1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Mata Pelajaran Kimia merupakan salah satu mata pelajaran pokok di
Sekolah Menengah Atas yang cukup sulit untuk dipahami siswa, karena menyangkut reaksi – reaksi kimia dan hitungan – hitungan. Hal ini menjadikan mata pelajaran kimia kurang disukai di kalangan siswa (Ristiyani, 2016). Berdasarkan hasil pada Program Pengalaman Lapangan Terpadu 2016 (PPLT 2016) yang saya lakukan di SMA Swasta Nahdlatul Ulama Medan di Jalan Brigjend H. Abdul Manaf Medan ternyata nilai ulangan kimia siswa yang masih berada dibawah nilai 75 (KKM). Berdasarkan data diperoleh hanya 5 dari 30 orang siswa yang nilainya tuntas pada ujian MID Semester Ganjil Tahun Ajaran 2016/2017. Hal ini disebabkan karena buku kimia siswa tidak tersedia, mereka hanya menggunakan LKS kimia sebagai sumber belajar, di samping itu guru juga cenderung menerapkan metode ceramah mengakibatkan pembelajaran dikelas membosankan bagi siswa. Salah satu materi yang dianggap cukup sulit oleh siswa yaitu materi kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ksp) yang diajarkan di kelas XI IPA. Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ksp) merupakan materi yang dikaitkan dengan hasil kali konsentrasi molar dari ion – ion penyusunnya, dimana masing – masing dipangkatkan dengan koefisien stoikiometri di dalam persamaan kesetimbangan. (Chang, 2005). Materi ini memiliki konsep bersifat abstrak, konkrit, simbolik dan mikroskopis harus menuntut pemahaman konseptual dan pemahaman algoritmik siswa (Sartika, 2014). Siswa pada umumnya merasa kebingungan memahami konsep pengertian kelarutan, pengaruh ion – ion senama, pengaruh pH terhadap kelarutan dan pada reaksi pengendapan sehingga berdampak pada rendahnya nilai kimia siswa pada materi tersebut (Fajariyah, 2016). Menurut Isworini (2015), rendahnya nilai kimia disebabkan karena penyampaian materi dalam pembelajaran kimia tidak secara luas, kegiatan siswa masih sepenuhnya menyimak, mencatat dan latihan soal. Ketergantungan siswa
2
terhadap guru masih besar. Siswa tidak dapat membangun dan mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya sendiri. Guru kesulitan untuk membelajarkan siswa dengan menggunakan bahan ajar yang ada, karena teknik penyajian materi kimia tidak secara langsung melatih siswa dalam menemukan konsep, latihan soal sulit untuk dipahami, tidak menarik, soal – soal kadang tidak sesuai dengan kompetensi dasar, soal – soal latihan sulit dan tidak didukung contoh – contoh yang relevan, dan tidak mencantumkan gambar untuk memperjelas pemahaman. Kondisi tersebut mengakibatkan siswa kurang bisa menyerap materi yang disampaikan oleh guru sehingga proses pembelajaran kimia masih belum berjalan secara optimal (Setiowati, 2015). Menurut Singarimbun (2015), untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan media berupa bahan ajar yang dikembangkan secara sistematis dalam berbagai bentuk yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik materi yang disajikan, agar kompetensi yang ditetapkan dapat tercapai dan siswa dapat menemukan sendiri konsep yang telah mereka pelajari. Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan oleh guru untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran (Malalina, 2013). Sedangkan Nugraha, (2013) menyatakan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Jenis – jenis bahan ajar, salah satunya bahan ajar cetak antara lain adalah handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur dan sebagainya. Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa modul. Menurut Prastowo dalam Khotim (2015), modul adalah bahan ajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu agar siswa mampu menguasai kompetensi yang diajarkan. Bahan ajar yang dikembangkan harus mengarahkan pembelajaran pada siswa yang diharapkan dapat merubah paradigma pembelajaran yang menunjang tercapainya rumusan dalam kurikulum 2013 (Singarimbun, 2015). Bahan ajar kimia yang baik harus memenuhi kriteria kelayakan isi, bahasa, penyajian dan kegrafikaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Singarimbun, dkk.,
