang telah ada berbentuk buku atau jurnal yang disegmentasikan hanya untuk kepentingan bidang pendidikan keilmuan psikologi dan kedokteran. Padahal, pemahaman mengenai kesehatan mental sangat perlu dipahami oleh setiap orang agar dapat menjaga dan mengatasi kesehatan mental individu itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan sebuah media yang dapat menginformasikan mengenai gejala dan penanganan secara tepat terhadap kesehatan mental khususnya pada gangguan kesehatan mental Bipolar Disorder. Film merupakan salah satu media yang popular yang banyak diminati oleh banyak orang. Mulai dari anak-anak hingga dewasa memiliki tontonan filmnya tersendiri. Selain sebagai media hiburan, film juga dapat dijadikan sebagai media edukasi untuk penontonnya. Dalam film fiksi, kreator dapat memasukan gagasangagasannya kedalam film yang dibuatnya. Adegan dalam film juga dapat diciptakan dan menyesuaikan dengan gagasan yang ingin disampaikan oleh kreator. Dalam cerita film fiksi juga sering diangkat dari kejadian nyata (Pratista, 2008:7). Hal ini membuat film fiksi dapat digunakan sebagai media untuk mengkomunikasikan pesan mengenai fenomena Bipolar Disorder kepada khalayak yang lebih luas, khususnya pada kalangan dewasa muda yang mulai beresiko pada gangguan Bipolar Disorder. Dengan tujuan mengedukasi tanpa bermaksud menggurui, film fiksi dapat disajikan sedemikian rupa dengan merancang unsur naratif dam sinematiknya, sehingga membuat penonton dapat menikmati film sebagai media hiburan dan juga sekaligus memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Untuk
menghasilkan
film
fiksi
yang
berkualitas
baik,
diperlukan
penyutradaraan yang baik pula dari film itu sendiri. Sutradara merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap kualitas film yang ditonton oleh penonton
3
(Oakey
dalam
Naratama,
2013:11).
Sutradara
memiliki
tugas
untuk
memvisualisasikan naskah kedalam bentuk visual. Dalam mengembangkan naskah yang akan divisualisasikan ke dalam bentuk film, sutradara juga harus mempertimbangkan alur cerita agar penonton dapat memiliki ketertarikan untuk menonton hingga film berakhir yang bertujuan agar pesan dalam film dapat tersampaikan dengan baik. Salah satunya dengan merancang konstruksi dramatik pada alur cerita yang bertujuan untuk mengikat dan mempertahankan perhatian penonton seperti memberikan kejutan atau ketegangan sehingga menimbulkan dorongan yang membuat penonton memiliki rasa ingin tahu dan mengikuti arus jalan cerita secara terus-menerus hingga film berakhir. Selain itu, seorang sutradara juga harus memiliki kemampuan dalam memimpin, karena banyaknya divisi dalam suatu produksi film yang harus diarahkan agar setiap divisi dapat berjalan dengan tepat sesuai dengan tugasnya masing-masing. Oleh karena itu, pentingnya peran sutradara film dalam bersungguh-sungguh menyajikan tayangan yang terbaik agar nilai dan pesan yang ingin disampaikan dapat diterima baik oleh penontonnya. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, Bipolar Disorder merupakan salah satu fenomena yang terjadi di sekitar kita, namun sulit dikenali gejalanya oleh masyarakat pada umumnya. Bila tidak ditangani dengan tepat, penderita Bipolar Disorder dapat mengalami depresi yang begitu dalam hingga bahkan menyebabkan kematian bunuh diri pada penderitanya. Oleh sebab itu, dibutuhkan media yang tepat dalam mengkomunikasikan penanganan yang tepat terhadap Bipolar Disorder kepada khalayak khususnya segmentasi dewasa-muda. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar perlunya dilakukan penyutradaraan dalam film fiksi pendek bertema Bipolar Disorder dengan mengedepankan unsur dramatik.
