BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Menurut Syafnijal Datuk S dalam artikelnya di sinarharapan.co pada tanggal 07 september 2013 (12.15) yang berjudul “Dibanggakan tapi Dilupakan” menjelaskan sebagai berikut, Aksara Lampung atau biasa disebut Had Lampung berasal dari perkembangan aksara Devanagari yang lengkapnya dinamakan Dewdatt Deva Nagari atau aksara Palawa dari India Selatan, aksara ini berbentuk suku kata seperti halnya aksara Jawa ca-ra-ka atau bahasa Arab alif-ba-ta. Had Lampung terdiri dari huruf induk yang berjumlah 20 huruf, yakni ka-ga-nga-pa-ba-ma-ta-na-ca-janya-ya-a-la-ra-sa-wa-ha-gha. Serta atribut lain seperti anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambang, angka, dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah Kaganga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan. Syafnijal juga menjelaskan bahwa Aksara Lampung diperkirakan masuk ke daerah Sumatera Selatan pada era Kerajaan Sriwijaya (7001.000 Masehi), aksara ini memiliki banyak persamaan dengan aksaraaksara di luar Lampung. Tetapi bukan berarti yang satu meniru yang lain, melainkan aksara-aksara tersebut memang bersaudara yaitu sama-sama diturunkan dari aksara India. Karena ada pembeda bentuk dan digunakan oleh sebagian orang di daerah pedalaman Lampung, maka disebut aksara Lampung atau dalam bahasa daerah Lampung disebut kelabai surat Lampung yang berarti ibu surat Lampung. Beliau juga mengungkapkan bahwa penggunaan aksara Lampung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Lampung sudah sangat jarang sekali ditemukan baik itu di kota maupun di daerah, masyarakat Lampung lebih suka menggunakan huruf latin untuk menuliskan bahasa Lampung daripada menggunakan aksara Lampung itu sendiri. Hal ini disebabkan karena lebih banyaknya masyarakat yang tidak dapat membaca dan menulis dengan menggunakan aksara Lampung, selain itu menggunakan
1
huruf latin juga dianggap lebih mudah untuk menulis dan membaca bahasa Lampung daripada menggunakan aksara Lampung. Banyaknya masyarakat yang tidak dapat menulis dan membaca menggunakan aksara Lampung ini disebabkan karena tidak dibiasakannya menggunakan aksara Lampung dalam kehidupannya sehari-hari, walaupun masyarakat mungkin sudah mempelajarinya pada saat mereka sekolah tetapi jika tidak dibiasakan untuk menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari mereka akan lupa seiring berjalannya waktu. Harusnya aksara Lampung menjadi salah satu aset budaya yang patut dibanggakan oleh masyarakat Lampung karena menurut Prof. K.F. Holle, Cuma sedikit suku-suku di nusantara yang memiliki aksara sendiri. Dan sebagian besar suku tidak memiliki aksara, dan mereka baru mengenal aksara setelah agama islam masuk ke nusantara yaitu huruf Arab-Melayu. Menurut Udo Z. Karzi seorang sastrawan asal Lampung, huruf Lampung (kaganga) seperti juga aksara nusantara yang lain. beliau berkata menurut James Collins setidaknya dalam bukunya “Bahasa Melayu dan Bahasa Sansekerta” dan “Bahasa Melayu Bahasa Dunia” memang dipengaruhi oleh huruf pallawa di India. Tapi aksara itu sudah “original” di suku-suku bangsa yang bersangkutan dalam arti sudah berbeda dengan huruf asalnya (Pallawa) dan tentu saja mendapal local genius, dengan demikian huruf Lampung seperti juga aksara-aksara nusantara lainnya merupakan huruf asli di nusantara. Jadi jangan diragukan orisinalitasnya. Lalu Udo menjelaskan di Indonesia setidaknya ada 12 aksara daerah, yaitu: Jawa, Bali, Sunda, Bugis/Lontara, Rejang, Lampung, Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Mandailing, dan Kerinci/Rencong. Aksaraaksara yang termasuk kelompok kaganga antara lain aksara Rejang, Lampung, dan Rencong (Kerinci). Istilah kaganga diciptakan oleh Mervyn A. Jaspan (1926-1975), antropolog di University of Hull (Inggris) dalam buku Folk Literature of South Sumatra, Redjang Ka-Ga-Nga Texts. Canbera, The Australian National University 1964. Istilah asli yang