3
(2015) mengembangkan bahan ajar kimia sesuai kurikulum 2013 menyatakan bahwa hasil rata – rata analisis standar kelayakan isi, bahasa, penyajian dan kegrafikaan berturut – turut sebesar 3,63 ; 3,64 ; 3,66 dan 3,67 yang diperoleh dari angket yang diberikan kepada dosen dan guru kimia dikategorikan valid. Khotim (2015), menyatakan bahwa dalam pengembangannya, bahan ajar harus dikemas dalam model pembelajaran yang tepat untuk memacu siswa menemukan dan menguasai konsep serta aplikasi dalam kehidupan sehari - hari yang dapat membuat siswa lebih aktif dan mandiri dalam pembelajaran kimia. Disamping itu pula dapat melibatkan siswa dalam kegiatan belajar – mengajar dapat membantu mengembangkan konsep sains yang telah mereka kuasai dengan memecahkan permasalahan yang memerlukan cara untuk berpikir ilmiah dan kerja ilmiah. Kagiatan tersebut menekankan pada pengalaman langsung bertujuan untuk mengembangkan kompetensi siswa melalui proses mencari tahu dan berbuat serta memperoleh pemahaman yang lebih mendalam sehingga dapat meningkatkan efisiensi pembelajaran sains, khususnya pada mata pelajaran kimia. Dalam hal ini model yang sesuai adalah model inkuiri terbimbing (Nurhidayah, 2015). Model inkuiri terbimbing adalah suatu model yang melibatkan siswa belajar untuk menemukan konsep materi oleh siswa sendiri. Model ini berisi serangkaian kegiatan yang menekankan pada analisis dan proses belajar kritis untuk mencari dan menemukan jawaban dari masalah berpikir. Proses pembelajaran inkuiri terbimbing meliputi lima langkah seperti merumuskan masalah, mengusulkan hipotesis, mengumpulkan data, pengujian hipotesis, dan menarik kesimpulan sesuai dengan tahap – tahap dalam kegiatan ilmiah (Wardani, 2016). Dalam hal ini siswa sendiri disarankan untuk memverifikasi prosedur penyelidikan dan pertanyaan berikutnya. Siswa didorong oleh guru lebih jauh untuk meningkatkan pengalaman mereka (Trna, 2012). Pembelajaran inkuiri memegang besar dalam membantu siswa menghubungkan konsepsi siswa dan pemahaman makroskopik serta mikroskopik kimia siswa (Villagonzalo, 2014). Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mengembangkan bahan ajar menggunakan model inkuiri terbimbing memiliki pengaruh positif terhadap kegiatan belajar – mengajar yakni penelitian Wardani, dkk., (2013) pada
4
materi larutan penyangga, keseluruhan nilai kimia siswa menunjukkan persentase ketuntasan sebesar 87,5 %. Isworini, dkk., (2015) pada materi hidrolisis menyatakan bahwa adanya peningkatan secara keseluruhan hasil belajar siswa antara pretest dan posttest. Hasil pretest siswa mendapatkan nilai rata – rata 24,07 dan nilai posttest mendapatkan nilai rata – rata 75,93. Rahmanto, dkk., (2015) pada materi zat aditif makanan menyatakan bahan ajar mampu meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan yaitu nilai siswa telah mencapai KKM dengan persentase ketuntasan sebesar 56,25 %. Fajariyah, dkk., (2016) menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing juga meningkatkan prestasi belajar siswa dengan persentase siswa yang mencapai KKM pada materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp) dari seluruh siswa adalah 69 % pada siklus I sedangkan pada siklus II sebesar 77 %. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Inkuiri Terbimbing Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp) di Sekolah Menengah Atas”. 1.2. Ruang Lingkup Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi ruang lingkup masalah dalam penelitian ini adalah pengembangan bahan ajar berbasis inkuiri terbimbing pada materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp) di Sekolah Menengah Atas. Materi ajar akan distandarisasi oleh dosen dan Guru Kimia SMA sebagai validator ahli. 1.3. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Mata pelajaran kimia cukup sulit untuk dipahami siswa karena menyangkut reaksi – reaksi kimia dan hitungan – hitungan. Hal ini menjadikan mata pelajaran kimia kurang disukai di kalangan siswa mengakibatkan pembelajaran dikelas membosankan bagi siswa.
