BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Komponen yang diharapkan dalam pembelajaran matematika (Jihad dan Haris, 2009:148) yaitu: 1) memahami konsep matematika, 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, 3) memecahkan masalah 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Namun, secara umum telah terjadi kesalahan dalam pembelajaran sehingga menyebabkan kesulitan-kesulitan bagi siswa dalam suatu pokok bahasan dalam matematika disebabkan beberapa hal, yaitu proses pembelajaran matematika yang masih bersifat abstrak tanpa mengaitkan permasalahan matematika dengan kehidupan sehari-hari, motivasi belajar matematika siswa yang masih lemah karena ketidaktahuan mereka akan tujuan mempelajari matematika, siswa tidak berani mengemukakan gagasan kepada guru dan guru masih dominan dalam proses pembelajaran serta dipicu oleh kurang tersedianya perangkat pembelajaran yang berbasis aktivitas, sehingga siswa cenderung menghafal konsep matematika tanpa disertai pemahaman yang baik (Khairuddin, 2009). Sampai saat ini kondisi pengajaran matematika memang belum seperti yang diharapkan, kritik dan sorotan masih dikemukakan, antara lain adanya kemerosotan mutu lulusan yang ditandai dengan rendahnya prestasi belajar siswa. (Fauzan dalam Setyono, 2008) mengatakan bahwa kualitas pendidikan baik siswa sekolah dasar maupun siswa sekolah menengah masih memprihatinkan. Kondisi ini terefleksi tidah hanya dari hasil belajar siswa, tetapi juga dari proses belajar mengajar. Kemudian menurut Fauzan ada beberapa faktor penyebab terjadinya permasalahan dalam pendidikan matematika di Indonesia terutama yang berkaitan dengan kurikulum dan proses pembelajaran. Perangkat pembelajaran memberikan kemudahan dan dapat membantu guru dalam mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas.
1
Oleh karena itu yang sangat penting dilakukan adalah mengembangkan perangkat pembelajaran yang berbasis aktivitas siswa (Nur dalam Syafruddin, 2009). Berdasarkan penjelasan di atas maka mutu pendidikan terutama pelajaran matematika yang merupakan ilmu dasar harus ditingkatkan salah satunya dengan mengembangkan perangkat pembelajaran. Tersedianya perangkat pembelajaran yang berkualitas merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hasil wawancara dengan guru matematika SMP Negeri 1 Kotaanyar yaitu Ibu Wahyu Kamiasih pada 13 Juli 2011 yang menyebutkan bahwa sekolah hanya memakai buku paket sehingga kurangnya sumber belajar siswa, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dipakai selalu sama dari tahun ke tahun. Guru lebih banyak berbicara dibandingkan dengan siswa dan memberikan soal yang kurang menantang, kebanyakan guru sangat bergantung dan sangat mempercayai buku teks yang mereka pakai. Akibat yang ditimbulkan yaitu pembelajaran menjadi kurang bermakna dan kurang menyenangkan. Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika lemah karena tidak mendalam. Siswa merasa bosan di dalam kelas karena pembelajaran cenderung pasif dan kurang mendapat kebebasan untuk mengembangkan kreativitasnya. Dengan demikian dibutuhkan metode dimana guru dalam proses pembelajaran tidak hanya menyampaikan pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa tidak hanya menerima apa yang disampaikan gurunya itu sendiri. Siswa diposisikan sebagai peserta didik yang sudah paham dan tidak hanya menunggu apa yang diberikan oleh guru. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sangat dituntut keaktifan siswa dalam belajar. Proses pembelajaran tidak hanya didominasi oleh guru tetapi siswa juga aktif di dalamnya. Salah satu strategi pembelajaran yang melibatkan
siswa
secara
aktif
adalah
pembelajaran
konstruktivisme.