2
digunakan oleh masyarakat Lampung di Sumatera bagian Selatan adalah Surat Ulu. Kemudian menurut Iwan Nurdaya yang juga seorang sastrawan asal Lampung jika mencermati peta budaya dan bukan peta administrasi, persebaran huruf Ka Ga Nga bukan Cuma di Lampung. Tetapi juga di Bengkulu Selatan dan Sumatera Selatan, orang-orang Sumatera Selatan menyebutnya Surat Ulu dan/atau Surat Ogan dan jangan lupa wilayah administrasi Lampung Barat sekarang ini dulunya termasuk ke dalam wilayah Bencolen (Bengkulu). Setidaknya pada masa Kompeni Inggris berkuasa di Bengkulu sebelum kemudian ditukar guling oleh Belanda dengan Singapura. Aksara Lampung yang merupakan kebanggaan masyarakat Lampung ini mungkin saja hanya menjadi bagian dari sejarah sastra di Indonesia jika keberadaannya tidak dilestarikan, salah satu faktor yang dapat membuat aksara Lampung hanya tinggal sejarah adalah sudah sangat jarangnya
aksara
Lampung
digunakan
di
kehidupan
sehari-hari
masyarakat. Masyarakat bukannya tidak ingin menggunakan aksara Lampung dalam kehidupan sehari-hari mereka tetapi karena lebih banyak masyarakat yang tidak dapat membaca dan menulis menggukan aksara Lampung, bahkan masyarakat yang keturunan asli suku Lampung. Anakanak mereka kebanyakan mempelajari aksara Lampung itu hanya dari sekolahnya, dan jika tidak sering dipergunakan dalam kesehariannya anakanak jadi lupa ketika mata pelajaran yang mempelajari aksara Lampung sudah tidak ada di satuan tingkat pendidikan yang mereka jalani. Di kota Metro provinsi Lampung mata pelajaran yang mempelajari tentang aksara Lampung ada di dalam pelajaran muatan lokal (mulok) bahasa Lampung, pelajaran ini selalu ada di satuan tingkat pendidikan Sekolah Dasar namun tidak di begitu halnya ketika di SMP dan SMA. Mata pelajaran mulok bahasa Lampung ini sempat hilang dari kurikulum SMP dan SMA sekitar tahun 2004 sampai 2013, tetapi pelajaran mulok kembali diadakan di SMP dan SMA pada kurikulum 2013.
3
Tenaga pengajar yang merupakan lulusan murni dari jurusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) bahasa Lampung di kota Metro hanya berjumlah tiga orang itupun bukan lulusan strata satu (S1), jadi selama ini sebenarnya kota Metro sangat-sangat kukurangan tenaga pengajar yang benar-benar ahli di bidang pengajaran bahasa Lampung. Bagaimana anak-anak dapat mempelajari bahasa Lampung khususnya aksara Lampung dengan baik jika tenaga pengajarnya tidak memiliki kompetensi khusus di bidang tersebut. Menurut ibu Sri Susilowati S.Pd. guru mata pelajaran muatan lokal bahasa Lampung di Sekolah Dasar Negeri 1 Metro Pusat beliau mengajar mata pelajaran bahasa Lampung sejak tahun 2003 sampai tahun 2009, kemudia sejak tahun 2009 tersebut beliau ditetapkan menjadi guru kelas dan tidak mengajar bahasa Lampung lagi. Beliau mengatakan bahasa Lampung merupakan salah satu mata pelajaran yang disukai oleh anak didik di sekolahnya, menurut keterangan beliau anak-anak menyukai pelajaran ini karena metode pengajaran yang beliau terapkan dikelas. Contohnya seperti beliau mengajarkan aksara Lampung kepada anak-anak dengan bernyanyi dan secara bertahap jadi anak-anak lebih mudah untuk menghafalkannya, metode tersebut terbukti berhasil dengan banyaknya anak-anak Sekolah Dasar Negeri 1 Metro Pusat yang hafal aksara Lampung. Sayangnya tidak semua guru bahasa Lampung di kota Metro tidak menerapkan hal yang sama sehingga anak-anak di sekolah lain masih banyak yang tidak hafal dengan aksara Lampung. Berdasarkan pada situasi dan kondisi yang peneliti gambarkan di atas, dibutuhkan sebuah upaya untuk menghimbau kembali kepada masyarakat Lampung untuk melestarikan kembali penggunaan aksara Lampung dalam kehidupan sehari-hari mereka. Yaitu dalam sebuah perancangan kampanye yang bertujuan untuk menarik minat masyarakat khususnya anak-anak, agar anak-anak lebih mencintai warisan kebudayaan dari daerah Lampung tersebut.
