BAB I PENDAHULUAN
1.1 1.1.1
Latar Belakang Pentingnya Pengembangan Kota yang Berkelanjutan Kota merupakan salah satu tolok ukur untuk melihat kemajuan peradaban
suatu bangsa karena kota menjadi suatu simbol kesejahteraan masyarakat yang tinggal didalamnya. Perkembangan
perkotaan
yang
semakin maju
menyebabkan semakin banyak aktivitas yang ditampung didalamnya. Banyaknya aktivitas yang terjadi serta semakin bertambahnya kepadatan penduduk yang ditampung menyebabkan konsumsi terhadap energi dan sumber daya menjadi semakin besar, akibatnya terjadi eksploitasi terhadap energi dan sumber daya semata-mata untuk membuat kota menjadi pembangkit ekonomi. Menurut Roger (1998) dalam
Egger (2005:1236) energi didunia tiga
perempatnya dikonsumsi di kota dan menjadi penyumbang tigaperempat polusi didunia. Kota menjadi suatu parasit yang menyerap sumber daya dan energi yang ada dibumi. Keadaan tersebut ditakutkan akan semakin luas dampak negatifnya terhadap dunia mengingat pertumbuhan penduduk yang akan semakin meningkat karena dalam UNCHS 2001 PBB memprediksi bahwa pada tahun 2030 lebih dari 60% manusia akan tinggal di kota. Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh kota akibat beragam aktivitas dan konsentrasi pertumbuhan penduduk yang semakin banyak maka kota mendapatkan perhatian dari dunia. Kota didorong untuk menjadi suatu tempat yang layak untuk ditinggali tanpa menimbulkan dampak yang buruk untuk lingkungan dan orang yang tinggal didalamnya. Kota berkelanjutan hadir sebagai suatu solusi untuk membangun kota yang lebih ramah lingkungan tanpa mengurangi atau mengorbankan kebutuhan generasi
mendatang.
Kota
yang
berkelanjutan
dalam
mewujudkannya
dibutuhkan strategi pendekatan pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Menurut Moughtin & Shirley (2005:86) dalam mewujudkan pembangunan kota yang berkelanjutan aspek lingkungan mendapat perhatian yang lebih besar dari
1
sosial
dan
ekonomi
karena
aspek
ekonomi
dan
sosial
mempunyai
ketergantungan yang besar pada lingkungan. Apabila terjadi hal yang buruk terhadap lingkungan aspek ekonomi dan sosial akan terganggu karena aspek ekonomi dan sosial yang baik didorong oleh aspek lingkungan yang baik pula. Saat ini banyak negara-negara di dunia menerapkan konsep sustainable city dimana dalam perkembangannya kota tersebut dapat meminimalkan dampak yang merugikan terhadap lingkungannya serta dapat mendorong kenyamanan dan kesejahteraan bagi penghuninya. Hal ini sesuai dengan konsep Sustainble Habitat System yang di kembangkan oleh Universitas Kyushu Jepang pada tahun
2007.
Konsep
tersebut
muncul
karena
keprihatinan
semakin
berkembangnya pembangunan tetapi menghasilkan dampak lingkungan yang tidak sedikit, dampak lingkungan tersebut kemudian menyebabkan kualitas hidup masyarakat menjadi semakin rendah. Konsep Sustainble Habitat System dimodelkan melalui persamaan T= W-D. Dimana untuk menciptakan suatu habitat yang berkelanjutan Troughput harus menghasilkan nilai yang maksimum. Untuk mendapatkan kondisi tersebut nilai Walfare haruslah dalam kondisi yang maksimum juga, yang dapat diraih melalui aspek safety, relief, health, sense dan comfort. Selain itu Damage haruslah ditekan sekecil mungkin terutama dampak pada lingkungan yang dapat mempengaruhi Life Cycle Energy, Life Cycle CO2 dan Life Cycle Cost. Ketika walfare ditingkatkan melalui peningkatan kualitas lingkungan yang baik maka Life Cycle Energy, dan Life Cycle CO2 akan berjalan dengan baik hal ini akan berpengaruh pula terhadap Life Cycle Cost sehingga dampak buruk terhadap lingkungan dapat diminimalkan bahkan lingkungan akan menjadi lebih nyaman untuk ditinggali.
