BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perencana kota harus memperhatikan upaya-upaya untuk membentuk citra
kota dalam melakukan perencanaan dan penataan kota. Dalam hal ini, Shirvani (1985) mengungkapkan penataan kota harus merespon upaya-upaya untuk membentuk identitas, karakter, dan jiwa dari sebuah tempat melalui perpaduan antara konteks seting sejarah, fisik, dan budaya lokal dengan kebutuhan saat ini. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui identitas dan jati diri kota merupakan bagian penting dalam penataan ruang kota. Salah satu upaya membentuk identitas kota dapat dilakukan dengan memberikan makna bagianbagian wilayah kota secara arsitektural untuk membentuk citra kota. Citra kota tidak hanya membentuk identitas dan jati diri kota, akan tetapi lebih dari itu, citra kota memberikan banyak hal penting bagi kota seperti memberikan kemampuan untuk berorientasi dengan mudah dan cepat bagi masyarakat, memperkuat keselarasan bagian-bagian wilayah kota, serta menjadi salah satu faktor penentu yang mempengaruhi eksistensi suatu kota. Konsep citra kota mengarahkan pandangan perencanaan dan perancangan kota menuju kearah perencanaan kota dari orang-orang yang hidup didalamnya.
Lynch (1960)
mendefinisikan citra kota sebagai gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya. Oleh karena itu, citra suatu tempat sangat berkaitan dengan hasil pengamatan (persepsi) masyarakat terhadap obyek amatannya (elemen pembentuk citra) di suatu kawasan. Pemerintah atau sektor publik mempunyai peran penting dalam pembentukan citra suatu tempat. Alexander (1977) menegaskan citra merupakan keseluruhan bahasa berpola yang dapat dibentuk atau dirancang sesuai keingininan perencananya. Senada dengan pernyataan tersebut, Pemerintah DKI Jakarta (2013) mengungkapkan tujuan dibuatnya rancangan kota adalah untuk memberikan pedoman guna mewujudkan lingkungan kota yang berkualitas serta
1
berorientasi pada manusiadan/atau kepentingan umum dengan penekanan pada aspek kualitas fungsional, kualitas visual, serta kualitas lingkungan. Namun demikian, saat ini upaya-upaya pemerintah untuk membentuk citra sesuai dengan rancangan kota masih terkendala beberapa permasalahan. Tancik (1986) merumuskan sedikitnya terdapat tiga permasalahan dalam pembentukan citra suatu kawasan. Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya adalah bangunan bangunan perkotaan diperlakukan sebagai objek yang terpisah bukan sebagai bagian dari pola yang lebih besar, keputusan terhadap perkembangan kawasan sering diambil berdasarkan rencana 2D tanpa memperhatikan hubungan antar bangunan dan ruang yang terbentuk diantaranya, serta kurang memahami perilaku manusia. Permasalahan-permasalahan dalam upaya membentuk citra suatu tempat dapat dijumpai di berbagai kota di Indonesia. Jakarta adalah salah satu kota besar yang masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan pembentukan citra kota tetapi diharapkan memiliki citra kota yang kuat. Selain statusnya sebagai Ibukota Negara Indonesia, Jakarta juga merupakan pusat perdagangan dan bisnis tersibuk di Indonesia. Salah satu koridor jalan yang mencerminkan citra kota Jakarta adalah Koridor Jalan Muhammad Husni Thamrin. Secara historis, Koridor Jalan M.H.Thamrin mulai dibuka pada tahun 1950, kemudian sejak tahun 1960an koridor jalan ini menggantikan poros lama Jakarta Kota-Monas-Senen-Salemba-Jatinegara dengan poros baru Jakarta Kota-Monas-Thamrin-Sudirman-Kebayoran. Koridor Jalan M.H. Thamrin adalah landmark Ibukota Jakarta yang mencerminkan citra kota Jakarta. Asal