BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel yang tidak normal. (yaitu, tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama). Penyakit kanker merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskular (Diananda; 2007, Nafrialdi dan Gan; 2011). Kanker adalah sekelompok lebih dari 100 penyakit yang pertumbuhan selnya tidak terkontrol (Dipiro; 2008). Sebanyak 7,6 juta orang di seluruh dunia meninggal karena kanker pada tahun 2008 (WHO; 2013). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) penyakit kanker masuk dalam urutan teratas dari kelompok penyakit. Berdasarkan kasus penyakit di dunia, kanker menempati urutan kedua, setelah penyakit jantung. Di Indonesia kanker masuk urutan ke-6 sebagai penyebab terjadinya kematian (Mulyadi; 1997). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk, dan kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, tuberkulosis, hipertensi, cedera, perinatal, dan diabetes Mellitus (Kemenkes RI; 2013). Kanker serviks adalah kanker primer dari serviks. Kanker serviks merupakan jenis kanker tersering kedua di dunia pada wanita, dengan estimasi 529.409 kasus baru dan 274.883 kematian pada tahun 2008 (Rachmawati dkk; 2013). Perjalanan penyakit karsinoma sel skuamosa serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga tumbuh menjadi kanker invasive (Farid dkk; 2008). Angka kejadian kanker leher rahim (serviks) di Indonesia menurut Depkes RI tahun 2010 mencapai angka 100/100.000 penduduk pertahun, sehingga pada tahun 2015 diperkirakan kasus baru kanker serviks di Indonesia akan meningkat sebesar 74% (Dewi dkk; 2013 dan Ocviyanti dkk; 2013).
1
2
Selama 40 tahun terakhir, kanker servikal invasif telah menurun dari 45 kasus per 100.000 hingga 15 kasus per 100.000 wanita. Kondisi ini terjadi paling sering pada usia 30 sampai 45 tahun, tetapi dapat terjadi di usia dini yaitu 18 tahun (Smeltzer dan Brenda; 2002). Hingga kini pengobatan neoplastik atau kanker dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: pembedahan, radiasi, dan dengan pemberian obat antineoplastik atau antikanker (Mulyadi; 1997). Kemoterapi sering digunakan sebagai tambahan untuk pembedahan atau terapi radiasi, namun dapat pula digunakan secara tersendiri. Kemoterapi biasanya menyebabkan peneka- nan/supresi sumsum tulang, yang akhirnya menyebabkan keletihan, anemia, kecenderungan perdarahan, dan peningkatan resiko infeksi (Corwin; 2008). Selain pengobatan konvensional tersebut, masyarakat banyak mencoba kemungkinan penyembuhan dengan pengobatan alternatif menggunakan tanaman herbal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan tanaman benalu. Benalu merupakan tanaman parasit yang pada awalnya dianggap tidak bermanfaat ternyata berpotensi sebagai agen kemopreventif (Ikawati dkk; 2008). Penggunaan tanaman benalu sebagai agen antikanker masih membutuhkan eksplorasi lebih lanjut. Benalu berpeluang untuk dikembangkan sebagai fitofarmaka (Ikawati; 2008 ), salah satunya yaitu benalu teh dan benalu mangga yang tergolong dalam famili Loranthaceae dilaporkan memiliki efek sebagai agen antikanker yang mempunyai nilai IC50 < 50 μg/ml. Benalu kelor mempunyai IC50 = 33,89 μg/ml (Multiawati, 2013), benalu mangga dengan konsentrasi 200 μg/ml dapat meningkatkan ekspresi caspase 3 aktif pada sel Hela (Rachmawati dkk; 2013) dan juga pada ekstrak daun Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) sebagai antioksidan mempunyai IC50 <100 μg/ml (Artanti et al; 2012). Senyawa pada tanaman benalu sebelum dikembangkan menjadi tanaman antikanker, maka terlebih dahulu dilakukan uji toksisitas, karena tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna terhadap potensi aktivitasnya sebagai antikanker (Indiastuti dkk; 2008). Benalu kemiri (Dendrophthoe sp. grew on Aleurites moluccana) merupakan salah satu benalu yang termasuk dalam famili Loranthaceae. Pada umumnya tanaman yang termasuk dalam satu famili memiliki proses fisiologi
