BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Keramik atau gerabah merupakan barang atau bahan yang dibuat dari
bahan-bahan organik (bukan logam) dengan bahan-bahan tanah dan batu-batu silikat sebagai bahan yang terpenting yang proses pembuatannya disertai dengan pembakaran suhu tinggi. Keramik dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu Eartenware yang merupakan keramik dengan suhu pembakarannya 600°C (bakaran
rendah),
Stonware
yang
merupakan
keramik
dengan
suhu
pembakarannya 850°C (bakaran sedang), dan Porselen Glasir yang merupakan keramik dengan suhu pembakaran 1300°C (bakaran tinggi). Salah satu tempat industri keramik yang berada di Yogyakarta adalah desa Kasongan, kecamatan Kasihan, Bantul. Keramik yang banyak diproduksi di desa Kasongan adalah keramik jenis Earthenware atau yang biasa disebut gerabah. Desa ini ditetapkan menjadi sentra industri gerabah oleh Pemerintah Kabupaten Bantul. Selain itu, desa Kasongan juga merupakan salah satu kawasan percontohan program one village one product (OVOP) yang dirancang oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM sejak tahun 2008 (Anonim, 2010). Untuk pembuatan gerabah, dibutuhkan bahan baku berupa tanah liat dengan karakteristik yang unik. Adapun sifat yang fisis dan kimia yang penting untuk diperhatikan dalam pembuatan gerabah antara lain tingkat plastisitas, tingkat porositas, sifat menggetas, dan sifat pada saat pembakaran. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan gerabah di kasongan adalah tanah liat yang berasal dari Bangunjiwo, tanah kuning yang berasal dari Godean, dan untuk pembakaran bersuhu tinggi menggunakan tanah liat yang berasal dari daerah Sukabumi (Anonim, 2012). Pasokan bahan baku yang berbeda - beda ini dikarenakan karakteristik tanah liat untuk membuat berbagai macam gerabah juga berbeda - beda. Oleh sebab itu, rantai pasok bagian hulu industri gerabah di
1
2
Kasongan dinilai rentan untuk mengalami kegagalan atau dengan kata lain memiliki nilai kehandalan yang rendah. Jumlah permintaan produk gerabah asal Kasongan pun setiap tahun meningkat. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat jumlah penjualan dan ekspor yang terus meningkat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2 di bawah ini. Tabel 1.1 Data Perkembangan Usaha Gerabah Pengrajin Kasongan No Uraian
Tahun
1
Pengrajin (orang)
2
Tenaga kerja (orang)
3 4 5 6 7 8 9
Nilai penjualan ekspor total (dalam miliar rupiah) Nilai penjualan ekspor tanah liat (dalam miliar rupiah) Volume penjualan eksport (kg) Nilai penjualan lokal (dalam miliar rupiah) Nilai bahan baku (dalam miliar rupiah) Biaya operasional (dalam miliar rupiah) Jumlah kontainer eksport tanah liat (unit)
2006
2007
2008
2009
2010
2011
582
582
582
582
582
582
5000
6200
5800
5800
5800
5800
6,32
10,54
15,7
13,64
0,96
4,556
4,74
7,90
11,77
8,46
0,88
2,54
9659,7
110678,8 21277
165734,15 59292,92 108090,2
3,38
5,64
7,69
6,58
0,24
1,14
2,85
4,75
7
5,6
4
4
1,48
2,46
3,37
2,89
2,04
2,04
492
820
1000
860
550
600
(Sumber : UPT Kasongan, 2012) Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, saat terjadi gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006, sentra gerabah Kasongan sempat berhenti sesaat. Namun, sampai tahun 2007, grafik penjualan gerabah Kasongan justru terus melambung. Rata-rata pengiriman gerabah 100 kontainer per bulan. Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Yogyakarta menyebutkan transaksi ekspor gerabah di Kasongan
3
pada tahun 2009 tercatat lebih dari Rp. 8 miliar atau melampaui pencapaian sebelum gempa tahun 2006 terjadi. Selain itu, setiap pengrajin yang ingin membeli tanah yang sudah digiling harus memesan terlebih dahulu ke tempat penggilingan tanah yang ada minimal 1 hari sebelumnya. Apabila tidak melakukan pemesanan, maka pengrajin gerabah tidak
bisa
mendapatkan
bahan
baku
pembuatan
gerabah.