mula Koridor Jalan M.H. Thamrin adalah adanya gagasan Presiden Soekarno yang menganggap penting bahwa Jakarta sebagai sebuah ibukota nasional harus dapat menjadi simbol kesatuan dan modernitas bangsa Indonesia. Oleh karen itu, Presiden Soekarno menjadikan pusat kota (poros Jakarta Kota-Kebayoran) sebagai simbol bangsa yang ditandai dengan pembangunan berbagai karya patung monumental (Patung Selamat Datang, Tugu Jam, Patung Jendral Sudirman, Monas) dan bangunan megah (HI, Sarinah, Gelora Bung Karno) yang seolah-olah menegaskan kepentingan bangsa Indonesia. Pemerintah secara khusus juga menerapkan kebijakan untuk
2
memoderenisasikan Jalan Thamrin sebagai sumbu tengah yang berfungsi sebagai pita tempat gedung-gedung pencakar langit berkelokan di dalam kota (Nas, 2007). Seiring berjalannya waktu, Koridor Jalan M.H. Thamrin yang memiliki peran penting bagi pembentukan citra kota Jakarta mengalami perkembangan pesat baik dari segi penggunaan lahan, aktivitas, maupun desain visual koridor. Namun demikian perubahan ini justru tidak diimbangi dengan adanya kebijakan rancang kota (urban design guideliness) untuk menjaga dan memperkuat citra kota yang terbentuk. Maka, pemerintah utamanya perencana mempunyai peran paling besar dalam pembentukan citra Koridor Jalan M.H Thamrin, karena citra kota terbentuk berdasarkan kesatuan elemen ruang koridor bukan berdasarkan arsitektural bangunan. Pemerintah DKI Jakarta melalui RTRW DKI Jakarta 2030 menetapkan Koridor Jalan M.H.Thamrin sebagai salah satu pangkal/pusat kawasan segitiga emas Jakarta, yang berarti memerlukan penanganan khuus dalam penataan ruang karena berpengaruh terhadap kepentingan masyarkat luas. Selain itu, Koridor Jalan M.H. Thamrin juga ditetapkan sebagai koridor wisata jalur timur dengan konsep koridor wisata terintegrasi dengan berbagai fasilitas pendukung bertaraf internasional. Lebih rincinya, Pemerintah DKI Jakarta dalam Rencana Detail Tata Ruang menetapkan Jalan M.H Thamrin sebagai jalur evakuasi bencana dengan didukung oleh angkutan massal Bus Transjakarta, KRL, dan MRT. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan di Koridor Jalan M.H. Thamrin serta perkembangan aktivitas dan guna lahan menyebabkan terjadinya perubahan desain visual koridor jalan yang mengindikasikan perubahan citra Koridor Jalan M.H. Thamrin. Koridor Jalan M.H Thamrin dengan fungsi utamanya sebagai pusat bisnis diarahkan pemerintah untuk mempunyai citra sebagai koridor wisata. Permasalahan yang kemudian muncul adalah ketidakjelasan citra Koridor Jalan M.H. Thamrin yang seharusnya menjadi simbol modernitas citra kota Jakarta. Permasalahan ini sekaligus mengindikasikan ketidaksesuaian citra kota yang terbentuk berdasarkan kebijakan pemerintah dengan citra yang seharusnya terbentuk di Jalan M.H. Thamrin sebagai landmark kota Jakarta berdasarkan persepsi masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian citra Koridor Jalan
3
M.H.Thamrin untuk mengidentifikasi citra saat ini sesuai dengan persepsi masyarakat dan menganalisis kesesuaian citra Koridor Jalan M.H. Thamrin berdasarkan elemen-elemen penbentuknya di lapangan dengan citra yang direncanakan dalam kebijakan penataan ruang. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat menyadarkan perencana kota terhadap pentingnya pembentukan citra kota melalui pemaknaan bagian wilayah kota, menjadi salah satu contoh best practice/bad practice keberhasilan pembentukan citra kota oleh pemerintah, serta mengungkapkan prioritas elemen-elemen yang harus diperhatikan dalam pembentukan citra suatu koridor.
