BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Lembaga keuangan merupakan lembaga yang berperan penting dalam
kegiatan perekonomian, salah satu lembaga keuangan tersebut adalah bank. Secara umum bank mempunyai fungsi yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Salah satu sumber dana yang diperoleh oleh bank
adalah berasal dari kegiatan operasional perbankan yaitu kegiatan Dana Pihak Ketiga (DPK). Kegiatan operasional perbankan, terutama transaksi pada perbankan umunya berbasis bunga.
Praktik perbankan dengan berbasis bunga sudah
dilakukan semenjak dahulu terutama di Eropa, dan akibatnya perekonomian dikuasai oleh bangsa Eropa. Keadaan yang terus berlangsung sampai zaman modern membawa dampak pada institusi perbankan, sehingga institusi yang ada masih berbasis bunga (Karim,2004). Berdasarkan fiqh yang menyatakan bahwa bunga itu riba, maka sejumlah Negara-negara muslim di berusaha untuk mendirikan lembaga alternatif salah satunya yang bebas bunga atau lebih dikenal dengan Islamic Banking. Berdirinya IDB (Islamic Development Bank) pada sidang menteri keuangan di Jeddah tahun 1975, menjadi titik awal gagasan pendirian bank-bank syariah di berbagai negara. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki (Antonio, 2001:21). Perkembangan perbankan syariah di dunia juga memicu Indonesia untuk mendirikan perbankan syariah.
Faktor lain yang mendukung Perbankan syariah
di Indonesia adalah Lahirnya Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, dan telah memberikan peluang yang sangat besar bagi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia. Dengan Undang-Undang tersebut memungkinkan perbankan yang ada
1
di Indonesia beroperasi secara syariah dan membuka cabang syariah yang lainnya, bahkan bank konvensional dapat melakukan kegiatan dual banking system yaitu
Bank Konvensional dapat melakukan kegiatan Usaha Syariah secara bersamaan. sistem perbankan tersebut mempunyai kesamamaan yang sama dalam hal Kedua
menghimpun dana, menyalurkan dana, memberikan jasa pengiriman hanya saja dalam sistem Perbankan Konvensional menggunakan sistem bunga sedangkan Perbankan Syariah menggunakan sistem bagi hasil. Dalam melakasanakan
kegiatanya bank syariah juga diawasi oleh Dewan Syariah Nasional yang masuk ke dalam struktur organisasi perusahaan.
Pemerintah melakukan upaya dalam mengembangkan sistem perbankan
syariah pada dual banking system agar menjadi perbankan yang sehat dan mampu menjawab tantangan di masa yang akan datang. Maka dari itu Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran)
menyusun “Cetak Biru
Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” (Biro Perbankan Syariah BI, 2002). Sasaran pengembangan perbankan syariah sampai tahun 2011 tersebut memuat : 1. 2. 3. 4.
Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional. Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan syariah. Terciptanya sistem perbankan syariah yang kompetitif dan efisien. Terciptanya stabilitas sistematik serta terealisasinya kemanfaatan masyarakat luas. Sebagai salah satu pilar sektor keuangan, Bank Syariah merupakan
penyokong stabilitas sistem pelayanan jasa keuangan & intermediasi di Indonesia. Keuangan syariah merupakan lembaga keuangan yang dikelola dengan dasardasar syariah, baik itu berupa nilai konsep dan prinsip.
Tujuan utama dari
pendirian lemabaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan al-qur’an dan as-sunnah (Antonio, 2001:18). Dengan kata lain, segala aktifitas yang ada dalam perbankan syariah pasti berlandaskan al-qur’an dan as-sunnah, dimana sistem ini sudah ada sejak zaman Rasullullah SAW.
2
Praktik-praktik yang ada sekarang seperti menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa pengiriman telah ada sejak zaman rasul dahulu.
Dalam kinerja operasionalnya bank syariah memerlukan dana segar untuk
memenuhi semua kebutuhan pembiayaan dan permodalannya. Ketersediaan dana
juga sangat mempengaruhi hubungan ketergantungan antara penyalur dana dengan penghimpunan dana. Bank Syariah sebagai lembaga keuangan depositori dalam kegiatan penghimpunan dananya, yaitu tidak bisa lepas dari para deposan
yang menyimpan dananya di bank.