1.1.2
Modelling sebagai Alat Penilaian Kota Berkelanjutan Modeling dalam beberapa penelitian digunakan sebagai alat untuk
mensimulasikan suatu keadaan, kawasan atau kota. Menurut Brown (2002) dalam Henrıquez et al (2006:945) kemampuan modeling dan mensimulasi beragam skenario pertumbuhan urban merupakan suatu yang penting dan maju untuk penelitian tentang perubahan penggunaan lahan. Salah satu cara yang secara tepat mengevaluasi lingkungan dan konsekuensi sosial dari fragmentasi
2
lanskap adalah dengan modeling proyeksi yang secara spasial merupakan pola perubahan penggunaan lahan. Dalam hubungannya antara kota yang berkelanjutan dan modelling, modelling digunakan sebagai alat untuk menilai keberlanjutan sebuah kota atau kawasan. Banyak teknik dalam penggunaan modeling antara lain berupa bagan/skema, land use, maupun model suatu bangunan-bangunan di suatu kawasan. Dalam Artikel Jurnal berjudul Understanding Ecosystem Services Trade-offs
with
Interactive
Procedural Modeling for Sustainable Urban
Planning, modeling digunakan untuk menilai keberlanjutan suatu ecosystem services (layanan ekosistem), dengan menggunakan pola pengukuran
nilai
interaktif yang dapat dilihat pada hasil akhirnya. Dengan menggunakan modelling ini dapat di pelajari dampak-dampak yang akan terjadi pada suatu lansekap di suatu layanan ekosistem, selain itu modeling ini dapat menjadi alat investigasi sebuah tarik menarik layanan ekosistem di sebuah lingkungan terhadap suatu kota. Modeling juga dapat mengukur kebutuhan suatu area akan supply energi yang berkelanjutan dalam menciptakan kota dengan nol emisi. Dalam Artikel Jurnal Parametric Systems Modeling for Sustainable Energy and Resource Flows in Buildings and Their Urban Environment, modelling PSM (Parametrik System Modeling) digunakan sebagai alat yang akan membantu melihat kontribusi hubungan desain dan kontribusinya terhadap yang lain, untuk memahami efek desain dalam sebuah sistem yang kompleks dan bervariasi. Menggunakan modelling dalam penelitian, mayoritas studi dilakukan di Amerika Serikat, Eropa, dan Asia (terutama di kota-kota Cina yang berkembang pesat). Modeling merupakan alat yang saat ini dinilai paling tepat untuk menilai keberlanjutan
sebuah
kota
karena
paling
detail
dan
lengkap
dalam
mengkategorikan aspek-aspek apa saja yang akan dinilai. Modeling dengan teknik memodelkan suatu bangunan atau kawasan didukung dengan software yang dapat mengkalkulasi secara matematika dengan menginput data-data berupa besaran-besaran yang dapat diukur yang menjadi indikatornya. Outputnya dapat berupa grafik, gambar 2 dimensi, maupun 3 dimensi. Modelling dengan memodelkan suatu kawasan atau bangunan merupakan modeling yang paling akurat sejauh ini karena dinilai dapat menggambarkan kondisi lapangan secara nyata. Untuk menghitung kondisi nyata dilapangan beserta pengaruhnya
3
terhadap aspek-aspek lain misalnya seperti kondisi termal, pengunaan energi, aksesibilitas digunakan metode simulasi untuk menjalankan model kawasan atau bangunan tersebut. Dalam penelitian untuk mengukur keberlanjutan suatu kawasan belum ditemukan analisis dalam bentuk 3 dimensi kawasan yang menampilkan parameter-parameter kawasan berkelanjutan. Urban Modeling Interface (UMI) merupakan aplikasi baru dimana output data nya menampilkan bentuk 3 dimensi suatu kawasan berdasarkan penggunaan energi pada bangunan-bangunan didalamnya,
emisi
yang
dihasilkan
serta
peniliaian
aksesibilitas
dikawasannyanya. UMI merupakan aplikasi baru yang dikembangkan oleh Massachusetts Instititute of Technology (MIT) dan didukung oleh banyak pihak. Dengan menggunakan UMI diharapkan menjadi suatu kebaharuan dalam penelitian tentang kota yang berkelanjutan.
