BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perekonomian suatu negara memiliki ketergantungan pada laju aktivitas komponen-komponen pelaksananya di berbagai sektor. Sektor riil dan sektor jasa menjadi indikator-indikaror penentu pertumbuhan ekonomi. Dalam struktur perekonomian Indonesia sebagai negara berkembang, perkembangan ekonomi sebenarnya tidak lepas dari kekuatan ekonomi di berbagai level, terutama ekonomi kerakyatan yang banyak bergerak dalam sektor riil. Di masa lalu ‘kegagalan’ dalam pengembangan ekonomi kerakyatan menjadi salah satu hal yang memperlambat recovery perekonomian Indonesia pasca krisis regional. Lebih lanjut, dampak krisis ekonomi di Indonesia sejak 1997 mengakibatkan situasi yang memprihatinkan berkepanjangan di Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang lambat, jatuhnya dunia perbankan, lemahnya kegiatan sektor riil, tingginya inflasi, PHK dan lain-lain yang bermuara pada meningkatnya angka pengangguran dan semakin tingginya angka penduduk miskin. Penduduk miskin terbanyak berada di pedesaan yang jumlahnya semakin meningkat. Sampai saat ini jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2007 sebesar 16,58% atau sebanyak 37,17 juta orang dari sebelumnya sebesar 17,75% atau sebanyak 39,30 juta orang. Penurunan jumlah dan persentasi penduduk miskin dari 2.017,8 ribu atau 30,43 persen tahun 2000 menjadi 1.558,3 ribu atau 20,22 persen tahun 2009, memang menunjukkan perubahan yang positif, Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Lampung Maret 2009 sebesar 1.558,3 ribu orang (20,22 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin Maret 2008 yang berjumlah 1.591,6 ribu orang (20,98 persen), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 2,09 persen atau 33,3 ribu orang. Namun demikian, perubahan angka dari tahun ke tahun mulai dari tahun maret 2000 sampai dengan maret 2009 masih berfluktuasi. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Selama periode Maret 2008-Maret 2009,penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 16,25 ribu orang (5,99 persen) dari 365,56 ribu pada Maret 2008 menjadi 349,31 ribu orang pada Maret 2009, sementara di daerah perdesaan berkurang sebanyak 17,06 ribu orang (2,94 persen) dari 1.226,3 ribu orang pada Maret 2008 menjadi 1.208,97 pada Maret 2009. Hal ini menunjukkan bahwa program yang telah berlangsung cukup merata. Tetapi jika dilihat dari jumlah, pada Maret 2008, 77,02 persen penduduk miskin tinggal di daerah perdesaan, sementara pada Maret 2009 persentase ini menjadi 77,58 persen. Angka tersebut masih menunjukkan kesenjangan antara penduduk di pedesaan dengan penduduk
2
perkotaan. Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 2000-2009 menurut Survei Sosial Ekonomi tertera pada tabel berikut. Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Lampung, 2000-2009 Jumlah Penduduk Miskin (ribu)
Tahun
% Penduduk Miskin
Kota
Desa
K&D
Kota
Desa
K&D
2000
381,2
1.636,6
2.017,8
27,71
31,14
30,43
2001
244,4
1.429,7
1.674,1
16,69
27,20
24,91
2002
345,1
1.305,6
1.650,7
22,42
24,53
24,05
2003
318,7
1.249,3
1.568,0
21,36
22,98
22,63
2004
317,3
1.244,4
1.561,7
20,17
22,81
22,22
2005
405,5
1.167,0
1.572,6
20,46
21,78
21,42
2006
398,6
1.239,4
1.638,0
20,35
23,67
22,77
2007
366,0
1.295,7
1.661,7
18,11
23,70
22,19
2008
365,6
1.226,0
1.591,6
17,85
22,14
20,98
2009
349,3
1.209,0
1.558,3
16,78
21,49
20,22
Sumber: BPS Lampung, 2009
Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang ditandai oleh rendahnya kualitas hidup rata-rata penduduk, rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, gizi anak, terbatasnya air bersih, sanitasi, dan rendahnya tingkat pendapatan. Strategi penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan Pemerintah Provinsi Lampung mulai tahun 2007 adalah sebagai berikut. 1. Pemberdayaan masyarakat secara terpadu (Provinsi, Kabupaten/Kota, daerah tertinggal dan daerah isolasi) melalui pendekatan wilayah dengan fokus percepatan pembangunan perdesaan, pemenuhan hak atas perumahan, air bersih, dan sanitasi. 2. Pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan multisektoral dengan fokus pemenuhan hak atas pangan, pendidikan, layanan kesehatan, pekerjaan dan berusaha, rasa aman, berpartisipasi, dan perwujudan rasa keadilan serta kesetaraan gender. Pemberdayaan perekonomian rakyat di pedesan (yang merupakan kantung utama penduduk miskin) menjadi faktor kunci untuk melakukan upaya pengentasan kemiskinan. Program pembangunan sarana prasarana yang telah dilakukan selama ini di desa-desa tertinggal harus didukung oleh upaya pemberdayaan ekonomi Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
3
agar menjadi tidak sia-sia dan percepatan perkembangan masyarakatnya dapat dipacu. Program pemberdayaan perekonomian rakyat juga dapat menciptakan lapangan kerja dan mengurangi urbanisasi. Program peningkatan kualitas SDM dengan pemberlakuan wajib belajar 9 tahun harus pula didukung dengan pemberdayaan perekonomian untuk menciptakan lapangan kerja. Lapangan kerja di desa sebenarnya tersedia, tetapi karena pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki masyarakat terbatas, maka potensi ekonomi di pedesaan sebagian besar tidak tergarap. Berkenaan dengan kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi Lampung memandang penting melakukan program yang berkaitan dengan pemberdayaan pereknomian rakyat di pedesaan. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Lampung sebagai salah satu lembaga teknis daerah dengan tugas pokok dan fungsinya berkepentingan untuk melakukan penelitian di desa tertinggal untuk menemukan solusi pemberdayaan perekonomian rakyat khususnya penduduk miskin di Provinsi Lampung melalui kegiatan Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung.
1.2 Maksud dan Tujuan 1. Mengidentifikasi program-program yang perlu dikembangkan guna memenuhi kebutuhan dasar dan mendesak bagi rakyat miskin di desa tertinggal. 2. Mengidentifikasi potensi yang layak dikembangkan menjadi program unggulan pemberdayaan perekonomian rakyat di desa tertinggal. 3. Mengidentifikasi kebutuhan sarana dan prasarana pendukung bagi peningkatan ekonomi rakyat di desa tertinggal.
1.3 Sasaran 1. Diperolehnya gambaran tentang kondisi rakyat berkaitan dengan kebutuhan yang mendesak untuk dipenuhi melalui program-program penanggulangan dampak krisis ekonomi bagi rakyat miskin desa tertinggal di Provinsi Lampung. 2. Teridentifikasikannya program unggulan yang layak dikembangkan untuk pemberdayaan perekonomian rakyat miskin di desa tertinggal. 3. Diperolehnya gambaran tentang kondisi sarana dan prasarana di desa-desa tertinggal sehingga dapat menjadi acuan dalam penyusunan rencana pembangunan dan bermanfaat untuk mendukung peningkatan ekonomi rakyat miskin desa tertinggal di Provinsi Lampung.
1.4 Output dan Laporan 1.
2.
Kajian tentang kondisi perekonomian di desa tertinggal, berkaitan dengan usaha yang banyak digeluti oleh masyarakat serta identifikasi penyebab tidak berkembangnya usaha mereka. Evaluasi program unggulan pemberdayaan perekonomian rakyat miskin di desa tertinggal.
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
4
3. 4.
Model pemberdayaan perekonomian rakyat di desa tertinggal yang mungkin dikembangkan berdasarkan potensi dan tipologi daerahnya. Kerangka kerja pemberdayaan perekonomian rakyat miskin di desa tertinggal.
