BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu komponen penting dalam siklus hidrologi. Menurut Indarto (2010), air berpengaruh terhadap perubahan iklim. Air juga merupakan salah satu komponen yang penting bagi makhluk hidup. Kebutuhan air bagi manusia tidak dapat tergantikan. Manusia membutuhkan air untuk dapat bertahan hidup, selain itu air merupakan komponen utama dalam tubuh manusia. Kekurangan air 1% dari berat badan dapat mengganggu kerja otak dan kemampuan berfikir. Kekurangan air sebanyak 2% berat badan dapat menyebabkan penurunan konsentrasi dan daya ingat sesaat (Santoso dkk, 2011). Ketersediaan air di muka bumi sangat melimpah, baik di atas permukaan bumi maupun di bawah permukaan bumi. Sumberdaya air dapat berasal dari berbagai sumber, salah satunya adalah sungai. Sungai banyak digunakan manusia untuk melakukan berbagai aktivitas. Hasil pemantauan Kementerian Lingkungan Hidup terhadap indeks kualitas air sungai, menunjukkan bahwa di Indonesia terjadi kecenderungan peningkatan pencemaran hingga 30%. Hasil pemantauan tersebut telah dilakukan pula oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang menyatakan bahwa pencemaran sungai pada kurun waktu 2012 hingga 2011 meningkat hingga 50% (Harian Tempo, 2012). Aktivitas manusia yang tidak terkendali dapat menimbulkan dampak buruk pada lingkungan sekitar dampak negatif yang terjadi dapat menurunkan kemampuan suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya. Selain terjadinya ketidakstabilan keseimbangan, dampak lain yang terjadi adalah kerusakan DAS. Kerusakan DAS saat ini diperkirakan telah lebih dari 50% dengan kondisi kualitas air yang tercemar berat (Barlin, 2011). Sungai Gajahwong berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sungai Gajahwong merupakan salah satu sasaran dalam Program Kali Bersih 1
(PROKASIH). Program ini telah dimulai sekitar tahun 1993 (Tricahyo, 2000), namun hingga saat ini masih banyak masyarakat maupun industri yang membuang limbah di sungai. Pembangunan yang marak terjadi di Yogyakarta juga memengaruhi kondisi kualitas air Sungai Gajahwong. Selain memengaruhi kualitas air, daerah sempadan sungai berubah menjadi pemukiman dan industri. Pembangunan di sekitar sungai juga dapat memengaruhi kondisi sungai dan ekosistem di sekitarnya. Sungai Gajahwong saat ini sedang menjadi perhatian pemerintah. Penataan ruang di sekitar Sungai Gajahwong sudah mulai dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kondisi kualitas air di sungai ini. Daerah
di
sekitar
Sungai
Gajahwong
banyak
digunakan
untuk
permukiman, persawahan maupun industri. Tingginya angka pertumbuhan penduduk juga berdampak pada semakin banyak masyarakat yang membuang sampah. Menurut Camat Depok, hasil observasi pada Sungai Gajahwong terdapat empat titik pembuangan sampah (Antara Jogja, 2012). Penggunaan lahan serta perlakuan yang berbeda pada sungai menyebabkan kualitas air yang terdapat pada satu sungai dapat beragam. Perlunya diadakan pemantauan mengenai kualitas air serta perbedaan kualitas air pada suatu sungai menjadi menarik untuk dibahas, sehingga penulis menyusun penelitian yang berjudul “Variasi Kualitas Air Sungai Gajahwong dan Faktor-Faktor yang Memengaruhinya”.
