BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Bencana (disaster) merupakan fenomena yang terjadi karena komponenkomponen pemicu (trigger), ancaman (hazard), dan kerentanan (vulnerability) bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko (risk) pada komunitas. Bencana terjadi apabila komunitas mempunyai tingkat kemampuan yang lebih rendah dibanding dengan tingkat ancaman yang mungkin terjadi padanya. Ancaman menjadi bencana apabila komunitas rentan, atau memiliki kapasitas lebih rendah dari tingkat bahaya tersebut, atau bahkan menjadi salah satu sumber ancaman tersebut. Tentu sebaiknya tidak dipisah-pisahkan keberadaannya, sehingga bencana itu terjadi dan upaya-upaya peredaman risiko itu dilakukan. Menurut Nikelsen (2009:21), bencana dapat dikurangi apabila masyarakat dan sistem sosial yang lebih tinggi yang bekerja padanya tidak mempunyai kapasitas untuk mengelola ancaman yang terjadi padanya. Ancaman, pemicu dan kerentanan, masing-masing tidak hanya bersifat tunggal, tetapi dapat hadir secara jamak, baik seri maupun paralel, sehingga disebut bencana kompleks. Hal yang sama juga terjadi pada konflik. Konflik antar komunitas maupun unit sosial di atasnya terjadi apabila secara langsung maupun tidak langsung ada upaya saling mengambil aset-aset atau mengganggu proses mengakses aset penghidupan tersebut di atas. Pengambilan aset maupun gangguan atas akses penghidupan dapat dipicu oleh permasalahan lingkungan. Aktivitas komunitas maupun unit sosial di atasnya yang memunculkan permasalahan lingkungan akan menjadi ancaman bagi pihak lain apabila aset-aset penghidupannya dan akses penghidupannya terganggu. Bencana dalam kenyataan keseharian dapat menyebabkan: 1.
Berubahnya pola-pola kehidupan dari kondisi normal;
2.
Merugikan harta, benda dan jiwa manusia;
1
3.
Merusak struktur sosial komunitas;
4.
Memunculkan lonjakan kebutuhan pribadi/komunitas. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, penyebab
terjadinya bencana dapat disebabkan oleh tiga faktor. Faktor tersebut yaitu : 1) bencana dapat terjadi karena fenomena alam seperti Tsunami, letusan gunung berapi, gempa bumi, kekeringan, penyakit pada tanaman atau hewan peliharaan, dan seterusnya, 2) bencana dapat terjadi karena perbuatan manusia terhadap lingkungannya, seperti banjir, tanah longsor, wabah penyebab virus, dan seterusnya, dan 3) bencana dapat terjadi akibat tindakan manusia atau hubungannya terhadap lingkungan sosialnya, seperti konflik agama, kerusuhan politik yang kacau balau, dan konflik suku bangsa (Susanto, 2006: 2-3). Pengesahan Undang-undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana oleh Pemerintah RI tanggal 26 April 2007 telah membawa dimensi baru dalam pengelolaan bencana di Indonesia. Paradigma yang dahulu lebih bersifat responsif dalam menangani bencana sekarang diubah menjadi suatu kegiatan yang bersifat preventif, sehingga bencana dapat dicegah atau diminimalkan (mitigasi) sehingga risikonya dapat dikurangi. Undang-undang tentang penanggulangan bencana tersebut juga mensyaratkan penanggulangan bencana harus dilakukan secara terdesentralisasi dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang seluasluasnya baik mulai sejak tahap awal program (identifikasi, analisis, penerapan rencana kerja, monitor dan evaluasi) sampai ke tahap akhir dimana program akan diserahterimakan sepenuhnya kepada masyarakat lokal. Berbicara tentang bencana pada dasarnya membicarakan lima (5) hal sekaligus, yaitu penyebab bencana dan kerentanan (faktor alam dan manusia), dampak bencana (kerusakan lingkungan, korban dan kerugian), peran pemerintah (termasuk kebijakan penanggulangan bencana), peran masyarakat (sebagai korban, faktor penyebab atau penyelamat) dan yang terakhir berbicara tentang pengaruh dan tindakan stakeholders terkait dengan ancaman bahaya dan bencana tersebut. Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) dengan metode CBDP (Community Based Disaster Preparadness) dipandang