Konstruktivisme menempatkan siswa pada peranan utama dalam proses pembelajaran (student centered). Peranan guru hanya bersifat fasilitator dan memiliki kewajiban dalan upaya peningkatan kualitas pembelajaran. Oleh karena
2
itu, guru dituntut untuk selalu berinovasi dalam melaksanakan proses pembelajaran. Penerapan konstruktivisme dalam proses belajar mengajar adalah siswa harus secara individual menemukan dan mentrasformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi yang baru dengan aturan yang ada serta merevisinya bila perlu (Kristoforus dalam Syafruddin, 2009). Salah satu model pembelajaran yang konstruktivisme adalah kooperatif. Dalam belajar kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil yang bersifat heterogen dari segi tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku untuk saling membantu satu sama lain dalam tujuan bersama. Dengan belajar dalam kelompok kecil maka siswa akan lebih berani mengungkapkan pendepatnya dan dapat menumbuhkan rasa sosial yang tinggi (Slavin dalam Syafruddin, 2009). Salah satu pembelajaran kooperatif adalah investigasi. Investigasi diawali oleh soal-soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajarnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru. Siswa memiliki kebebasan untuk memilih jalan yang cocok bagi mereka. Suasana investigasi mendorong siswa untuk belajar lebih aktif, kreatif dan lebih bermakna, artinya siswa dituntut selalu berpikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesainnya. Dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan ketrampilan pengetahuannya sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama. Akibatnya, rasa percaya diri, antusiasme dan rasa tertarik siswa terhadap pelajaran matematika akan meningkat, (Talmagae dan Hart dalam Krismanto, 2003:7). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Japa (2008) bahwa dengan pendekatan investigasi, cara belajar siswa mengalami peningkatan. Dalam belajar siswa tampak aktif, kreatif, produktif, antusias dan disiplin. Selain itu kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika cenderung meningkat. Pemilihan materi kesebangunan dan kekongruenan di SMP Negeri 1 Kotaanyar kelas IX dikarenakan menurut guru matematika di sekolah materi geometri yang sulit dipahami siswa dimana siswa membayangkan konsep yang bersifat abstrak. Sehingga cocok dikembangkan dengan menggunakan pendekatan
3
investigasi. Kesebangunan dan Kekongruenan merupakan materi matematika yang banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan investigasi diharapkan dapat membantu mengarahkan siswa untuk memahami dan menguasai konsep kesebangunan dan kekongruenan dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka penulis memilih menyajikan tugas skripsi dengan judul “ Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Pendekatan Investigasi Pada Pokok Bahasan Kesebangunan dan Kekongruenan Untuk Siswa Kelas IX SMP N I Kotaanyar Probolinggo”. Oleh karena itu, rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: bagaimana
mengembangkan
perangkat
pembelajaran
dengan
pendekatan
investigasi pada materi kesebangunan dan kekongruenan?
1.3 Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih efektif, efisien, terarah dan dapat dikaji lebih mendalam maka diperlukan pembatasan masalah, dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Komponen yang terdapat dalam RPP yaitu tujuan pembelajaran, materi, metode pembelajaran, sumber dan media pembelajaran, dan penilaian/evaluasi, sedangkan LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau sarana pendukung pelaksanaan RPP. Dalam proses pembelajaran matematika, LKS bertujuan untuk menemukan konsep atau prinsip dan aplikasi konsep atau prinsip. 2. Pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan model 4-D (define, design, develop dan desseminate). 3. Pengembangan perangkat pembelajaran dilakukan sampai tahap validasi ahli oleh para pakar, yaitu guru matematika kelas IX SMP Negeri 1
4
Kotaanyar dan dosen pendidikan matematika Universitas Muhammadiyah Malang. 4. Penelitian ini hanya terbatas pada materi kesebangunan dan kekongruenan.
1.4 Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengembangan perangkat pembelajaran dengan pendekatan investigasi pada materi kesebangunan dan kekongruenan.
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk kepentingan: 1. Teoritis,
yaitu
dapat
menggambarkan
pengembangan
perangkat
pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran dalam kelas menjadi objektif. 2. Praktis, yaitu dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan oleh guru matematika dalam
mengembangkan perangkat
pembelajaran
matematika khususnya materi Kesebangunan dan Kekongruenan.
1.6 Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman, maka diberikan definisi istilah yang terkandung dalam penelitian ini, yakni: 1. Perangkat pembelajaran adalah perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar mengajar adalah buku siswa, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), tes hasil belajar dan media pembelajaran (Ibrahim dalam Trianto, 2007:68). 2. Pengembangan perangkat pembelajaran adalah serangkaian proses atau kegiatan
yang
dilakukan
untuk
menghasilkan
suatu
perangkat
pembelajaran berdasarkan teori pengembangan yang telah ada (Badarudin, 2011).
5
3. RPP yaitu penduan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam skenario kegiatan (Trianto, 2007 : 71). 3. Komponen yang terdapat di dalam RPP meliputi: tujuan pembelajaran, materi, metode pembelajaran, sumber dan media pembelajaran, dan penilaian/evaluasi. 4. LKS merupakan penduan siswa yang berisi tugas dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan peserta didik (Devi, 2009 : 39). 5. Investigasi
merupakan
kegiatan
pembelajaran
yang
memberikan
kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil benar sesuai pengembangan yang dilalui siswa (Syarif, 2009).
6