1.2
Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
1.2.1 Rumusan masalah Jakarta adalah Ibukota Negara Indonesiayang masih dihadapkan pada permasalahan-permasalahan pembentukan citra tetapi diharapkan memiliki citra kota yang kuat.Koridor Jalan Muhammad Husni Thamrin merupakan bagian dari poros utama DKI Jakarta dan mencerminkan citra kota Jakarta. Namun demikian, Jalan M.H. Thamrin mengalami beberapa permasalahan terkait pembentukan citra diantaranya adalah adanya perubahan citra, identitas kurang terbentuk sehingga tidak adanya brand kawasan, dan potensi kurang dimaksimalkan mengingat peran penting koridor. Perubahan citra koridor ditunjukkan dengan perubahan guna lahan, perkembangan aktivitas, perkembangan kebijakan pemerintah, serta perubahan karakter visual setiap penggal jalannya. Adanya perubahan citra menyebabkan Koridor Jalan M.H tidak mempunyai spesialisasi khusus dalam kompleksitas DKI Jakarta sehingga identitas dan brand kawasan tidak terbentuk. Selain itu, Koridor Jalan M.H.Thamrin yang terletak diantara Kawasan Medan Merdeka sebagai pusat pemerintahan dan Kawasan Sudirman sebagai pusat bisnis belum mempunyai jati diri yang kuat dengan spesialisasi fungsi tertentu. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian Citra Koridor Jalan M.H. Thamrin untuk memperkuat citra, mengoptimalkan potensi, serta memunculkan identitas koridor.
4
1.2.2 Pertanyaan penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang diatas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1.
Seperti apakah citra koridor Jalan M.H Thamrin berdasarkan persepsi masyarakat?
2.
Apakah citra koridor Jalan M.H Thamrin sesuai faktor pembentuk citra di lapangan telah sesuai dengan citra yang direncanakan dalam kebijakan penataan ruang?
3.
Bagaimana keberhasilan pembentukan citra Koridor Jalan M.H Thamrin berdasarkan temuan citra menurut persepsi masyarakat dan temuan kesesuaian citra dengan kebijakan penataan ruang?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mengidentifikasi citra koridor Jalan M.H Thamrin berdasarkan faktor pembentuk citra kota
2.
Mengevaluasi kesesuaian citra koridor Jalan M.H Thamrin berdasarkan faktor pembentuk citra di lapangan dengan rencana citra Koridor Jalan M.H Thamrin dalam kebijakan penataan ruang
3.
Menilai keberhasilan pembentukan citra Koridor Jalan M.H Thamrin dengan membandingkan temuan citra menurut persepsi masyarakat dan temuan kesesuaian citra dengan kebijakan penataan ruang
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1.
Menyadarkan perencana kota terhadap pentingnya pembentukan citra kota melalui pemaknaan bagian wilayah kota
2.
Menjadi salah satu contoh best practice/bad practice keberhasilan pembentukan citra kota oleh pemerintah
5
3.
Mengungkapkan fase pembentukan peta mental
dan prioritas
elemen-elemen pembentuk citra kota yang harus diperhatikan dalam pembentukan citra suatu koridor
1.5
Batasan Penelitian 1.
Fokus penelitian ini adalah citra koridor Jalan M.H.Thamrin berdasarkan persepsi masyarakat, kesesuaian citra koridor Jalan M.H.Thamrin yang terbentuk berdasarkan analisis faktor pembentuk citra kota di lapangan dengan citra yang direncanakan dalam kebijakan penataan ruang, serta keberhasilan pembentukan citra yang dinilai berdasarkan kecocokan citra menurut persepsi masyarakat dan citra yang direncanakan oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan penataan ruang yang dimaksud adalah Rencana Citra Koridor Jalan M.H. Thamrin dalam RTRW DKI Jakarta dan RDTR DKI Jakarta
2.
Lokus penelitian ini adalah koridor Jalan Muhammad Husni Thamrin Jakarta yang terdiri dari empat penggal jalan.