BAB II. KAJIAN TEORITIS
2.1 Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Hal yang penting dalam memulai pemahaman tentang ekonomi rakyat adalah menghilangkan kesan amat keliru bahwa kata atau konsep ekonomi rakyat (dan ekonomi kerakyatan) adalah konsep yang baru lahir bersamaan dengan gerakan reformasi menjelang dan setelah lengsernya Presiden Soeharto (1997-1998). Harus diakui pertanyaan yang bertubi-tubi tentang ekonomi rakyat seperti ini bersumber pada salah mengerti bahwa seakan-akan konsep ekonomi rakyat ini ditemukan dan diperkenalkan oleh Adi Sasono atau Mubyarto atau Sajogyo, dan alasan pengenalannyapun tidak ilmiah tetapi hanya untuk tujuan politik yang ”populis”, yaitu untuk ”memenangkan pemilu”. Ekonomi rakyat adalah istilah ekonomi sosial (social economics) dan istilah ekonomi moral (moral economy), yang sejak zaman penjajahan dimengerti mencakup kehidupan rakyat miskin yang terjajah. Bung Karno menyebutnya sebagai kaum marhaen. Jadi ekonomi rakyat bukan istilah politik ”populis” yang dipakai untuk mencatut atau mengatasnamakan rakyat kecil untuk mengambil hati rakyat dalam Pemilu. Ekonomi Rakyat adalah kegiatan atau mereka yang berkecimpung dalam kegiatan produksi untuk memperoleh pendapatan bagi kehidupannya. Mereka itu adalah petani kecil, nelayan, peternak, pekebun, pengrajin, pedagang kecil dan lain-lain, yang modal usahanya merupakan modal keluarga (yang kecil), dan pada umumnya tidak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Tekanan dalam hal ini adalah pada kegiatan produksi, bukan konsumsi, sehingga buruh pabrik tidak masuk dalam profesi atau kegiatan ekonomi rakyat, karena buruh adalah bagian dari unit produksi yang lebih luas yaitu pabrik atau perusahaan. Demikian meskipun sebagian yang dikenal sebagai UKM (Usaha Kecil-Menengah) dapat dimasukkan ekonomi rakyat, namun sebagian besar kegiatan ekonomi rakyat tidak dapat disebut sebagai ”usaha” atau ”perusahaan” (firm) seperti yang dikenal dalam ilmu ekonomi perusahaan. Menyusun prospek dalam bidang ekonomi lebih perlu lagi untuk tidak dilakukan secara gegabah karena teori-teori ekonomi yang ada, yang berasal dari Barat, pada umumnya tidak realistis, karena banyak menggunakan asumsi-asumsi yang sulit dipenuhi. Satu contoh kekeliruan fatal dari teori ekonomi Neoklasik/Neoliberal dari Barat sudah terjadi yaitu ketika krismon 1997-1998 diramalkan “tidak mungkin terjadi di Indonesia”. Dewasa ini pakar-pakar ekonomi bersilang pendapat tentang bisa tidaknya krisis ekonomi ala Argentina menyerang Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
5
Indonesia. Dalam hal seperti ini kami selalu menolak untuk membuat ramalan. Yang kiranya cukup jelas adalah bahwa para pemimpin ekonomi Indonesia baik dari kalangan pemerintah, dunia bisnis, atau dari kalangan pakar, kami himbau untuk berpikir keras menyusun aturan main atau sistem ekonomi baru yang mengacu pada sistem sosial dan budaya Indonesia sendiri. Jika Pancasila kita terima sebagai ideologi bangsa, maka kita tidak perlu merasa ragu-ragu mengacu pada Pancasila lengkap dengan lima silanya dalam menyusun sistem ekonomi yang dimaksud. Sistem Ekonomi Pancasila mencakup kesepakatan ”aturan main etik” yang mencakup: 1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa: Perilaku setiap warga Negara digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab: Ada tekad seluruh bangsa untuk mewujudkan kemerataan nasional; 3. Persatuan Indonesia: Nasionalisme ekonomi; 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan: Demokrasi Ekonomi; dan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia: Desentralisasi dan Otonomi Daerah.
2.2 Ekonomi Kerakyatan Menurut Beberapa Ahli A. Sajogjo dan Widjojo Nitisastro Pada tahun 1978 dalam sebuah artikel ilmiah populer di harian Kompas berjudul Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan, Sajogyo, yang sosiolog, ”mengambil oper” peranan pakar ekonomi dengan menetapkan garis kemiskinan pada tingkat pendapatan pertahun setara 240 kg nilai tukar beras / orang. Sajogyo menghitung ada 42,7 juta orang miskin (36,4%) di Indonesia (1970), yang 6 tahun kemudian (1976) turun persentasenya menjadi 33,4 %, meskipun dalam jumlah orang meningkat menjadi 45,1 juta. Peranan sebagai ekonom ini dilakukan Sajogyo sejak 1976 ketika mengeluh mengapa ekonom Indonesia tidak menanggapi hasil penelitian tentang kemiskinan di Sriharjo yang 3 tahun sebelumnya (1973) sudah dibahas dimana-mana di kalangan ilmuwan ekonomi pertanian internasional. Sajogyo kecewa ekonom Indonesia lebih banyak memikirkan masalah-masalah makroekonomi perdagangan dan keuangan internasional (konglomerasi dan globalisasi), dan tidak menyediakan waktu memikirkan ekonomi rakyat atau nasib penduduk miskin yang jumlahnya banyak dan senantiasa meningkat. Pada tahun 1966, Widjojo Nitisastro, yang Dekan Fakultas Ekonomi, dengan dukungan rekan-rekannya dan mahasiswa FE-UI, mengumandangkan tekad melaksanakan pasal-pasal 23,27,33, dan 34 UUD 1945, dan bertekad mengamalkan Pancasila dan perbaikan ekonomi rakyat. Rumusan hasil kesimpulan seminar mahasiswa FE-UI selanjutnya menjadi landasan TAP No. XXIII/MPRS/1966. Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
6
B. Selo Soemardjan Selo Soemardjan yang menerima Anugrah Hamengkubuwono IX tanggal 19 Januari 2002 menyampaikan orasi ilmiah di Pagelaran Keraton Yogyakarta dengan Judul Pluralisme Budaya Indonesia (Suatu Tinjauan Sosiologis). Dari orasi dengan judul yang sangat netral dan sederhana terungkap keprihatinan mendalam tentang mulai pudarnya nasionalisme Indonesia, yaitu kesetiaan pada pluralisme budaya (kebhinekaan). Patriotisme dan nasionalisme seperti yang diikrarkan Pemuda-pemudi Indonesia tahun 1928 sekarang hampir hilang karena suku-suku bangsa di pelosok-pelosok seluruh Indonesia mulai pudar kepercayaannya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berpusat di Jakarta. Namun yang kini lebih memprihatinkan lagi bukanlah makin pudarnya rasa nasionalisme suku-suku bangsa kecil-kecil yang jauh dari Jakarta, tetapi makin pudarnya rasa nasionlisme para pakar yang menganggap paham globalisme lebih kuat atau lebih benar ketimbang ideologi nasional. Maka Pancasila dan UUD yang telah disepakati para pendiri Republik Indonesia tahun 1945 juga mulai dipertanyakan karena dianggap tidak lagi relevan atau ketinggalan zaman. Mencontoh negara-negara lain yang lebih maju dari Indonesia yang menganggap sistem ekonomi kapitalisme sebagai satu-satunya jalan ke kemajuan, maka ”tidak perlu lagi Indonesia “terikat” pada atas kekeluargaan atau kegotong-royongan yang terpancar dari Pancasila”. Demikian dari uraian sosiologis Selo Soemardjan tentang pergolakan etnik di daerah-daerah yang sudah berlangsung 4 tahun terakhir, dan keluhan Sajogyo tentang tidak cekatannya pakar-pakar ekonomi menanggapi masalah kemiskinan dan ekonomi rakyat di Indonesia, pakar-pakar ekonomi perlu benar-benar mawas diri. Kami sendiri berpendapat ketidaktajaman cara berpikir pakar-pakar ekonomi, dan menurunnya rasa nasionalisme, disebabkan ilmu ekonomi telah kita jauhkan dari ilmu sosiologi. Ilmu ekonomi ala Samuelson yang semakin kuantitatif harus kita akui sebagai ”biangkeladi” dari kekeliruan ini. Dan yang paling fatal ilmu ekonomi Neoklasik Barat kini kita pelajari dan kita ajarkan sebagai agama (Robert Nelson, Economics as Religion, 2001) C. Ekonomi Moral Jika disadari bahwa buku Smith tahun 1759 berjudul The Theory of Moral Statements, padahal kita hanya mengajarkan ke pada mahasiswa kita buku ke duanya yaitu The Weath of Nations (1776), kiranya kita para dosen ilmu ekonomi harus mengaku ”berdosa” atau paling sedikit mengakui kekeliruan kita. Mengapa mahasiswa ekonomi hanya memahami manusia sebagai ”homo ekonomikus”, dan bukan sebagai ”homo moralis” atau ”homo socius” ? Itulah, karena ilmu ekonomi kita ajarkan sebagai ilmu yang super spesialistik, yang matematik, sehingga sifatnya sebagai ilmu sosial menjadi hilang. Memang Kenneth Boulding telah berjasa mengingatkan bahwa ilmu ekonomi dapat dipelajari sebagai ilmu ekologi, ilmu perilaku, ilmu politik, ilmu matemati, dan ilmu moral.