1.2. Perumusan Masalah Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat setiap tahun menyebabkan terjadinya pembangunan dimana-mana. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang cukup strategis untuk menjadi lokasi tempat tinggal. Perkembangan yang cukup pesat di provinsi ini menyebabkan terjadinya peningkatan pemanfaatan lahan dan alih fungsi lahan. Peningkatan pemanfaatan lahan dan alih fungsi lahan menyebabkan lahan semakin habis. Sempadan sungai merupakan salah satu lokasi yang menjadi sasaran dalam pembangunan. Pembangunan di sempadan sungai menyebabkan
2
terjadinya perubahan kualitas air sungai tersebut. Peningkatan pemanfaatan lahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia ini berdampak pada kualitas air sungai. Permasalahan tersebut salah satunya adalah penurunan kualitas air sungai. Penurunan kualitas air sungai dapat disebabkan karena telah terjadi pencemaran pada sungai tersebut. Pencemaran banyak terjadi karena pembuangan limbah industri maupun limbah rumah tangga. Limbah yang masuk ke dalam sungai mengakibatkan terjadinya perubahan susunan kandungan zat kimia yang terdapat pada air. Bakteri anaerob yang semakin meningkat menyebabkan tercium bau busuk pada sungai. Peningkatan jumlah penduduk yang cukup pesat juga berpengaruh terhadap kondisi kualitas air sungai. Semakin tinggi jumlah penduduk dan kurangnya kesadaran untuk menjaga lingkungan menyebabkan semakin banyak pembuangan limbah ke sungai. Selain itu keadaan sanitasi juga menjadi semakin buruk dikarenakan lingkungan yang kotor. Beberapa titik di Sungai Gajahwong saat ini menjadi lokasi tempat pembuangan sampah. Selain itu banyak gedung-gedung dan tempat makan yang berada di sekitar sungai dan membuang limbah di sungai ini. Pembangunan juga semakin pesat di sekitar sungai ini. Kondisi yang terus menerus terjadi ini dapat menurunkan kualitas lingkungan serta penurunan keanekaragaman biota sungai. Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana variasi kualitas air Sungai Gajahwong? b. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap variasi kualitas air Sungai Gajahwong?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui variasi kualitas air Sungai Gajahwong. 2. Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variasi kualitas air Sungai Gajahwong.
3
1.4. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam pertimbangan perencanaan pembangunan di sekitar Sungai Gajahwong. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatkan sumber daya air. 3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran bagi semua pihak untuk menjaga dan lingkungan di sekitar Sungai Gajahwong, serta membantu menyadarkan masyarakat mengenai aktivitas yang dapat memperburuk kondisi air Sungai Gajahwong dan dampaknya bagi ekosistem serta kesehatan. 4. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pengelolaan lingkungan sungai dan sumber daya air di Sungai Gajahwong.
1.5. Tinjauan Pustaka dan Penelitian Sebelumnya 1.5.1. Air Air merupakan substansi yang paling melimpah di muka bumi serta merupakan komponen utama bagi makhluk hidup (Indarto, 2010). Menurut PP No. 35 Tahun 1991, air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah. Seperti terlihat pada Gambar 1.1 bahwa air tawar yang ada di permukaan bumi hanya 2,5% dari total air di Bumi dan air yang terdapat pada sungai hanya berkisar 0,3%. Air selalu mengalir dari tempat tinggi menuju tempat yang lebih rendah. Sinar matahari yang memancar menuju bumi menyebabkan terjadinya penguapan. Uap air yang berada di atmosfer tersebut kemudian membentuk kondensasi dan menggumpal menjadi awan. Awan tersebut kemudian dibawa oleh angin hingga tidak mampu menampung air dan melepaskan air dalam bentuk presipitasi (Indarto, 2010). Hal tersebut dapat terlihat pada gambar 1.2.
4
Gambar 1.1 Persentase Air di Bumi Sumber: (United Nations Environment Programme, 2008)
Gambar 1.2 Siklus Hidrologi Sumber: (United Nations Environment Programme, 2008)
5
Air hujan yang jatuh ke bumi dan menjadi air permukaan memiliki kadar bahan terlarut dan unsur hara yang sangat sedikit serta biasanya memiliki nilai pH sekitar 4,2. Hal ini disebabkan karena air hujan melarutkan gas-gas yang terdapat di atmosfer dan setelah jatuh ke permukaan bumi kemudian mengalami kontak dengan tanah dan melarutkan bahan-bahan yang terkandung dalam tanah (Effendi, 2003).
1.5.2. Sungai Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah, 1991). Sungai memiliki fungsi untuk mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu (Takeda & Sosrodarsono, 1976). Banyaknya air yang terdapat pada suatu daerah aliran sungai tergantung kepada besarnya daerah tangkapan dan tingginya curah hujan (Hardenbergh, 1938). Suatu sungai memiliki ekosistem di sekitarnya yang disebut dengan Daerah Aliran Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah di mana semua aliran sungai mengalir ke dalam satu sungai dan dibatasi oleh batas topografi (Sri Harto Br, 1993). Menurut Seyhan (1990) daerah aliran sungai merupakan suatu sistem yang mengalir yang merupakan lahan total dan permukaan air yang dibatasi oleh suatu batas air. Setiap bagian dari sistem DAS tersebut memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang berbeda. Suatu DAS juga memiliki karakteristik atau morfometri yang berbeda satu dengan yang lain, salah satunya adalah bentuk DAS. Bentuk DAS merupakan salah satu morfometri DAS yang berpengaruh terhadap kecepatan aliran menuju outlet. Terdapat 4 (empat) bentuk DAS, yaitu: a. Daerah pengaliran berbentuk burung Daerah pengaliran ini memiliki debit yang kecil. Selain itu waktu yang ditempuh aliran sungai dari anak sungai berbeda sehingga banjir yang terjadi berlangsung agak lama.