2
sebagai metode yang sesuai untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola risiko bencana yang ada di wilayahnya sendiri. Tujuan dari kegiatan penerapan CBDP ini antara lain sebagai berikut; 1) Mengurangi kerentanan masyarakat terhadap kondisi lingkungan sekitar, 2) Meningkatkan kapasitas dan kemampuan komunitas masyarakat dalam mengatasi dan mengurangi risiko bencana yang ada di sekitar mereka, 3) Mengurangi dan meminimalkan kerugian apabila suatu saat terjadi bencana. Untuk tujuan dalam Penanganan Bencana yang Berbasis Komunitas (CBDP), sebuah komunitas dapat ditentukan sebagai group yang memiliki kesamaan dalam satu atau lebih kebersamaan seperti hidup pada lingkungan yang sama, menghadapi paparan risiko bencana yang sama, atau sedang mengalami pengaruh dari sebuah bencana yang sama. Masalah yang sama, kepedulian dan harapan yang berhubungan dengan risiko bencana dapat juga dibagikan. Secara geologis Desa Wonolelo berada pada zona patahan antara perbukitan Gunung Sewu dengan Dataran Graben Bantul. Hal ini menjadikan Desa Wonolelo sebagian berada pada area perbukitan dan sebagian lainnya pada dataran landai. Desa Wonolelo juga terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Pesing. Keadaan Desa Wonolelo juga tidak lepas dari kondisi kerentanan yang akan dapat mempengaruhi bertambahnya dampak apabila terjadi bencana. Beberapa kondisi rentan diantaranya adalah; jumlah penduduk rentan yaitu lansia, keluarga miskin, balita, ibu hamil, anak usia sekolah yang mengalami pertumbuhan yang dinamis berbanding jumlah penduduk total. Keadaan rentan lainnya adalah lahan terbangun pada daerah rawan, adanya home industri, tambang, lahan pertanian / perkebunan, serta ternak warga. Pada penelitian ini, penulis tertarik untuk melakukan kajian terhadap kapasitas masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas. Kapasitas masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana terdiri dari kapasitas terhadap kerentanan dan kapasitas terhadap ancaman. Kapasitas masyarakat terhadap ancaman meliputi mitigasi beserta pencegahannya, sedangkan kapasitas masyarakat terhadap kerentanan meliputi kesiapan dan
3
bertahan hidup. Lokasi penelitian ini adalah di Desa Wonolelo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul yang mempunyai berbagai jenis ancaman (multi hazard) dengan kondisi sosial budaya masyarakat pedesaan yang nampak hidup nyaman dengan ancaman. Penulis ingin mengetahui bagaimana kapasitas masyarakat di Desa Wonolelo Pleret Bantul dalam upaya untuk mengurangi risiko bencana. Pengkajian kapasitas masyarakat ini sangat penting untuk meminimalisasi risiko bencana.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana tingkat kapasitas masyarakat dalam upaya melaksanakan program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) di Desa Wonolelo Pleret Bantul?
2.
Apa saja kendala dalam melaksanakan program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) kepada masyarakat di Desa Wonolelo Pleret Bantul ?
3.
Bagaimana strategi terhadap peningkatan tingkat kapasitas masyarakat di Desa Wonolelo Pleret Bantul dalam upaya mengurangi risiko bencana ?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1.
Mengetahui tingkat kapasitas masyarakat dalam upaya melaksanakan program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) di Desa Wonolelo Pleret Bantul.
2.
Mengetahui kendala dalam melaksanakan program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) kepada masyarakat di Desa Wonolelo Pleret Bantul.
4
3.
Merumuskan strategi terhadap peningkatan tingkat kapasitas masyarakat di Desa Wonolelo Pleret Bantul dalam upaya mengurangi risiko bencana.
1.4. Kegunaan Penelitian Setelah dilakukannya penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat kepada : 1.
Pemerintah, dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam merumuskan dan melaksanakan penerapan program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK).