Hal
ini
mengidentifikasikan adanya masalah pada rantai pasok bagian hulu. Masalah yang terjadi bisa disebakan oleh supplier tanah maupun tempat penggilingan tanah. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perhitungan kinerja rantai pasok untuk mengetahui penyebab masalah yang ada pada rantai pasok bagian hulu dan melakukan perbaikan pada rantai pasok. Selain itu, menurut Departemen Perindustrian (2009), industri pengolah bahan baku keramik sangat sedikit padahal beberapa beberapa daerah di Indonesia memiliki potensi bahan baku keramik, khususnya tanah liat (clay), sehingga untuk bahan baku dengan kualitas tertentu masih banyak yang diimpor. Gambar 1.1 di bawah ini menunjukkan lokasi potensi sumber bahan baku keramik yang ada di Indonesia. Sedangkan pada Lampiran 1 menunjukkan perkembangan industri keramik yang ada di Indonesia.
Gambar 1.1 Lokasi Potensi Sumber Bahan Baku Keramik di Indonesia (Sumber : Departemen Perindustrian, 2009)
4
Dengan melihat jumlah penjualan gerabah di Kasongan yang terus meningkat, pengrajin gerabah yang harus melakukan pemesan sebelum membeli bahan baku dan lokasi sumber bahan baku keramik yang masih belum banyak terpetakan, maka diperlukan perhitungan kinerja rantai pasok bagian hulu untuk mengetahui apakah selama ini elemen penyusun rantai pasok bagian hulu (supplier tanah liat dan tempat penggilingan tanah) sudah mampu mendukung jumlah penjualan yang terus meningkat pada gerabah di Kasongan dalam aspek kuantitas bahan baku (tanah liat), waktu pengadaan dan pengiriman serta tempat yang terjangkau oleh pengrajin gerabah. Selain itu, perhitungan kinerja rantai pasok bagian hulu juga diperlukan untuk mengukur kehandalan dan meningkatkan nilai kehandalan rantai pasok bagian hulu industri gerabah di Kasongan. Selain itu, perhitungan kinerja rantai pasok juga diperlukan untuk mengembangkan model rantai pasok bagian hulu yang handal pada industri gerabah di Kasongan.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilakukan perhitungan kinerja
rantai pasok bagian hulu untuk mengetahui apakah selama ini elemen penyusun rantai pasok bagian hulu (supplier tanah liat dan tempat penggilingan tanah) sudah mampu mendukung jumlah penjualan yang terus meningkat pada gerabah di Kasongan. Selain itu juga untuk mengetahui tingkat kehandalan rantai pasok bagian hulu dan mengembangkan model rantai pasok bagian hulu yang handal. Metode reliability engineering dipilih sebagai metode dalam penelitian ini untuk mengukur kinerja rantai pasok bagian hulu industri gerabah di Kasongan. Hasil dari pengukuran kinerja ini akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan pegembangan model rantai pasok bagian hulu yang handal dengan memodifikasi supplier tanah liat. 1.3
Asumsi dan Batasan Masalah Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka perlu diberikan batasan
masalah yang akan diteliti, yaitu:
5
1.
Objek yang diteliti adalah rantai pasok bagian hulu hulu industri gerabah di desa Kasongan yang meliputi supplier tanah liat sebagai supplier, tempat penggilinggan tanah sebagai manufacturer, dan pengrajin gerabah sebagai end customer.
2.
Objek yang diteliti adalah jenis gerabah yang memiliki tingkat pembakaran rendah (Earthenware) dan sedang (Stoneware).
3.
Bahan baku yang diteliti adalah tanah liat.
4.
Supplier tanah tambahan berasal dari pulau jawa.
5.
Data time between failure (TBF) yang digunakan untuk menghitung nilai kehandalan adalah data kegagalan (break down) tanpa mempertimbangkan jumlah faktor penyebab kegagalan.
1.4
Tujuan Penelitian Mengukur kinerja rantai pasok bagian hulu industri gerabah di Kasongan untuk mengetahui nilai kehandalannya dan faktor penyebab ketidak handalannya, sehingga dapat dikembangkan beberapa model rantai pasok bagian hulu yang handal dan dipilih salah satu model modifikasi yang memiliki nilai kehandalan yang tertinggi.
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1.
Manfaat untuk peneliti a. Memahami aplikasi konsep Reliability Engineering pada Supply Chain Management dalam industri untuk meningkatkan kehandalannya.
2.
Manfaat untuk industri gerabah di Kasongan a. Sebagai rekomendasi kepada masyarakat Kasongan dalam menentukan tanah liat yang handal untuk produksi gerabah. b. Sebagai rekomendasi kepada dinas yang berkaitan untuk mendesain model rantai pasok industri gerabah di Kasongan yang handal untuk meningkatkan penjualan gerabah di Kasongan