Berangkat dari kelemahan Perbankan
Konvensional, maka Bank Syariah mengembangkan produk penghimpunan
dananya sesuai dengan sistem syariah seperti pada produk deposito mudharabah, tabungan wadi’ah, tabungan mudharabah, dan giro wadi’ah. Mencermati Statistik Perbankan Syariah per Februari 2010 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia pada akhir Maret 2010 yang lalu, ada satu fenomena yang menarik untuk dibincangkan. Fenomena itu adalah tentang pertumbuhan nasabah Perbankan Syariah dalam menghimpun dana masyarakat. Berdasarkan data jumlah rekening Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) mulai 2005 hingga 2009 dapat dihitung bahwa rerata tingkat pertumbuhan jumlah rekening tersebut BUS dan UUS adalah 25% per tahun. Pada 2005 jumlah rekening tersebut 1,4 juta unit. Sementara pada akhir 2009 telah berjumlah 5,2 juta lebih.
Dari pertumbuhan rekening tersebut tentu yang
dimaksud adalah ketiga produk perbankan syariah yang bertujuan untuk menghimpun dana pihak ketiga.
Dan Produk deposito mudharabahlah yang
mengalami peningkatan yang sangat pesat. Hal itu dapat kita lihat pada tahun 2005, jumlah deposito mudharabah perbankan syariah hanya berjumlah Rp 9,169 triliun namun pada tahun 2009 jumlah deposito mudharabah tersebut menjadi Rp 29,595 trilliun. Kenaikan yang paling besar terjadi pada tahun 2009 ke tahun 2010 kenaikan tersebut berjumlah Rp 14,477 triliun menjadi Rp 44,072 trilliun. Deposito mudharabah merupakan salah satu produk bank syariah yang berfungsi menghimpun dana masyarakat dengan sistem bagi hasil. Perkembangan yang pesat di dunia bisnis dan keuangan mengakibatkan berkembangnya produk keuangan syariah untuk mengatasi timbulnya resiko atas perkembangan dari 3
produk keuangan syariah tersebut maka dibuat peraturan. Deposito Mudharabah ini diatur dalam PBI No.9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah
Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Syariah dan Fatwa DSN No.03/DSN-MUI/VI/2000. Produk ini merupakan Bank
bentuk kerjasama atau penanaman dana dari pemilik dana keada pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu. Produk ini menggunakan bagi untung dan rugi atau metode pembagian rata untuk membagi keuntunagan yang
diperolehnya dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati kedua belah pihak sebelumnya. Berkembangnnya deposito mudharabah di bank syariah juga tidak
lepas dari peran institusi-institusi terkait. Seperti halnya yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebuah lembaga ulama independen yang bertindak sebagai pemberi fatwa untuk produk dan cara beroperasi perbankan syariah, yang mengeluarkan bahwa dekrit bunga itu haram.
Dan fatwa ini
mengarah pada meningkatnya deposito ke bank-bank syaraih yang begitu cepat. Deposito mudharabah sendiri memiliki perbedaan dengan produk penghimpunan dana di bank syariah seperti tabungan, perbedaan itu dapat kita lihat dari cara pencairan kedua produk tersebut jika dalam tabungan pengambilan dananya dapat kita dilakukan kapan saja sedangkan dalam deposito mudharabah hanya dapat dicairkan pada waktu yang telah disepakati di awal. Seperti yang kita ketahui bahwa perbankan syariah sangat menjaga keseimbangan sektor riil dan sektor moneter. Bank syariah menerapkan sistem bagi hasil untuk menarik masyarkat agar mau mau menghimpun dananya di bank syariah.
Menilik hasil riset Karim Business Consulting pada 2004 yang
mengindikasikan bahwa nasabah loyalis perbankan syariah yang hanya sekitar Rp 10 trilyun sudah habis terserap dua bank syariah terbesar di tanah air. Sementara yang tersisa kini adalah nasabah pasar mengambang (floating market) dengan potensi sebesar Rp 720 trilyun dan nasabah yang alergi terhadap perbankan syariah sekitar Rp 240 trilyun. Itu berarti pangsa pasar perbankan syariah tinggallah mereka yang berpola pikir praktis dan pragmatis dalam mengambil keputusan ketika menginvestasikan dananya, baik dari kalangan muslim maupun non-muslim (http://ifinance.bahtiarhs.net). 4
Prinsip bagi hasil (profit sharing) dipengaruhi oleh faktor langsung, yaitu jumlah dana yang tersedia, investment rate, nisbah bagi hasil (profit sharing ratio)
dan faktor tidak langsung yaitu bank syariah akan melakukan share dalam pendapatan dan biaya, jika pendapatan yang diterima telah dikurangi oleh biaya
biaya dan jika biaya yang ditanggung oleh bank maka bank syariah akan menerapkan reveneu sharing.
Selain itu, dalam kinerjanya bank syariah juga dipengaruhi oleh faktor
internal maupun faktor eksternal.