2.
Studi Geografi, dapat memberikan sumbangan positif terhadap khasanah keilmuan
Penanggulangan
Bencana
terutama
mengembangkan
pemahaman tentang pengembangan manajemen pengurangan risiko bencana 3.
Peneliti, dapat melatih diri mengembangkan pemahaman dan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama belajar di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
1.5. Keaslian Penelitian Penelitian tentang tingkat kerentanan, bahaya dan ririko bencana telah banyak dilakukan. Masing-masing penelitian mempunyai cirri tersendiri dan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti pada dasarnya berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu. Hal yang membedakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan lebih menekankan pada kapasitas masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas. Hasil dari penelitian ini adalah strategi kapasitas masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana. Jenis penelitian tentang yang serupa belum banyak ada, tetapi penelitian yang mengkaji tentang kapasitas masyarakat dalam bencana antara lain :
5
Tabel 1.1. Beberapa Penelitian Terkait Yang pernah Dilakukan Peneliti Maria Yasinta WS
Judul/tahun Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat Lokal Terhadap Bencana Tanah Longsor Di Kecamatan Kokap Kab. Kulon Progo /2010
Tujuan Menganalisis tingkat kerentanan elemen risiko dan kapasitas masyarakat lokal dalam menghadapi bencana longsor
Metode Metode survey dan metode pengambilan sampel acak berstrata
Jaswadi
Tingkat Kerentanan dan Kapasitas Masyarakat Dalam Menghadapi Risiko Banjir Di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta /2010
Menganalisis tingkat kerentanan elemen risiko dan kapasitas masyarakat lokal dalam menghadapi bencana banjir
Metode survey
Zayinul Farhi
Tingkat Kerentanan dan Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat terhadap Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Batarkawung Kabupaten Brebes/2011
Menetukan tingkat kerawanan terhadap bencana longsor dan menilai indeks kesiapsiagaan
Metode survey dan metode pengambilan sampel acak berstrata
Eni Hilda Yani
Kapasitas Perempuan dalam menghadapi bencana gempa bumi/2011
Fuad Galuh Prihananto
Kapasitas masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK) di Desa Wonolelo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul/2013
Merumuskan strategi terhadap tingkat kapasitas perempuan di Desa Sumbermulyo dalam menghadapi bencana gempa bumi Mengetahui tingkat kapasitas masyarakat dengan kegiatan PRBBK
Analisis data spasial dan analisis indeks Metode survey dan metode pengambilan sampel acak berstrata
Metode survey dan pengambilan sampel terpilih
Hasil Pola spasial tingkat kerawanan pada lima desa di Kecamatan Kokap 2. Tingkat persepsi masyarakat lokal di Kecamatan Kokap terhadap tanah longsor 1. Blok pemukiman di Kelurahan Sangkrah dan Semangi memiliki kerentanan tinggi terhadap banjir 2. Kapasitas masyarakat terhadap banjir cukup baik Tingkat kerawanan terhadap bencana tanah longsor, tingkat kerentanan dan indeks kesiapsiagaan 1.
Kapasitas perempuan dalam menghadapi bencana gempa bumi cukup baik
Tingkat kapasitas masyarakat dalam PRBBK dengan kendala dan strategi yang dilakukan
6
1.6. Tinjauan Pustaka 1.6.1. Tinjauan Geografi Geografi sebagai suatu disiplin ilmu mempunyai ciri-ciri khusus dalam meninjau obyek studinya. Dalam geografi terpadu untuk mendekati atau menghampiri masalah dalam geografi digunakan bermacam-macam pendekatan yaitu pendekatan analisis keruangan (spatial analysis), analisis ekologi (ecological analysis) dan analisis kompleks wilayah (regional complex analysis). (Bintarto, 1979). Secara rinci, Yunus (2005) menjelaskan ketiga pendekatan tersebut : a. Pendekatan Spasial Pendekatan spasial adalah satu metode yang mempelajari fenomena geosfera dengan menggunakan ruang sebagai media untuk analisis. Dimensi keruangan yang dimunculkan lebih menonjolkan sebaran, pola, struktur, organisasi, proses, tendensi, asosiasi, interaksi elemen-elemen geosfer dalam satu hamparan bidang permukaan bumi, sehingga penekanan analisis adalah perbandingan kekahasan variasi vokasional ruang.