4
1.2.
Permasalahan
1.2.1. Identifikasi Masalah Mengacu pada latar belakang diatas peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Masyarakat
jarang
menggunakan
aksara
Lampung
dalam
kehidupan sehari-hari, hal ini disebabkan karena sedikit sekali masyarakat yang masih fasih dalam membaca dan menulis dengan menggunakan aksara Lampung. 2. Belum pernah ada kampanye yang bertujuan untuk menarik minat masyarakat khususnya anak-anak untuk mempelajari aksara Lampung.
1.2.2. Perumusan Masalah Dari identifikasi masalah diatas peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Strategi kampanye seperti apa yang dapat menarik minat masyarakat khususnya anak-anak untuk mau mengikuti kampanye tersebut? 2. Bagaimanakah
perancangan
kampanye
yang
tepat
untuk
mengadakan sebuah kampanye agar dapat menarik minat masyarakat khususnya anak-anak, untuk menjaga kelestarian aksara Lampung?
1.2.3. Batasan Perancangan Peneliti membatasi perancangan yang akan di bahas dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Perancangan ini ditujukan untuk anak-anak usia 7 sampai 12 tahun yang berada di kota Metro provinsi Lampung, tanpa adanya batasan jenis kelamin, kelas sosial, dan agama. 2. Pembahasan yang akan peneliti jelaskan dalam perancangan kampanye ini mencakup seperti apa kampanye yang tepat untuk menarik minat anak-anak terhadap aksara Lampung, sampai
5
dengan media-media apa saja yang dapat mendukung keberhasilan kampanye tersebut.
1.3.
Ruang Lingkup Masalah 1. Apa (What?) Perancangan kampanye yang akan peneliti buat ini adalah sebuah kampanye melalui event edukasi tentang pelestarian aksara Lampung untuk anak-anak. 2. Siapa (Who?) Target Audience dari hasil perancangan ini adalah anak-anak Sekolah Dasar (usia 7-12 tahun), dengan target audience yang dikhususkan pada anak-anak Sekolah Dasar peneliti berharap anakanak tersebut dapat berperan lebih aktif kedepannya. Peran aktif anak-anak tersebut di masa yang akan datang akan sangat membantu dalam menjaga kelestarian dari aksara Lampung. 3. Dimana (Where?) Hasil dari perancangan kampanye tentang pelestarian aksara Lampung ini akan diterapkan di kota Metro provinsi Lampung, bekerja sama dengan instansi pemerintahan terkait dalam hal ini Dinas Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga Kota Metro. 4. Kapan (When?) Event edukasi ini akan dilaksanakan pada tanggal 2 dan 16 agustus 2015. 5. Kenapa (Why?) Karena aksara Lampung sudah sangat jauh ditinggalkan oleh masyarakat Lampung khususnya yang ada di kota. 6. Bagaimana (How?) Fokus perancangan kampanye ini adalah untuk menarik minat anak-anak untuk mencintai aksara Lampung tersebut, sehingga keberadaan aksara Lampung akan tetap lestari keberadaannya di kalangan masyarakat Lampung itu sendiri.
6
1.4.