1.1.3
Potensi Pengembangan Titik Nol Kilometer untuk Menjadi Kawasan Berkelanjutan Titik Nol Kilometer merupakan ruang terbuka yang ada di Kota
Yogyakarta,lokasinya berada pada salah satu kawasan cagar budaya di Kota Yogyakarta masih di lingkup kawasan keraton. Titik Nol Kilometer ini merupakan ruang terbuka yang mempunyai karakter khas dan kuat. Titik Nol Kilometer dikelilingi oleh bangunan-bangunan bersejarah yang sampai saat ini masih terawat dengan baik dan masih digunakan. Dahulu kawasan Nol Kilometer lebih dikenal dengan “Simpang Air Mancur” karena masih berdiri bangunan air mancur ditengah persimpangan tersebut. Titik Nol Kilometer merupakan pusat kota menghubungkan area ekonomi, perdagangan,
wisata, serta pendidikan. Titik Nol Kilometerpun sangat padat
dengan kendaraan yang berlalu lalang. Gedung-gerdung bersejarah yang ada dikawasan tersebut masih aktif digunakan untuk kegiatan perkantoran. Perubahan bangunan di Jalan Maliboro (sebelah utara Titik Nol Kilometer) beberapa terjadi untuk mendukung kemajuan perekonomian disana. Kegiatan-kegiatan yang banyak diwadahi di Kawasan Titik Nol Kilometer akan membuat semakin padatnya lalu lintas, semakin banyaknya perubahan secara arsitektural dan lingkungan untuk mendukung perekonomian, hal ini dapat
4
memicu
kerusakan-kerusakan
lingkungan
penurunan kualitas hidup masyarakat.
yang
akan
berdampak
pada
Selain itu kegiatan-kegiatan yang
berlangsung di Titik Nol Kilometer yang semakin padat mengkonsumsi energi yang cukup banyak. Menurut Lanang (2009) dalam Prihandita (2014:6) ditinjau dari jenis energi yang digunakan premium menduduki peringkat pertama dan diikuti oleh listrik, minyak solar, minyak tanah dan LPG. Sesuai dengan rencana induk kota pusaka bahwa perencanaan Kota Yogyakarta akan dikembalikan seperti identitasnya dimasa lalu yang nyaman. Dimana aspek-aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan berintegrasi membentuk suatu kota yang berkelanjutan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari rencana induk kota pusaka tersebut sejalan dengan konsep sustainable city atau kota berkelanjutan. Dimana kota berkelanjutan dapat di nilai dari penggunaan lahan yang efisien, aksesibilitas kawasan, banyaknya sampah dan polusi yang dihasilkan, partisipasi komunitas, perlindungan terhadap kearifan lokal, serta keefisienan sebuah kawasan dalam menggunakan energi. Sehingga untuk mengukur keberlanjutan sebuah kawasan diperlukan sebuah tolok ukur sebagai penilaian keberlanjutan suatu kawasan. Dalam Urban Modeling Interface (UMI) nilai-nilai keberlanjutan kawasan di tampilkan dalam empat aspek yaitu FAR (Floor Area Ratio) untuk mengetahui kepadatan bangunan suatu kawasan, Embodied Energy untuk mengetahui banyaknya energi yang dihasilkan ketika membangun bangunan disuatu kawasan,Operation
Energy
untuk
mengetahui
banyaknya
energi
yang
dibutuhkan suatu bangunan dalam operasionalnya. Mobility yaitu untuk mengetahui aksesibilitas suatu kawasan. Keempat aspek tersebut merupakan parameter yang dilihat dari lingkup lingkungan terbangun. Aspek keberlanjutan sebuah kota sebenarnya
tidak dapat berjalan sendiri hanya dari aspek
lingkungan akan tetapi harus berintegrasi juga dengan aspek sosial dan aspek ekonomi.