b. Pendekatan Ekologi Pendekatan ekologi memberikan penekanan pada elaborasi secara intens tentang keterkaitan elemen-elemen lingkungan dengan makhluk hidup atau aspek-aspek kehidupannya. Oleh sebab itu manusia menjadi focus of analysis yang menekankan manusia sebagai makhluk yang berbudaya (humanoriented disiplin) dan berbagai aspek kehidupannya seperti tingkah laku, persepsi dan kegiatan. Pendekatan ekologi memiliki beberapa tema yang dikembangkan, yaitu (1) keterkaitan antar manusia (behavior, perception), dengan elemen lingkungan, (2) keterkaitan antara kegiatan manusia dengan elemen lingkungan, (3) keterkaitan antara physico-artificial features dengan elemenelemen lingkungan.
c. Pendekatan Komplek Wilayah Pendekatan kompleks wilayah sebagai bentuk penggabungan dari pendekatan
7
spasial dan ekologi. Pendekatan ini didasarkan pada pemahaman mendalam mengenai keberadaan suatu wilayah sebagai suatu sistem, dimana di dalamnya terdapat banyak sekali subsistem dan di dalamnya banyak sekali terdapat elemen-elemen wilayah yang saling terkait.
1.6.2. Kapasitas Masyarakat Dalam menyusun program pengembangan masyarakat, langkah awal yang penting dalam upaya bersama masyarakat untuk mengenali potensi dan permasalahan yang dihadapi merupakan titik awal yang akan menentukan proses selanjutnya Pentingnya mencermati dan menganalisis permasalahan dan kebutuhan memerlukan pengetahuan dan ketrampilan baik oleh seorang petugas lapangan maupun sebagai pemimpin (Yayasan Indonesia Sejahtera, 2005: 12). Kapasitas sebagai variabel terpisah, tidak terpengaruh di bawah kerentanan, karenanya memerlukan penilaian yang sistematis sebagai unit analisis. Tingkat kerentanan dari elemen berisiko dan ancaman adalah variabel yang menentukan kapasitas khusus yang dibutuhkan untuk mengurangi risiko bencana. LSM pembangunan yang terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan bencana memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengelompokkan kapasitas. Peningkatan kapasitas masyarakat yang bermukim di Desa Wonolelo Pleret Bantul, bertujuan untuk mengembangkan suatu “kultur keselamatan” dimana seluruh anggota masyarakat sadar akan bahaya-bahaya yang mereka hadapi, mengetahui bagaimana melindungi diri mereka, dan akan mendukung upaya-upaya perlindungan
terhadap orang lain dan
masyarakat secara
keseluruhan. Hal terpenting dalam rangka peningkatan kapasitas ini adalah memandang masyarakat sebagai subyek dan bukan sebagai obyek penanganan bencana dalam proses pembangunan, untuk itu perlu dikembangkan upaya sebagai berikut: a. Pendidikan bencana, melalui program pendidikan informal atau formal, pelatihan dan pembangunan institusi untuk memberikan pengetahuan profesional dan kompetensi yang diperlukan.
8
b. Sosialisasi pengetahuan, bidang mitigasi bencana yang sedang berkembang dengan cepat kepada masyarakat baik tentang bahaya-bahaya maupun sarana untuk memerangi bahaya tersebut yang dapat menjadikan programprogram implementasi menjadi lebih efektif. c. Pelatihan simulasi, dalam rangka memahamkan risiko bencana kepada masyarakat yang ditimbulkan baik dari bencana alam maupun bencana yang dikarenakan ulah manusia.