4
1.2 Permasalahan 1.2.1
Identifikasi masalah. Dari latar belakang diatas maka masalah yang timbul adalah sebagai berikut :
1. Gangguan kesehatan mental disebabkan oleh faktor biologis dan latar belakang kepribadian seseorang. 2. Bipolar Disorder merupakan perubahan manik dan depresif suasana hati pada diri seseorang. 3. Fenomena Bipolar Disorder sulit dikenali oleh masyarakat awam. 4. Ketidaktahuan masyarakat terhadap Bipolar Disorder memperburuk keadaan penderita dalam menjalani kehidupan sosialnya, bahkan berujung pada kematian bunuh diri. 5. Pentingnya penyebaran informasi melalui film fiksi mengenai gejala dan penanganan terhadap penderita Bipolar Disorder. 6. Perlunya menciptakan film yang menarik salah satunya dengan memperkuat unsur dramatik untuk mengunci perhatian penonton. 7. Sutradara berperan penting dalam mengkomunikasikan fenomena Bipolar Disorder dalam film fiksi.
1.2.2
Rumusan masalah Permasalahan utama yang diangkat dalam tugas akhir ini adalah:
1. Bagaimana mengkomunikasikan fenomena Bipolar Disorder dalam film fiksi pendek “Dua Rasa?” 2. Bagaimana merancang konstruksi dramatik dalam penyutradaraan film fiksi pendek “Dua Rasa?”
1.3 Ruang lingkup 1.3.1
Apa Film fiksi sebagai media komunikasi mengenai fenomena Bipolar Disorder.
5
1.3.2
Siapa Target audiensi dari perancangan ini adalah masyarakat berpendidikan dengan rentang usia 18-24 tahun di wilayah geografis perkotaan.
1.3.3
Bagian Apa Dalam perancangan film ini penulis berperan dan berbicara melalui sudut pandang sutradara.
1.3.4
Tempat Media ini akan diinformasikan melalui media sosial secara online dan pemutaran film yang bertujuan untuk sosialisasi Bipolar Disorder.
1.3.5
Waktu Waktu dari penayangan film ini direncanakan pada tahun 2016.
1.4 Tujuan Pernacangan Adapun tujuan yang ingin dicapai dari perancangan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengkomunikasikan fenomena Bipolar Disorder dalam film fiksi pendek “Dua Rasa.” 2. Untuk memahami konstruksi dramatik dalam penyutradaraan film fiksi pendek “Dua Rasa.”
1.5 Manfaat Peracangan Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Secara Umum a. Perancangan ini dapat dijadikan sebagai media hiburan yang berwawasan. b. Perancangan ini dapat dijadikan sebagai media pendukung dalam pengajaran bidang psikologi. c. Perancangan ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan wawasan di bidang keilmuan yang terkait. 2. Secara Khusus a. Sebagai tinjauan penelitian selanjutnya. b. Untuk menambah kreasi lokal Indonesia di bidang perfilman.
6
1.6 Metodologi Perancangan Perancangan dan penyutradaraan dalam sebuah karya, dibutuhkan metodologi yang terukur dan sistematis. Metodologi haruslah tepat dan sesuai dengan topik permasalahan yang diangkat. Oleh karena itu, dalam penyusunan perancangan ini penulis menggunakan pendekatan fenomenologi sebagai metode pengumpulan dan analisis data. Menurut Creswell (dalam Ferdiansyah, 2015:161) fenomenologi merupakan suatu metode dalam memahami pengalaman individu yang berkaitan dengan suatu fenomena tertentu. Pengumpulan dan analisis data dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1.6.1
Metode Pengumpulan Data
a. Studi Literatur Data dan informasi yang diperoleh melalui literatur pustaka dan visual. Literatur pustaka diantaranya adalah buku, jurnal, dan artikel ilmiah yang berkaitan dengan topik perancangan karya seperti data mengenai ilmu kesehatan mental, teori film, dan penyutradaraan, sedangkan literatur visual dari karya sejenis yang sudah pernah ada sebelumnya dijadikan sebagai referensi perancangan karya yang dibuat. b. Wawancara Data yang diperoleh melalui hasil wawancara mendalam terhadap penderita Bipolar Disorder, serta mengumpulkan data pendukung melalui pihak yang berhubungan dengan Bipolar Disorder mulai dari psikolog, psikiater, maupun dengan lingkungan penderita.