1.1.4
Kinerja Bangunan Sebagai Penilaian Kawasan Berkelanjutan Suatu kawasan merupakan bentuk dari lingkungan yang terdiri dari
bangunan-bangunan dan ruang-ruang yang ada didalamnya. Suatu kawasan bukanlah suatu lingkungan yang terisolasi, kawasan merupakan tempat
5
terjadinya interaksi yang kompleks. Menurut Egger (2005: 1245) untuk mengembangkan kota dengan cara yang berkelanjutan, karakteristik dari sebuah kota yang berkelanjutan harus ditentukan dengan cara yang terukur dan mewadahi interaksi yang kompleks antara lingkungan, ekonomi dan sosial. Dalam mengembangkan kawasan yang berkelanjutan maka perlu adanya penilaian untuk mengetahui kondisi kawasan tersebut saat ini, sehingga pertimbangan dan arahan untuk mewujudkan suatu kawasan yang berkelanjutan akan lebih terarah. Penilaian kawasan berkelanjutan untuk lingkungan terbangun diperoleh melalui penilaian kinerja bangunan yang ada didalam kawasan tersebut. Kinerja bangunan tersebut dalam Urban Modeling Interface (UMI) di tampilkan dalam empat aspek yaitu FAR (Floor Area Ratio) untuk mengetahui kepadatan bangunan suatu kawasan, Embodied Energy untuk mengetahui banyaknya energi yang dihasilkan ketika membangun bangunan disuatu kawasan, Operation Energy untuk mengetahui banyaknya energi yang dibutuhkan suatu bangunan dalam operasionalnya. Mobility yaitu untuk mengetahui aksesibilitas suatu kawasan. Pada dasarnya untuk menilai suatu kawasan yang berkelanjutan diperlukan took ukur yang dapat menjadi standar untuk mengukur suatu kawasan. Apabila suatu kawasan mempunyai nilai yang baik terhadap ke empat aspek tersebut maka kawasan tersebut merupakan kawasan yang berkelanjutan. Tetapi apabila suatu kawasan memperoleh nilai yang kurang baik
terhadap
empat aspek tersebut maka perlu adanya perubahan untuk mewujudkan kawasan yang berkelanjutan melalui hasil yang didapat maka pertimbangan prioritas terhadap kawasan tersebut dapat diperoleh dari hasil analisis.
1.1.5
Aspek Optimal dalam Mewujudkan Kawasan yang Berkelanjutan Dalam mewujudkan kawasan yang berkelanjutan diperlukan cara yang
optimal agar memperoleh hasil yang terbaik. Menurut Rao (2009:1) bahwa optimasi adalah tindakan untuk memperoleh hasil terbaik dalam keadaan tertentu.Tujuan akhir dari keputusan, baik untuk meminimalkan upaya yang diperlukan atau untuk memaksimalkan upaya
yang diinginkan adalah untuk
memperoleh manfaat. Rao juga menyatakan bahwa secara umum optimasi dapat
6
diartikan meminimalkan suatu dampak yang buruk ketika solusi untuk memaksimalkan kebaikan atau keuntungan dapat diusahakan. Mewujudkan kawasan yang berkelanjutan mempertimbangkan aspekaspek yang berhubungan dengan konsep keberlanjutan yang ada disuatu kawasan perlu dilakukan, hal ini bertujuan untuk memperlihatkan kondisi nyata yang terjadi saat ini serta kondisi mendatang yang diprediksi akan muncul sehingga apabila terjadi hal yang buruk dapat segera dihindari. Pengambilan keputusan yang optimal perlu dilakukan untuk mendapatkan keputusan yang terbaik saat ini dan kondisi mendatang serta yang paling minimal menghasilkan dampak yang buruk untuk kondisi mendatang
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang dapat dirumuskan permasalahan antara lain : 1.