6
b. Daerah pengaliran radial Daerah pengaliran ini mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial. Daerah pengaliran ini memiliki banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak sungai. c. Daerah pengaliran paralel Daerah ini memiliki dua jalur daerah pengaliran yang bersatu di bagian pengaliran yang bersatu di bagian hilir sehingga banjir terjadi di sebelah hilir titik pertemuan sungai d. Daerah pengaliran kompleks Bentuk daerah pengaliran ini hanya dimiliki oleh beberapa DAS dan merupakan kombinasi dari ketiga bentuk lainnya. (Takeda & Sosrodarsono, 1976)
1.5.3. Parameter Kualitas Air Kualitas air merupakan bagian yang penting dalam pengembangan sumber daya air. Analisis fisik dan kimia air dapat memberikan informasi mengenai kondisi kualitas air pada suatu tempat (Effendi, 2003). 1.
Bau Bau yang keluar dapat berasal dari limbah maupun hasil degradasi bahan buangan oleh mikroba (Wardhana, 1995). Bau juga dapat disebabkan oleh bahan kimia, ganggang, plankton, atau tumbuhan dan hewan air, baik yang sudah mati maupun masih hidup (Fardiaz, 1992). Timbulnya bau dapat menjadi indikator terjadinya pencemaran (Wardhana, 1995).
2.
Suhu Suhu di dalam air dapat menjadi penentu atau pengendali kehidupan makhluk hidup yang berada di air. Perubahan suhu seringkali menyebabkan terjadinya perubahan jenis, jumlah dan keberadaan flora dan fauna akuatis (Asdak, 2002). Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran serta kedalaman badan air (Effendi, 2003).
7
Kenaikan suhu di dalam air akan menurunkan tingkat solubilitas oksigen. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan organisme dalam memanfaatkan oksigen yang tersedia untuk berlangsungnya proses biologi dalam air (Asdak, 2002). Peningkatan suhu juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kelarutan gas dalam air, selain itu juga dapat terjadi peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatialisasi (Effendi, 2003). Suhu air dapat meningkat dikarenakan adanya penebangan di sekitar sungai sehingga cahaya matahari yang masuk lebih banyak. Suhu dalam suatu badan air memiliki stratifikasi dimana pada lapisan atas perairan memiliki suhu yang lebih tinggi. Lapisan bawah memiliki suhu lebih rendah. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang masuk ke perairan mengalami penyerapan dan perubahan energi menjadi panas. Proses ini terjadi lebih intensif pada lapisan atas dan intensitas tersebut semakin berkurang pada lapisan bawah (Effendi, 2003). 3.
Daya Hantar Listrik Daya hantar listrik merupakan kemampuan air untuk meneruskan listrik. Semakin banyak garam terlarut yang terionisasi maka semakin tinggi pula nilai DHL yang dihasilkan (Effendi, 2003). Nilai DHL juga dipengaruhi oleh temperatur suatu badan air. Nilai daya hantar listrik akan bertambah apabila temperatur air semakin meningkat (Karmono & Cahyono, 1978).
4.
pH pH air biasa digunakan sebagai indikasi terjadinya pencemaran. Pembentukan
pH
pada
aliran
air
sangat
ditentukan
oleh
reaksi
karbondioksida. Besarnya angka pH juga dapat menjadi indikator adanya keseimbangan unsur kimia. Besarnya pH juga dapat memengaruhi ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi kehidupan vegetasi akuatik. Selain itu pH air mempunyai peranan penting bagi kehidupan makhluk hidup pada perairan tersebut (Asdak, 2002). Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan dapat dilihat pada Tabel 1.1.
8
Tabel 1.1 Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan Nilai pH Pengaruh Umum 6.0 – 6.5
1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun. 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan.
5.5 – 6.0
1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos semakin tampak. 2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami perubahan yang berarti. 3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral.
5.0 – 5.5
1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar. 2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos. 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak. Proses nitrifikasi terhambat.
4.5 – 5.0
1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, dan bentos semakin besar. 2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan bentos. 3. Algae hijau berfilamen semakin banyak. 4. Proses nitrifikasi terhambat.
Sumber : modifikasi Baker et al., (1990) dalam Novoty dan Olem (1994) dalam Effendi, (2003) pH air sangat tinggi (> 8.5) dapat disebabkan karena banyaknya sodium karbonat-bikarbonat yang terlarut. pH air sangat rendah (< 4.0) disebabkan karena adanya asam bebas yang terlarut. pH air setengah rendah (7.0 – 4.0) disebabkan karena kecilnya mineral-mineral asam dari sulfida atau asam organik (Karmono & Cahyono, 1978).