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
7
Karena tidak banyak manfaatnya lagi mengingatkan kritik-kritik radikal terhadap ilmu ekonomi seperti Paul Ormerod dalam The Death of Economics (1994), (karena buku seperti ini pasti sudah ”disingkirkan” sejak awal), maka buku klasik Kenneth Boulding diatas kiranya lebih tepat untuk dikutip, menyatakan Our graduate schools may easily be producing a good deal of the ”trained incapacity”, which Veblen saw being produced in his day, and this is a negative commodity unfortunately with a very high price. Ekonomi Rakyat adalah kancah kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik), yang karena merupakan kegiatan keluarga, tidak merupakan usaha formal berbadan hukum, tidak secara resmi diakui sebagai sektor ekonomi yang berperanan penting dalam perekonomian nasional. Dalam literatur ekonomi pembangunan ia disebut sektor informal, “underground economy”, atau “ekstralegal sector”. Alfred Marshall bapak ilmu ekonomi Neoklasik (1890) memberikan definisi ilmu ekonomi sebagai berikut Economics is a study of men as they live and move and think in the ordinary business of life. But it concerns itselft chiefly with those motives which affect, most powerfullly and most steadily, man’s conduct in the business part of his life. Ekonomi kerakyatan menunjuk pada sila ke-4 Pancasila, yang menekankan pada sifat demokratis sistem ekonomi Indonesia. Dalam demokrasi ekonomi Indonesia produksi tidak hanya dikerjakan oleh sebagian warga tetapi oleh semua warga masyarakat, dan hasilnya dibagikan kepada semua anggota masyarakat secara adil dan merata (penjelasan pasal 33 UUD 194). Demikian ekonomi rakyat memegang kunci kemajuan ekonomi nasional di masa depan, dan sistem ekonomi Pancasila merupakan “aturan main etik” bagi semua perilaku ekonomi di semua bidang kegiatan ekonomi.
2.3 Penduduk Miskin Dalam konteks strategi penanggulangan kemiskinan ini, kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, lakilaki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi kemiskinan ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hak-hak dasar terdiri dari hak-hak yang dipahami masyarakat miskin sebagai hak mereka untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundang-undangan. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
8
sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Hak-hak dasar tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat mempengaruhi pemenuhan hak lainnya. Dengan diakuinya konsep kemiskinan berbasis hak, maka kemiskinan dipandang sebagai suatu peristiwa penolakan atau pelanggaran hak dan tidak terpenuhinya hak. Kemiskinan juga dipandang sebagai proses perampasan atas daya rakyat miskin. Konsep ini memberikan pengakuan bahwa orang miskin terpaksa menjalani kemiskinan dan seringkali mengalami pelanggaran hak yang dapat merendahkan martabatnya sebagai manusia. Oleh karena itu, konsep ini memberikan penegasan terhadap kewajiban negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin. 2.3.1
Gambaran Umum Kemiskinan di Indonesia
Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan yang antara lain ditandai oleh jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan yang rentan untuk jatuh ke bawah garis kemiskinan. Pada tahun 2004, BPS memperkirakan sekitar 36,146 juta jiwa atau 16,66% dari jumlah penduduk hidup dengan pengeluaran sebulan lebih rendah dari garis kemiskinan, yaitu jumlah rupiah yang diperlukan untuk membayar harga makanan setara 2.100 kkal sehari dan pengeluaran minimal untuk perumahan, pendidikan, pemeliharaan kesehatan, dan transportasi. Berdasarkan perkembangan penduduk miskin, fluktuasi angka kemiskinan akibat krisis ekonomi pada tahun 1997 memperlihatkan kerentanan masyarakat untuk jatuh miskin terutama masyarakat yang berada sedikit di atas garis kemiskinan. Menurut perkiraan Bank Dunia sekitar 53,4% penduduk atau sekitar 114,8 juta jiwa hidup dengan tingkat pengeluaran kurang dari US $ 2 PPP per orang per hari. Masalah kemiskinan juga ditandai oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat. Berbagai indikator pembangunan manusia dan indikator kemiskinan manusia menunjukkan ketertinggalan Indonesia dibanding dengan beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Philipina. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2002 masih lebih rendah, dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) masih lebih tinggi dibanding negara-negara tersebut. Saat ini Indonesia hampir setara dengan Vietnam yang sepuluh tahun yang lalu jauh tertinggal di bawah Indonesia. Beberapa indikator IPM dan IKM tahun 2002 menunjukkan bahwa Indonesia lebih unggul dari Vietnam hanya pada tingkat pendapatan, akses terhadap air bersih dan kecukupan gizi balita, sedangkan tingkat pendidikan dan kesehatan berada sedikit di bawah Vietnam. Indonesia juga mempunyai masalah ketimpangan gender yang relatif lebih besar dibanding Thailand dan Filipina.
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
9
Gambar 2.1 Persentase KK Miskin Tiap Propinsi di Indonesia
Sumber: Peta Kemiskinan PNPM Mandiri Kemiskinan juga ditandai oleh adanya masalah ketimpangan antarwilayah. Kemiskinan di kawasan barat Indonesia dan kawasan timur Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda. Menurut data BPS, lebih dari 70% penduduk miskin berada di Jawa dan Bali karena lebih dari 60% penduduk Indonesia tinggal di kawasan ini. Namun, persentase penduduk miskin di luar Jawa dan Bali khususnya di kawasan Timur Indonesia jauh lebih tinggi. Fakta tersebut tampak pada grafik prosentase sebaran kemiskinan Indonesia di atas. Masalah kemiskinan di Indonesia masih didominasi kemiskinan di daerah perdesaan. Data Susenas 2004 menunjukkan bahwa penduduk miskin di perdesaan diperkirakan 69%, dan sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Jumlah petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 ha dipekirakan sekitar 56,5% (Sensus Pertanian, 2003). Tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di perdesaan cenderung lebih tinggi dari perkotaan. Masyarakat miskin perdesaan dihadapkan pada masalah rendahnya mutu sumberdaya manusia, terbatasnya pemilikan lahan, banyaknya rumahtangga Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
10
yang tidak memiliki asset, terbatasnya alternatif lapangan kerja, belum tercukupinya pelayanan publik, degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, lemahnya kelembagaan dan organisasi masyarakat, dan ketidakberdayaan dalam menentukan harga produk yang dihasilkan. Di sisi lain, masalah kemiskinan di daerah perkotaan juga perlu mendapat perhatian. Krisis ekonomi tahun 1997 memperlihatkan masyarakat kota masih rentan untuk jatuh ke bawah garis kemiskinan. Persentase penduduk miskin di perkotaan juga cenderung untuk terus meningkat. Pada umumnya masyarakat miskin perkotaan menjalani pengalaman kemiskinan yang berbeda dengan penduduk miskin perdesaan. Mereka lebih sering mengalami keterisolasian dan perbedaan perlakuan dalam upaya memperoleh dan memanfaatkan ruang berusaha, pelayanan administrasi kependudukan, air bersih dan sanitasi, pelayanan pendidikan dan kesehatan, serta rasa aman dari tindak kekerasan. Masyarakat miskin di kawasan pesisir dan kawasan tertinggal menghadapi permasalahan yang sangat khusus. Penduduk di kawasan pesisir umumnya menggantungkan hidup dari pemanfaatan sumberdaya laut dan pantai yang membutuhkan investasi besar, sangat bergantung musim, dan rentan terhadap polusi dan perusakan lingkungan pesisir. Mereka hanya mampu bekerja sebagai nelayan kecil, buruh nelayan, pengolah ikan skala kecil dan pedagang kecil karena memiliki kemampuan investasi yang sangat kecil. Nelayan kecil hanya mampu memanfaatkan sumberdaya di daerah pesisir dengan hasil tangkapan yang cenderung terus menurun akibat persaingan dengan kapal besar dan penurunan mutu sumberdaya pantai. Hasil tangkapan juga mudah rusak sehingga melemahkan posisi tawar mereka dalam transaksi penjualan. Di samping itu, pola hubungan eksploitatif antara pemiliki modal dengan buruh dan nelayan, serta usaha nelayan yang bersifat musiman dan tidak menentu menyebabkan masyarakat miskin di kawasan pesisir cenderung sulit untuk keluar dari jerat kemiskinan dan belitan utang pedagang atau pemilik kapal. Tekanan ekonomi yang terlalu kuat seringkali mendorong eksploitasi pekerja anak seperti anak yang dipekerjakan di jermal. Kondisi kemiskinan yang dialami oleh masyarakat miskin menyebabkan terjadinya pewarisan kemiskinan antar generasi. Masalah kemiskinan juga terkait dengan keterisolasian wilayah. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) menyebutkan sekitar 199 kabupaten termasuk kategori tertinggal yang sebagiah besar (60%) berada di Kawasan Timur Indonesia. Saat ini, komunitas adat terpencil tercatat sebanyak 205.029 KK atau sekitar 1,1 juta orang yang tersebar di 2.328 desa, 807 kecamatan, 211 kabupaten di 27 provinsi (Depsos, 2004). Masyarakat di daerah tertinggal dan komunitas adat terpencil seringkali menghadapi keterisolasian fisik, keterbatasan SDM dan kelangkaan prasarana dan sarana. Kondisi ini menyebabkan mereka tidak mampu memanfaatkan sumberdaya dan mengembangkan kegiatan ekonomi secara optimal. Keterisolasian dalam waktu yang lama cenderung menyebabkan apatisme masyarakat miskin. Kurangnya pelayanan pendidikan dan kesehatan Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