Banyak yang menganggap kapasitas sama dengan sumbernya. Anderson dan Woodrow (1989) memiliki 3 kategori : sosial, fisik dan motivasi (IIRD&Cordaid, 2007). Departemen Pembangunann Internasional (DFID) menganggapnya termasuk dalam kerangka kerja sumber matapencaharian yang berkesinambungan sebagai modal, fisik, sosial, sumber daya alam, keuangan, dan sumber daya manusia. Kapasitas dalam konteks pengurangan risiko bencana dianalisis sebagai hubungan kekuatan dari sumber daya dan akses untuk ketiga sumber daya tersebut oleh beragam kelompok berisiko dan keseluruhan sistem dan struktur masyarakat yang meningkatkan atau menurunkan kapasitas untuk menghadapi ancaman. Berdasarkan berbagai jenis uraian tentang kapasitas dan khususnya kapasitas masyarakat, maka untuk mengukur kapasitas masyarakat dalam upaya mengurangi risiko bencana pada penelitian menggunakan indikator kapasitas terhadap mitigasi, kesiapan dengan strategi penghidupan atau penyelamatan dini. Berdasarkan Pengalaman dalam menerapkan Pengurangan Risiko Bencana oleh Masyarakat, IIRR&Cordaid (2007) mengelompokkan kapasitas sebagai berikut :
9
Tabel 1.2. Kategori Kapasitas Kategori
Merujuk pada
Kapasitas dalam hubungannya dengan ancaman Mitigasi (kegiatan yang
Mitigasi mencakup usaha – usaha mengurnagi dampak akibat
berhubungan dengan ancaman)
ancaman dan karenanya juga mengurangi tingkat bencana. Usaha – usaha mitigasi bisa terdiri dari usaha fisik seperti pertahanan gempabumi dengan penataan rumah yang rapi berbasis PRB, dan usaha – usaha non fisik antara lain pelatihan,
membentuk
organisasi
relawan,
kesadaran
masyrakat, program keamanan pangan dan perlindungan masalah – masalah lingkunngan. Pencegahan
Pencegahan mencakup kegiatan yang dilakukan untuk mencegah kejadian yang bisa menyebabkan bahaya pada masyarakat dan berbagai fasilitas
Kapasitas dalam hubungannya dengan Kerentanan Tingkat bertahan hidup (kegiatan
Berusaha bertahan hidup dalam situasi yang yang sulit
– kegiatan yang berhubungan dengan kerentanan individu) Kesiapan (kegiatan yang
Kelompok / organisasi masyarakat yang berfungsi sebagai
berhubungan dengan kerentanan
sistem yang disiapkan untuk segala ancaman yang akan
masyarakat)
terjadi
Sumber : IIRC&Cordaid 2007
1.6.3. Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) Pendekatan Berbasis Masyarakat adalah upaya pemberdayaan kapasitas masyarakat untuk dapat mengenali, menelaah dan mengambil inisiatif untuk memecahkan permasalahan yang ada secara mandiri. Tujuan dari pendekatan yang berbasis masyarakat adalah meningkatnya kapasitas masyarakat dan mencoba untuk menurunkan kerentanan individu, keluarga dan masyarakat luas serta adanya perubahan perilaku dan sikap masyarakat dalam upaya menangani permasalahan yang terjadi di lingkungannya. Di samping itu program berbasis masyarakat menggunakan pendekatan yang berbasis realita bahwa dengan caracara yang relatif sederhana dan mudah dilaksanakan, maka masyarakat di
10
kalangan bawah pun dapat melakukan perubahan yang positif untuk menuju ke arah yang lebih baik (Rahman, 2007). Sasaran dari program ini adalah masyarakat rentan yang hidup di daerah rawan serta bersedia untuk menerima perubahan. Penekanan perencanaan program berbasis masyarakat lebih bersifat internal daripada faktor ekternal dengan pendekatan bottom up, bukan top down. Potensi ancaman tidak di luar, namun di dalam dengan sistem sosial. Untuk mengurangi tingkat ancaman/bahaya dan risiko kejadian bencana harus menjadi bagian dari pertimbangan pembangunan (Rahman, 2007). Melalui pembekalan masyarakat