9
Sifat keasaman air merupakan karakteristik yang penting karena dapat memengaruhi berlangsunganya reaksi biologi dan kimia serta dapat mengakibatkan terjadinya korosi. Proses pembasaan (alkalinitas) merupakan kemampuan air untuk menetralisir keasaman dalam air. Alkalinitas merupakan refleksi dari aktivitas kalsium karbonat dan terbentuknya hidroksida ketika karbon karbonat mengalami penguraian (Asdak, 2002). pH air dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan. Perubahan temperatur dan tekanan menyebabkan perubahan kandungan CO2 didalam air sehingga pH air tersebut juga berubah (Karmono & Cahyono, 1978). 5.
Kebutuhan Oksigen Biokimia/Biochemical Oxygen Demand (BOD) BOD merupakan indeks oksigen yang diperlukan oleh bahan pencemar yang dapat teruraikan didalam suatu sistem perairan selama berlangsunganya proses dekomposisi aerobic (Asdak, 2002). BOD hanya menggambarkan bahan organik yang dapat dikomposisi secara biologis seperti lemak, protein, kanji, glukosa, dan sebagainya. Bahan organik merupakan hasil pembusukan tumbuhan atau hewan yang telah mati ataupun limbah domestik maupun limbah industri (Effendi, 2003). Nilai BOD perairan dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan mikroba, jenis dan kandungan bahan organik. Angka BOD yang tinggi menunjukkan kadar bahan organik yang tinggi dan semakin tinggi pula pencemaran yang terjadi (Effendi, 2003). Semakin besar angka indeks BOD maka semakin besar pula pencemaran yang terjadi (Asdak, 2002). Pengujian BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri dan mendesain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar (Widyastuti dkk., 2010).
6.
Kebutuhan Oksigen Kimia/Chemical Oxygen Demand (COD) COD merupakan penggambaran jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang dapat didegradasi maupun yang sulit didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O (Effendi, 2003). COD juga merupakan indikator tingkat pencemaran
10
secara kasar dan dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya angka BOD secara kasar (Asdak, 2002). Bahan organik dapat berasal dari alam maupun aktivitas rumah tangga, dan industri. Nilai COD pada perairan tidak tercemar dapat bernilai kurang dari 20 mg/liter, sedangkan pada perairan tercemar dapat bernilai lebih dari 200 mg/liter. Sedangkan pada limbah industri nilai COD dapat mencapai 60.000 mg/liter (UNESCO/WHO/UNEP, 1992 dalam Effendi, 2003). 7.
Oksigen Terlarut/Dissolved Oxygen (DO) Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan dan kadarnya bervariasi. Kadar oksigen tersebut dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu, semakin tinggi lokasi suatu badan air serta semakin kecil tekanan atmosfer maka kadar oksigen terlarut akan semakin kecil (Effendi, 2003). Menurut Asdak (2002), konsentrasi kandungan oksigen dalam air ditentukan oleh besarnya suhu perairan, tekanan dan aktivitas biologis yang berlangsung dalam air. Oksigen terlarut merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui banyak atau tidaknya O2 yang terlarut dalam air. Pengaruh kadar oksigen terhadap ikan disajikan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Pengaruh Kadar Oksigen Terlarut dan Pengaruhnya terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Kadar Oksigen Pengaruh terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Terlarut (mg/L) < 0.3
Hanya sedikit jenis ikan yang dapat bertahan pada masa pemaparan singkat (short exposure)
0.3 – 1.0
Pemaparan
lama
(prolonged
exposure)
dapat
mengakibatkan kematian ikan 1.0 – 5.0
Ikan dapat bertahan hidup, tetapi pertumbuhannya terganggu
> 5.0
Hampir semua organisme akuatik menyukai kondisi ini
Sumber : modifikasi Swingle (1969) dalam Boyd (1988) dalam Effendi, (2003)
11
Dekomposisi bahan anorganik dapat menyebabkan kadar oksigen terlarut berkurang hingga mencapai 0 (nol) (Effendi, 2003). Proses dekomposisi dalam air terjadi secara perlahan-lahan dan memerlukan waktu yang relatif lama. Banyaknya kadar oksigen dalam air dapat menjadi indikator terjadinya pencemaran pada suatu badan air (Asdak, 2002). Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Selain akibat proses respirasi tumbuhan dan hewan, hilangnya oksigen di perairan juga disebabkan karena oksigen digunakan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik (Effendi, 2003). Oksidasi bahan organik tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, pH, pasokan oksigen, jenis bahan organik, serta rasio karbon dan nitrogen (Boyd, 1998 dalam Effendi, 2003). 8.