Faktor internal berhubungan dengan
manajemen bank syariah itu sendiri dan faktor eksternal atau bisa lebih dikenal
dengan faktor makro ekonomi. Faktor makro ekonomi ini antara lain kebijkan pemerintah, serta kondisi ekonomi secara makro seperti inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar, dan perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri menyebabkan perubahan perekonomian dalam negeri yang drastis. Kenaikan harga BBM akan diikuti oleh kenaikan harga jasa dan barangbarang yang lain di masyarakat. Hal ini menyebabkan tingkat inflasi di Indonesia mengalami kenaikan dan semakin mempersulit kondisi ekonomi masyarakat terutama mereka yang berpenghasilan tetap. Untuk mengatasi hal tersebut maka pemerintah mengambil langkah-langkah kebijakan untuk menstabilkan kembali kondisi perekonomian yang sempat bergejolak. Bank Indonesia selaku otoritas moneter bertugas untuk mengatur jumlah peredaran uang di masyarakat. Tingkat inflasi juga sangat berhubungan dengan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Karena tingkat inflasi mengalami peningkatan akibat kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM maka salah satu langkah yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengendalikan laju inflasi adalah dengan menaikkan tingkat suku bunga. Pertimbangan pentingnya pengendalian inflasi adalah bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil dapat berdampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Kebijakan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga oleh Bank Indonesia ini dikenal dengan istilah politik diskonto yang merupakan salah satu instrumen dari kebijakan moneter. 5
Menurut Dornbusch dan Fisher (1997) dampak inflasi diantaranya adalah melemahnya semangat menabung. Meningkatnya inflasi maka nilai uang akan
menurun dan hal tersebut menyebabkan masyarakat juga merasa tidak diuntungkan dengan menyimpann uang di bank dengan harapan bunga yang di
tengah inflasi yang tinggi, sehingga masyarakat enggan untuk menabung menyebabkan dana yang dihimpun bank akan menjadi lebih kecil. Dana yang dihimpun bank menjadi lebih kecil akiabat inflasi, menyebabkan inflasi dikatakan
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan aset.
Masyarakat juga cenderung
memilih untuk melakukan pengeluaran terhadap barang-barang tahan lama, lebih
sehingga hal tersebut juga akan menurunkan tingkat masyarakat dalam menyimpan dana di bank atau tingkat menabung di kalangan masyarakat juga akan semakin menurun. Kondisi yang terjadi di Indonesia dengan menghadapi gejolak moneter yang di warnai tingkat bunga yang tinggi hampir semua bank yang ada di Indonesia mengalami negative spread atau selisih bunga negatif. Hal ini timbul karena dalam sistem perbankan bank konvensional diharuskan untuk membayar bunga yang tinggi kepada nasabah, sementara disisi lain kredit yang dikeluarkan bank konvensional mengalami masalah dalam hal pengembalian pokok hutang ataupun bunga oleh debitur bank. Dengan kata lain, bunga kredit lebih kecil dibandingkan dengan bunga simpanan sehingga bank akan mengalami kerugian karena tidak memperoleh net interest margin.
Disaat yang bersamaan bank
syariah tidak mengalami hal tersebut akibat dari lonjakan dari suku bunga tersebut, sehingga bank syariah tidak mengalami selisih bunga negatif (negative spread). Selain itu, risiko yang didapat bank syariah akan didistribusikan secara merata diantara lender, banker, dan borrower, sehingga meminimalkan risiko bagi bankir karena skema imbal hasil atau return yang berlaku pada bank syariah adalah bagi hasil. Penerapan metode bunga di bank konvensional sebenarnya diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Namun pada kenyataanya perbankan yang didasarkan pada metode bunga ini menimbulkan dampak negatif
6
berupa ketidakstabilan ekonomi, bertambahnya hutang negara, biaya ekonomi yang tinggi, dan lumpuhnya roda perekonomian nasional.
Secara konsep, bank syariah yang non ribawi atau tidak mendasarkan
operasionalnya pada bunga, berbeda hal nya dengan bank konvensional yang
menerapkan system bunga. Namun kondisi ekonomi makro secara umum akan mempengaruhi kemampuan nasabah dalam meningkatkan dana pihak ketiga pada perbankan syariah dan idealnya bank syariah tidak terpengaruh oleh faktor
ekonomi makro tersebut terutama akibat dari inflasi yang berhubungan dengan bunga. berfluktuasinya
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siffa Widiastama (2006), melakukan penelitian tentang pengaruh tingkat suku bunga, bagi hasil, dan fatwa MUI terhadap simpanan mudharabah pada Bank Muamalat Indonesia periode 2001-2005. Penelitian dengan menggunakan alat analisis metode kuadrat terkecil dengan model regresi Partial Adjusment Model (PAM). Hasil dari penelitian ini memberikan penjelasan bahwa tingkat suku bunga, tingkat bagi hasil , dan fatwa MUI berpengaruh terhadap simpanan mudharabah Bank Muamalat Indonesia. Secara parsial tingkat bagi hasil dan tingkat suku bunga mempengaruhi simpanan mudharbah. Sedangkan fatwa MUI mengenai haramnya bunga bank tidak berpengaruh simpanan mudharabah.