tinggal di daerah yang rawan bencana dengan pengetahuan, sikap dan ketrampilan tentang kesiapsiagaan bencana dan tanggap darurat bencana, maka masyarakat diharapkan dapat berperan langsung sebagai “the first responder” bagi keluarga maupun warga masyarakat lainnya. Melalui program CBDP/CBDRR (Comunity Based Disaster Risk Reduction), masyarakat di daerah rawan bencana dapat memitigasi dampak bencana, sehingga secara bertahap meningkatkan produktivitas kerja yang berimplikasi pada meningkatnya kondisi kehidupannya. Program CBDP/CBDRR bersifat partisipatif dan merupakan pendekatan lintas-sektoral untuk memobilisasi masyarakat agar mereka dapat mengupayakan sendiri meminimalkan dampak bencana disaat sebelum terjadinya bencana melalui langkah-langkah mitigasi yang ditujukan pada pengurangan kerentanan fisik, kerentanan sosio-ekonomi dan sebab-sebab yang tidak terduga. Program CBDP/CBDRR lebih menfokus pada upaya-upaya pemberdayaan dan penyadaran daripada solusi fisik semata. Perencanaannya tidak diarahkan pada upaya solusi teknologi yang berupa alat-alat pendeteksi bahaya, namun lebih menekankan pendekatan pro aktif dengan melakukan kegiatan pendekatan lintassektoral untuk memobilisasi masyarakat agar mereka dapat mengupayakan sendiri meminimalkan dampak bencana disaat sebelum terjadinya bencana. Potensial ancaman tidak di luar, namun di dalam dengan sistem sosial. Untuk mengurangi tingkat ancaman/bahaya dan risiko kejadian bencana harus menjadi bagian dari
11
pertimbangan pembangunan kawasan desa. Berbicara tentang risiko sangat luas cakupannya, bisa saja risiko yang terkait dengan dampak. Program ini ditujukan untuk masyarakat yang sangat rentan dan sangat miskin di area rawan bencana. CBDP/CBDRR sangat tepat untuk desa/daerah yang sangat rawan bencana, yang masyarakatnya memiliki tingkat kerentanan yang sangat tinggi serta mudah untuk dimobilisasi. Tujuannya adalah meningkatnya kapasitas masyarakat dalam merespon dan memitigasi dampak bencana. Program
CBDP/CBDRR
mencakup:
pertama
kesehatan,
tindakan
pencegahan dan upaya mitigasi yang terkait pada penyelamatan jiwa/kehidupan manusia sehingga membantu setiap individu dapat memperoleh akses pelayanan kesehatan terhadap dampak bencana, seperti: epidemi, polusi, kekurangan gizi dan lain-lain. Kedua ekonomi, tindakan pencegahan dan upaya mitigasi yang terkait pada
pengamanan
sumber-sumber
ekonomi/kehidupan
manusia
sehingga
membantu setiap individu dan kelompok-kelompok masyarakat agar tidak kehilangan sumber-sumber penghasilan akibat dampak bencana. Ketiga lingkungan, tindakan pencegahan dan upaya mitigasi yang terkait pada perlindungan lingkungan fisik yang dapat menyebabkan bencana alam (www.klipingbencana.blogspot.com, diakses pada tanggal 26 Mei 2011). Strategi yang digunakan dalam Program CBDP/CBDRR, yaitu strategi pendampingan sektor hukum, strategi pengembangan kapasitas, strategi partisipatif, strategi penyadaran gender, strategi penyadaran sosial, strategi kerjasama multi sektoral, strategi implementasi yang bertahap. Pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan Program CBDP/CBDRR mencakup sosialisasi dan pendampingan sektor hukum, kemitraan dengan Pemda dan Institusi lain, pembentukan Tim Satgana dan Tim Siaga Bencana Tingkat Desa, pendidikan dan pelatihan, upaya-upaya mitigasi, upaya-upaya penyadaran dan kesiapsiagaan masyarakat, pemetaan tingkat bahaya, risiko dan sumber daya, mobilisasi masyarakat,
memastikan
adanya
sustainabilitas.
(www.klipingbencana.blogspot.com, diakses pada tanggal 26 Mei 2011).