Nitrat (NO3-) Nitrat merupakan bentuk utama dari nitrogen di perairan alami Nitrat tidak bersifat toksik pada organisme akuatik dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter dapat menjadi indikasi terjadinya pencemaran antropogenik dari aktivitas manusia dan tinja hewan, sedangkan lebih dari 0.2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan dan menyebabkan blooming algae dan tanaman air (Effendi, 2003). Kandungan nitrat dalam air yang berlebihan pada umumnya tidak akan menyebabkan gangguan yang serius pada orang dewasa (Karmono & Cahyono, 1978). Konsumsi air yang mengandung kadar nitrat yang tinggi dapat menurunkan kapasitas darah untuk mengikat oksigen terutama pada bayi yang berusia kurang dari 5 (lima) bulan (Effendi, 2003). Garam nitrat biasa digunakan untuk pengawetan daging di pabrik dan sering digunakan untuk memasak daging. Nitrat juga banyak digunakan di pabrik korek atau kembang api, serta sebagai zat pewarna, keramik dan masih banyak lagi (Karmono & Cahyono, 1978).
12
9.
Fosfat (PO4) Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan (Dugan, 1972 dalam Effendi, 2003). Senyawa fosfat dalam sel organisme dalam air dapat terlarut, tersuspensi atau terikat. Senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian (Saragih, 2009). Organisme yang memerlukan unsur fosfat di perairan adalah fitoplankton. Fitoplankton memiliki peran penting yaitu menentukan kesuburan suatu perairan (Santoso A. D., 2007).
10. Bakteri Escherichia Coli (E-Coli) Escherichia coli merupakan kelompok bakteri yang hidup di dalam kotoran hewan berdarah panas, diantaranya adalah ternak, satwa liar, dan manusia. Meskipun kebanyakan E-Coli tidak berbahaya, namun peningkatan kadar bakteri ini dapat menunjukkan terjadinya kontaminasi pada perairan dan mengindikasikan adanya kemungkinan terdapat kandungan mikroba yang berbahaya (Ozark Water Watch, 2011). Selain itu tingginya kadar bakteri ini pada perairan dapat meningkatkan risiko penyakit yang disebabkan oleh organisme patogen (Stream Watch, 2012) Bakteri ini memiliki sifat dapat memfermentasi laktosa dan memproduksi asam dengan gas pada suhu 37 ºC maupun suhu 44.05+0.5 º C dalam waktu 48 jam. Selain itu bakteri ini juga memiliki sifat dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit serta bersifat katalase positif dan oksidasi negatif (Fardiaz, 1992).
1.5.4. Variasi Kualitas Air Kualitas air yang terdapat pada suatu tempat berbeda dengan tempat lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang memengaruhi kualitas air. Faktor-faktor yang memengaruhi kualitas air dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu faktor alami dan faktor non-alami. 1.
Alami Faktor alami dapat berupa fenomena yang disebabkan karena alam, contohnya sedimentasi, geologi, tanah, vegetasi, dan iklim.
13
a.
Iklim Curah hujan dan kualitasnya merupakan bagian dari siklus hidrologi yang sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada suatu tempat. Air yang jatuh di suatu tempat memiliki kualitas yang berbeda dengan air yang jatuh di tempat lain. Begitu pula dengan air hujan yang jatuh di daerah beriklim tropis. Kualitas air yang dimiliki air tersebut akan berbeda dengan kualitas air hujan yang jatuh di daerah yang memiliki iklim kutub.
b.
Batuan/Geologi Komposisi kimia air merupakan kombinasi dari air hujan yang jatuh ke dalam tanah. Komposisi kimia dapat berubah dengan terjadinya reaksi kimia antara air dengan mineral batuan penyusun akuifer.
c.
Waktu Komposisi kimia air juga dapat ditentukan oleh waktu tinggal air. Air yang berada di dalam tanah dalam jangka waktu yang lama akan semakin lama bereaksi dengan mineral batuan sehingga unsur yang terlarut semakin banyak pula.
d.
Vegetasi Vegetasi menyerap gas dari atmosfer sehingga komposisi air hujan juga akan berubah. Hal tersebut juga merubah komposisi kimia dalam air tersebut.
2.
Non-Alami Faktor non-alami dapat berupa faktor yang disebabkan karena ada campur tangan manusia. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap kondisi kualitas air di suatu wilayah. Contoh dari faktor ini adalah aktivitas manusia seperti pembuangan limbah dan penggunaan lahan di sekitar sungai. Pembuangan limbah di sekitar sungai akan menyebabkan berubahnya kandungan kimia di dalam air, begitu pula dengan penggunaan lahan (Suyono dkk, tanpa tahun).