Semakin majunya perkembangan kota Yogyakarta dengan semakin cepatnya pembangunan maka Kota Yogyakarta beserta kota-kota lain di dunia berpotensi menjadi penyumbang tiga perempat polusi didunia
2.
Kota
Yogyakarta
semakin
bertambah
aktivitas
dan
kepadatan
penduduknya, sehingga konsumsi energi dan sumberdaya akan semakin meningkat dampaknya dapat mengakibatkan krisis lingkungan. 3.
Perkembangan Pembangunan dan ekonomi mengakibatkan banyak berubahnya struktur layout bangunan, luasan, dan perkerasan kawasan Titik Nol Kilometer yang akan berpengaruh kepada kualitas lingkungan dikawasan tersebut.
1.3 1.
Pertanyaan Penelitian Seperti apa kinerja energi bangunan-bangunan di
kawasan Titik Nol
Yogyakarta? 2.
Bagaimanakah optimalisasi untuk mencari perkembangan pembangunan yang ideal di Titik Nol Kilometer Yogyakarta sampai batas-batas yang tetap berkelanjutan?
7
1.4 1.4.1 1.
Tujuan dan Sasaran Tujuan Penelitian Menemukan kinerja energi bangunan-bangunan di
kawasan Titik Nol
Yogyakarta 2.
Menemukan
cara
yang
optimal
untuk
mencari
perkembangan
pembangunan yang ideal di Titik Nol Yogyakarta sebagai arahan untuk mewujudkan pusat kota yang berkelanjutan di Titik Nol Kilometer. Arahan tersebut sebagai masukan bagi Rencana Induk Kota Pusaka
1.4.2 1.
Sasaran Penelitian Melakukan studi dokumen untuk mengetahui perkembangan yang terjadi di kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta
2.
Melakukan identifikasi tentang detail penggunaan lahan di kawasan Titik Nol Kilometer
3.
Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh untuk mewujudkan pusat kota yang istimewa dan berkelanjutan.
4.
Mensimulasikan dengan menggunakan Urban Modeling Interface (UMI) kawasan Titik Nol Kilometer untuk mengetahui penggunaan energi di kawasan tersebut
1.5 1.
Manfaat Penelitian Bagi Pemerintah Manfaat penelitian ini diharapkan dapat mendukung Rencana Induk Kota Pusaka dan menjadi pertimbangan kebijakan bagi pemerintah Yogyakarta untuk meningkatkan kualitas kota Yogyakarta dalam rangka menjadikan Kota Yogyakarta menjadi kota yang berkelanjutan.
2.
Bagi Ilmu Pengetahuan Secara keilmuan manfaat penelitian ini merupakan suatu usaha yang diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang kota berkelanjutan
3.
Bagi Peneliti Manfaat penelitian ini bagi peneliti diharapkan dapat menjadi pintu gerbang untuk memahami lebih dalam lagi bagaimana menciptakan kota yang berkelanjutan.
8
1.6
Keaslian Penelitian Yogyakarta merupakan heritage city dimana Yogyakarta mempunyai
kawasan-kawasan heritage yang sampai saat ini terus dilestarikan, termasuk Titik Nol Kilometer yang juga merupakan salah satu kawasan heritage. Dalam konteks kota heritage penelitian-penelitian banyak dilakukan dalam rangka melestarikan kota heritage tersebut tetapi tetap kontekstual dengan keadaan saat ini. Dalam konteks kota yang berkelanjutan banyak dilakukan penelitian interdisipliner karena dalam mewujudkan suatu kota yang berkelanjutan tidak cukup hanya melibatkan satu disiplin ilmu. Mewujudkan kota yang berkelanjutan diperlukan dukungan berbagai macam aspek ekonomi, sosial, lingkungan bahkan budaya. Aspek-aspek inilah yang kemudian saling berbenah untuk membuat kota lebih ramah kepada para penghuninya. Konsep berkelanjutan yang menitikberatkan pada lingkungan beberapa penelitian mewujudkan konsep berkelanjutan dengan cara energi terbarukan, managemen sampah, transportasi yang terintegrasi serta bangunan yang green. Penelitian Titik Nol Kilometer Yogyakarta menuju
Pusat Kota yang
Berkelanjutan, akan difokuskan pada bagaimana mewujudkan kota yang berkelanjutan dari aspek lingkungan. Kota merupakan lingkungan terbangun yang mewadahi berbagai macam aktivitas baik didalam bangunan maupun diluar bangunan. Dimana lingkungan yang mewadahi aktivitas tersebut mengkonsumsi banyak
energi
serta
menghasilkan
banyak
emisi.