12
Prinsip-prinsip utama yang diperlukan dalam menjalankan program CBDP/CBDRR yaitu: kemitraan, pendampingan sektor hukum, pemberdayaan, analisis, swadaya, integrasi, terfokus, aksi nyata, dan keberlangsungan. Program CBDP/CBDRR memberikan manfaat sebagai berikut: Peningkatan kapasitas masyarakat dalam kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana. Tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat mengorganisir sumber-sumber daya masyarakat setempat dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan peningkatan keselamatan dan keamanan serta melaksanakan pendampingan sektor hukum dengan cara-cara yang yang tepat terhadap upaya–upaya hidup sehat dan aman. Pelibatan sistem administrasi pemerintahan desa setempat untuk konsep pembangunan yang memperhatikan aspek lingkungan dan dampak bencana. Konsep CBDP/CBDRR sangat mudah dilaksanakan di lapangan, sehingga diharapkan dapat dijadikan sebagai model pengembangan kesiapsiagaan bagi institusi yang peduli pada masalah penanggulangan bencana. Upaya mitigasi struktur fisik yang dilaksanakan dalam program CBDP/CBDRR diharapkan mampu mengurangi tingkat bahaya dan risiko dampak bencana, yang pada akhirnya dapat mengurangi pula kerentanan dan kemiskinan struktural di masyarakat. Adapun berdasarkan pengalaman dari berbagai negara yang melaksanakan program serupa menunjukan bahwa pelibatan masyarakat secara partisipatif dalam memobilisasi masyarakat memberikan manfaat sebagai berikut; penilaian yang lebih baik dalam pengenalan situasi dan kondisi dan masyarakat serta penelitian terhadap bahaya, risiko, dan sumber daya setempat. Menggambarkan disain proyek mitigasi dan rencana kerja yang lebih baik menjawab permasalahan dan kebutuhan masyarakat. Manajemen sumber daya yang lebih baik sebagai masyarakat yang memberikan kontribusi kemitraannya dalam menyediakan dana, tenaga dan material (Rahman, 2007). Program CBDRR/CBDP dalam jangka panjang diharapkan mampu dijadikan sebagai model bagi pembangunan daerah yang memperhatikan aspekaspek bahaya dan risiko bencana. Pada saat yang sama, peta bahaya, risiko dan sumber daya masyarakat diharapkan dapat membantu masyarakat dalam
13
perencanaan pembangunan desa dan pertimbangan dalam penggunaan lahan, sehingga akan menghindari penggunaan lahan di daerah yang memang sangat rentan dan sangat rawan (www.bencana.net, diakses tanggal 24 Mei 2011). Pada saat kritis, masyarakat setempatlah yang mengatasi dampak bencana pada keluarga dan tetangga dengan menggunakan kemampuan yang mereka miliki. Dalam tahap pemulihan yang seringkali membutuhkan waktu panjang dan sumber daya yang banyak, masyarakat memerlukan dukungan karena sumber daya mereka menipis atau habis. Umumnya yang terjadi adalah pemerintah atau lembaga bantuan dari luar hanya memusatkan perhatian pada upaya tanggap darurat melalui konsultasi yang minim sekali dengan masyarakat setempat dan seringkali masyarakat hanya menjadi obyek proyek bantuan darurat. Pada tahap pemulihan, kegiatan pemerintah dan lembaga bantuan sangat terbatas, apalagi pada tahap sebelum bencana. Melihat kedua hal di atas, maka penting bagi masyarakat untuk menyiapkan diri dengan cara mengurangi ancaman, melakukan kegiatan pengurangan dampak ancaman, kesiapsiagaan, dan meningkatkan kemampuan dalam penanganan bencana. Hal-hal tersebut dapat dilakukan dengan baik apabila masyarakat mengorganisir diri membentuk Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB). Di desa Wonolelo sudah terbentuk Tim Standart (Satuan Tanggap Darurat) yang terbentuk dari kecamatan dan sudah terbentuk pula Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB).