14
1.5.5. Pencemaran Air Pencemaran akan terjadi apabila dalam lingkungan hidup manusia terdapat suatu bahan atau zat dalam jumlah yang banyak dan dihasilkan dari kegiatan manusia sendiri (Kusno, 1990). Menurut Effendi (2003) pencemaran diakibatkan karena masuknya bahan pencemar yang berupa gas, bahan terlarut serta partikulat dengan berbagai cara, misalnya limpasan pertanian dan limbah domestik. Menurut Kusno (1990), pencemaran suatu lingkungan biasanya melalui beberapa tahap: 1.
Tingkatan pertama, yaitu apabila zat pencemar dari segi jumlah dan waktu aktifnya tidak membawa akibat yang merugikan manusia.
2.
Tingkatan kedua, yaitu apabila zat pencemar tersebut sudah mengakibatkan gangguan pada alat-alat panca indera dan alat perkembangbiakan secara vegetatif serta kerusakan lingkungan yang lebih luas.
3.
Tingkatan ketiga, yaitu apabila zat pencemar sudah mengakibatkan gangguan fisiologis yang membawa penyakit yang berjangka panjang.
4.
Tingkatan keempat, yaitu apabila zat pencemar mengakibatkan gangguan sehingga menyebabkan kematian dan sebagainya. Pencemaran dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan
yang kemudian akan berpengaruh terhadap kualitas air. Indikator yang menunjukkan bahwa air telah tercemar dapat diamati melalui: a.
Adanya perubahan suhu air.
b.
Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen.
c.
Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air.
d.
Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut.
e.
Adanya mikroorganisme.
f.
Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan.
(Wardhana, 1995)
1.5.6. Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian sebelumnya terkait kualitas air sungai tersaji pada Tabel 1.3. Nahdi (1995) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kegiatan Permukiman terhadap Kualitas Air Sungai Gajahwong di Kawasan Industri Kecil
15
Kotagede, Yogyakarta” memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui tingkat kepedulian masyarakat terutama pengusaha kerajinan perak Kotagede yang bertempat tinggal di sekitar Sungai Gajahwong terhadap pengelolaan limbah dari aktivitas permukiman dan mengetahui derajat pencemaran air Sungai Gajahwong dari aspek fisik, kimia, dan biologi Sungai Gajahwong di kawasan industri kecil Kotagede pada saat diadakan penelitian dan kesesuaian peruntukannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah grab sample dan survai dengan metode eksperimen. Kesimpulan pertama yang didapatkan dari hasil penelitian adalah banyak pengusaha yang membuang limbah langsung ke sungai dan banyak pengusaha yang tidak mempunyai resapan untuk industri kerajinan, dapat dikatakan bahwa kepedulian masyarakat terutama pengusaha di kawasan Kotagede masih rendah. Kesimpulan kedua yang didapatkan adalah Sungai Gajahwong telah mengalami pencemaran untuk beberapa parameter tertentu, dan dari hasil grafik yang diperoleh dapat dikatakan bahwa Sungai Gajahwong telah tercemar pada tingkat pencemaran yang masih terpulihkan. Waluyo (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Gajahwong" memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui dan menghitung daya tampung beban pencemaran Sungai Gajahwong pada bagian hulu (penggal I), bagian tengah (penggal II), dan bagian hilir (penggal III), dan mengetahui faktor-faktor penyebab atau yang memengaruhi tingkat beban pencemaran di Sungai Gajahwong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode neraca massa, metode streeter-phelps, dan metode Qual2e. Kesimpulan pertama yang didapatkan dari hasil penelitian adalah berasarkan nilai daya tampung yang di dapatkan, Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang paling berat menerima pencemaran dibandingkan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Kesimpulan kedua yang didapatkan adalah faktor-faktor dominan yang harus dikendalikan pada Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta adalah kegiatan pelayanan khususnya pelayanan kesehatan, sedangkan pada Kabupaten Bantul secara fisik tidak diketemukan faktor dominan. Munawar (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Kualitas Air Sungai Code Daerah Istimewa Yogyakarta atas dasar Perbedaan Penggunaan
16