11
juga menyebabkan rendahnya kemampuan dan keterampilan. Kurangnya peluang yang tersedia di kawasan ini dan rendahnya pendidikan dapat mendorong migrasi gelap dan perdagangan manusia. Masalah kemiskinan juga menyangkut dimensi gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai peranan dan tanggungjawab yang berbeda dalam rumahtangga dan masyarakat, sehingga kemiskinan yang dialami juga berbeda. Laki-laki dan perempuan mempunyai akses, kontrol dan prioritas yang berbeda dalam pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan politik. Permasalahan yang terjadi selama ini adalah rendahnya partisipasi dan terbatasnya akses perempuan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Masalah mendasar lainnya adalah kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur sosio-kulutral masyarakat. Hal ini tercermin dari terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang baik, pendidikan yang lebih tinggi, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang luas. 2.3.2
Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Lampung
Visi penanggulangan kemiskinan di Provisi Lampung adalah TERWUJUDNYA MASYARAKAT MISKIN MENJADI SEJAHTERA. Untuk mencapai visi tersebut, dilaksanakan beberapa misi sebagai berikut. 1. Meningkatkan kualitas infrastruktur desa miskin/tertinggal dan masyarakat miskin. 2. Meningkatkan kualitas pembangunan masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin (penciptaan nilai tambah, peningkatan pendapatan). Strategi dan program untuk mencapai visi da misi adalah sebagai berikut. 1. Strategi 1: pemberdayaan masyarakat secara terpadu (provinsi/kabupaten/kota, daerah tertinggal dan daerah isolasi) melalui pendekatan wilayah dengan fokus percepatan pembangunan perdesaan, pemenuhan hak atas perumahan dan pemenuhan hak atas air bersih dan sanitasi. Strategi ini memiliki proram prioritas, yaitu: a. Program pembangunan infrastruktur perdesaan; b. Program pemberdayaan komunitas perumahan, pengembangan perumahan dan lingkungan sehat perumahan; c. Program penyediaan dan pengelolaan air baku serta pengembangan pengelolaan air minum dan air limbah; d. Program pembukaan isolasi daerah melalui swakelola dan padat karya; dan e. Program bantuan pembangunan kecamatan dan desa. 2. Strategi 2: pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan multisektor dengan fokus pemenuhan hak atas pangan, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, rasa aman, berpartisipasi dan perwujudan keadilan dan kesetaraan gender. Strategi ini memiliki proram prioritas, yaitu: a. Program peningkatan ketahanan pangan; b. Program beras untuk keluarga miskin;
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
12
c. Program peningkatan upaya kesehatan masyarakat, keluarga berencana, pelayanan kesehatan penduduk miskin; d. Program wajib belajar 9 tahun, peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, peningkatan pendidikan menengah, non formal dan anak usia dini bantuan pendidikan dan bos terutama anak yang tidak mampu; e. Program pemberdayaan fakir miskin komunitas adat dan penyandang masalah kesejahteraan sosial; f. Program peningkatan keterampilan dan perluasan kesempatan kerja melalui wirausaha, pengembangan ndustri kecil menengah, pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, pemanfaatan kawasan hutan industri, peningkatan produksi pertanian (kebun, ternak, ikan, pangan) dan pengembangan sistem pendukung usaha bagi usaha mikro kecil menengah; g. Program peningkatan keamanan dan kenyamanan lingkungan; h. Program pemberdayaan masyarakat pedesaan dalam partisipasi pembangunan.; i. Peningkatan peran perempuan dan kesetaraan gender j. Peningkatan pelaksanaan monitoring dan evaluasi
2.4 Daerah Tertinggal Daerah tertinggal adalah daerah Kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Pembangunan daerah tertinggal ini berbeda dengan penanggulangan kemiskinan dalam hal cakupan pembangunannya. Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah maju). Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah. Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan program pembangunan daerah tertinggal yang lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang kondisi sosial, budaya, ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur masih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya. Kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada daerah yang secara geografis terisolir dan terpencil seperti daerah perbatasan antarnegara, daerah pulau-pulau kecil, daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana. Di samping itu, perlu perhatian khusus pada daerah yang secara ekonomi mempunyai potensi untuk maju namun mengalami ketertinggalan sebagai akibat terjadinya konflik sosial maupun politik.
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
13
BAB III. METODE PELAKSANAAN
3.1
Informasi Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung dengan informasi kegiatan sebagai berikut. 1. Nama kegiatan : Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung 2. Lokasi kegiatan : Provinsi Lampung 3. Waktu pelaksanaan : 90 hari 4. Sumber dana : APBD Provinsi Lampung 5. Tahun anggaran : TA. 2009
3.2
Batasan Operasional
Kegiatan Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat di Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung dilakukan dengan batasan pengertian sebagai berikut. Pemberdayaan masyarakat adalah Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya. Ekonomi Kerakyatan adalah ekonomi dapat dikembangkan dan yang jelas dilaksanakan, karena yang diberdayakan adalah orangnya, pelakunya. Desa tertinggal adalah desa yang kondisi infrastrukturnya sangat minim dengan jumlah lapangan kerja dan berbagai fasilitas penunjang lainnya sangat kurang, antara lain sarana pendidikan, kesehatan, air bersih, listrik dan ketersediaan BBM yang bila terus berlanjut akan menjadi masalah yang serius dan bisa menyebabkan terjadinya kerawanan pangan dan air bersih. (Kalteng.go.id). Penduduk Miskin didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
3.3
Metodologi
Kegiatan Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung dilakukan dengan metode deskriptif. Beberapa langkah penting di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
14
1. Pengumpulan data berupa hasil studi, data observasi, laporan-laporan SKPD, dokumentasi, dan lain-lain. Pengumpulan data sekunder akan ditunjang dengan pengumpulan data primer dan penggunaan teknik observasi. 2. Analisis data dan informasi yang terhimpun menggunakan teknik analisis tertentu. 3. Koordinasi dan diskusi dengan pihak-pihak terkait bidang ekonomi dan pengembangan wilayah (khususnya wilayah tertinggal). 4. Penyajian hasil dalam buku Laporan Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung yang dilengkapi dengan laporan dalam bentuk soft copy.
3.4
Ruang Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut. 1. Menghimpun data dan dokumentasi tentang situasi kemiskinan di Provinsi Lampung. 2. Menghimpun data dan informasi tentang potensi-potensi pengembangan ekonomi kerakyatan di kantung-kantung kemiskinan di Provinsi Lampung. 3. Menyajikan analisa dan evaluasi perkembangan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan serta menyusun alternatif formula pengembangan ekonomi kerakyatan di pedesaan tertinggal penduduk miskin di Provinsi Lampung.
3.5
Organisasi Pelaksana
Kegiatan Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung terdapat pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Lampung. Pelaksanaan pekerjaan ini dilaksanakan oleh pihak ketiga (konsultan), dalam hal ini konsultan yang ditunjuk adalah PT. Mitra Identic. Konsultan bertanggungjawab kepada pemberi pekerjaan/Pemimpin Kegiatan. Dalam pelaksanaan secara operasional konsultan berkonsultasi dan bekoordinasi dengan pihak-pihak terkait.