1.7. Kerangka Pemikiran Bencana adalah bahaya yang menyebabkan kerugian dan penderitaaan yang berimbas pada masyarakat tidak mampu untuk menghadapinya. Risiko bencana merupakan gabungan dari ancaman dan kerentanan dan berbanding terbalik dengan kapasitas. Kapasitas merupakan kemampuan individu, masyarakat dalam menghadapi bencana, mitigasi, kesiapan, dan bertahan hidup. Penanggulangan Bencana adalah serangkaian kegiatan baik sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dilakukan untuk mencegah, mengurangi, menghindari dan memulihkan diri dari dampak bencana. Secara umum kegiatankegiatan yang dilakukan dalam penanggulangan bencana adalah sebagai berikut:
14
pencegahan, pengurangan dampak bahaya, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi), dan pembangunan berkelanjutan yang mengurangi risiko bencana. Pada saat kritis, masyarakat setempatlah yang mengatasi dampak bencana pada keluarga dan tetangga dengan menggunakan kemampuan yang mereka miliki. Dalam tahap pemulihan yang seringkali membutuhkan waktu panjang dan sumber daya yang banyak, masyarakat memerlukan dukungan karena sumber daya mereka menipis atau habis. Umumnya yang terjadi adalah pemerintah atau lembaga bantuan dari luar hanya memusatkan perhatian pada upaya tanggap darurat melalui konsultasi yang minim sekali dengan masyarakat setempat dan seringkali masyarakat hanya menjadi obyek proyek bantuan darurat. Pada tahap pemulihan, kegiatan pemerintah dan lembaga bantuan sangat terbatas, apalagi pada tahap sebelum bencana. Melihat kedua hal di atas, maka penting bagi masyarakat untuk menyiapkan diri dengan cara mengurangi ancaman, melakukan kegiatan pengurangan dampak ancaman, kesiapsiagaan, dan meningkatkan kemampuan dalam penanganan bencana.
15
Kapasitas Masyarakat
Mitigasi
Kesiapan
Wawancara
Kuesioner
Bertahan Hidup
Desa Wonolelo Kedungrejo––Cegokan Cegokan––Ploso Ploso––Purworejo Purworejo––Bojong Bojong – Guyangan – Depok - Mojosari Kedungrejo
- Peta RBI - Peta Administrasi - Peta Ancaman Bencana
Data-data sekunder (dokumen): - Dokumen Perencanaan Pembangunan Desa - Monografi Desa - Data Program Terkait Kebencanaan (Desa Tangguh, Rekompak-JRF, PNPM)
Observasi Lapangan
Olah Data
Tingkat Kapasitas
Peta Tingkat Kapasitas
Kendala
Strategi
Kesimpulan dan saran
Gambar 1.1. Diagram Alir Penelitian
16
1.8. Batasan Operasional 1.8.1. Kapasitas Merujuk pada kekuatan yang dimiliki tiap individu ataupun kelompok yang dapat ditingkatkan, dimobilisasi dan digunakan untuk member kemudahan kepada tiap individu dan masyarakat untuk membentuk masa depan mereka dengan mengurangi risiko bencana. Hal ini termasuk pencegahan, pengurangan, kemampuan bertahan hidup individu dan kesiapan masyarakat. 1.8.2. Masyarakat Masyarakat merupakan sesuatu yang kompleks dan seringkali tidak berbentuk satu kesatuan. Di antara orang-orang yang tinggal di suatu daerah yang sama ada perbedaan-perbedaan dalam hal kekayaan, status sosial dan pekerjaan, dan mungkin pula ada pembagian-pembagian lain yang lebih serius di dalam masyarakat. 1.8.3. Pengurangan Risiko Bencana Pengurangan risiko bencana (PRB) merupakan sebuah konsep yang luas dan relatif baru. Ada beberapa definisi berbeda dari istilah ini dalam literatur teknis, tetapi PRB secara umum dipahami sebagai pengembangan dan penerapan secara luas dari kebijakan-kebijakan, strategi-strategi dan praktik-praktik untuk meminimalkan kerentanan dan risiko bencana di masyarakat. 1.8.4. Komunitas Komunitas merupakan kelompok berbasis masyarakat menggunakan pendekatan yang berbasis realita bahwa dengan cara-cara yang relatif sederhana dan mudah dilaksanakan, maka masyarakat di kalangan bawah pun dapat melakukan perubahan yang positif untuk menuju ke arah yang lebih baik
17