Penelitian
ini
akan
menganalisis bagaimana kinerja bangunan di Titik Nol Kilometer Yogyakarta diukur dari penggunaan energi, pengunaan lahan, dan aksesibilitasnya. Sebagai bahan pembanding maka beberapa penelitian yang berhubungan dengan kota yang berkelanjutan ditunjukkan sebagai keaslian penelitian. Perbandingan berdasarkan perbedaan yang ada pada penelitian terkait, dapat dilihat pada tabel
Tabel 1. 1 Keaslian Penelitian No. 1.
Aspek
Keterangan
Nama Peneliti
Mark R.C . Doughty, Geoffrey P, P.Hamond
Judul
Sustainability and Built Environment at and Beyond The City Scale (2004)
dan
9
No.
Aspek
Keterangan
Tahun Publikasi Deskripsi
Fokus
Membuat footprint untuk mengukur keberlanjutan sebuah kota yang telah mengalami perjalanan panjang macam
karena fase
telah
mengalami
(penjajahan,
kota
berbagai
industri,kota
sejarah) Lokus
Georgian, Kota Bath
Tujuan
Melaporkan analisis environmental footprint untuk memberikan
arahan
terhadap
penilaian
sustainability dan perencanan kota yang akan dibutuhkan Metode
Footprint calculation
Kesimpulan
Komunitas city of Bath memegang peran yang sangat penting sebagai contoh yang potensial untuk
penilaian
dan
perencanaan
yang
sustainable secara holistic thingking. Beberapa langkah dari holistic thingking telah berhasil dilakukan yaitu penyediaan transportasi dan stategi pengelolaan sampah. 2.
Nama Peneliti
Henrique César Sampaio, Rubens Alves Dias, José Antônio Perrella Balestieri
Judul
dan
Sustainable Urban Energy Planning: The Case Study of a Tropical City
Tahun Publikasi
(2013)
Deskripsi
Fokus
Sustainable energy planning yang paling efisien sebagai
sumber
energi
listrik
disuatu
kota
beriklim tropis Lokus
Guaratinguetá, São Paulo, Brazil
Tujuan
Mengevaluasi penyediaan energi alternatif dan mengidentifikasi
kemungkinan
untuk
meningkatkan efisiensi energi serta menganalisis pengurangan
polusi
dalam
penggunaan
sustainable urban energy yang terjadi terhadap lingkungan. Metode
Time series analysis method
Kesimpulan
Dapat
diambil
manfaat
apabila
pengambil
kebijakan mempunyai alat ukur yang dapat membantu menentukan solusi paling baik dalam penggunaan energi alternatif dari sisi ekonomi dan lingkungan.
10
No.
3.
Aspek
Keterangan
Nama Peneliti
Thorsten Schuetze, Joong-Won Lee, Tae-Goo Lee
Judul
Sustainable Urban (re-) Development with Building Integrated Energy,
dan
Tahun Publikasi
Water, and Waste System (2013)
Deskripsi
Fokus
Aplikasi suatu sistem yang mendorong bangunan agar dapat zero emission sehingga dapat tercipta Sustainable urban development/ re-development
Lokus
Bangunan
yang
berintergrasi
dengan
managemen sumberdaya di Youth Center Berlin, Jerman Tujuan
Memaparkan
bagaimana
bangunan
yang
mempunyai sistem energi, air, dan sampah yang renewable dapat membuat lingkungan sekitarnya menjadi lingkungan yang lebih sustainable Metode
Eksperimental
Kesimpulan
Aplikasi sistem infrastruktur yang sustainable dapat
berkontribusi
untuk
keberlanjutan
perkembangan rural dan urban area. Air hujan dapat diolah dibangunan dengan beberapa level penyimpanan, harvesting, pengumpulan, utilisasi, evaporasi, dan infiltrasi. Zero energy pada bangunan dapat dicapai dengan jalan efisiensi energi pada bangunan dan produksi renewable energy. 4.