Lahan” memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui kondisi kualitas air Sungai Code dengan adanya variasi penggunaan lahan yang berbeda, mengetahui proses pemurnian diri (self purification) di Sungai Code, dan mengetahui nilai ekonomi yang ditimbulkan akibat pencemaran air di Sungai Code. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai secara purposive dan metode Willingness to Pay (WTP). Kesimpulan pertama yang didapatkan dari hasil penelitian adalah kondisi kualitas air Sungai Code berdasarkan sifat fisik, baik itu di bagian hulu, tengah maupun hilir masih terlihat baik. Namun dilihat dari sifat kimia dan biologi ada beberapa parameter yang telah melebihi baku mutu terutama pada wilayah Sungai Code bagian tengah. Kesimpulan kedua yang didapatkan adalah proses pemurnian diri yang terjadi di Sungai Code terlihat dengan jelas semakin turunnya kandungan BOD ketika telah melewati Sungai Code bagian tengah. Kesimpulan ketiga yang didapatkan adalah berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai dengan rataan WTP (EWTP) sebesar Rp 361.333,- akibat timbulnya pencemaran air Sungai Code. Wibisono (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “The Characteristics of Self Purification of Code River Yogyakarta” memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui karakteristik pemurnian diri Sungai Code, mengetahui korelasi TSS dengan parameter pemurnian diri lain (BOD, COD, DO), dan membuat rencana perbaikan atau rekomendasi pada Sungai Code berdasarkan karakteristik pemurnian diri dan sumber pencemaran. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah analisis statistik korelasi, analisis grafik, dan analisis keruangan menggunakan GIS. Kesimpulan pertama yang didapatkan dari hasil penelitian adalah tren pada grafik BOD dan DO menunjukkan kemungkinan terjadinya selfpurification. Kesimpulan kedua adalah parameter TSS secara statistik berbeda dengan parameter lain sehingga tidak dapat digunakan sebagai parameter selfpurification. Kesimpulan ketiga adalah pengetahuan kepada masyarakat perlu diberikan dan perlu adanya peraturan dan sanksi yang tegas.
17
Tabel 1.3 Perbandingan Penelitian Sebelumnya No. 1
2
3
Judul, Wilayah kajian, Tahun, Nama Peneliti Pengaruh Kegiatan Permukiman Terhadap Kualitas Air Sungai Gajahwong di Kawasan Industri Kecil Kotagede Yogyakarta, Kotagede, 1995, Maizer Said Nahdi
Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Gajahwong, Sungai Gajahwong, 2007, Endro Waluyo
Kajian Kualitas Air Sungai Code Daerah Istimewa Yogyakarta atas dasar Perbedaan Penggunaan Lahan, Sungai Code, 2010, Masud Munawar
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
1. Mengetahui tingkat kepedulian masyarakat terutama pengusaha kerajinan perak Kotagede yang bertempat tinggal di sekitar Sungai Gajahwong terhadap pengelolaan limbah dari aktivitas permukiman. 2. Mengetahui derajat pencemaran air Sungai Gajahwong dari aspek fisik, kimia dan biologi Sungai Gajahwong di kawasan industri kecil kotagede pada saat diadakan penelitian dan kesesuaian dalam peruntukannya. 1. Mengetahui dan menghitung daya tampung beban pencemaran Sungai Gajahwong. 2. Mengetahui faktor-faktor penyebab atau yang memengaruhi tingkat beban pencemaran di Sungai Gajahwong.
1. 2.
Grab sample Survai dengan metode eksperimen
1. Kepedulian masyarakat terutama pengusaha di kawasan Kotagede masih rendah. 2. Sungai Gjahwong telah tercemar pada tingkat pencemaran yang masih terpulihkan.
1.
Metode neraca massa Metode streeter- phelps Metode Qual2e
1. Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang paling berat menerima pencemaran dibandingkan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. 2. Faktor-faktor dominan yang harus dikendalikan pada Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta adalah kegiatan pelayanan khususnya pelayanan kesehatan, sedangkan pada Kabupaten Bantul secara fisik tidak diketemukan faktor dominan.
1. Mengetahui kondisi kualitas air Sungai Code dengan adanya variasi penggunaan lahan yang berbeda. 2. Mengetahui proses pemurnian diri (self purification) di Sungai Code. 3. Mengetahui nilai ekonomi yang ditimbulkan akibat pencemaran air di Sungai Code.
1.
Purposive Sampling Metode Willingness to Pay (WTP)
1. Kualitas fisik, kimia, dan biologi telah mengalami penurunan. 2. Proses pemurnian diri terjadi pada badan sungai code setelah melewati kota. 3. Tingkat kesediaan membayar (willingness to pay) Rp 361.333,-
2. 3.
2.