Gambar 1 Batasan Lokasi Penelitian Sumber: Penulis, 2015 6
1.6
Keaslian Penelitian Penulis tidak menemukan penelitian dengan lokus koridor Jalan M.H.
Thamrin. Namun demikian terdapat beberapa penelitian dan kajian yang telah dilakukan dengan pokok bahasan citra suatu koridor dan karakter visual ruang jalan dengan adanya perbedaan fokus amatan. Beberapa penelitian tersebut cukup menginspirasi penulis dan digunakan sebagai referensi pada penelitian ini, akan tetapi penelitian ini tetap dapat membuktikan keaslian penelitian melalui perbedaan lokus, fokus amatan, teori acuan, maupun metode penelitian. Beberapa penelitian tersebut diantaranya : Tabel 1 Keaslian Penelitian No
Nama
Judul
Lokus Citra Jalan Jalan Mondorakan dan Mondorak Jalan an dan Mondorakan, Jalan Kota Mondorak Yogyakarta an, Cita Kota Kota Cimahi sebagai Cimahi Kota Miliiter (sesuai Berdasarkan batas Persepsi administr Masyarakat asi) Karakter Visual Jl. Koridor Depaten Kawasan Lama Baru – Jl. Sekanak – Ki Gede Palembang Ing Suro (Kasus : Jl. Depaten Baru – Jl. Ki Gede Ing Suro)
1
Zeindha Hamidi
2
Rahadyan
3
Hendri Warlika Sedoputra
4
Nathasja Kajian Karakter Tiffany Visual untuk Aprimadhany Memperkuat Penggal Jalan Alun-Alun Selatan – Panggung Krapyak
Penggal Jalan AlunAlun Selatan – Panggung Krapyak
Perbedaan Fokus Penelitian ini memiliki fokus perubahan citra yang ditinjau dari aspek sejarah kawasan dan perubahan tata guna lahan Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan Kota Cimahi memiliki citra kota militer dengan fokus amatannya adalah persepsi masyarakat Penelitian ini berfokus pada perumusan komponen pembentuk karakter visual koridor Jl. Depaten Baru – Jl. Ki Gede Ing Suro untuk memberikan arahan desain sebagai upaya peningkatan karakter visual Kawasan Lama Sekanak Penelitian ini mempunyai tujuan untuk memberikan arahan desain karakter visual penggal jalan alun-alun selatan sampai panggung krapyak dengan terlebih dahulu
Tahun 2013
2011
2011
2012
7
Lanjutan Tabel 1
5
Adiyat
6
Rifa Indrayanti
7
Kevin Lynch
8
Peter J.M.Nas
Sebagai Bagian dari Sumbu Imajiner Acuan rancangan untuk memperkuat karakter koridor pariwisata melalui kualitas visual
Jalan Parangtritis, Yogyakar ta
Penataan ruang pejalan kaki kawasan pusat kota di Jalan M.H. Thamrin
Jalan M.H. Thamrin
The Image of The City
Boston, Los Angels, New Jersey
merumuskan elemenelemen pembentuk karakter visualnya Tujuan penelitian ini untuk mengkaji karakter kawasan secara visual dan memberikan arahan yang sesuai untuk mewujudkan satuan visual koridor Parangtritis menjadi cerminan kawasan PprawirotamanTirtodipuran Fokus penelitian ini adalah ruang pejalan kaki, sementara penelitian citra memasukkan pedestrian sebagai salah satu pembentuknya
Penelitian ini merupakan cikal bakal penelitian-penelitian lanjutan citra kota dengan temuannya adalah lima elemen pembentuk citra kota Citra Denpasar Kota Penelitian ini Denpasar mempunyai tujuan untuk mengungkap ciitra yang terbentuk berdasarkan simbolisme perkotaan antara tradisi dan pariwisata Sumber : Analisis Penulis, 2014
2009
2002
1960
1995
8
1.7
Kerangka Berpikir Penelitian
Gambar 2 Kerangka Penelitian Sumber : Penulis 2014 9
9