3.6
Tenaga Ahli
Tenaga ahli yang terlibat di dalam pelaksanaan kegiatan Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut. 1. Ahli Ekonomi Pembangunan (Ketua Tim). 2. Ahli Manajemen. 3. Ahli Ekonomi. Dalam pelaksanaan kegiatan tenaga ahli di atas dibantu oleh beberapa orang tenaga pendukung yaitu operator komputer dan tenaga administrasi. Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
15
3.7
Jadwal Kegiatan
Jadual pelaksanaan kegiatan Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung sebagaimana tabel berikut. Tabel 3-1.
Jadual pelaksanaan kegiatan
No Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Minggu ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Persiapan administrasi dan teknis Laporan Pendahuluan Pengumpulan data Pengolahan data dan editing Laporan Antara (draft Laporan Akhir) Ekspos / seminar hasil Perbaikan draft laporan Laporan Akhir Perbanyakan laporan
BAB IV. HASIL KAJIAN dan PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Perekonomian di Provinsi Lampung Nilai PDRB Provinsi Lampung berdasarkan harga konstan tahun 2000 Pada tahun 2005, mencapai Rp.29,32 trilliun dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 3,76%. Sedangkan pada tahun 2006, mencapai Rp.30,66 trilliun dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,76%. Lapangan usaha yang paling dominan adalah sektor pertanian dengan konstribusi sebesar 42,35%, disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (15,79%) dan sektor industri pengolahan (13,32%). Berdasarkan tipologinya, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat Lampung secara umum dapat diklasifikasi dalam 5 (lima) kategori aktivitas usaha, sebagai berikut. 1. Hortikultura dan Perkebunan Rakyat.
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
16
2.
3.
4.
5.
Pengembangan usaha hortikultura ini terdapat di daerah-daerah perbukitan dan pegunungan, seperti sebagian kabupaten Lampung Barat. Sedangkan perkebunan rakyat lebih menyebar di berbagai kabupaten. Perkebunan kopi misalnya, banyak terdapat Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Lampung Utara, sedangkan perkebunan kakao terdapat banyak dijumpai di Kabupaten Pesawaran dan Kabupaten Tanggamus. Pertanian Tanaman Pangan. Usaha Pertanian Tanaman Pangan di Provinsi Lampung seperti padi, jagung dan lain-lain terdapat di semua kabupaten dengan kapasitas produksi yang beragam. Pesisir (Perikanan dan Kelautan). Pada masyarakat yang berdomisili di wilayah pesisir seperti wilayah Krui di Kabupaten Lampung Barat, Kota Agung di Kabupaten Tanggamus, Labuhan Maringgai di Kabupaten Lampung Timur, pantai timur Kabupaten Tulang Bawang dan wilayah Kalianda di Kabupaten Lampung Selatan memanfaatkan laut sebagai sumber usahanya, meskipun usaha-usaha lain juga digeluti oleh masyarakat. Perindustrian. Perindustrian lebih banyak berkembang di wilayah Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Tulangbawang, dan Kabupaten Lampung Timur. Industri yang berkembang di wilayah-wilayah tersebut seperti industri gula tetes, tapioka, minyak sawit, pengalengan nanas, dan lainlain. Perdagangan. Sesuai dengan karakteristik wilayah perkotaan, selain perdagangan umum aktivitas berdagangan rakyat juga berkembang. Perdagangan hasil produksi pertanian dan perkebunan yang dihasilkan oleh masing-masing daerah menjadi salah satu pilihan aktivitas perdagangan rakyat.
4.1.1
Kondisi Perekonomian Desa Tertinggal Daerah Sasaran Survei
Secara umum perekonomian masyarakat di pedesaan tertingal masih bertumpu pada usaha pertanian dan perkebunan rakyat, di samping usaha perdagangan. Usaha yang menjadi pilihan masyarakat umumnya dilakukan secara turuntemurun, meskipun pola pengelolaannya saat ini secara bertahap menjadi lebih baik dengan penerapan teknologi yang dapat dijangkau oleh kemampuan sumberdaya yang dimiliki. Dari sisi pendapatan (income) masyarakat relatif hanya mampu memenuhi kebutuhan pokok minimum untuk makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dasar dan air bersih. Perdesaan tertinggal yang menjadi desa terpilih sebagai sasaran survei mengacu pada tipologi desa yang terbagi menjadi daerah produksi pertanian tanaman pangan, daerah perkebunan rakyat, daerah hortikultura, daerah pesisir, daerah industri, dan daerah perdagangan. Desa-desa dapat mewakili sebagian besar karakteristik daerah miskin yang ada di Provinsi Lampung yang menjadi sasaran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan. Daerah yang disurvei adalah sebagai berikut.
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
17
1. Pekon Watas dan Pekon Liwa Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat. 2. Kampung Tanjung Harapan dan Kampung Wira Buana Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah. 3. Kampung Swastika Buana Kelompok dan Kampung Tanjung Harapan Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah. 4. Desa Marga Sari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. 5. Desa Kota Agung Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara.
4.1.2 Program Pemberdayaan Perekonomian Perdesaan Tertinggal Daerah Sasaran Survei Program Pemberdayaan perekonomian masyarakat di daerah-daerah yang menjadi sasaran survei sudah berlangsung dari tahun 1998 melalui Program PPK. Program PPK sendiri selama kurun waktu tahun 1998—2002 telah dilaksanakan di 785 Desa 39 kecamatan yang tersebar di 6 (enam) kabupaten di Provinsi Lampung. Malalui program tersebut pemerintah memberikan stimulus bagi pemberdayaan perekonomian masyarakat dengan kegiatan yang dikenal dengan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Selain UEP, PNPM Mandiri Perdesaan memiliki juga program yang diarahkan bagi pemberdayaan perempuan yang dikenal dengan istilah Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Usaha Ekonomi Produktif (UEP) atau Usaha kelompok kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang menjadi sasaran survei sebagai berikut. 1. Usaha kelompok SPP Sinar Harapan (bergerak di bidang pertanian) di Pekon Watas dan Usaha kelompok SPP Merak (bergerak di bidang usaha Perdagangan) di Pekon Liwa Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat. 2. UEP di bidang peternakan ayam dan pengolahan tapioka di Kampung Swastika Buana, serta UEP di bidang perdagangan saprotan di Kampung Tanjung Harapan, keduanya di Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah. 3. SPP di Desa Marga Sari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. 4. SPP dan UEP di Desa Kota Agung Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara
4.2 Hasil Observasi dan Analisis 4.2.1 Hasil Observasi Lapangan Hasil observasi lapangan yang dilakukan melalui survei dan jawaban kuesioner yang didapat dari 40 responden di desa sasaran adalah sebagai berikut. 1. Dalam upaya mengembangkan usaha yang digelutinya, secara umum masyarakat menghadapi kendala permodalan dan keterbatasan manajemen
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
18
pengelolaan usaha, seperti distribusi hasil produksi serta manajemen pengelolaan modal. 2. Dari sisi manajemen pengelolaan usaha UEP dan SPP, dicapai skor sedang. Menurut responden, pada tahap penyusunan rencana prosesnya cukup baik. namun pada tahapan berikutnya fungsi menajemen yang kurang diimplementasikan. 3. Eksistensi UEP/SPP menghasilkan angka skor cukup atau yang menunjukkan bahwa responden menganggap keberadaan program UEP/SPP bermanfaat bagi anggota. 4. Jawaban responden terhadap pengaruh program UEP/SPP terhadap penghasilan keluarga menunjukkan rata-rata keberadaan UEP cukup membantu dan meningkatkan penghasilan keluarga. 5. Dalam konteks manfaat UEP/SPP terhadap perekonomian desa, skor yang didapat dari jawaban responden pada kuesioner adalah sedang. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai merasakan dampak positif dari keberadaan program UEP/SPP terhadap perekonomian desa secara makro. 6. Dalam konteks kesesuaian jenis usaha UEP/SPP dihasilkan jawaban rata-rata responden terhadap kuesioner dalam skor sedang. Hal ini menunjukkan bahwa responden menganggap jenis usaha yang mereka lakukan cukup sesuai dengan minat mereka. 7. Dalam konteks potensi wilayah yang mendukung jenis usaha UEP/SPP, jawaban responden rata-rata baik. Hal ini menunjukkan bahwa responden menganggap potensi wilayah cukup mendukung jenis usaha yang dikembangkan UEP/SPP. 8. Pengaruh lingkungan dalam menunjang program UEP/SPP oleh responden masih dianggap sedang. Kontribusi para pemangku kepentingan, khususnya aparat, sangat tergantung pada kesadaran individu aparat bersangkutan. 9. Sebagian besar responden berpendapat bahwa keberadaan konsultan atau fasilitator program cukup membantu proses masyarakat mewujudkan program dan pengelolaan usaha. 10. Rata-rata responden berpendapat bahwa prosedur penyelenggaraan program terhadap kemampuan masyarakat dalam mengikuti setiap tahapan cukup. Hal ini berarti responden menganggap masyarakat dapat melalui setiap prosedur penyelenggaraan program pemberdayaan ekonomi melalui PNPM Mandiri Perdesaan dengan mudah.