Nama Peneliti
Xiangsheng Dou, Shasha Li, Jin Wang
Judul
Ecological Strategy of City Sustainable Development (2013)
dan
Tahun Publikasi Deskripsi
Fokus
Memberikan
penjelasan
apa
saja
masalah-
masalah yang dihasilkan oleh suatu kota yang menyebabkan unsustainable seperti masalah ledakan penduduk, polusi, material dan modal, space, serta aktivitas. Kemudian memberikan strategi
yang
dapat
memberikan
arahan
berdasarkan aturan ecological city. Lokus
Kota modern secara umum
Tujuan
Menggambarkan
masalah-masalah
unsustainable yang dapat ditimbulkan suatu kota pada lingkungan di sekitarnya dan strategi untuk mencapai kota yang berkelanjutan
11
No.
Aspek
Keterangan Metode
Kualitatif
Kesimpulan
Kota merupakan suatu wilayah geografis yang dihuni oleh komunitas dimana didalamnya terjadi integrasi antara alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial ekonomi. Untuk mencapai keseimbangan
organik
dan
interaksi
dan
feedback yang berkelanjutan antara sosioalekonomi dan dimensi ekologis salah satunya melalui perencanaan dan pengembangan ecocity. 5.
Nama Peneliti
Joy U. Ogbazi
Judul
Alternative Planning Approaches and The Sustainable Cities
dan
Tahun Publikasi
Programme in Nigeria (2013)
Deskripsi
Fokus
Menjelaskan aplikasi metode dari Sustainable Cities Programme
Lokus
Nigeria kota Ibadan, Kano, dan Enugu
Tujuan
Mengeksplore
bagaimana
Sustainable
Cities
berkontribusi
sebagai
metode
Programme alternatif
dari dapat
pendekatan
dalam urban planning Metode
Kuantitatif dan kualitatif
Kesimpulan
Menunjukkan suatu progres yang dibuat dari implementasi
Environmental
Management (EPM) pada
Planning
and
Sustainable Cities
Programme (SCP) di kota Ibadan, Kano, dan Enugu. Serta bagaimana kotribusinya dalam mewujudkan pendekatan yang demokratis untuk urban planning di Nigeria. 7.
Nama Peneliti
Fadhilla Tri Nugrahaini
Judul
Titik Nol Kilometer Yogyakarta Menuju Pusat Kota Berkelanjutan (2015)
dan
Tahun Publikasi Deskripsi
Fokus
Kota Berkelanjutan
Lokus
Titik Nol Kilometer Yogyakarta
Tujuan
Menemukan
kinerja
bangunan-bangunan
di
kawasan Titik Nol Yogyakarta dan pengaruhnya terhadap lingkunganserta menemukan cara yang optimal untuk menampilkan pusat kota yang istimewa dan berkelanjutan
12
No.
Aspek
Keterangan Metode
Simulasi dengan menggunakan Urban Modeling Interface (UMI)
Kesimpulan
Mengkaitkan Modeling
hasil
Interface
simulasi
antara
(UMI)
dengan
Urban teori
sustainable city, sehingga akan dapat diprediksi bagaimana kondisi Titik Nol saat ini dan potensi dimasa mendatang.
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian Titik Nol Kilometer Yogyakarta Menuju Pusat Kota Berkelanjutan belum pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan dibeberapa lokasi di Yogyakarta belum membahas tentang kota yang berkelanjutan. Sedangkan penelitian-penelitian yang meriset tentang kota yang berkelanjutan di negara maupun kota lain belum ada yang menggunakan metode simulasi dengan menggunakan Urban Modeling Interface (UMI).
13
1.7
Kerangka Berpikir
Gambar 1. 1 Kerangka Berpikir
14