1.6.2
Metode Analisis Data Setelah mengumpulkan data melalui beberapa metode diatas, dalam rangka memahami fenomena utama dalam penelitian fenomenologi, maka dibutuhkan analisis data yang terdiri atas beberapa tahap. Dalam hal ini penulis melakukan tiga tahapan dalam menganalis data fenomenologi
7
yang dikemukakan oleh Moustakas (dalam Hasbiyansyah, 2005: 171) yakni: 1. Mendeskripsikan fenomena yang dialami oleh subjek penelitian setelah mendapatkan hasil wawancara. 2. Menginventarisasi
pernyataan-pernyataan
penting
yang
relevan
dengan topik. 3. Mengklasifikasi pertanyaan-pertanyaan ke dalam tema unit makna, deskripsi tekstural, dan struktural, yang kemudian disatukan untuk menghasilkan makna dan esensi fenomena.
1.6.3
Metode Perancangan Setelah melakukan pengumpulan dan analisis data objek penelitian, kemudian dihasilkanlah beberapa kata kunci. Selain dari itu, penulis juga melakukan analisis visual, yaitu mengurai dan menginterpretasi terhadap empat film dengan tema sejenis yang dijadikan sebagai referensi dalam melakukan perancangan konstruksi dramatik dalam film. Kata kunci dan hasil analisis inilah yang kemudian diaplikasikan dalam konsep penyutradaraan film tersebut. Berikut ini, Dennis (2008: 30) menjelaskan tiga tahapan yang dikerjakan sutradara dalam perancangan sebuah film, diantaranya: 1. Praproduksi a. Interpretasi skenario ke dalam bentuk visual. b.Mengimplementasikan konsep kreatif ke dalam director’s shot. c. Menentukan lokasi yang tepat untuk syuting. d.Breakdown skenario bersama Director of Photography menghasilkan shot list, floorplan, dan storyboard. e. Pemilihan pemain yang sesuai dengan skenario. f. Pelatihan Pemain dan Reading. g.Pre-Production Meeting untuk menyelaraskan visi tim produksi.
8
2. Produksi a. Syuting, merealisasikan perencanaan praproduksi, bekerja sama dengan seluruh tim produksi yang terkait. b.Evaluasi dalam proses pengerjaan syuting kepada seluruh tim. 3. Pascaproduksi a. Menetapkan picture look, mengawasi, dan mengkoreksi hasil editing hingga film jadi.
9
1.7 Kerangka Perancangan
Gambar 1.2 Skema Kerangka Perancangan
10
1.8 Pembabakan Penulisan karya Tugas Akhir ini terbagi menjadi lima bab, yaitu:
BAB I
Pendahuluan berisi latar belakang permasalahan dari topik yang
diangkat,
permasalahan,
ruang
lingkup,
tujuan
perancangan, manfaat perancangan, metodologi perancangan, kerangka perancangan, hingga pembabakan.
BAB II
Dasar pemikiran menjelaskan dasar dari teori-teori yang relevan sebagai panduan dalam perancangan.
BAB III
Data dan analisis masalah berisi data yang berkaitan dengan perancangan dan analisa data.
BAB IV
Konsep & hasil perancangan menjelaskan konsep perencanaan dan gaya penyutradaraan film fiksi pendek Bipolar Disorder hingga hasil akhir.
BAB V
Penutup berisi kesimpulan dan saran.
11