4.2.2
Analisis Hasil Observasi
Sebagian besar masyarakat di daerah sasaran survei mengeluti usaha pertanian tanaman pengan dan perkebunan rakyat. Namun ada pula daerah-daerah yang masyarakat juga mengembangkan hortikultura seperti di Lampung barat. Pendapatan hasil usaha masih belum sepenuhnya seimbang dengan kebutuhan dasar, apalagi dibandingkan dengan tingkat inflasi. Kendala yang dihadapi masyarakat antara lain; Pemenuhan modal kerja, manajemen pengelolaan usaha, dan keterbatasan informasi pasar, akses pasar, dan pengadaan sarana produksi pertanian.
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
19
4.2.2.1
Faktor Utama yang Mempengaruhi Tingkat Keberhasilan UEP/SPP pada Daerah Sasaran Survei
Secara umum usaha yang menjadi pilihan masyarakat berdasarkan perencanaan dapat di kategorisasi menjadi 2 (dua), sebagai berikut. 1. Pilihan Investasi pengembangan usaha yang memang telah digeluti oleh anggota kelompoknya. Pola ini lebih banyak di kembangkan melalui penyerapan dana SPP. 2. Pilihan investasi pengembangan usaha baru. Pada tahap perencanaan masyarakat menganggap pilihan investasi ini cukup potensial. Namun anggota kelompok tidak memiliki pengalaman dalam pengelolaan usaha tersebut Faktor peranan para pemangku kepentingan mendorong dibutuhkannya kesadaran para pemangku kepentingan dalam hal ini pihak-pihak yang terkait secara langsung di dalam program. Berdasarkan fakta tersebut, maka lingkungan penunjang program (dalam hal ini adalah para pemangku kepentingan) memiliki peran penting terhadap keberhasilan program dan perlu dipersiapkan dengan lebih baik.
4.2.2.2
Manfaat Program Pemberdayaan Bagi Penduduk Miskin di Daerah Sasaran Survei
Dari sisi manfaat yang diterima masyarakat, para reponden khususnya anggota UEP/SPP yang berhasil dalam usahanya menganggap program pemberdayaan penduduk miskin Perdesaan tertinggal (PNPM Mandiri Perdesaan) ini cukup memberikan dampak bagi peningkatan pendapatan keluarga. Income yang diperoleh dari kegiatan usaha mereka secara bertahap mulai membantu upayanya memenuhi kebutuhan. Di daerah-daerah seperti Kecamatan Balik Bukit misalnya, dengan tingkat pengembalian modal yang cukup baik, keberadaan program pemberdayaan ekonomi penduduk miskin telah pula berdampak terhadap perekonomian desa/pekonnya. Tingkat Pengembalian modal yang cukup memungkinkan adanya perguliran modal, hal mendorong tumbuhnya kelompokkelompok usaha baru.
4.2.2.3
Sektor Ekonomi Unggulan
Program pemberdayaan ekonomi penduduk miskin Perdesaan tertinggal seperti pengembangan kelompok UEP/SPP diharapkan mampu meningkatkan produktivitas perekonomian perdesaan. Secara teoritis hal ini merupakan suatu korelasi yang saling melengkapi, namun demikian berdasarkan observasi lapangan didapati fakta bahwa kelompok UEP/SPP mengalami perkembangan yang bervariasi karena usaha produktif kelompok UEP/SPP belum dikelola dengan dengan optimal, terutama dalam pengelolaan keuangan.
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
20
Hasil Observasi menunjukkan bahwa kelompok usaha yang mengalami perkembangan positif adalah kelompok-kelompok yang mengembangkan usaha sesuai dengan tipologi wilayahnya.
4.2.2.4
Potensi Peningkatan Perekonomian Rakyat Miskin di Perdesaan Tertinggal
Dari sisi kebijakan yang diambil oleh Pemerintah melalui PNPM Mandiri Perdesaan mendapat tanggapan yang cukup antusias dari masyarakat penerima manfaat terutama yang telah menjadi anggota UEP/SPP yang mulai berkembang. Namun demikian, dari sisi kemandirian sebagian besar dari masyarakat masih sangat tergantung dengan konsultan manajemen program khususnya pada aspek pengelolaan administrasi. Sebagaimana layaknya usaha kelompok yang membutuhkan penanganan secara baik dan terukur para pengelolaaan usaha mengalami kesulitan dalam manajemen pengelolaan. Masyarakat, dalam hal ini pengelola usaha diharapkan secara bertahap dapat berdaya. Pada tahap awal pembentukan usaha memang selayaknya didampingi dan bimbingan. Tetapi secara bertahap para pengelola usaha harus meningkatkan kemampuannya untuk mengelola usaha yang dikembangkan sehingga target kemandirian secara swa kelola baik dalam perencanaan maupu penataan program kerja sebagai salah satu misi program dapat tercapai.
4.2.3
Model Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Miskin di Perdesaan Tertinggal
Berdasarkan kajian terhadap model pengembang kelompok usaha masyarakat yang sesuai untuk digunakan dalam Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Miskin di Perdesaan Tertinggal melalui Program Pengembangan Usaha Kelompok secara umum sebagai berikut. 1. Tahap Perencanaan meliputi tahapan: a. Sosialisasi Program melalui Musyawarah Desa. Tahap ini diperlukan agar masyarakat desa dan para pemangku kepentingan secara luas memahami visi dan misi program, sehingga masing-masing pihak dapat berperan terhadap upaya mewujudkan keberhasilan program. Pada tahap ini, harus mampu menjelaskan dan mempertegas peran masing-masing elemen dalam pengelolaan program. b. Pembentukan struktur organisasi pengelola program. Pada tahap ini dilakukan pembentukan struktur organisasi pengelola kegiatan sekaligus perekrutan personil pengurus organisasi yang nantinya akan bertugas mengkoordinasikan kegiatan di desa dan mengelola administrasi, serta keuangan program. c. Penggalian Gagasan Usaha. Pada tahap ini dilakukan pemetaan terhadap Rumah Tangga Miskin Partisipatif. Hasil pemetaan inilah yang nantinya menjadi acuan dalam penetapan sasaran program. Di forum ini, pengurus organisasi melakukan proses untuk menemukenali gagasan-gagasan dalam upaya mengatasi permasalahan kemiskinan yang dihadapi. Pada tahap ini pula dilakukan pula invetarisasi potensi yang ada di dalam masyarakat. Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
21
d. Penetapan sasaran program dan jenis usaha yang akan dikembangkan dengan memperhatikan tingkat kesejahteraan dan prioritas penanggulangan. Pengelola program menetapkan daftar penerima manfaat. Pada tahap ini jenis usaha yang akan dikembangkan ditetapkan dengan memperhatikan ketersediaan sumberdaya wilayah setempat sesuai karakteristik wilayah daerah tersebut (manusia baik secara kualitas maupun kuantitas, alam, ekonomi). e. Mengadakan pelatihan-pelatihan. Tahap ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu pelatihan manajemen organisasi bisnis yang hanya diikuti oleh pengurus kelompok usaha dan pelatihan proses produksi usaha yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok usaha. 2. Tahap Proses Produksi, meliputi kegiatan-kegiatan: a. mempersiapkan kegiatan usaha; b. melakukan proses produksi; dan c. melakukan quality control terhadap hasil produksi. 3. Tahap Distribusi dan Pemasaran meliputi kegiatan-kegiatan: a. menentukan dan melakukan negosiasi penjualan; b. melaksanakan pengiriman produk sesuai dengan pesanan; dan c. melakukan survei pasar untuk menentukan kekuatan produk hasil produksi di pasaran; 4. Tahap Evaluasi dan Monitoring meliputi kegiatan-kegiatan: a. mengevaluasi kemajuan usaha secara berkala melalui rapat internal yang difasilitasi oleh pendamping; b. monitoring proses produksi sesuai standar yang disepakati; c. melakukan monitoring laporan keuangan; dan d. melakukan evaluasi terhadap tingkat produktivitas usaha yang dikembangkan yang difasilitasi oleh pendamping bersama pengurus organisasi pengelola program.