Hal ini diduga karena kurangnya
sosialisasi terhadap dampak bunga dan sehingga menyebabkan minimnya pemahaman masyarakat terhadap isi fatwa MUI. Penelitian yang dilakukan oleh Mawardi pada tahun 2008 (dalam Usdi Surya 2009), mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan return bagi hasil deposito mudharabah mutlaqoh terdapat kesimpulan bahwa tingkat bunga deposito bank konvensional berpengaruh signifikan dalam penentuan return bagi hasil deposito mudharabah mutlaqoh. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Erry (2007) mengenai pengaruh tingkat bagi hasil, suku bunga, dan jumlah kantor cabang yang terhadap deposito mudharabah pada Bank Syraiah Mandiri. Hasil penelitian ini adalah jika tingkat bagi hasil dan jumlah kantor cabang berpengaruh terhadap simpanan deposito mudharabah. Sedangkan untuk tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap 7
deposito mudharabah. Secara simultan ketiga variabel independen tersebut berpengaruh terhadap simpanan deposito mudharabah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa hal mendasar yang
membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah penetapan sistem
bagi hasil di bank syariah dan sistem bunga di bank konvensional. Tingkat bunga merupakan insentif bagi masyarakat yang ingin menyimpan dananya di bank konvensional. Sedangkan tingkat bagi hasil merupakan insentif bagi masyarakat
yang ingin menyimpan dananya di bank syariah misalnya dalam bentuk deposito mudharabah. Maka penelitian ini mengangkat judul “ PENGARUH TINGKAT
BAGI HASIL, TINGKAT SUKU BUNGA BANK UMUM, DAN TINGKAT INFLASI
TERHADAP
SIMPANAN
DEPOSITO
MUDHARABAH
PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA”. 1.2
Rumusan dan Batasan Masalah
1.2.1
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh presentase bagi hasil terhadap volume simpanan deposito mudaharabah ? 2. Bagaimana pengaruh suku bunga bank umum sebagai pembanding tingkat bagi hasil terhadap volume simpanan deposito mudharabah ? 3. Bagaimana pengaruh tingkat inflasi terhadap volume simpanan deposito mudharabah ? 4. Bagaimana pengaruh tingkat bagi hasil, tingkat suku bunga, dan tingkat inflasi secara simultan terhadap simpanan deposito mudharabah? 1.2.2
Batasan Masalah Dari uraian latar belakang diatas, peneliti melakukan pembatasan masalah
dengan tujuan agar dalam bagian pembahasan selanjutnya tidak mengalami perluasan. Adapun batasan masalah tersebut adalah : 1. Indikator perekonomian makro Indonesia yang digunakan adalah tingkat Inflasi. 8
2. Penelitian ini hanya dilakukan pada Perbankan Syariah di Indonesia. 3. Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari Bank
Indonesia dan Biro Pusat Statistik, periode April 2008 hingga Februari
2012.
4. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga deposito 1 bulan.
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh faktor presentase tingkat bagi hasil terhadap simpanan deposito mudharabah. 2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat suku bunga konvensional sebagai pembanding tingkat bagi hasil berpengaruh terhadap volume simpanan deposito mudharabah. 3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tingkat inflasi terhadap simpanan deposito mudharabah. 4. Untuk mengetahui bagiamana pengaruh tingkat bagi hasil, tingkat suku bunga, dan tingkat inflasi secara simultan terhadap simpanan deposito mudharabah. 1.3.2
Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi Bank Syariah Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam pengembangan bank syariah ke yang lebih baik. Sebagai data untuk membentuk ataupun memantapkan strategi dalam pengembangan produk perbankan syariah kedepan khususnya deposito mudharabah. b. Bagi Peneliti Dapat memperoleh informasi dan mengetahui bagaimana pengaruh bunga deposito mudharabah, presentase bagi hasil, dan inflasi terhadap simpanan deposito mudharabah. 9
c. Bagi Mahasiswa
Dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk melakukan
penelitian-penelitian berikutnya khususnya dalam masalah bunga
deposito mudahrabah, presentase bagi hasil, dan inflasi terhadap simpanan deposito mudharabah.
d. Bagi Praktisi
Dapat memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai
tingkat bagi hasil, suku bunga bank konvensional, dan inflasi, dan
penghimpunan dana terutama deposito mudharabah.
10