Tujuan Penelitian Tujuan dari perancangan kampanye pelestarian aksara Lampung yang peneliti lakukan ini adalah sebagai berikut: 1. Dengan mengadakan kampanye dalam bentuk event edukasi ini diharapkan dapat menarik banyak anak-anak untuk ikut serta di dalamnya, karena anak-anak adalah target audience utama dari kampanye ini. 2. Dengan strategi kampanye yang sesuai dapat menarik minat banyak peserta untuk ikut serta dalam kampanye yang diadakan, semakin banyak peserta yang ikut serta dalam kampanye ini maka tingkat keberhasilannya juga akan semakin tinggi.
1.5.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk instansi terkait Perancangan kampanye ini diharapkan menjadi pemicu kesadaran instansi terkait, agar dengan segera melakukan upaya pelestarian terhadap aksara Lampung sebelum aksara Lampung tersebut hanya tinggal sejarah. 2. Untuk masyarakat Penelitian ini adalah bentuk kontribusi peneliti terhadap upaya melestarikan aksara Lampung, agar aksara Lampung tersebut tidak hilang keberadaannya dikarenakan tidak ada lagi masyarakat yang dapat menggunakannya. 3. Untuk penulis Penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada program studi desain komunikasi visual. 4. Untuk institusi Sebagai acuan untuk tambahan referensi tentang kampanye dan aksara Lampung.
7
1.6.
Metode Penelitian, Metode Pengumpulan Data, dan Analisis Data
1.6.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah kualitatif. Menurut Sugiyono (2009:15) penelitian kualitatif adalah suatu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive, teknik
pengumpulan
dengan
triangulasi,
analisis
data
bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian kualitatif bertumpu pada latar belakang alamiah secara holistik, memposisikan manusia sebagai alat penelitian, melakukan analisis data secara induktif, lebih mementingkan proses daripada hasil serta penelitian yang dilakukan disepakati oleh peneliti dan subjek penelitian.
1.6.2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah dengan metode wawancara mendalam, kuesioner, studi kepustakaan, dan observasi. 1. Wawancara
mendalam
(in-depth
interview)
adalah
proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relative lama (Sutopo, 2006:72). Wawancara dilakukan kepada ibu Sri Susilowati, S.Pd. selaku guru mata pelajaran bahasa Lampung di Sekolah Dasar Negeri 1 Metro pusat, lalu kepada bapak HM Ali Kepala Mega, S.H. yang menjabat sebagai sekretaris Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL), dan terakhir kepada abang Novan Adi Putra sebagai pemerhati adat istiadat Lampung.
8
2. Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrument atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden (Sutopo, 2006:82). Kuesioner disebarkan kepada 100 anak Sekolah Dasar kelas 4,5, dan 6 yang ada di kota Metro. Masing-masing di Sekolah Dasar Negeri 1 Metro pusat, Sekolah Dasar Negeri 3 Metro Barat, Sekolah Dasar Negeri 7 Metro Barat, dan Sekolah Dasar Muhammadiyah Metro Pusat. Dengan pemilihan sampel bertujuan, siswa/siswi yang dipilih adalah dari kelas 4,5, dan 6. Karena jika kuesioner diberikan kepada siswa/siswi kelas 1,2, dan 3 mereka belum dapat menjawab pertanyaan yang peneliti ajukan. 3. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literaturliteratur,
catatan-catatan,
dan
laporan-laporan
yang
ada
hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir, 1988:111). Buku yang peneliti gunakan adalah buku-buku yang membahas tentang metode penelitian, desain komunikasi visual, strategi komunikasi dan buku dan artikel yang memuat isi tentang aksara Lampung.