4.2.4 Model Pengembangan Kelompok Usaha Berdasarkan Potensi dan Tipologi Model pengembangan kelompok usaha berdasarkan potensi wilayah yang sesuai untuk digunakan dalam Program Pemberdayaan Rakyat Miskin di Perdesaan Tertinggal melalui kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan sebagai berikut. 1. Wilayah yang Memiliki Potensi Pertanian Hortikultura dan Perkebunan Rakyat. a. Tahap Perencanaan meliputi: Penetapan jenis usaha yang akan dikembangkan sesuai dengan hasil observasi lapangan, maka Program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan dapat diarahkan pada pembentukan usaha (a) Simpan pinjam modal, (b) kelompok usaha pengadaan sarana produksi, atau (c) kelompok usaha pedagang pengumpul hasil produksi, dan (d) pengolahan hasil produksi perkebunan. Di daerah penghasil kopi, home industry pengolahan kopi menjadi kopi bubuk cukup potensial untuk dikembangkan. Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
22
-
Mengadakan pelatihan-pelatihan. Tahap ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu; (a) Pelatihan manajemen organisasi bisnis yang hanya diikuti oleh pengurus kelompok usaha; dan (b) Pelatihan proses produksi usaha yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok usaha. Pelatihan bagi anggota kelompok usahatani hortikultura serta kopi dan atau sejenis dapat dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, pihak swasta supplier pupuk dan obat-obatan, dan lain-lain. Untuk kelompok usaha home industry pengolahan kopi, pelatihan dapat dilakukan dengan melibatkan pihak dari Dinas Koperasi dan Perindustrian atau pihakpihak lain yang memiliki tenaga ahli pengolahan hasil pertanian (khususnya pengolahan kopi). b. Tahap Proses Pelaksanaan kegiatan Usaha meliputi: Mempersiapkan dan melakukan pengadaan sarana produksi dan bahan baku. Untuk wilayah dengan potensi hortikultura dan perkebunan rakyat (kopi) pengadaan sarana produksi relatif lancar dan tersedia, kecuali pupuk yang kadang kala mengalami permasalahan pendistribusian. Untuk mengatisipasi kesulitan pupuk, petani perlu melakukan alternatif pengadaan pupuk selain pupuk kimia seperti pupuk kompos (organik). Pemakaian pupuk jenis ini memiliki nilai ekologis yang tinggi karena bersifat organik. Melaksanakan proses produksi, aktivitas kegiatan usaha. Melakukan quality control terhadap hasil produksi atau kontrol terhadap aktivitas usaha sesuai dengan standar operasional kegiatan. c. Tahap Distribusi dan Pemasaran meliputi: Melakukan survei pasar untuk mengetahui tingkat permintaan pasar terhadap produk yang dihasilkan. Survei pasar dilakukan baik di dalam wilayah kabupaten sendiri, di Provinsi Lampung, ataupun di luar provinsi. Pasar produk hortikultura dari Kabupaten Lampung Barat atau daerah sentra hortikultura lainnya di Provinsi Lampung saat ini sebagian besar berada di dalam Provinsi Lampung atau sebagian dikirim ke pulau Jawa. Untuk membuka akses pasar yang luas dan kompetitif, petani hortikultura perlu menjalin banyak kerjasama dengan berbagai pihak seperti Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan, selain dengan pedagang-pedagang pengumpul dengan pola kerjasama yang menguntungkan semua pihak. Pemasaran produk home industry pengolahan kopi di samping membutuhkan upaya membuka akses dan hubungan pemasaran yang luas, juga perlu memperhatikan kemasan yang praktis dan aman serta aspek kualitas dan rasa. Menentukan dan melakukan negosiasi penjualan. Melaksanakan pengiriman produk sesuai dengan pesanan. d. Tahap Evaluasi dan Monitoring meliputi: Mengevaluasi kemajuan usaha secara berkala melalui rapat internal difasilitasi oleh pendamping/fasilitator program. Monitoring proses produksi sesuai standar yang disepakati Melakukan monitoring laporan keuangan.
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
23
-
Melakukan evaluasi terhadap tingkat produktivitas kelompok usaha oleh pendamping/fasilitator bersama pengurus organisasi pengelola program. 2. Wilayah yang Memiliki Potensi Pertanian Tanaman Pangan a. Tahap Perencanaan meliputi: Penetapan usaha yang akan dikembangkan. Sesuai dengan hasil observasi lapangan, maka Program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan dapat diarahkan pada pembentukan usaha simpan pinjam modal kerja, kolompok usaha pengadaan sarana produksi, atau kelompok usaha pedagang pengumpul hasil produksi. Mengadakan pelatihan-pelatihan tahap ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu pelatihan manajemen organisasi bisnis yang hanya diikuti oleh pengurus kelompok usaha dan pelatihan proses produksi usaha yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok usaha.. b. Tahap Proses Pelaksanaan Kegiatan Usaha meliputi : Mempersiapkan dan melakukan pengadaan sarana produksi Pertanian, atau persiapan lain sesuai dengan jenis usaha yang dikembangkan Melaksanakan proses produksi, aktivitas kegiatan usaha yang dikembangkan. Melakukan quality control terhadap hasil produksi untuk kelompok usaha penampung hasil produksi. Melakukan kontrol terhadap aktivitas usaha sesuai dengan standar operasional kegiatan. c. Tahap Distribusi dan Pemasaran meliputi: Melakukan survei pasar untuk mengetahui tingkat permintaan pasar terhadap produk yang dihasil. Menentukan dan melakukan negosiasi penjualan. Melaksanakan pengiriman produk sesuai dengan pesanan. d. Tahap Evaluasi dan Monitoring meliputi: Mengevaluasi kemajuan usaha secara berkala melalui rapat internal difasilitasi oleh pendamping. Monitoring proses produksi sesuai standar yang disepakati. Melakukan monitoring laporan keuangan. Melakukan evaluasi terhadap tingkat produktivitas kelompok usaha oleh pendamping bersama pengurus organisasi pengelola program. 3. Wilayah Pesisir Pantai yang Memiliki Potensi Perikanan a. Tahap Perencanaan meliputi: Penetapan jenis usaha yang akan dikembangkan. Dari hasil observasi, modal kerja dan sarana produksi menjadi kendala yang di hadapi. Dengan demikian, alternatif pengembangan kolompok usaha seperti (1) Simpan pinjam modal usaha, (2) pengadaan sarana produksi, atau (3) kelompok usaha pengolahan hasil laut dapat menjadi pilihan. Berdasarkan hasil observasi produksi ikan asin dapat menjadi pilihan untuk pengembangan usaha kelompok di daerah pesisir pantai.