5
2. Siswa pada umumnya merasa kebingungan untuk memahami konsep pengertian kelarutan, pengaruh ion – ion senama, pengaruh pH terhadap kelarutan dan pada reaksi pengendapan 3. Nilai kimia siswa rendah disebabkan karena penyampaian materi dalam pembelajaran kimia tidak secara luas, kegiatan siswa masih sepenuhnya menyimak, mencatat dan latihan soal. Untuk itu digunakan media berupa bahan ajar berbasis inkuiri terbimbing yang dikembangkan secara sistematis. 1.4. Batasan Masalah Agar penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan penelitian maka masalah dibatasi sebagai berikut : 1. Bahan ajar yang digunakan adalah modul yang dikembangkan. 2. Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan modul pembelajaran berbasis inkuiri terbimbing pada kelas eksperimen dan buku kimia SMA kelas XI yang digunakan disekolah pada kelas kontrol 3. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI MIA semester genap di SMA Swasta Dharmawangsa Medan Tahun Ajaran 2016/2017. 4. Materi yang diajarkan adalah Kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ksp). 5. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum 2013. 1.5. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah bahan ajar pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ksp) pada buku yang digunakan di SMA memenuhi kriteria Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ? 2. Apakah bahan ajar yang dikembangkan memenuhi kriteria Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ? 3. Apakah implementasi bahan ajar berbasis inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ksp) ?
6
4. Apakah hasil belajar siswa yang diajar menggunakan bahan ajar berbasis inkuiri terbimbing lebih besar dari hasil belajar siswa yang diajar menggunakan buku kimia SMA kelas XI yang digunakan di sekolah ? 1.6.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bahan ajar pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ksp) pada buku yang digunakan di SMA memenuhi kriteria Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2. Untuk mengetahui bahan ajar yang dikembangkan memenuhi kriteria Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 3. Untuk mengetahui implementasi bahan ajar berbasis inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ksp). 5. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajar menggunakan bahan ajar berbasis inkuiri terbimbing lebih besar dari hasil belajar siswa yang diajar menggunakan buku kimia SMA kelas XI yang biasa digunakan di sekolah.
1.7.
Manfaat penelitian 1. Bagi Peneliti Sebagai bahan masukan bagi peneliti secara pribadi sebagai calon guru bidang studi kimia dalam hal upaya mengembangkan bahan ajar berbasis inkuiri terbimbing. 2.
Bagi Guru Kimia Sebagai masukan bagi guru kimia dalam hal mengembangkan materi ajar yang sesuai dengan kurikulum sehingga guru tidak akan terjebak pada situasi pembelajaran yang cenderung membosankan bagi siswa
3.
Bagi siswa Siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya dan untuk melatih pemahaman konsep siswa dengan menggunakan bahan ajar berbasis inkuiri terbimbing pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ksp).
7
4. Bagi sekolah Agar dapat memberikan kontribusi dalam menunjang kesuksesan dalam pembelajaran kimia di SMA Swasta Dharmawangsa Medan. 1.8.
Definisi Operasional Untuk memperjelas istilah – istilah yang dalam penelitian ini maka dibuat
suatu definisi operasional sebagai berikut : 1. Kurikulum merupakan suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan sekolah (Bahri, 2011). 2. Pengembangan adalah suatu usaha untuk merubah paradigma pembelajaran dalam melaksanakan proses pembelajaran menyangkut pula pengembangan materi ajar yang menunjang tercapainya rumusan dalam kurikulum (Singarimbun, 2015). 3. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan memungkinkan siswa untuk belajar (Singarimbun, 2015). 4. Modul adalah bahan ajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu agar siswa mampu menguasai kompetensi yang diajarkan (Khotim, 2015). 5. Model inkuiri terbimbing adalah suatu model yang melibatkan siswa belajar untuk menemukan konsep materi oleh siswa sendiri. Model ini berisi serangkaian kegiatan yang menekankan pada analisis dan proses belajar kritis untuk mencari dan menemukan jawaban dari masalah berpikir (Wardani, 2016). 6. Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ksp) merupakan materi yang dikaitkan dengan hasil kali konsentrasi molar dari ion – ion penyusunnya, dimana masing – masing dipangkatkan dengan koefisien stoikiometri di dalam persamaan kesetimbangan. (Chang, 2005).
8
7. Hasil belajar adalah kemampuan – kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2008).