1.6.3
Analisis Data Analisis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. AIDA Menurut Tjetjep Djatnika (2007) menjelaskan teori AIDA merupakan pengambilan keputusan pembelian adalah suatu proses psikologis yang dilalui oleh konsumen atau pembeli, prosesnya yang diawali dengan tahap menaruh perhatian (Attention) terhadap barang atau jasa yang kemudian jika berkesan dia akan melangkah ke tahap ketertarikan (Interest)
9
untuk mengetahui lebih jauh tentang keistimewaan produk atau jasa tersebut yang jika intensitas ketertarikannya kuat berlanjut ke tahap berhasrat atau berminat (Desire) karena barang atau jasa yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya. Jika hasrat dan minatnya begitu kuat baik karena dorongan dari dalam atau rangsangan persuasive dari luat maka konsumen atau pembeli tersebut akan mengambil keputusan membeli (Action) barang atau jasa yang ditawarkan. 2. AIO Gaya
hidup
mencerminkan
bagaimana
seseorang
menghabiskan waktu dan uangnya yang dinyatakan dalam aktivitas-aktivitas, minat, dan opini-opininya. Dengan demikian psikografis adalah segmentasi yang mengelompokkan audiensi secara
lebih
tajam
daripada
sekedar
variabel-variabel
demografi. Para peneliti pasar yang menganut pendekatan pendekatan gaya hidup cenderung mengklasifikasikan konsumennya berdasarkan variabel-variabel AIO, yaitu activity, interest, dan opinion. Joseph Plumer (1974) mengatakan bahwa segmentasi gaya hidup mengukur aktivitas-aktivitas manusia dalam hal: 1. Bagaimana mereka menghabiskan waktunya (pekerjaan, hobi, liburan, belanja, olahraga, dan lain-lain). 2. Minat mereka; apa yang dianggap penting di sekitarnya (keluarga, rumah, karier, makanan, dan lain-lain). 3. Pandangan-pandangan
baik
terhadap
diri
sendiri
maupun terhadap orang lain (isu-isu sosial, politik, masa depan, dan lain-lain). 4. Karakter-karakter dasar seperti tahap yang mereka lalui dalam kehidupan (life cycle), penghasilan, pendidikan dan dimana mereka tinggal.
10
1.7.
Kerangka Penelitian Berikut ini adalah skema kerangka penelitian yang peneliti gunakan:
Latar Belakang Sedikitnya masyarakat di Lampung yang fasih dalam menulis dan membaca dengan menggunakan aksara Lampung.
Fenomena Mulai ditinggalkannya penggunaan aksara Lampung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Lampung. Isu Banyak anak-anak yang kurang tertarik kepada aksara Lampung. Nomena Umumnya masyarakat lebih memilih menggunakan huruf latin daripada menggunakan aksara Lampung untuk menulis bahasa Lampung.
Opini Menurut Sri Susilowati S.Pd. guru mata pelajaran bahasa Lampung, anakanak yang beliau ajar senang mempelajari aksara Lampung karena beliau mengajarkan aksara Lampung dengan cara dinyanyikan. Namun tidak semua guru menerapkan metode yang sama di setiap sekolah.
Hipotesa Berdasarkan isu dan fenomena di atas maka diperlukan sebuah kampanye untuk menarik minat anak-anak dan masyarakat agar keberadaan aksara Lampung tetap lestari di kalangan masyarakat Lampung tersebut.
Solusi Peneliti merancang sebuah kampanye dalam bentuk event edukasi untuk menarik minat anak-anak agar lebih mencintai aksara Lampung.
Tujuan Menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keberadaan aksara Lampung sekaligus menarik minat anak-anak untuk menyukai aksara Lampung tersebut.
Manfaat Mempertahankan kelestarian aksara Lampung, sebagai salah satu aset budaya yang dimiliki masyarakat Lampung agar tidak punah seiring berjalannya waktu karena mulai ditinggalkan oleh masyarakat Lampung itu sendiri. Gambar 1.1 Kerangka Penelitian Sumber : Pribadi
11
1.8.
Susunan Penulisan Sistematika penulisan yang peneliti gunakan untuk tugas akhir disusun sebagai berikut : Pada BAB I, peneliti menjelaskan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, kerangka penelitian dan susunan penulisan. Pada BAB II, Dasar Pemikiran, peneliti menjelaskan dasar pemikiran dan teori-teori yang relevan yang digunakan dalam penelitian. Pada BAB III, Metode dan Analisis Data, peneliti menguraikan tentang metode penelitian dan analisis data. Pada BAB IV, Temuan dan Hasil, peneliti menampilkan temuan dan hasil penelitian. Pada BAB V, Penutup, peneliti menjelaskan mengenai kesimpulan yang dirangkum dari keseluruhan isi penelitian beserta rekomendasi atau saran.
12