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
24
-
Mengadakan pelatihan-pelatihan tahap ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu pelatihan manajemen organisasi bisnis yang hanya diikuti oleh pengurus kelompok usaha dan pelatihan proses produksi usaha yang diikuti oleh seluruh anggota kolompok usaha. Khusus untuk usaha home industry alternatif pengolahan hasil laut, perlu diadakah pendekatan dengan Dinas Perikanan dan Kelautan dan Dinas UMK agar dapat dilakukan pelatihan-pelatihan pengembangan keterampilan masyarakat pesisir. b. Tahap Proses Produksi meliputi: Mempersiapkan atau pengadaan sarana produksi. Pengadaan bahan baku. Melakukan quality control terhadap hasil produksi. c. Tahap Distribusi dan Pemasaran meliputi: Melakukan survei pasar untuk menentukan kekuatan produk hasil produksi di pasaran. Pasar produksi home industry pengolahan ikan asin relatif besar mengingat cukup tingginya konsumsi ikan asin oleh masyarakat lokal. Rancangan prospektif ke depan, hasil produksi home industry pengolahan ikan asin dapat menembus pasar di luar daerah terutama pulau Jawa. Menentukan dan melakukan negosiasi penjualan. Melaksanakan pengiriman produk sesuai dengan pesanan. d. Tahap Evaluasi dan Monitoring meliputi: Mengevaluasi kemajuan usaha secara berkala melalui rapat internal difasilitasi oleh pendamping. Monitoring proses produksi sesuai standar yang disepakati Melakukan monitoring laporan keuangan. Melakukan evaluasi terhadap tingkat produktivitas kelompok usaha oleh pendamping bersama pengurus pengurus organisasi pengelola program. 4. Wilayah Perkotaan yang Memiliki Potensi Perdagangan a. Tahap Perencanaan meliputi: Penetapan jenis usaha yang akan dikembangkan dengan memperhatikan ketersediaan sumber-sumber ekonomi daerah setempat sesuai karakteristik wilayah daerah tersebut. Hasil observasi menunjukkan pengembangan usaha pedagang kecil sangat potensial untuk dikembangkan, maka pendamping dapat memprioritaskan pengembangan simpan pinjam modal pedagang kecil.. Mengadakan pelatihan-pelatihan. Tahap ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu pelatihan manajemen organisasi bisnis yang hanya diikuti oleh pengurus kelompok usaha dan pelatihan proses produksi usaha yang diikuti oleh seluruh anggota kolompok usaha. b. Tahap Proses Pelaksanaan Usaha meliputi: Mancari sumber barang atau bahan baku produk yang akan dikelola dalam usaha perdagangan yang akan digeluti. Sumber barang dapat diperoleh melalui kerjasama dengan perusahaan-perusahaan distributor barang-barang konsumsi untuk memperpendek rantai tataniaga sehingga dapat diperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
25
Melaksanakan aktivitas perdagangan. Melakukan quality control terhadap produk yang diperdagangkan. c. Tahap Evaluasi dan Monitoring meliputi: Mengevaluasi kemajuan usaha secara berkala melalui rapat internal difasilitasi oleh pendamping. Monitoring perputaran modal usaha sesuai standar yang disepakati Melakukan monitoring laporan keuangan. Melakukan evaluasi terhadap tingkat produktivitas Kelompok Usaha oleh pendamping bersama pengurus pengurus organisasi pengelola program. 5. Wilayah dengan Potensi Hasil Hutan a. Tahap Perencanaan meliputi: Penetapan jenis usaha yang akan dikembangkan. Di wilayahwilayah yang memiliki potensi hasil hutan dapat dikembangkan usaha konservasi masyarakat, dengan spesifikasi konservasi yang sesuai dengan kondisi lingkungannya. Program Simpan Pinjam Kelompok Perempuan dapat diarahkan pada pembentukan kelompok simpan pinjam modal kerja, kolompok usaha pengadaan sarana produksi, atau kelompok usaha pedagang pengumpul hasil produksi. Mengadakan pelatihan-pelatihan tahap ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu pelatihan manajemen organisasi bisnis yang hanya diikuti oleh pengurus kelompok usaha dan pelatihan proses produksi usaha yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok usaha. b. Tahap Proses Pelaksanaan Kegiatan Usaha meliputi : Mempersiapkan dan melakukan pengadaan sarana produksi, atau persiapan lain sesuai dengan jenis usaha yang di kembangkan. Melaksanakan proses produksi, aktivitas kegitan usaha yang dikembangkan. Melakukan quality control terhadap hasil produksi untuk kelompok usaha penampung hasil produksi. Melakukan kontrol terhadap aktivitas usaha sesuai dengan standar operasional kegiatan. c. Tahap Distribusi dan Pemasaran meliputi: Melakukan survei pasar untuk mengetahui tingkat permintaan pasar terhadap produk yang dihasil. Menentukan dan melakukan negosiasi penjualan. Melaksanakan pengiriman produk sesuai dengan pesanan. d. Tahap Evaluasi dan Monitoring meliputi: Mengevaluasi kemajuan usaha secara berkala melalui rapat internal difasilitasi oleh pendamping. Monitoring proses produksi sesuai standar yang disepakati. Melakukan monitoring laporan keuangan. Melakukan evaluasi terhadap tingkat produktivitas Kelompok Usaha oleh pendamping bersama pengurus organisasi pengelola program.
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
26
4.2.5 Kerangka Kerja Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Miskin di Perdesaan Tertinggal
Visi PNPM Mandiri Perdesaan sebagai salah satu program pemberdayaan ekonomi rakyat miskin di pedesaan yang menjadi sasaran survei adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif; (3) pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal; (4) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; (5) pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan. Dalam rangka mencapai visi dan misi program seperti yang di kehendaki oleh program sejenis PNPM Mandiri Perdesaan, maka diperlukan suatu kerangka kerja program. Kerangka kerja yang dimaksudkan adalah sebagaimana tabel berikut.
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Program Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Miskin di Pedesaan Tertinggal diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 1. Sebagian besar ekonomi rakyat miskin di desa tertinggal di Provinsi Lampung sangat ditopang oleh sektor pertanian. Usaha yang digeluti oleh masyarakat miskin di desa tertinggal bervariasi. Pilihan usaha tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik wilayah terutama kondisi topografi wilayah yaitu daerah perbukitan dan bergunung, dataran berombak sampai bergelombang, dataran alluvial, rawa pasang surut, dan daerah pesisir pantai. 2. Kendala yang dihadapi oleh masyarakat miskin di desa tertinggal dalam mengembangkan usaha yang digeluti adalah (a) ketersediaan modal kerja/usaha; (b) akses pasar yang lemah; (c) akses sarana produksi/teknologi produksi; dan (d) lemahnya kemampuan sumberdaya manusia maupun teknologi dalam pengolahan hasil produksi. 3. Tingkat keberhasilan kelompok usaha yang telah dikembangkan melalui UEP/SPP sebagai bagian dari PNPM Fase I (Tahun 1998—2002) sampai Fase II (dimulai Tahun 2006) masih bervariatif. Fakta menunjukkan bahwa Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009
27
pengembangan usaha lebih berhasil dibandingkan dengan perintisan usaha baru. 4. Peran Pemangku kepentingan sangat mempengaruhi tingkat capaian keberhasilan program pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin. Para pelaku program masih belum memiliki kesadaran untuk memanfaatkan setiap kegiatan program bagi seluas-luasnya kepentingan Rumah Tangga Miskin (RTM). 5. Masyarakat miskin sebagai pihak penerima manfaat merasa terbantu dengan keberadaan program pemberdayaan perekonomian seperti UEP/SPP. 6. Pada setiap tipologi wilayah tertinggal terdapat beberapa bentuk usaha ekonomi rakyat yang potensial untuk dikembangkan sebagai alternatif pengembangan perekonomian masyarakat miskin di desa tertinggal, seperti; (a) home industry pengolahan kopi untuk wilayah dengan tipologi pertanian hortikultura dan perkebunan rakyat; (b) usaha perdagangan sarana produksi dan hasil produksi untuk wilayah dengan tipologi pertanian tanaman pangan; (c) usaha perdagangan sarana produksi dan home industry pengolahan hasil laut untuk wilayah dengan tipologi pesisir pantai (d) usaha pedagang kecil untuk wilayah perkotaan dengan potensi perdagangan; dan (e) usaha pedagang sarana produksi dan pengumpul hasil hutan untuk wilayah dengan tipologi hutan.
5.2
Rekomendasi
1. Dalam memilih jenis usaha yang tepat bagi penduduk miskin di desa tertinggal harus digunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat dengan pola perencanaan partisipatif, di mana masyarakat terlibat secara langsung dalam proses pemilihan usaha yang akan dikembangkan. 2. Tahap penetapan usaha bagi penduduk miskin di desa tertinggal akan lebih baik bila melalui studi kelayakan usaha. Studi kelayakan usaha ini melibatkan stakeholder seperti akademisi (para ahli), praktisi bisnis, dan pemerintah (pengambil kebijakan publik). 3. Akses permodalan yang berasal dari pemerintah perlu diperluas dan ditingkatkan hingga mencapai penduduk miskin di desa tertinggal baik yang bersifat bantuan bergulir maupun kredit lunak. 4. Perlu dilakukan pelatihan-pelatihan guna peningkatan kemampuan sumberdaya manusia penduduk miskin terutama pada aspek manajemen pengelolaan usaha. Seperti, pelatihan administrasi pengelolaan usaha dan pengelolaan keuangan usaha. Pemerintah dapat menstimulus program ini melalui penyelenggaraan pelatihan manajemen yang dilakukan melalui instansi terkait seperti Dinas Koperasi dan UKM di tingkat kabupaten.
Ringkasan Eksekutif Penelitian Pemberdayaan Perekonomian Rakyat Pedesaan Tertinggal Penduduk Miskin di Provinsi Lampung - 2009