3
yang hampir sama, hal ini menyebabkan banyak tanaman dalam satu famili mempunyai kandungan senyawa kimia yang sejenis (Astuti; 2013), salah satunya yaitu tanaman benalu kemiri (Dendrophthoe sp. grew on Aleurites moluccana). Negara Indonesia sebenarnya mempunyai banyak spesies benalu, tetapi masyarakat umum lebih mengenal benalu berdasarkan tumbuhan inang tempat tumbuhnya seperti benalu teh, benalu duku, benalu mangga dan lain-lain (Fajriah; 2007). Tanaman benalu yang diketahui mempunyai kandungan senyawa kimia sebagai antikanker, perlu diinformasikan kepada masyarakat umum tentang khasiat dari tanaman parasit tersebut disertai informasi bagaimana cara memanfaatkan benalu sebagai obat tradisional, baik dari segi pembuatannya maupun cara penggunaannya. Untuk mengetahui tanaman benalu kemiri (Dendrophthoe sp. grew on Aleurites moluccana) ini bisa berefek sebagai sitotoksik, pada penelitian ini akan dibuktikan dengan menggunakan uji MTT (Microculture Tetrazolium) assay. Metode MTT (3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)2,5-diphenyltetrazolium bromide) adalah terjadinya reduksi garam kuning tetrazolium
direduksi
menjadi
garam
formazan
oleh
enzim
suksinat
dehidrogenase (Larasati; 2013). Metode ini merupakan senyawa yang tereduksi menjadi ungu di dalam mitokondria sel hidup. Reduksi hanya terjadi apabila terdapat enzim reduktase yang diproduksi oleh mitokondria yang aktif, sehingga perubahan tersebut secara langsung berhubungan dengan jumlah sel yang hidup (CCRC; 2009). Pada pengujian secara in vitro dengan menggunakan metode MTT ini,salah satu contoh cell line yang digunakan yaitu sel HeLa (sel epitel kanker leher rahim)(CCRC; 2009).
4
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana ekstrak etanol dari daun benalu kemiri (Dendrophthoe sp. grew on Aleurites moluccana) menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker serviks (sel HeLa) dengan metode MTT secara in vitro ?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah :
1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui sitotoksisitas dari ekstrak etanol daun benalu kemiri (Dendrophthoe sp. grew on Aleurites moluccana) terhadap sel kanker serviks (sel HeLa) dengan metode MTT secara in vitro. 1.3.2 Tujuan Khusus Mengetahui nilai IC50 ekstrak etanol daun benalu kemiri (Dendrophthoe sp. grew on Aleurites moluccana) terhadap sel kanker serviks (sel HeLa) secara in vitro dengan metode MTT.
1.4
Hipotesis Penelitian Ekstrak etanol pada daun benalu kemiri (Dendrophthoe sp. grew on Aleurites moluccana) memiliki sitotoksisitas terhadap sel kanker serviks (sel HeLa) dengan metode MTT secara in vitro.
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.2 Segi Akademik 1. Dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang farmasi dalam penggunaan bahan alam sebagai obat. 2. Dapat memberikan informasi ilmiah mengenai daun benalu kemiri sebagai sitotoksisitas yang dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dikembangkan menjadi tanaman antikanker. 3. Dapat diketahui manfaat tanaman ini sebagai alternatif penggunaan pengobatan penyakit kanker serviks.
5
1.5.3 Segi Masyarakat 1.
Dapat memberi informasi kepada masyarakat tentang alternatif terapi pengobatan kanker.
2.
Dari data-data yang diperoleh dapat digunakan untuk menunjang penggunaan obat tradisional untuk pengobatan agar dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya dan klinisi pada khususnya.
3.
Dapat dikembangkan untuk produksi obat bahan alam secara masal.