18
Lanjutan Tabel 1.3 Perbandingan Penelitian Sebelumnya No. 4
5
Judul, Wilayah kajian, Tahun, Nama Peneliti The Characteristics of Self Purification of Code River Yogyakarta, Sungai Code, 2010, Ariek Wisnu Wibisono
Variasi Kualitas Air Sungai Gajahwong dan FaktorFaktor yang Memengaruhinya, Sungai Gajahwong, 2013, Dyah Utami Priskasari
Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
1. Mengetahui karakteristik pemurnian diri Sungai Code. 2. Mengetahui korelasi TSS dengan parameter pemurnian diri lain (BOD, COD, DO). 3. Membuat rencana perbaikan atau rekomendasi pada Sungai Code berdasarkan karakteristik pemurnian diri dan sumber pencemaran.
1.
1. Mengetahui variasi kualitas air Sungai Gajahwong. 2. Mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variasi kualitas air Sungai Gajahwong.
1.
2. 3.
Analisis Statistik Korelasi Analisis Grafik Analisis Keruangan
Purposive Sampling
Hasil Penelitian 1. Tren pada grafik BOD dan DO menunjukkan kemungkinan terjadinya selfpurification. 2. Parameter TSS secara statistik berbeda dengan parameter lain sehingga tidak dapat digunakan sebagai parameter selfpurification. 3. Pengetahuan kepada masyarakat perlu diberikan dan perlu adanya peraturan dan sanksi yang tegas. 1. Kandungan yang telah melebihi kadar yang diperbolehkan pada baku mutu air klas II adalah DO, BOD, COD, dan E-Coli. 2. Faktor pengaruh dalam variasi kualitas air Sungai Gajahwong adalah limbah domestik dan limbah saluran pembuangan.
19
1.6. Kerangka Pemikiran Sumber daya air merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Pertumbuhan penduduk semakin meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan penduduk ini menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan lahan dan peningkatan aktivitas manusia. Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.3.
Sumber Daya Air
Kebutuhan Utama Manusia
Pertumbuhan Penduduk Peningkatan Aktivitas Manusia
Peningkatan Kebutuhan Lahan
Alih Fungsi Lahan
Domestik
Pertanian
Peternakan
Industri
Menghasilkan Limbah
Perbedaan Penggunaan Lahan
Pencemaran Air Sungai
Variasi Kualitas Air Sungai Gambar 1.3 Diagram Alir Kerangka Pemikiran
20
Pertumbuhan penduduk yang terus terjadi mengakibatkan kebutuhan akan lahan tempat tinggal. Banyaknya permintaan lahan untuk dijadikan tempat tinggal ini sehingga banyak terjadi alih fungsi lahan. Semakin ramai suatu tempat maka semakin banyak pula berdiri industri seperti rumah makan maupun tempat hiburan. Alih fungsi lahan yang terus terjadi dapat menyebabkan terjadinya perbedaan penggunaan lahan. Keberadaan air yang sangat penting seringkali tidak disadari karena ketersediaan air yang cukup melimpah di muka bumi. Sungai merupakan sumber air permukaan yang banyak dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan air dalam kehidupan sehari-hari. Manusia banyak memanfaatkan air untuk kehidupan sehari-hari seperti domestik, pertanian, peternakan, industri, dan sebagainya. Aktivitas manusia yang semakin meningkat menyebabkan semakin banyak limbah yang dibuang ke dalam badan sungai dan seringkali menyebabkan terjadinya pencemaran air sungai. Penggunaan lahan yang semakin beragam akan berpengaruh terhadap kondisi kualitas air. Selain itu, kondisi kualitas air juga dipengaruhi oleh tingkat pencemaran yang terjadi. Perlakuan pada sungai yang berbeda dapat menyebabkan kondisi yang berbeda pada setiap badan sungai. Pencemaran air dan adanya perbedaan penggunaan lahan dapat memengaruhi kondisi sungai sehingga menyebabkan adanya variasi kualitas air.
1.7. Batasan Istilah Air merupakan semua air yang terdapat di atas dan bawah permukaan tanah, kecuali air fosil dan air laut (PP No. 82/2001) Sungai adalah tempat atau wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari muara dan sepanjang garis pengaliran dibatasi kanan kirinya oleh garis sempadan (PP No. 35/1991) Daerah Aliran Sungai adalah daerah di sekitar sungai yang mengalirkan air permukaannya ke dalam satu sungai tertentu dan dibatasi oleh batas topografi (Sri Harto Br, 2000)
21
Penggunaan lahan adalah segala bentuk campurtangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Arsyad, 1989) Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair (PP No. 82/2001) Kualitas air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup zat, energi, atau komponen lain di dalam air dan dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi (PP No. 20/1990) Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehinga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (PP No. 82/2001) Variasi adalah hasil perubahan dari keadaan semula (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sifat air yang ditinjau dari komponen fisika, kimia, serta biologi setelah dipengaruhi campurtangan manusia.
22